Buku Pegangan Katekisasi GKI "Tuhan Ajarlah Aku"
oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div.
Pendahuluan dan Tujuan Penulisan
Sejak beberapa waktu yang lalu Gereja Kristen Indonesia (GKI) dihebohkan karena munculnya buku pegangan Katekisasi yang berjudul 'Tuhan, Ajarlah Aku' yang disusun oleh Pdt. Yohanes Bambang Mulyono, S.Th.
Persoalannya adalah karena banyak jemaat GKI sendiri yang menilai buku itu sebagai buku yang berisikan ajaran-ajaran yang salah atau bahkan sesat. Banyak jemaat dan hamba Tuhan GKI yang menentang buku itu, tetapi banyak juga yang mendukung dan menyetujui buku itu, dan banyak juga yang tidak mengerti apakah buku itu sesat atau tidak.
Saya sendiri sebagai Gembala/Pendeta dari GKRI Golgotha, sebetulnya adalah 'orang luar', tetapi akhirnya saya memutuskan untuk menulis suatu pembahasan tentang buku Katekisasi yang dihebohkan itu. Ada beberapa alasan mengapa akhirnya saya memutuskan untuk menulis pembahasan tentang buku Katekisasi tersebut:
w Saya berpendapat bahwa baik Kitab Suci maupun 12 Pengakuan Iman Rasuli mempercayai SATU GEREJA YANG KUDUS DAN AM. Dan karena itu sekalipun saya adalah Pendeta dari GKRI Golgotha, tetapi saya merasa bahwa saya tidak bisa duduk berpangku tangan melihat ada gereja lain yang diserang oleh ajaran yang sesat. Saya merasa bahwa saya mempunyai hak dan kewajiban untuk untuk ikut campur dalam persoalan penyesatan ini!
w Saya sendiri dibaptis di GKI Sulung, jadi dulunya saya adalah anggota GKI. Sekalipun sekarang saya sudah keluar dari GKI, tetapi saya tidak sampai hati membiarkan gereja lama saya dirusak oleh ajaran-ajaran yang sesat. w Beberapa anggota keluarga saya sampai sekarang masih ada di GKI. Karena itu, jika saya membiarkan GKI tersesat, maka sama saja dengan membiarkan anggota keluarga saya diracuni oleh ajaran sesat tersebut.
w Sebagian dari jemaat saya di GKRI Golgotha berasal dari GKI dan bahkan ada yang masih berbakti di GKI. Membiarkan GKI tersesat berarti sama saja dengan membiarkan jemaat saya sendiri disesatkan oleh ajaran tersebut.
w Ada permintaan dari beberapa jemaat GKI kepada saya supaya saya menulis pembahasan mengenai buku Katekisasi tersebut.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka saya akhirnya membaca buku Katekisasi tersebut, dan memang saya menjumpai bukan main banyaknya kesalahan dalam buku Katekisasi tersebut. Semua itu akhirnya saya tuliskan dalam buku pembahasan ini, dengan harapan supaya buku ini bisa mencegah atau menghentikan penyesatan di GKI.
Penulis buku 'Tuhan, Ajarlah Aku' dalam Kata Pengantar di bukunya (hal 9) berkata: "Kami sangat mengharapkan bahan-bahan masukan dari jemaat-jemaat yang bersedia memakai buku ini berupa usul, saran dan kritik yang positif". Saya berharap bahwa penulis tersebut mau dan bisa membaca pembahasan saya ini, dan bertobat dari kesesatan dan penyesatan yang ia lakukan!
Saya berdoa supaya Tuhan menyertai dan mencelikkan mata semua orang lain yang membaca pembahasan ini, sehingga mereka semua mendapatkan pengertian yang benar, sehingga akhirnya nama Tuhan saja yang dipermuliakan! Haleluya!
3 comments:
Sdr. Budi,
Tampaknya anda sangat bersemangat untuk mengupas buku TAA. Saya telah berulangkali membaca buku TAA. Tetapi sudut pandang kita ternyata sangat berbeda. Sudut pandang anda lebih dipenuhi oleh perasaan benci, antipati dan negatif. Hasilnya jelas ulasan dan tulisan anda yang sangat provokatif, mendiskreditkan penulis dan pemikirannya. Padahal saya tidak memiliki kesan dan kesimpulan seperti anda. Sebaliknya saya makin menghormati penulis buku TAA, yaitu Pdt. Yohanes Bambang Mulyono. Beliau memiliki pemikiran teologis yang cukup terbuka, kritis dan tidak doktrinal seperti anda.
Justru saya punya kesan yang semakin simpatik dengan pak Yohanes Bambang di tengah-tengah sikap anda yang sangat tidak simpatik, cenderung menghakimi orang dan merasa diri paling benar. Seharusnya anda perlu dipertanyakan kelayakan anda menjadi seorang pendeta. Maaf, pendeta macam apa anda itu? Sama sekali anda tidak mencerminkan pola pikir dan pola sikap seorang pengikut Kristus. Ujung-ujungnya hanya satu, yaitu anda merasa diri paling benar dan paling segalanya. Padahal anda dengan sikap anda membongkar jati-diri yang asli, yaitu pribadi yang perlu dipertanyakan integritasnya.
Salam
Odes Suryono
(odessuryono@yahoo.com)
Budi Asali:
"Saya merasa lebih superior dari pada semua orang lain yang tidak mengakui Kristus sebagai Juruselamat. Tetapi rasa superioritas saya itu bukan karena saya secara inheren superior atau memiliki kesucian tetapi karena kebenaran Kristus yang menyelimuti saya".
Tanggapan:
Kesan awalnya sich anda tampaknya pengikut Kristus yang setia. Sebab anda merasa diri diliputi oleh kebenaran Kristus. Itu sebabnya anda menyatakan: "karena kebenaran Kristus yang menyelimuti saya". Padahal dari ungkapan anda tersebut tercermin pribadi yang sakit. Apapun alasan seseorang merasa diri "superior" sebenarnya karena dia inferior. Tepatnya inferioritas anda telah anda sublimasikan menjadi superiotas atas nama kebenaran Kristus. Tragisnya, kebenaran Kristus tersebut tidak membaharui hidup anda, karena anda ingin agar Kristus yang melayani kebenaran diri anda sendiri. Saya sarankan anda sebaiknya periksa ke seorang psikiater yang cukup ahli. Minimal lakukan suatu psiko-test yang komprehensif. Kalau berminat, saya akan berikan beberapa nama psikiatrer yang berkompeten untuk membantu menangani permasalahan mental anda.
Kasihan jemaat GKRI Golgotha! Punya pendeta kog sakit jiwa ya.... Maaf kalau di GKI, orang seperti anda itu tidak laku. Jadi jangan bersikap sok, seakan-akan mau membela GKI. Ngga perlu cari muka Bud.
Budi Asali,
Saya kira anda yang perlu bercermin lebih dalam dan obyektif sehingga anda dapat memahami masalah-masalah psikologis anda. Sesungguhnya ungkapan-ungkapan anda menunjukkan hati yang penuh kepahitan dan kebencian. Sikap anda bukan hanya mempertontonkan kepada banyak orang tentang ketidaklayakan anda untuk menjadi seorang pendeta, tetapi juga ketidaklayakan anda sebagai seorang Kristen. Dari tanya jawab anda dengan sdr. Melki, terlihat anda hanya mampu membela diri dan tidak tanggap terhadap maksud sdr. Melki yang ternyata tidak memandang bapak Pdt. Yohanes Bambang secara negatif dengan pemahaman teologis yang telah diutarakan dalam bukunya "Tuhan, Ajarlah Aku". Karena berminat dengan pernyataan-pernyataan provokatif anda, saya telah membaca 4 kali buku TAA, tetapi saya merasa pemikiran dalam buku tersebut biasa saja. Saya anggap itu adalah hak seorang penulis.
Selain itu saya juga sempat menanyakan kepada sinode GKI, ternyata dalam keputusan persidangan sinode GKI buku TAA justru telah ditetapkan sebagai buku yang diakui resmi oleh GKI. Jadi makin bertambah aneh, anda orang luar tetapi merasa memiliki hak campur tangan dengan kehidupan jemaat GKI. Kalau buku TAA sudah menjadi keputusan sinode GKI, perlu dipahami bahwa buku TAA tersebut telah dibahas dalam berbagai lingkup yaitu klasis, sinode wilayah-sinode wilayah dan kemudian pada tingkat sinodal yang lebih luas.
Saya juga menjumpai sikap yang sama dengan anda dalam diri saudara Denny Teguh. Selain itu saya jumpai beberapa orang yang ternyata setipe dengan anda. Jadi memang benar kesimpulan bung Melki, bahwa mereka yang dididik oleh Stephen Tong dan konco-konconya relatif tidak mampu membuat suatu ulasan teologis yang matang dan bijaksana, tetapi hanya mampu menyebarkan doktrin yang gemar menyesatkan pihak lain yang tidak sepaham. Tepatnya Stephen Tong dan konco-konconya memang juga bermasalah secara mental dan spiritualitas. Waktu KKR saya menjumpai ungkapan-ungkapan Stephen Tong yang sangat arogan. Tidak heran, kalau orang-orang Muslim yang mendengar perkataan Stephen Tong menjadi marah dengan mengatakan: "Darahmu menjai halal bagiku". Sayangnya kalau itu terjadi justru dianggap Stephen Tong jadi martir, padahal penyebab utamanya adalah kesombongan rohani yang berlebihan dan bukan karena kesediaan membayar harga sebagai martir karena konsisten dalam kasih dan keadilan.
Jadi saya justru bersyukur, bahwa pernyataan provokatif anda membuat saya membaca buku TAA dan kini saya juga menjumpai tulilsan-tulisan teologis dari bapak Pdt. Yohanes Bambang di: http://www.yohanesbm.com
Salam ya.
Post a Comment