17 April 2011

Resensi Buku-117: JESUS AND MUHAMMAD: Profound Differences and Surprising Similarities (Prof. Mark A. Gabriel, Ph.D.)

...Get it now...



Book
JESUS AND MUHAMMAD:
Profound Differences and Surprising Similarities


by: Prof. Mark A. Gabriel, Ph.D.

Publisher: Front Line, Florida, 2004





Simple Description from Denny Teguh Sutandio:
Most people claim that all religions are same. Is that statement true? NO. One of the examples is the great differences between Christianity and Islam. Eventhough most people especially many “Christian” pastors (who deny the infallibility and inerrancy of the Bible and other orthodox doctrines) claim that Christian and Islam worship one God, the fact tells us that Christianity and Islam are different religions. A person who proves that fact is Prof. Mark A. Gabriel, Ph.D., a Christian evangelist which was a former lecturer of Islamic History at Al-Azhar University, Cairo, Egypt. In his book Jesus and Muhammad, Dr. Gabriel explains some similarities between Jesus and Muhammad especially in their childhood and also many and great differences between them in their doctrine and the way spreading their messages to people (especially Gentile). Before explaining similarities and differences between Jesus and Muhammad, Dr. Gabriel tells us his personal testimony: his childhood in devout Muslim in Egypt, his study in Islamic history until his doctoral thesis, some questions that he asked to his previous lecturers, and the way that he found the Truth in Christ. After explaining similarities and differences between Jesus and Muhammad, Dr. Gabriel continues his personal testimony: what’s happened after he converted to Christianity. I believe that this book is prohibited to be sold in Indonesia, but I know that Indonesian translation of this book has been already downloadable in a website: faithfreedom. I think that this book is an academic book both for Christianity and Islam in order to understand Christianity and Islam well, because Dr. Gabriel has studied Ph.D. in Islam and Ph.D. in Christian education.





Biography of Prof. Mark A. Gabriel, Ph.D.:
Prof. Mark A. Gabriel, Ph.D. who was born on 30 December 1957 to Muslim parents in the region of upper Egypt known as Al Saeed was a Professor of Islamic History at Al-Azhar University, Cairo, Egypt (the most respected, authoritative Islamic university in the world). He earned Bachelor, Master, and doctoral degree in Islamic History and Culture from Al-Azhar University, Egypt. After he converted to Christianity, he pursued a Christian education: Discipleship Training School with Youth With a Mission in Cape Town, South Africa; Master’s degree in World Religion and Doctorate degree in Christian Education from Florida Christian University in Orlando, Florida, U.S.A, and also induction as a fellow in the Oxford Society of Scholars in September 2003. He wrote other books, include: Against the Tides in the Middle East, International Academic Centre for Muslim Evangelism in South Africa, 1997 (published under the name “Mustafa”), Islam and Terrorism: What the Qur’an Really Teaches about Christianity, Violence and the Goals of the Islamic Jihad (2002), and Islam and the Jews: The Unfinished Battle (2003). After wrote Jesus and Muhammad, he also wrote other books, i.e. Journey into the Mind of an Islamic Terrorist (2006), Culture Clash, and Coffee with the Prophet: 21st Century Conversations with Muhammad.

PRIA SEJATI: Sejatikah?-2 (Ev. Calvin L. Renata, M.Div.)

PRIA SEJATI: Sejatikah?-2
Membedah Theologi Di Balik Gerakan Pria Sejati


oleh: Ev. Calvin L. Renata, M.Div.




SIAPAKAH MANUSIA?
Dalam bukunya Menjadi Pria Sejati, Cole menyatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan keserupaan moral Allah. Menurut Cole, Allah memperlengkapi kita dengan lima kemampuan yang memungkinkan kita menjalani kehidupan yang serupa dengan kehidupan Kristus. Untuk lebih lengkapnya, ia menuliskan demikian:
“Ketika Allah menciptakan manusia menurut gambar dan keserupaan moral-Nya, Dia memperlengkapi kita dengan lima kemampuan yang memungkinkan kita menjalani kehidupan yang serupa dengan kehidupan Kristus. Dengan demikian Allah telah mencurahkan sebagian keunggulan sorga ke bumi ini. Kelima kemampuan itu adalah:
(1). Kemampuan untuk mengetahui kebenaran
(2). Kemampuan untuk mengenali keutamaan moral
(3). Kekuatan untuk melakukan kehendak kita
(4). Daya cipta melalui perkataan kita
(5). Hak dan kemampuan untuk berkembang biak.”(49)

Sepintas lalu tidak ada yang salah dengan kalimat ini. Namun perhatikan baik-baik poin yang ke-4. Cole mengajarkan bahwa manusia diberi kemampuan untuk mencipta melalui perkataannya. Kapan Allah memberikan kemampuan ini kepada manusia? Di mana ajaran Alkitab yang mengatakan demikian? Manusia memang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, tetapi Allah tidak pernah memberikan kemampuan mencipta melalui perkataan.

Dalam seluruh Alkitab hanya Allah sendiri yang mencipta melalui kuasa firman (perkataan), lihat kejadian pasal 1. Bahkan ketika Allah menciptakan manusia, Ia tidak memakai perkataan-Nya melainkan ia memakai debu tanah. Demikian juga ketika Allah menciptakan Hawa, Ia memakai media tulang. Yang terjadi dalam taman Eden adalah Allah memerintahkan manusia untuk bekerja dan mengelola taman tersebut (Kej. 2:15). Manusia harus bekerja untuk mencipta bukan berfirman untuk mencipta! Cole dalam poin ini ingin menyamakan kemampuan manusia dengan Allah, sesuatu dosa yang dilakukan Adam dan Hawa dan sekaligus dosa yang dibenci Allah. Dalam Mazmur 8, Daud hanya mengatakan bahwa manusia itu diciptakan mirip dengan Allah, inilah artinya peta dan teladan Allah. Daud tetap menyadari perbedaan antara ciptaaan (dirinya) dengan pencipta (Allah). Bahkan selama Tuhan Yesus berinkarnasi dalam daging, Ia tidak pernah memakai kuasa kata-kataNya untuk menciptakan sesuatu secara Ex-Nihilo (dari tidak ada menjadi ada).
Tidak berhenti dengan pemikiran di atas, Cole kembali menjunjung status manusia secara berlebihan yang tidak diajarkan dalam Alkitab.
“Anda harus dapat menjadi wahyu Allah yang dinyatakan bagi orang-orang tersebut. Sebagaimana dahulu Yesus menjadi wahyu Allah yang dinyatakan di atas bumi, demikian pula kaum pria harus berdiri mewakili Kristus dan menjadi wahyu Allah bagi sesamanya.”(50)

Sepertinya kalimat yang indah, namun salahnya luar biasa. Sejak manusia pertama diciptakan di taman Eden hingga dicipta ulang dalam Kristus Yesus, Alkitab tidak pernah menjadikan manusia sebagai wahyu Allah. Manusia bukan wahyu Allah, manusia justru membutuhkan wahyu Allah baik secara umum (ciptaan, alam semesta, dll) maupun wahyu secara khusus (Alkitab dan Tuhan Yesus). Melalui wahyu inilah manusia mengenal Allah. Terlebih lagi Alkitab tidak pernah memerintahkan kita menjadi wakil Tuhan Yesus sebagai wahyu Allah di bumi. Bagaimana mungkin manusia yang berdosa menjadi wakil Yesus Kristus yang tidak berdosa? Perhatikan apa yang dikatakan seorang theolog Reformed Cornelius Van Til tentang relasi manusia dan wahyu Allah: “All of God’s revelation to man is law to man (semua wahyu Allah kepada manusia adalah hukum bagi manusia).(51) Jika wahyu Allah menjadi hukum bagi manusia, bagaimanakah manusia menjadi wahyu itu sendiri? Itu sesuatu yang tidak masuk akal.

Yang benar adalah Kristus datang ke dunia justru menjadi wakil umat pilihan Allah, bukan sebaliknya. Ia tidak perlu diwakilkan siapa-siapa. Siapakah kaum pria sehingga berhak dan layak mewakili Yesus? Jika Kristus perlu diwakilkan manusia, berarti Yesus Kristus tidak sempurna, tidak maha kuasa, tidak berotoritas dan ini berarti manusia lebih hebat dari Kristus. Tuhan Yesus tidak pernah mengatakan Ia perlu diwakilkan sebagai wahyu Allah. Tuhan Yesus hanya mengatakan “kamu akan menjadi saksiKu” (Kis. 1:8), “kamu adalah terang dunia”, “kamu adalah garam dunia” (Mat. 5:12-13). Ini menunjukkan sekali lagi pemikiran Cole yang tidak utuh tentang kebenaran Firman Allah mengenai siapa manusia itu.

Masih belum puas dengan kedua hal di atas, kembali Cole mengatakan bahwa melalui kelahiran baru, manusia akan memiliki sifat/kodrat ilahi. Ini suatu hal yang tidak pernah Alkitab ajarkan. Manusia memang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya tetapi Allah tidak pernah menjadikan manusia memiliki sifat ilahi pada dirinya.
“Manusia terlahir dari daging dan tidak memiliki kodrat ilahi melalui kelahiran alami. Itulah sebabnya Yesus mengatakan kepada Nikodemus bahwa ia harus dilahirkan kembali (Yoh. 3:3). Dia mengajarkan bahwa Allah adalah Roh, dan oleh karena itu untuk dapat menerima kodrat Allah, kita harus dilahirkan dari Roh-Nya sebagaimana kita dilahirkan dari daging. Ketika Roh Kristus masuk ke dalam kehidupan seorang manusia, terjadilah suatu “kelahiran”, karena dengan cara itu manusia dibuat hidup di dalam Roh.”(52)

Mungkin Alkitabnya Cole berbeda dengan Alkitab kita. Oleh karena dalam Yohanes 3 ketika Tuhan Yesus berbicara dengan Nicodemus, Tuhan Yesus tidak berbicara manusia akan menerima kodrat/sifat ilahi kalau ia dilahirbarukan, melainkan manusia harus dilahir-barukan supaya ia dapat masuk kerajaan Allah. Ini perkataan Alkitab yang sebenarnya:
Yohanes 3:5, Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
Tuhan Yesus tidak pernah mengatakan:
Yohanes 3:5, Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak memperoleh kodrat/sifat ilahi.”
Ini dua kalimat yang sama sekali berbeda artinya. Cole tidak memahami arti lahir baru yang sebenarnya. Kelahiran baru tidak pernah merubah hakekat manusia menjadi/memiliki sifat ilahi. Jadi apa yang dimaksudkan dengan kelahiran baru itu? Theologi Reformed memahami kelahiran baru sebagai karya Roh Kudus, di mana Ia menanamkan benih kehidupan rohani yang baru dalam kehendak, ratio, dan emosi manusia, sehingga ia dihidupkan secara rohani. Louis Berkhof mendefinisikannya sebagai berikut:
“Regeneration is that act of God by which the principle of the new life is implanted in man, and the governing disposition of the soul is made holy.”(53)
(Kelahiran baru adalah tindakan Allah di mana prinsip hidup baru ditanamkan pada manusia, dan kecenderungan hati manusia dijadikan kudus).

Pada buku yang sama, Berkhof menegaskan kembali apa yang saya katakan bahwa kelahiran baru tidak merubah hakekat manusia: “regeneration is not a change in the substance of human nature (Kelahiran baru bukanlah perubahan substansi/hakekat natur manusia).(54)

Dengan mengganti-ganti ayat semau dirinya, Cole tidak sadar sudah mengajarkan kesesatan baru dalam ajarannya. Lalu apa maksud Petrus dalam 2 Petrus 1:4 ketika ia mengatakan, “Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia.”?(55)

Kata “mengambil bagian” (NIV: participate) dalam bahasa Yunaninya adalah koinōnoi (koinonoi) yang bisa diartikan partner, companion, sharer. Apa yang Petrus katakan dalam suratnya ini sama sekali tidak mengajarkan bahwa manusia setelah percaya memiliki sifat ilahi pada dirinya (deification). Konteks ayat ini berbicara bahwa manusia yang berdosa telah dipanggil oleh kuasa-Nya yang mulia dan dan ajaib (ay. 3) serta diberikan janji yang berharga dan sangat besar (ay 4). Semuanya itulah yang memungkinkan orang berdosa bersekutu (koinonoi) dengan Allah dalam kebenaran dan kekudusan dan pengenalan yang benar. Inilah yang Petrus maksudkan ketika ia berbicara “kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi.” Sesuatu yang dulunya kita tidak miliki sekarang kita peroleh melalui Kristus. Tidak ada indikasi apa pun dalam ayat ini Petrus mengajarkan perubahan hakekat manusia sehingga memiliki sifat ilahi, seperti yang Cole ajarkan. Richard Bauckham misalnya, hanya menafsirkan ayat ini: “To share in divine nature is to become immortal and incorruptible.”(56) (berbagian dalam sifat ilahi adalah menjadi immortal dan incorruptible).

Sedangkan Kevin VanHoozer menafsirkan ayat ini lebih menekankan kepada persekutuan dengan Allah Tritunggal dalam konteks Covenant (perjanjian):
“The focus is on the communicative union – fellowship, not fusion – brought into being by triune dialogical action oriented to covenantal relation.”(57)
(Fokusnya adalah persatuan komunikasi – suatu persekutuan, bukan peleburan – yang diberikan kepada manusia oleh Allah Tritunggal dalam suatu relasi perjanjian).
Theologi Reformed sangat menekankan perbedaan yang hakiki antara pencipta dan ciptaan. Maka harus kita tegaskan sekali lagi bahwa dalam seluruh Alkitab tidak pernah ada ajaran mengilahkan manusia (deification). Ini bukan ajaran iman Kristen. Let God be God, let man be man!


DOA DAN KETAATAN: SINERGI ATAU OPOSISI?
Cole dalam tulisannya mempertentangkan doa dan ketaatan. Hal ini nampak dari kalimat berikut ini:
“Satu ton doa tidak akan pernah menghasilkan satu ons keinginan untuk hidup taat. Setelah Anda mengucapkan semua doa Anda, bila Anda tidak taat, Anda sedang menyangkal doa-doa Anda itu. Percaya ditambah dengan perbuatan sama dengan iman.”(58)

Ini ajaran yang cukup menyesatkan, sebab dalam Alkitab doa dan ketaatan bukan untuk dipertentangkan. Bagaimana Cole begitu yakin bahwa “satu ton” doa tidak akan menghasilkan ketaatan? Bagaimana seseorang bisa taat kalau ia tidak berdoa? Suatu ajaran yang konyol dengan mengatakan bahwa doa tidak akan menghasilkan ketaatan. Cole dalam statement ini sangat meremehkan kekuatan doa dan ia tidak mengerti untuk apa kita berdoa. Kita berdoa justru menyerahkan kehendak kita di dalam ketaatan kepada Allah. Tuhan Yesus sudah membuktikan keduanya tidak bisa dipisahkan. Oleh karena Tuhan Yesus berdoa, Ia mendapatkan kekuatan berjalan ke kalvari (Mat 26:42). Hana berdoa meminta seorang anak kepada Allah dan ia berjanji untuk mempersembahkan anak itu kembali kepada Allah (1 Sam ). Hana berdoa dan dalam doanya menghasilkan ketaatan. Dalam kitab Ezra 9, nabi Ezra berdoa bagi bangsa Israel dan diikuti dengan suatu pertobatan dan ketaatan. Terlalu banyak ayat dalam Alkitab yang menghubungkan doa dan ketaatan. Ajaran Cole tidak Alkitabiah dan Cole perlu lebih banyak waktu untuk membaca Alkitab agar lebih memahami tentang relasi doa dan ketaatan.


HERMENEUTICS YANG PERLU DIPERTANYAKAN
Cole dalam buku-bukunya sering memakai cerita-cerita Alkitab dan mencuplik ayat-ayat, tetapi cara ia menafsirkan tidak menunjukkan bahwa ia seorang yang mengerti hermeneutics yang bertanggung jawab.
1. Cole melakukan penafsiran yang alegori
Tafsiran dengan cara alegori adalah tafsiran yang tidak berdasarkan konteks history maupun eksegesis yang baik, melainkan lebih didasarkan kepada subyektifitas penafsirnya. Sehingga hasilnya adalah ayat dicocok-cocokan dengan kemauan Cole sendiri.
Dalam bukunya Kesempurnaan Seorang Pria bab 1, Cole berbicara tentang Tanah Perjanjian (the promise land) yang Allah hendak berikan kepada bangsa Israel ketika mereka keluar dari Mesir. Tiba-tiba ia berpindah topik bahwa tanah kanaan ini adalah tanah kanaan rohani bagi kaum pria.
“Sekarang, di sini, izinkanlah saya menjelaskan kepada Anda arti dari Tanah Kanaan, dan bagaimana menerapkannya di dalam kehidupan Anda.”(59)
“Saya ingin Anda mengerti bahwa Kanaan adalah Tanah Perjanjian, tempat di mana Allah menginginkan Anda hidup dengan iman saat ini. Di tempat itu, Allah akan menggenapi janji-janji-Nya atas kehidupan Anda. Di sana, Anda dapat meraih potensi maksimal Anda.”(60)
“Allah menginginkan agar kita memiliki Tanah Kanaan di dalam pernikahan, usaha, hubungan orang tua dan pendidikan kita.”(61)
Tafsiran seperti ini adalah tafsiran yang salah dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Musa sebagai penulis kitab Keluaran ini sama sekali tidak bermaksud untuk memakai tanah Kanaan sebagai hal rohani, apalagi untuk pernikahan, usaha, dll. Tanah Kanaan di sini adalah jelas bersifat jasmani dan teritorial bukan rohani. Cole lupa bahwa justru di tanah Kanaan-lah bangsa Israel melakukan kawin campur, menyembah berhala, dsb. Apakah ini potensi maksimal yang ia maksudkan di tanah Kanaan? Tafsiran allegory ini memang populer di abad mula-mula seperti yang dilakukan oleh Clement dan Origen (Alexandria), Agustinus dalam beberapa tafsirannya dan beberapa theolog pada masa medieval ages (abad pertengahan). Tetapi cara penafsiran seperti ini sudah ditinggalkan sejak reformasi karena dianggap tidak bertanggung jawab.

2. Cole tidak bisa membedakan arti rohani dan jasmani
Masih mirip dengan kesalahan diatas, Cole kembali menunjukkan kekonyolan dengan tafsirannya tentang terminology ‘hati’ (Inggris: heart). Dalam bab 17 buku Kesempurnaan Seorang Pria, nampak Cole bingung/rancu dengan tafsirannya sendiri.
Cerita diawali dengan gadis berumur 8 tahun yang menerima transplantasi jantung (Inggris: heart) dari seorang anak gadis berumur 10 tahun yang mati karena diperkosa dan dibunuh. Anak penerima jantung ini diceritakan sering mimpi hal–hal yang dialami pedonor. Singkatnya, melalui mimpi-mimpi ini akhirnya si pembunuh tertangkap. Anehnya, dengan cerita ini Cole mau menunjukkan bahwa hati manusia itu yang terpenting dalam diri manusia. Ia banyak mengutip ayat-ayat Alkitab, misalnya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Jelas di sini yang dimaksudkan Tuhan Yesus dengan kata ‘hati’ sama sekali bukan jantung seperti yang Cole ceritakan di atas. Keduanya sama sekali tidak ada hubungan. Dalam cerita di atas jantung (heart) bersifat jasmani sedangkan hati (heart) di sini bersifat non-jasmani. Bagaimana seorang “nabi” tidak bisa membedakan hal demikian sederhana? Ini suatu analogi dan cara penafsiran yang menunjukkan bahwa Cole tidak memahami hermeneutic dengan baik.

3. Cole menyetujui tafsiran yang salah
Kembali ke buku Menjadi Pria Sejati, Cole dalam tulisannya menyetujui tafsiran yang salah.
“Beberapa ahli Alkitab berpendapat bahwa Adam diusir dari Taman Eden bukan karena ia berbuat dosa, melainkan karena ia menolak bertanggung jawab atas perbuatannya.”(62)
Siapa yang Cole maksudkan dengan ‘beberapa ahli Alkitab’ di sini? Tetapi pointnya adalah Cole menyetujui penafsiran ini. Apakah jika Adam mau bertanggung jawab ia tidak akan dihukum? Pertanyaan yang lebih serius, apakah mungkin Adam dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya? Jelas ini tafsiran yang tidak bertanggung jawab. Adam diusir karena ia sudah berdosa bukan karena ia tidak mau bertanggung jawab. Dengan menyetujui tafsiran seperti ini Cole sudah meremehkan makna dosa yang sebenarnya.

4. Tafsiran yang dipaksakan menurut subyektifitasnya
Berulang kali dalam buku-bukunya Cole mengatakan bahwa “Kesempurnaan seorang pria dan keserupaan dengan Kristus adalah hal yang sama.”(63) Motto ini kelihatannya baik, tapi secara exegesis tidak dapat dipertanggung jawabkan. “Manhood and Christ likeness are synonymous” (keserupaan dengan Yesus dan ke-priaan adalah sama). Mari kita lihat prinsip keserupaan dengan Kristus yang dicatat di dalam Alkitab.
2 Korintus 3:18, “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.”
Filipi 3:10, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya”
Filipi 3:21, “yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.”
Dari kemunculan ayat-ayat yang berbicara tentang Christlikeness, semuanya sama sekali tidak berbicara khusus untuk pria (manhood), melainkan ayat-ayat ini ditujukan untuk siapa pun yang ada dalam Kristus sebagai ciptaan yang baru. Jika Christlikeness hanya ditujukan untuk kaum pria hanya karena Kristus adalah pria, maka bagaimana dengan kaum wanita? Mereka tidak mempunyai figure teladan. Memang Yesus dilahirkan sebagai laki-laki, tetapi Ia tidak secara khusus hanya menjadi teladan bagi laki-laki saja. Ini tafsiran yang dipaksakan dan tidak alkitabiah. Kristus berinkarnasi menjadi pria bukan secara khusus supaya jadi teladan bagi kaum pria. Tetapi, lebih kepada budaya bangsa Yahudi yang patriakat dan kepentingan secara jasmani di mana Ia harus menerima siksaan yang demikian hebat. Semua yang ada dalam diri Yesus (watak, teladan, cara berpikir, ketaatan, dsb), haruslah diteladani oleh semua orang percaya, bukan hanya khusus kaum pria.

5. Cole tidak bisa membedakan tanda (sign) dan substansi
Ini tampak dalam tafsiran Cole tentang figure Abraham sebagai seorang ayah. Ia ingin menunjukkan bahwa ayah yang sejati haruslah melakukan beberapa hal seperti Abraham.
“Pertama, sunatkan anak laki-lakimu. Dalam perjanjian baru pekerjaan penyunatan anak laki ini (secara rohani) sama dengan memastikan bahwa anak-anak Anda adalah orang-orang Kristen sejati yang lahir dari Roh Allah.”(64)
Mungkin Anda bertanya apa yang salah dengan pengajaran ini? Banyak!
Pertama, perintah sunat sudah digantikan dengan baptisan, pasca masa Tuhan Yesus.
Mengapa Cole justru mengalami kemunduran dengan mengajarkan sunat bukan baptisan kepada pembacanya?
Kedua, tidak ada penyunatan secara rohani dalam masa PB. Semua anak laki-laki dalam PB disunat secara jasmani sebagai perintah Allah melalui Taurat. Bahkan Tuhan Yesus juga disunat secara jasmani. Apa yang Cole maksudkan dengan sunat secara rohani di sini?
Ketiga, yang paling fatal Cole menyamakan kalau anak sudah disunat berarti anak sudah lahir baru. Cole tidak bisa membedakan tanda (sign) dengan substansi. Sunat itu hanya tanda perjanjian Allah dengan Israel. Tanda perjanjian secara fisik (sunat) tidak menjamin seseorang sudah dilahir-barukan. Baik sunat maupun baptisan bukan jaminan seseorang sudah dilahirbarukan. Semua bangsa Israel secara jasmani pasti disunat sebagai tanda, tetapi Allah tetap menolak mereka. Jelas dari statement ini Cole tidak memahami arti sunat/baptisan dan kelahiran baru dengan benar.

6. Cole sengaja menafsirkan di luar konteks ayat Alkitab
Dalam bukunya Kesempurnaan Seorang Pria bab 19, Cole berbicara tentang peran seorang ayah. Salah satu topik yang ia bahas adalah relasi ayah tiri dengan anak tirinya. Anehnya, Cole mendasarkan pengajarannya dari ayat yang sama sekali tidak berbicara tentang ayah dan anak tiri. Ia mengatakan demikian:
“Prinsip yang diberikan Yesus sangat penting bagi para ayah tiri dan anak-anak tirinya. “Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?”(65)
Perhatikan bahwa dalam Lukas 16:12 ini Tuhan Yesus sama sekali tidak berbicara tentang ayah dan anak tiri. Tuhan Yesus berbicara mengenai tanggung jawab kita terhadap uang/mammon. Saya katakan ini kesengajaan, sebab konteksnya sudah jelas bahwa Tuhan Yesus tidak berbicara tentang ayah dan anak tiri. Yang mengherankan, kenapa Cole tidak memakai ayat Efesus 6:1-4 saja, sebab ayat ini sudah jelas berbicara tentang relasi orang tua dan anak terlepas anak tiri atau bukan. Ini menunjukkan berulang kali, bahwa Cole tidak memahami prinsip-prinsip penafsiran yang bertanggung jawab. Ataukah mungkin karena ia merasa diri seorang ‘nabi’ maka ia boleh menafsirkan Alkitab sesuka hatinya?

7. Cole mendasarkan pengajaran dari ayat yang tidak jelas.
Cole bukan hanya berbicara tentang manusia saja, dalam suatu pembahasannya ia menyinggung tentang malaikat.
“Anak-anak membutuhkan seorang ayah, bukan malaikat pelindung. Anak-anak sudah diperlengkapi dengan malaikat pelindung sebagai suatu standard keistimewaan.”(66)
Cole memiliki kebiasaan mengajar sesuatu tanpa memberikan dasar ayat yang jelas dari Alkitab. Ajaran tentang malaikat pelindung (guardian angel) nampaknya Alkitabiah. Siapa yang tidak suka punya pengawal (bodyguard), apalagi seorang malaikat. Alkitab menyatakan bahwa malaikat memiliki banyak tugas yang berhubungan dengan manusia, tapi di mana ada ayat yang mengajarkan bahwa setiap orang memiliki guardian angel? Harap Anda pahami bahwa ajaran ini berasal dari pemikiran agama kafir (gentile) yang kemudian diadopsi oleh gereja Roma Katolik. Mereka mendasarkan ajaran ini kepada penyembahan terhadap malaikat tertentu yang akan menjadi pelindung mereka.
Francis Turretin, seorang theolog Reformed dalam bukunya Institute of Elenctic Theology dengan jelas memberikan argumennya bahwa ajaran ini tidak Alkitabiah:
“Still we deny that it can rightly be gathered from this that a guardian and tutelary angel is assigned to each believer (Kita tetap menyangkal bahwa tidak dapat dibenarkan ada malaikat pelindung yang ditugaskan kepada setiap orang percaya)(67)
Alkitab justru menunjukkan fakta yang unik mengenai relasi antara malaikat dan manusia. Kadang satu malaikat melindungi banyak orang (Yes. 37:36), sebaliknya banyak malaikat diutus untuk menyertai satu orang (Mzm. 91:11, Kej. 32:1-2). Ayat yang sering dijadikan dasar doktrin malaikat pelindung ini adalah Matius 18:10: “Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga.” “See that you do not look down on one of these little ones. For I tell you that their angels in heaven always see the face of my Father in heaven” (NIV).
Bagaimana ayat ini harus dimengerti? Hal pertama yang harus diketahui adalah bahwa ayat ini tidak memiliki kekuatan yang jelas untuk mendasarkan bahwa setiap manusia memiliki malaikat pelindung. Perhatikan penuturan Thomas Constable dalam tafsirannya.
“Many interpreters believe that the last part of verse 10 teaches that God has guardian angels who take special care of small children. However the context of verse 10 is not talking about small children but disciples who need to be as humble as small children. Furthermore the angels in this passage are continually beholding God’s face in heaven, not watching the movements of small children on earth… Are there guardian angels for children? I like to think there are because of God’s concern for children (e.g., 19:14-15), but I cannot point to a verse that teaches this explicitly.”(68)
(Banyak penafsir yang percaya bahwa bagian terakhir dari ayat 10 mengajarkan bahwa Allah memiliki malaikat pelindung yang akan menjaga anak-anak kecil. Tetapi konteks dari ayat 10 ini tidak berbicara tentang anak kecil, melainkan tentang para murid yang harus merendahkan diri seperti anak kecil. Lagipula, malaikat-malaikat dalam ayat ini selalu memandang wajah Bapa di surga, bukan mengawasi anak-anak kecil di bumi…apakah ada malaikat pelindung bagi anak-anak? Saya hendak mengatakan demikian karena Allah memperhatikan anak-anak kecil (19:14-5), tetapi saya tidak menemukan ayat yang mengajarkan hal ini dengan jelas.”

Hal yang sama juga dikatakan oleh Charles Hodge: “Whether each individual believer has a guardian angel is not declared with any clearness in the Bible (Apakah setiap orang percaya memiliki malaikat penjaga tidak dikatakan dengan jelas dalam Alkitab).(69) Kevin Vanhoozer, Blanchard Professor of Theology di Wheaton College Graduate School (IL), juga menyatakan keberatannya dengan doktrin ini:
“At the other extreme lie the dangers of anthropomorphism (e.g., guardian angels for every individual) and of an unhealthy interest in something about which Scripture is largely silent.”(70)
(Pada sisi ekstrim lainnya ada bahaya dari anthropomorphism (misalnya, malaikat pelindung bagi setiap orang percaya) dan ketertarikan yang tidak sehat kepada sesuatu yang Alkitab sendiri tidak menyatakannya).
Bila para theolog, professor dan penafsir yang lebih berbobot dan akademis dari Cole saja tidak bisa memastikan pengajaran ini, bahkan menolak adanya malaikat pelindung, bagaimana Cole bisa begitu yakin menafsirkan ayat ini dengan benar dan tepat? Cole dalam penjelasannya tidak memberikan argumentasi dan eksegese apa-apa tentang ayat ini.


THEOLOGI KEMAKMURAN DAN PERPULUHAN
Selain berbicara tentang semua tema di atas, Cole juga berbicara tentang masalah uang, khususnya tentang persembahan dan perpuluhan.
“Apabila kita memberi, terutama bila kita memberi di luar persepuluhan, kita akan mengalami secara nyata hukum menabur dan menuai. Apabila Anda memberi persepuluhan, Allah berjanji akan menyelamatkan Anda dari kehancuran yang direncanakan oleh belalang pelahap terhadap Anda (Maleakhi 3:11).”(71)

Sekali lagi Cole menafsirkan ayat ini dengan begitu meyakinkan, tetapi salah. Jelas Maleakhi 3:11 di sini berbicara tentang binatang belalang sungguhan. Allah menghalau belalang tersebut agar tidak merusak panen bangsa Israel, sehingga bangsa Israel bisa memberikan perpuluhan kepada Allah. Cole meng-allegori-kan belalang di sini, namun tidak menjelaskan kepada kita apa yang ia maksudkan dengan “belalang pelahap” tersebut. Nampak di sini, motivasi Cole mengajarkan perpuluhan hanya agar kita diberkati (hukum tabur-tuai). Ini nampak dari cerita seorang yang bernama Ruben yang memberikan semua uangnya sebesar 2,20 dolar dan diganti 100 kali lipat.
“Ruben memberikan seluruh uang yang dimilikinya saat itu, yaitu sebesar 2,20 dolar dan menerima balasan seratus kali lipat, masih ditambah dengan suatu pernikahan yang sah, perbaikan hidup bagi anak-anak mereka, kehormatan sebagai seorang pria, iman yang semakin bertumbuh kepada Allah, dan suatu ukuran jati diri pria yang tidak pernah dimiliki sebelumnya.”(72)

Cole ingin menjadikan cerita yang dialami Ruben ini untuk mendorong pembacanya rajin memberikan perpuluhan/persembahan. Cole lupa bahwa pengalaman tidak bisa dijadikan doktrin. Oleh karena Allah sama sekali tidak mengganti seratus kali lipat seorang janda yang juga memberikan semua uangnya untuk Allah (Mrk. 12:42-44). Di sini hukum tabur-tuai sama sekali tidak berlaku. Bagaimana Cole menjelaskan hal ini? Tuhan Yesus memang pernah mengatakan kalimat yang menantang dalam Matius 19:29, “Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.”
Ini salah satu ayat favorit theologi kemakmuran. Tetapi apakah Petrus, Yohanes dan murid-murid lain mendapatkan rumah mereka diganti 100 kali, ladang mereka diganti 100 kali, istri mereka diganti 100 kali? Justru setelah mereka mengikut Tuhan Yesus, mereka tidak punya rumah dan ladang. Tentu saja Tuhan Yesus di sini bukan sedang mengajar matematika perkalian. Ia memakai gaya bahasa hyperbole yang menunjukkan bahwa meskipun kita mengalami kehilangan karena mengikut Kristus ada pemeliharaan Allah dalam bidang yang lain.
“It is difficult to say whether Jesus had in mind material as well as spiritual blessings, although his statement probably means that God will give spiritual blessings for material sacrifices. For example, someone may be rejected by his or her family for accepting Christ, but he or she will gain the larger family of believers with all the love it has to offer.”(73)
(Sulit untuk mengatakan apakah Yesus sedang bicara tentang berkat materi sebagaimana berkat rohani, meskipun dalam ayat ini kemungkinan besar Yesus (Allah) akan memberikan berkat rohani bagi pengorbanan materi. Contoh: seseorang yang ditolak keluarganya karena percaya pada Kristus, ia akan memperoleh keluarga besar orang percaya dengan semua cinta yang ditawarkan).

Selanjutnya, pada bukunya Menjadi Pria Sejati halaman 267, di sana jelas sekali bahwa Cole adalah seorang pengagum Robert Schuller. Siapakah Robert Schuller ini?(73) Robert Schuller adalah seorang pengkhotbah TV yang juga adalah gembala dari Crystal Cathedral di Garden Grove, California. Robert Schuller adalah penganut theologi kemakmuran. Ia adalah murid dari pengajar positive thinking Norman Vincent Peale. Maka tidak mengherankan injil yang diberitakan adalah injil kemakmuran dan positive thinking. Ia menafsirkan Alkitab dalam kacamata theologi kemakmuran dan positif thinking ini. Perhatikan apa yang ia katakan tentang beberapa doktrin dasar dalam sebuah wawancara berikut ini:(75)
Question: What is sin? (Apa itu dosa?)
Answer: “What do I mean by sin? Any human condition or act that robs God of glory by stripping one of his children of their right to divine dignity – Sin is any act or thought that robs myself or another human being of his or her self-esteem.”
(Apa yang saya maksudkan dengan dosa? Segala kondisi manusia atau tindakan yang merampok kemuliaan Allah dengan melepaskan/mencopot hak anak-Nya untuk memiliki kemuliaan ilahi – dosa adalah tindakan atau pikiran yang merampas diriku atau orang lain dari harga dirinya).
Halaman 68:
Question: What does it mean to be born again? (Apa artinya dilahir-barukan kembali?)
Answer: “To be born again means that we must be changed from a negative to a positive self image-from inferiority to self-esteem, from fear to love, from doubt to trust.”
(Dilahir-barukan berarti kita harus berubah dari gambaran diri yang negatif ke positif, dari rendah diri ke harga diri, dari takut kepada kasih, dari ragu-ragu ke percaya).(74)

Bahkan Schuller mendefinisikan pribadi Kristus sebagai berikut: “Christ is the Ideal One, for he was Self-Esteem Incarnate” (Kristus adalah yang Ideal One, karena Ia adalah harga diri yang berinkarnasi). Ini semua bukan ajaran Alkitab! Ini adalah Injil yang palsu dan gereja Crystal Cathedral milik Schuller yang dibangga-banggakan Cole sekarang sedang menuju kebangkrutan. Poin yang ingin saya sampaikan dengan penjelasan saya adalah: bagaimana mungkin bila Cole mengenal kebenaran iman Kristen menyetujui apa yang Schuller ajarkan? Dengan kata lain, hanya orang yang sepaham dengan Schuller yang dapat menyetujui semua apa yang ia ajarkan.


KESIMPULAN
Dari semua yang telah dipaparkan dalam bukunya dan melalui analisa dalam makalah ini, beberapa kesimpulan dapat kita ambil:
1. Unorthodox Faith (Iman yang tidak ortodoks)
Banyak pengajaran Cole dalam kedua buku ini tidak dapat dipertanggung jawabkan secara doktrinal. Hampir dapat dipastikan setiap kali Cole berbicara tentang doktrin/pengajaran selalu salah bahkan menyesatkan. Cole dengan berani ‘memodifikasi’ doktrin ortodoks dengan pemikirannnya sendiri yang salah dan sesat. Dengan kata lain, doktrin yang sudah baku ia tolak dan diganti dengan pengajarannya sendiri/wahyu yang baru. Anehnya, ia tidak merasa apa yang ditulis ini telah melenceng dari iman yang ortodoks.
“Ketika saya menulis bagian pertama dari buku ini, kuasa Allah hadir dan mempercepat apa yang saya tulis, dan saya merasakan bahwa apa yang ditulis itu begitu baik.”(76)
Cole tidak menyadari bahwa motivasi yang baik saja tidak cukup. Motivasi yang baik harus disertai dan dilandasi dengan pengajaran dan doktrin yang benar. Cole harus ingat bahwa Alkitab bukan hanya berbicara tentang tujuan yang baik, tetapi juga kebenaran yang absolute. Apa yang ia ajarkan dalam gerakan yang dipimpinnya ini memiliki kecacatan theologi yang sangat serius dan parah bahkan kesesatan. Jelas doktrin dasar ajaran/gerakan pria sejati ini memiliki landasan dan perspektif yang berbeda dengan apa yang kita percayai selama ini.

2. Experience vs Sola Scriptura (Pengalaman lebih penting dari Alkitab)
Meskipun Cole berulang kali menyebutkan dan mengutip Alkitab, tapi jelas dari pemaparannya ia tidak menundukkan diri kepada apa yang Alkitab ajarkan. Penafsiran yang salah dan membabi buta menunjukkan bahwa Cole lebih mementingkan pengalaman dan pemikirannya sendiri daripada apa yang Alkitab ajarkan. Alkitab sepertinya hanya jadi pelengkap saja, bukan landasan dari gerakan ini. Bahkan Cole sering menyelewengkan Alkitab sesuai dengan kemauannya. Ini Nampak dari cara Cole memahami dan menafsirkan Alkitab yang tidak sesuai dengan pemahaman ortodoksi. Ini sesuatu yang berbahaya dan spirit ini yang nampaknya ditularkan dalam gerakan ini, di mana kita sering kali mendengar kalimat “yang penting hasilnya”, “pokoknya dia berubah”, dsb, tanpa mau menganalisa apakah yang terjadi sesuai dengan kebenaran Alkitab atau tidak. Betapapun baiknya suatu visi, bila tidak didasarkan kepada kebenaran Firman Allah yang benar, itu hanya menjadi gerakan humanis semata-mata.

3. Church and the Truth (Gereja dan Kebenaran)
Gereja dipanggil untuk menerangi dunia, memelihara dan meneruskan kebenaran Allah dalam dunia ini. Apa yang menjadi trend dalam suatu zaman belum tentu berasal dari Allah, meskipun kelihatannya baik. Firman Tuhan mengatakan “ujilah segala sesuatu” (1Tes. 5:21). Oleh karenanya dengan semua yang dipaparkan di dalam bukunya dan melalui analisa dan kritik dalam makalah ini, sudah sewajarnya dan seharusnya gereja dengan tegas menolak dan menghentikan gerakan dan ajaran ini.
Gereja yang hanya memfokuskan kepada phenomena akan melupakan noumena dibaliknya yaitu ajarannya. Kebenaran (truth) harus di atas kebaikan (goodness). Kebenaran harus di atas hasil (result). Kita jangan hanya melihat kebaikan dan hasil dari ajaran ini dan melupakan kebenaran Alkitab. Bila kita perhatikan, kesalahan-kesalahan yang ada dalam buku-buku Cole ‘terselip dan tersembunyi’ dengan aman di balik kata-kata yang indah. Jemaat dan hamba Tuhan yang tidak memiliki kepekaan tidak akan melihat kesesatan pengajaran ini.
Apa yang harus gereja lakukan? Melalui pengalaman ini, gereja harus mulai disadarkan bahwa tidak ada jalan lain untuk membendung segala pengajaran yang salah dan sesat selain kembali kepada pengajaran Firman yang sehat dan bertanggung jawab. Ada 3 sarana yang harus dimaksimalkan dalam membekali jemaat dengan kebenaran Firman. Pertama, mimbar yang kuat dan bertanggung jawab. Kedua, kelas pembinaan yang efektif dan terintegrasi. Ketiga, persekutuan komisi yang betul-betul membahas Firman Tuhan, bukan membahas tema-tema yang tidak ada relevansinya dengan kerohanian/Firman Tuhan.
Hamba Tuhan memiliki tanggung jawab terbesar dalam menjaga kemurnian pengajaran dan memberi makanan rohani yang sehat bagi jemaat. 1 Timotius 4:16 mengatakan: “awasilah dirimu dan awasilah ajaranmu!” Ini adalah perintah yang harus senantiasa kita ingat sebagai hamba Tuhan. Demikian juga kepada majelis, mereka adalah pendamping hamba Tuhan yang diberikan Allah bagi gereja-Nya. Majelis adalah orang yang “memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci” (1Tim. 3:9). Oleh karenanya majelis juga bertanggung jawab kepada Allah dalam menjaga domba-domba, bukan sekedar mengurus hal-hal yang administratif belaka. Oleh sebab itu setiap majelis harus membekali diri dan menuntut diri untuk lebih mengerti kebenaran Firman Tuhan, agar pada saat yang dibutuhkan mereka dapat menyatakan kebenaran.
Terakhir, sebagai suatu antisipasi di masa yang akan datang, maka gereja harus mulai memikirkan adanya Departemen Theologi yang mempunyai tugas untuk menyeleksi hamba Tuhan, mengevaluasi khotbah dan pengajaran baik di mimbar atau persekutuan dan termasuk menjadi ‘menara pengawas’ terhadap ajaran-ajaran yang tidak bertanggung jawab.



Catatan kaki:
49. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, hlm. 93.
50. Ibid., hlm. 138.
51. Cornelius Van Til, An Introduction to Systematic Theology (New Jersey: P&R,1974), hlm. 105.
52. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, hlm. 72.
53. Louis Berkhof, Systematic Theology (Grand Rapids: Eerdmans, 1991), hlm. 469.
54. Ibid., hlm. 468.
55. NIV: 2 Pet 1:4, “Through these he has given us his very great and precious promises, so that through them you may participate in the divine nature and escape the corruption in the world caused by evil desires.”
56. Richard J. Bauckham, Word Biblical Commentary, Volume 50: Jude, 2 Peter (Dallas, Texas: Word Books Publisher, 1998).
57. Kevin J. Vanhoozer, Remythologizing Theology: Divine Action, Passion, and Authorship (United Kingdom: Cambridge University Press, 2010), hlm. 282 (Ebook).
58. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, hlm. 86.
59. Ibid., hlm. 8.
60. Ibid., hlm. 8.
61. Ibid., hlm. 9.
62. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, hlm. 227.
63. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, hlm. 137.
64. Ibid, hlm. 161.
65. Ibid., hlm. 162.
66. Ibid., hlm. 113.
67. Francis Turretin, Institute of Elenctic Theology, Vol 1 (New Jersey: P& R, 1992), hlm. 558.
68. Thomas Constable, Notes On Matthew, 2002 edition, hlm. 233-234 (Ebook).
69. Charles Hodge, Systematic Theology Vol 1 (Grand Rapids: Eerdmans, 1993), hlm. 640.
70. Kevin J. Vanhoozer, Remythologizing Theology: Divine Action, Passion, and Authorship, hlm. 250 (Ebook).
71. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, hlm. 272.
72. Ibid., hlm. 274.
73. Life Application Bible Commentary: Matthew 19:29. Program Quickverse.
74. Untuk info yang lebih utuh tentang Robert Schuller, apa yang ia ajarkan, kunjungi website misalnya: www.letusreason.org
75. Another possible gospel of Robert Schuller’s, available from www.letusreason.org
76. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, hlm. 165.



JAWABAN SINGKAT ATAS BEBERAPA SANGGAHAN
1. Kalau belum ikut gerakan ini jangan menghakimi dulu
Memang kalimat ini ada benarnya bila diaplikasikan untuk hal-hal yang tidak bersifat etika atau moral/dosa. Misalnya, soal makanan, tempat rekreasi, dll. Tetapi bila menyangkut hal-hal yang bersifat moral apalagi dosa, pernyataan ini sama sekali tidak tepat. Untuk mengatakan bahwa berzinah itu dosa, tidak perlu kita harus mencobanya terlebih dahulu. Untuk mengatakan berjudi itu dosa tidak berarti kita harus berjudi dulu, dsb. Termasuk untuk ajaran sesat, tidak perlu kita ikut dulu baru boleh mengatakan sesat. Tuhan Yesus berulang kali menghardik orang Farisi dan ahli taurat tanpa pernah ia harus ikut-ikutan jadi farisi terlebih dahulu. Kita harus bisa membedakan kapan prinsip ini dipakai.

2. Pembahasan dalam buku ini tidak fair karena tidak melibatkan nara sumber.
Jangan lupa bahwa Edwin Louis Cole adalah nara sumber di atas segala nara sumber gerakan pria sejati. Ia adalah pendiri gerakan ini. Justru pembahasan dalam makalah ini didasarkan apa yang dituliskan oleh pendirinya sendiri, first source (sumber utamanya). Buku/tulisan seseorang sudah cukup representative untuk menunjukkan theologi dan cara berpikir seseorang. Oleh karenanya tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa pembahasan ini tidak fair, karena semua yang tercantum dalam makalah ini dapat dibuktikan berasal dari tulisan-tulisan Cole sendiri.

3. Yang penting khan hasilnya! Banyak orang berubah karena mengikuti gerakan ini.
Memang kalimat ini sering saya dengar. Setelah ikut gerakan ini orang berubah, rajin baca Alkitab, rajin melayani, dsb. Ini cara berpikir yang salah. Dalam menilai sesuatu, sekali lagi jangan hanya dilihat dari fenomenanya. Mengapa demikian? Sebab saya jamin kalau orang tersebut ikut gerakan Saksi Yehuwa, ia akan lebih rajin baca Alkitab. Bahkan, bukan saja membaca tetapi menggali Alkitab. Ia juga akan lebih rajin melayani, dsb. Oleh karenanya jangan terjebak hanya melihat hasil dan memetingkan hasil. Ini adalah cara berpikir pragmatis dan utilitarian. Apakah Anda juga setuju seseorang merampok demi mengobati anaknya yang sakit? Bagaimana jika Anda yang jadi korbannya? Tentu saja tidak bisa demikian. Hal yang sama juga berlaku dalam menilai suatu gerakan/ajaran.

4. Gerakan ini banyak pengikutnya. Bahkan, banyak Hamba Tuhan gereja Injili ikut gerakan ini.Ini menunjukkan gerakan ini benar!
Tuhan Yesus dalam pelayanannya sama sekali tidak pernah mementingkan kuantitas, bahkan dalam Yohanes 6 Ia mengusir semua orang yang mengikuti Dia tanpa motivasi yang benar. Benar tidaknya suatu gerakan sama sekali tidak ditentukan oleh jumlah pengikutnya. Saksi Jehovah jauh lebih banyak pengikutnya dari gerakan pria sejati ini, lalu apakah kita katakan gerakan ini benar? Banyak Hamba Tuhan Injili ikut gerakan ini karena mereka kemungkinan besar belum membaca buku Cole atau sudah membaca tetapi tidak menganalisa dengan teliti, sehingga apa yang tertulis seolah baik-baik saja. Padahal bila diteliti kita akan menemukan banyak penyimpangan bahkan kesesatan di dalam tulisan-tulisannya.

5. Tulisan dalam buku ini salah terjemahan!
Buktikan dulu kepada saya bahwa apa yang tertulis dalam buku-buku ini salah terjemahan. Harus diingat bahwa buku-buku ini sudah dicetak berulang kali tetapi tidak ada perubahan apa-apa. Ini menunjukkan bahwa memang tidak ada hal yang perlu diterjemahkan ulang. Salah terjemahan biasanya terjadi satu atau dua kalimat saja, tetapi buku ini hampir setiap halaman menunjukkan kesalahan/kesesatan.
Sesuatu yang tidak lazim bila hampir setiap halaman salah terjemahan ! Kalaupun buku ini salah terjemahan, harap diingat bahwa buku-buku ini sudah diterbitkan dan dibaca ribuan orang Kristen di seluruh Indonesia. Bagi saya semuanya harus bertanggung jawab. Yang menulis, menterjemahkan dan menerbitkan, semua harus bertanggung jawab atas apa yang tertulis dalam buku ini.

6. Gerakan ini dipimpin oleh hamba Tuhan terkenal berkelas international, jadi pasti benar.
Tidak ada jaminan suatu gerakan kalau dipimpin seorang yang terkenal pasti benar. Bila demikian rumusnya, maka ajaran Tuhan Yesus pasti salah, sebab Ia bukan pembicara kelas dunia. Ia bukan pembicara terkenal. Ia tidak pernah berceramah di luar Israel, dsb. Jadi benar tidaknya suatu gerakan bukan dinilai dari terkenal atau tidaknya pendirinya, melainkan pada isi ajarannya.

7. Bagaimana jika ajaran Pria Sejati kita betulkan yang salah, lalu kita bawa masuk ke gereja?
Kita harus tahu bahwa sesat itu berbeda dengan salah. Yang sesat pasti salah, tapi yang salah belum tentu sesat. Yang salah masih bisa diperbaiki, yang sesat tidak mungkin diperbaiki. Dari pembahasan yang telah kita lihat di atas, ajaran Pria Sejati bukan sekedar salah. Gerakan ini sudah menjurus kepada ajaran sesat. Misalnya: Yesus adalah ciptaan, perlu dilahir-barukan, perlu pengampunan, dsb. Tidak percaya Alkitab sudah selesai diwahyukan, menganggap diri nabi, tidak percaya dosa asal, dsb. Oleh karenanya tidak perlu ‘memperbaiki’ ajaran ini lalu membawa masuk ke dalam gereja. Lagipula menurut saya, tidak ada hal yang istimewa dalam ajaran ini, bahkan sebaliknya banyak doktrin yang sesat di dalamnya. Untuk apa dan dalam kepentingan apa ajaran seperti ini diajarkan kepada jemaat kita? Bukankah gereja sudah punya dasar pengajaran sendiri?

8. Pembahasan dalam makalah ini tidak komprehensif karena hanya membahas dua buku Cole, sementara Cole menulis banyak buku. Mengapa tidak semuanya dibahas?
Memang lebih baik membahas semua tulisan seseorang, tetapi kita harus sadar bahwa pembahasan tema ini juga dibatasi oleh waktu, sehingga tidak memungkinkan untuk membahas satu per satu buku Cole. Dengan membahas dua buku ini saja sudah menemukan banyak kesalahan dan kesesatan, apalagi membahas semua buku-buku Cole. Kedua buku ini menurut saya sudah cukup mewakili pemikiran Cole dan melalui makalah ini seharusnya Anda mulai bisa mengkritisi buku-buku Cole yang lainnya.
“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2Tim. 3:16-17)



Sumber: http://gracia4christ.wordpress.com/







Editor dan Pengoreksi: Denny Teguh Sutandio.