09 January 2008

Matius 8:14-17 : THE LORD OF THE WOMAN

Ringkasan Khotbah : 09 Januari 2005

The Lord of the Woman

oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.


Nats: Mat. 8:14-17


Hukum Kerajaan Sorga (Mat. 5-7) berbeda total dengan dunia, yaitu kualitas hukum Kerajaan Sorga yang diajarkan oleh Kristus lebih tinggi dibanding dengan hukum dunia. Adanya perbedaan kualitas ini menyebabkan seluruh implikasi atau penerapan dari hukum Kerajaan Sorga juga berbeda. Merupakan suatu kebodohan kalau orang ingin memahami Kekristenan dengan benar tetapi memakai hukum dan tatanan dunia yang kualitasnya sangat rendah sebagai patokan lalu mengatakan hukum dunia tersebut sebagai hukum Kerajaan Sorga. Hal ini sangatlah melecehkan Kekristenan. Kerajaan Sorga mempunyai hukum sendiri dimana prinsip dan hukum-hukum-Nya tidak dapat ditandingi oleh hukum apapun di dunia. Dunia pun mengakui kualitas dari hukum Kerajaan Sorga ini dan mereka menyebutnya dengan hukum emas, the golden rule. Sebutan emas memang sangat pas sebab emas paling tahan uji, semakin dibakar semakin murni. Bahkan orang yang menolak Yesus Kristus sebagai Tuhan pun mengakui Yesus Kristus adalah Guru Agung dan Dia tidak hanya sekedar berteori tapi Dia menerapkan hukum-hukum yang diajarkan-Nya sendiri dengan sempurna.
Di dunia juga ada hukum yang agung yang diadaptasi dari Asian Philosophy dan orang Kristen menyebutnya sebagai wahyu umum, yaitu: apabila engkau tidak mau diperlakukan buruk oleh orang lain maka janganlah engkau berlaku buruk juga pada orang lain. Seagung apapun hukum dunia namun tidaklah sebanding dengan hukum emas yang Kristus ajarkan, yaitu: apabila kamu ingin supaya orang lain berbuat seperti yang kau inginkan padamu maka lakukanlah itu pada orang lain. Perhatikan, hukum yang dicetuskan dunia bersifat pasif dan berefek skeptis sebab orang akan menganggap dirinya baik selama ia tidak berbuat hal yang negatif meski ia tidak melakukan hal yang positif sedang hukum yang diajarkan oleh Kristus bersifat aktif – dinamis, kita tahu bahwa kita harus melakukan perbuatan baik namun kalau kita tidak melakukannya maka kita berdosa. Hukum emas menuntut dinamika hidup kita secara total untuk maju secara positif dan hukum ini tidak bisa diantisipasi oleh semua pemikiran apapun yang ada di dunia ini baik dari sudut filsafat maupun religius karena itu hukum Kerajaan Sorga mempunyai kualitas tinggi dan disebut sebagai hukum emas. Tatanan hukum dunia yang diwarnai dan terinspirasi dengan the Golden rule pastilah bernilai, axiology tinggi.
Banyak filsuf mengajarkan hal yang baik dan indah namun sayang, ajaran yang ideal itu tidak dapat dijalankan oleh si manusia sebagai pencetus teori sebab manusia adalah makhluk yang berdosa dan tidak ideal sehingga terjadilah ketimpangan maka tidaklah heran kalau orang kemudian menghina dan berkata, “Itukan cuma teori belaka“. Ini menjadi kegagalan suatu teori. Berbeda dengan Kristus, Ia mengajarkan hukum Kerajaan Sorga dan sekaligus mengimplikasikannya dengan sempurna tanpa cacat sedikitpun. Hukum Kerajaan Sorga bukan sekedar teori. Pada akhir jaman nanti yang bisa menghakimi dunia hanya Yesus Kristus sebab diri-Nya tidak bercacat. Implikasi Kerajaan Sorga harus dimulai dengan the Lordship of Christ.
Kristus bukan sekedar raja biasa seperti pada umumnya raja-raja di dunia. Jangan samakan Kristus dengan raja dunia dan jangan samakan pula hukum dunia dengan hukum Kerajaan Sorga sebab manusia bisa salah sedang prinsip Kerajaan Sorga adalah kebenaran. Orang selalu menganggap sama antara hukum dunia dengan hukum Kerajaan Sorga, hal ini disebabkan karena manusia tidak dapat melihat adanya perbedaan kualitas. Orang bijak selalu melihat perbedaan tapi orang bodoh hanya melihat kesamaannya saja. Apakah semua kendaraan yang beroda empat dapat dikatakan sebagai mobil? Lalu kenapa harus dibedakan jenisnya? Kristus adalah Raja dan Tuhan sebaliknya raja dunia bukan Tuhan meskipun sama-sama mempunyai atribut sama, yaitu raja namun kualitasnya jauh berbeda. Kristus berhak atas hidup manusia sebab Dialah yang mencipta kita dan Kristus juga telah menebus kita dari dosa. Namun manusia tidak ingin Kristus berkuasa dalam hidupnya – manusia ingin menjadi Tuhan. Melalui ketiga contoh mujizat ini, Matius mengajak para pembacanya bagaimana seharusnya men-Tuhankan Kristus. Manusia seringkali menjadikan mujizat sebagai sarana untuk menunggangi Tuhan dengan kata lain manusia memerintah Tuhan supaya menuruti semua keinginannya. Pertanyaannya siapa yang lebih berkuasa? Manusia atau Tuhan? Ini merupakan pelecehan. Ingat, ujizat yang Kristus kerjakan bukan untuk kepentingan manusia tapi mujizat merupakan manifestasi kedaulatan Allah atas manusia. Kalau kita bandingkan dengan Injil lain yang ditulis oleh Markus dan Lukas maka ada bagian yang oleh Matius memang sengaja tidak ditulis, yaitu bagian dimana murid-murid meminta Yesus untuk datang dan menyembuhkan ibu mertua Petrus. Matius ingin menekankan Kristus sebagai Raja maka semua hal yang membuat negatif konsep itu memang sengaja ia hilangkan. Yesus Kristus adalah Raja maka kedatangan-Nya ke rumah Petrus itu merupakan kehendak Sang Raja. Karena itu dalam menafsirkan Alkitab, kita tidak boleh melepaskan ayat dari keseluruhan kerangka yang ingin dipaparkan oleh penulis. Injil bukanlah kitab sejarah yang hanya sekedar memuat data-data. Tidak! Banyak orang yang bertanya kenapa Injil ada empat dan kenapa isinya berlainan? Pertanyaan ini hanya membuktikan kebodohan orang tersebut. Untuk melihat Yesus Kristus tidaklah cukup kalau hanya satu Injil saja bahkan empat itupun seharusnya masih kurang sebab Kristus terlalu kaya kalau hanya dilihat dari satu dimensi saja.
Kita telah memahami bahwa tiga bagian mujizat yang diungkapkan oleh Matius ini sangat dibenci oleh orang Yahudi sebab: 1) orang sakit kusta dianggap sebagai orang yang dikutuk Tuhan, 2) budak perwira Romawi sebab orang Romawi itu sendiri dianggap orang kafir apalagi kini yang disembuhkan hanyalah seorang budak, 3) ibu mertua Petrus, seorang perempuan yang dipandang sebagai warga kelas dua. Pada bagian yang ketiga ini memang sengaja Matius tulis untuk menunjukkan beberapa aspek, yaitu:
Pertama, Petrus adalah salah satu murid Tuhan Yesus yang setia namun uniknya di seluruh kitab Perjanjian Baru tidak pernah ditulis siapa nama istri Petrus begitu juga dengan nama-nama istri para murid yang lain. Memang benar, Alkitab tidak pernah mencatat nama istri Petrus namun Alkitab mencatat Tuhan Yesus menolong ibu mertua Petrus, ibu dari istrinya. Hal ini bukan berarti Tuhan lebih sayang pria dan membenci wanita. Tidak! Alkitab memberikan bagian yang tepat bagi seorang wanita khususnya istri dimana ordo yang tepat adalah di bawah suami. Konsep ini telah ada dan dicatat sejak Perjanjian Lama. Inilah perbedaan antara Tuhan Yesus dan orang Yahudi pada umumnya dimana orang Yahudi sangat membedakan gender. Tuhan Yesus tidak membedakan pria dan wanita, Dia memandang sama status pria dan wanita, yaitu sama-sama manusia tetapi sekaligus juga berbeda. Wanita tidak mengerjakan tugas pria begitu pula sebaliknya pria tidak mengerjakan tugas wanita – wanita harus tunduk dan taat pada pria dalam hal ini suaminya. Inilah paradoks.
Di dunia timur mempunyai konsep yang sama dengan orang Yahudi, yaitu memandang sangat rendah pada wanita maka konsep dunia barat, menganggap sama antara pria dan wanita terkadang kita sulit untuk membedakannya bahkan di dunia barat, ordo dianggap tidak penting. Maka janganlah kaget kalau ada seorang anak kecil memanggil ayahnya atau orang yang lebih tua dengan menyebut namanya saja. Tuhan Yesus tidak pernah menyebut nama istri Petrus namun bukan berarti Tuhan Yesus tidak peduli. Petrus pun ketika memutuskan untuk mengikut Yesus bukan berarti ia tidak peduli dengan keluarga. Tidak! Petrus sangat peduli pada ibu mertuanya yang sedang sakit demam. Tuhan Yesus adalah seorang Raja maka Ia berhak memakai siapapun untuk turut bersama-Nya membangun Kerajaan-Nya tak terkecuali seorang wanita bahkan seorang perempuan berdosa sekalipun. Namun, perhatikan Tuhan tidak menjadikan wanita sebagai murid dalam arti murid yang berada di lingkaran dalam, inner circle. Apakah itu berarti murid Tuhan Yesus tidak ada yang perempuan? Tidak! Alkitab mencatat ketika Tuhan Yesus hendak naik ke sorga banyak murid-murid perempuan yang mengiring Dia tapi diantara sekian banyak murid perempuan hanya sebagian kecil dari mereka yang namanya dicatat oleh Alkitab.
Ibu mertua Petrus bukanlah seorang perempuan cengeng yang selalu minta dikasihani. Tidak, sakit demam ini menyebabkan ibu mertua Petrus tidak dapat melayani Tuhan Yesus. Sakit demam disini bukanlah sakit demam biasa sebab sakit demam ini dapat mengakibatkan kematian. Alkitab mencatat setelah ia disembuhkan, ia langsung bangun dan melayani Yesus. Perhatikan, cara Yesus menyembuhkan, yaitu memegang tangan ibu mertua Petrus. Budaya jaman itu tidak memperbolehkan seorang pria memegang tangan wanita karena itu dianggap sebagai perbuatan yang najis. Inilah akibatnya kalau dosa sudah membudaya. Sebagai contoh, orang yang mempunyai istri lebih dari satu dianggap tidak berdosa karena hal itu sudah membudaya. Karena itu, berhati-hatilah dengan segal macam pengajaran dunia. Pria dan wanita adalah sama di mata Tuhan namun Tuhan membedakan peranan pria dan wanita. Pria haruslah menjadi pemimpin dan tugas seorang istri adalah mendukung suami dari belakang. Kesuksesan dan kegagalan seorang pria tergantung dari istrinya. Sejarah membuktikan justru orang yang berada di belakang panggung itulah yang menjadi otak dari segala rencana baik dan jahat.
Kedua, Tuhan Yesus mendobrak semua tatanan yang salah pada jaman itu. Cara dan tempat yang orang anggap najis justru di sana Ia datang dan melakukan mujizat. Tuhan Yesus mempunyai kekuatan pengaruh, infuencing power yang besar sehingga orang yang tadinya kotor dan najis kini menjadi tahir. Orang Yahudi mempunyai konsep bahwa segala sesuatu yang dianggap najis pasti akan membuat dirinya kotor dan cemar. Sedikitpun mereka tidak pernah berpikir untuk mempengaruhi orang lain supaya yang kotor menjadi bersih. Tuhan Yesus adalah Raja atas alam semesta dan seluruh umat manusia maka kita tidak bisa mempengaruhi Raja justru kekuatan Rajalah yang mempengaruhi kita. Inilah jiwa seorang Kristen sejati. Sudahkah kita menjadi garam dan terang dunia? Sudahkah kita memberikan pengaruh positif pada orang di sekitar kita? Kekuatan penyembuhan Kristuslah yang mempengaruhi sehingga orang sakit disembuhkan. Sikap yang ditunjukkan ibu mertua Petrus, yaitu ia langsung bangkit dan melayani Yesus hendaklah menjadi teladan bagi kita. Bagaimana sikap kita pada Kristus Sang Penyelamat? Banyak orang yang tidak menunjukkan sikap baik, orang justru ingin meminta lebih dari Tuhan seperti peribahasa Jawa yang mengatakan diberi hati minta rempela. Orang yang menghargai Ketuhanan Kristus dan menyadari bahwa Kristus adalah Tuan yang berhak atas hidup kita maka orang justru akan semakin giat melayani dan taat. Sebuah gereja dikatakan baik dan bertumbuh, idealnya kalau seluruh jemaatnya melayani Tuhan. Sayangnya, tidak semua orang yang ada dalam gereja adalah orang yang diselamatkan karena kemungkinan masih ada orang yang belum mengerti panggilan dengan sungguh. Ingat, adalah tugas setiap anak Tuhan untuk mengabarkan berita Injil ke seluruh dunia.
Ketiga, Apa yang Kristus kerjakan bukanlah hal yang kebetulan sebab Alkitab mencatat semua hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya (Mat. 8:17). Manusia tidak dapat memahami hal ini, manusia hanya melihat pekerjaan-Nya yang di dunia dan orang menganggap apa yang Kristus kerjakan tersebut karena dorongan atau keinginan dari Kristus sendiri. Semua yang Kristus kerjakan sudah direncanakan berdasarkan rencana Ilahi, divine plan sejak kekekalan. Berbeda dengan manusia yang seringkali mengerjakan sesuatu berdasar ambisi pribadi belaka. Orang tidak pernah bertanya apakah yang kita kerjakan itu merupakan kehendak-Nya ataukah kehendakku? Hati-hati, segala sesuatu yang kita kerjakan karena ambisi justru akan menjerumuskan kita ke dalam jurang kehancuran. Alkitab mengajarkan majulah dengan tidak takut dan gentar asal semua itu ada dalam rencana Tuhan, divine plan. Alangkah bahagia hidup kita kalau kita mengerjakan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Ingat, adalah anugerah kalau kita diselamatkan oleh iman dan Tuhan ingin supaya kita melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya (Ef. 2:8-9). Pertanyaannya adalah apakah pekerjaan yang kita kerjakan sekarang ini termasuk dalam rencana Ilahi? Ataukah kita menunggu dan menunggu sampai Tuhan menanyakan pertanyaan yang sama seperti ketika manusia jatuh ke dalam dosa, “Adam, dimanakah engkau?“ Dalam hal ini, Adam telah mengalami disposisi status, dia tidak berada pada tempat dimana seharusnya ia berada. Ketika Tuhan menyelamatkan kita, Dia mengembalikan status kita ke tempat yang benar, yaitu manusia yang dicipta sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Karena Tuhan mengasihi kita, Dia ingin supaya kita tetap berada dalam rencana-Nya sebab keluar dari rencana-Nya akibatnya adalah kematian. Kita ini adalah umat pilihan Allah bagaimanakah respon kita terhadap panggilan-Nya? Sudahkah kita dibentuk oleh Tuhan? Sudahkah kita taat mengerjakan segala sesuatu yang menjadi rencana-Nya? Amin. ?

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Sumber :

http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2005/20050109.htm

Roma 4:23-25 : IMAN YANG BERKEMENANGAN-2

Seri Eksposisi Surat Roma :
Fokus Iman-7


Iman yang Berkemenangan-2

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 4:23-25.

Setelah Paulus menjelaskan tentang pengharapan iman ketika masalah datang dengan mengambil contoh Abraham, maka Paulus mulai mengimplikasikannya di dalam kehidupan keKristenan pada ayat 23-25.

Pada ayat 23-24a, Paulus mengatakan, “Kata-kata ini, yaitu "hal ini diperhitungkan kepadanya," tidak ditulis untuk Abraham saja, tetapi ditulis juga untuk kita;” Apa yang Abraham miliki yaitu dibenarkan Allah melalui iman, maka kita sebagai keturunannya pun juga memiliki berkat yang sama yaitu dibenarkan Allah melalui iman. Oleh karena itu, Paulus berani mengungkapkan bahwa kata-kata yang ditujukan kepada Abraham bukan hanya berlaku untuk Abraham saja, tetapi juga untuk kita sebagai keturunannya. Ketika kita menyadari hal ini, seharusnya kita tidak berbangga diri atau membanggakan diri atas kehebatan kita karena kita beriman, tetapi kita seharusnya bersyukur, karena sebagaimana Abraham dapat beriman melalui anugerah Allah, maka kita pun beriman melalui anugerah Allah. Mengapa ? Karena kalau kita meninjau kembali sejarah Abraham ketika dipanggil, Abraham pada waktu itu bernama Abram adalah seorang yang hidup di lingkungan penyembah berhala, dan Allah memanggil Abram (Abraham) dan keluarganya untuk keluar dari Urkasdim, tempat kelahirannya menuju ke tanah yang Allah janjikan. Kalau anugerah Allah tidak memberikan iman kepada Abram (Abraham), mana mungkin Abraham tiba-tiba mempercayai Allah Yahweh yang sebelumnya tak pernah ia kenal sedikitpun di antara lingkungannya ? Kepada Allah Yahweh, Abraham bersyukur kalau Ia yang Mahakuasa dan berdaulat mau menghampiri Abraham yang berdosa dan tinggal di lingkungan penyembah berhala untuk menyelamatkannya dan membawanya ke tanah yang Ia janjikan. Demikian juga dengan kita, kita seharusnya bersyukur, karena Allah yang Berdaulat mau memilih kita dari beribu orang yang menganggap diri “baik”, membawa kita menuju kepada terang-Nya di dalam Kristus dan akhirnya menyempurnakan kita kelak di akhir zaman. Ini adalah suatu anugerah yang begitu besar yang tidak bisa dibandingkan dengan berbagai karunia supranatural lainnya.

Kembali, apa dasar kita dapat memiliki iman dan dibenarkan oleh Allah seperti Abraham ? Pada ayat 24b-25, Paulus menjawabnya, “sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.” Di sini, jelas sekali, Paulus memaparkan bahwa Allah membenarkan kita atau mengimputasikan kebenaran kepada kita karena :
Pertama, kita percaya kepada Dia, yaitu Allah. Proposisi awal yang Paulus tekankan di sini adalah iman kepada/di dalam Allah. Apakah ini berarti iman kita mempengaruhi kita nantinya dibenarkan oleh Allah ? Jawabannya : YA dan TIDAK. Ya, ketika kita mengerti arti kata iman adalah anugerah Allah bagi umat pilihan-Nya. Sehingga, menurut buku Pengakuan Iman Westminster yang ditulis oleh Rev. G. I. Williamson, di dalam ordo salutis (urutan keselamatan) yang dipegang oleh theologia Reformed, setelah Allah memilih beberapa orang untuk diselamatkan, mengaruniakan Kristus, melahirbarukan umat pilihan-Nya, maka Allah memberikan iman dan pertobatan sehingga mereka yang dipilih dan sudah beriman dapat dibenarkan di hadapan Allah. (Williamson, 2006, pp. 135-136) Apakah ini adalah inisiatif manusia ? TIDAK. Karena ketika kita dapat beriman, itu pun adalah 100% inisiatif Allah yang menganugerahkan iman kepada umat pilihan-Nya. Jawabannya, “TIDAK”, ketika kita memahami arti kata “iman” bukan sebagai anugerah Allah, tetapi inisiatif manusia (dan ini adalah pengajaran yang tidak bertanggungjawab).
Kedua, kita percaya di dalam kebangkitan Kristus. Mengapa Paulus lebih dahulu menyebut kebangkitan ketimbang kematian Kristus ? Apakah urutannya terbalik ? TIDAK. Dengan disebutnya kebangkitan Kristus dahulu, Paulus ingin memaparkan bahwa kebangkitan Kristus adalah kunci kemenangan umat-Nya yang mengakibatkan mereka dapat dibenarkan oleh Allah (ayat 25b). Kembali, bukan hanya percaya kepada Allah, kita dapat dibenarkan oleh-Nya, karena kita juga percaya di dalam kebangkitan Kristus atau Allah yang membangkitkan Kristus dari antara orang mati. Apakah frase “Allah yang telah membangkitkan Kristus dari antara orang mati” berarti Kristus tidak berkuasa apa-apa yang membuktikan Kristus bukan Allah (seperti yang diajarkan oleh penganut Unitarianisme yang mempercayai ketunggalan Allah) ? TIDAK. Di dalam Alkitab, Kristus sendiri pernah mengatakan, “Akan tetapi sesudah Aku bangkit, Aku akan mendahului kamu ke Galilea.” (Matius 26:32) Di kubur Tuhan Yesus, para malaikat pun juga memberitahu para wanita, “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring.” (Matius 28:6) Hal serupa diungkapkan di dalam Yohanes 20:9 ; 21:14 ; Kisah 10:41 ; 26:23 ; Roma 6:9 ; 8:34 ; Kolose 1:18 ; 1 Tesalonika 4:14 ; 2 Timotius 2:8 ; Wahyu 1:5. Semua nats ini menunjukkan bahwa Kristus sendiri bangkit dari kematian-Nya. Ini membuktikan bahwa Kristus adalah Allah yang berkuasa memberikan dan mengambil nyawa-Nya kembali (Yohanes 10:17-18). Kalau Kristus bukan Allah seperti anggapan gila dari para penganut Unitarianisme, maka dijamin mereka tidak bisa menafsirkan nats-nats Alkitab di atas yang jelas-jelas mengajarkan bahwa Kristus bangkit (dan tidak dibangkitkan) ! Lalu, apa artinya “Allah yang telah membangkitkan Kristus” ? Albert Barnes dalam tafsirannya Albert Barnes’ Notes on the Bible mengatakan, “The main or leading truths that God has made known to us are, that he has given his Son to die; that he has raised him up; and that through him he is ready to pardon. To put confidence in these truths is to believe now. Doing this, we believe in the same God that Abraham did; we evince the same spirit; and thus show that we are the friends of the same God, and may be treated in the same manner.” (=Kebenaran utama atau pasti yang Allah telah buat yang berlaku bagi kita adalah, bahwa Dia telah memberikan Anak-Nya untuk mati ; bahwa Dia telah membangkitkan-Nya ; dan bahwa melalui-Nya, Allah siap untuk mengampuni. Untuk meletakkan kepercayaan di dalam kebenaran-kebenaran ini adalah untuk percaya sekarang. Dengan melakukan ini, kita percaya di dalam Allah yang sama seperti yang dipercayai Abraham ; kita menuju kepada roh yang sama ; dan demikian menunjukkan bahwa kita adalah sahabat-sahabat dari Allah yang sama, dan dapat diperlakukan dengan cara yang sama.) Dengan kata lain, frase “Allah yang telah membangkitkan Kristus” tidak berarti Kristus tak berkuasa apa-apa, tetapi frase ini menunjukkan bahwa adanya kesamaan Allah yang kita sembah dengan Allah Abraham yang bertindak, setia, jujur, dan dapat diandalkan. Kesamaan Allah BUKAN berarti Allah itu esa/satu pribadi saja seperti yang didengungkan oleh para penganut Unitarianisme atau social “gospel”, tetapi kesamaan Allah di sini berarti Allah yang sama yang menyatakan diri-Nya dan membenarkan kita di hadapan-Nya. Kalau pada zaman Abraham, Abraham dibenarkan oleh Allah melalui imannya kepada Allah, maka di zaman sekarang, kita sebagai keturunan Abraham dibenarkan oleh-Nya melalui iman di dalam Kristus. Di sini, ada lompatan iman yang melampaui iman Abraham, mengapa ? Karena iman di dalam Kristus adalah respon terhadap wahyu khusus Allah di dalam Kristus (yang menyatakan diri Allah secara jelas, meskipun tidak 100% sempurna) dan ini adalah sesuatu yang melampaui wahyu Allah yang diterima oleh Abraham. Puji Tuhan ! Iman kita jauh melampaui iman Abraham, karena kita beriman di dalam Kristus yang telah bangkit dan menang atas kuasa dosa, iblis dan maut.
Ketiga, kita percaya di dalam kematian dan kebangkitan-Nya demi kita (ayat 25). Pada ayat 25 ini, Paulus lebih teliti menjelaskan bahwa kita dapat dibenarkan oleh-Nya karena kita percaya bukan hanya pada Kristus, tetapi pada Kristus yang telah mati demi pelanggaran kita. Kata “pelanggaran” diterjemahkan dalam bahasa Inggris (King James Version), offenses, yang dalam bahasa Yunaninya paraptōma berarti a side slip (lapse or deviation) (=penyelewengan atau deviasi/penyimpangan). Dengan kata lain, Kristus telah mati untuk menebus kita dan meluruskan jalan kita yang telah menyeleweng dari Allah. Paulus mengajarkan hal ini di dalam Roma 5:10, “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” Selain bersifat mendamaikan (reconciliate), penebusan Kristus juga bersifat meluruskan kita dari penyelewengan kita kepada Allah, sehingga kita yang dulunya selalu melawan Allah, sekarang setia dan taat kepada Allah dan firman-Nya. Dengan kata lain, kematian-Nya di kayu salib membuat kita sadar tentang arti hidup, pengorbanan, kasih dan kesetiaan serta ketaatan. Hal ini ditegaskan oleh Paulus di dalam 2 Korintus 1:10, “Dari kematian yang begitu ngeri Ia telah dan akan menyelamatkan kami: kepada-Nya kami menaruh pengharapan kami, bahwa Ia akan menyelamatkan kami lagi,” Konteks 2 Korintus 1:10 adalah ketika Paulus menanggung beban berat seolah-olah ia dijatuhi hukuman mati (ayat 8-9). Kematian-Nya berdampak kepada kehidupan Paulus di mana ia tetap berharap kepada-Nya yang telah ikut merasakan penderitaan manusia (Ibrani 4:15) dan akan menyelamatkan Paulus lagi. Selanjutnya di dalam 2 Korintus 4:10, Paulus berani mengatakan, “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.”, karena ia beriman di dalam Kristus yang telah menjadi teladan bagi Paulus (lihat ayat 11-12).
Bukan hanya kematian-Nya, kebangkitan-Nya juga menjadi dasar pembenaran kita di hadapan Allah. Kalau Kristus hanya mati dan tidak bangkit, maka kita tetap di dalam dosa kita, tetapi puji Tuhan, Kristus bangkit membuktikan pengharapan keselamatan kita tidak gagal dan kita menjadi umat yang dibenarkan di hadapan Allah karena Allah telah mengimputasikan kesempurnaan karya penebusan dan kebenaran Kristus di dalam hidup kita.

Sungguh suatu anugerah yang begitu besar yang telah Allah anugerahkan bagi umat pilihan, lalu, bagaimana respon kita ? Iman yang berkemenangan yang telah kita peroleh seharusnya kita responi dengan suatu ucapan syukur melalui tindakan kita yang setia, jujur dan taat melakukan apa yang diinginkan dan diperintahkan-Nya. Sudahkah kita mau melakukannya ? Kiranya Tuhan Yesus memberkati. Soli Deo Gloria. Amin.

Resensi Buku-37 : ALLAH DAN KEBUDAYAAN

...Dapatkan segera...
Buku
GOD AND CULTURE
(ALLAH DAN KEBUDAYAAN)

Editor :
Rev. Prof. Donald A. Carson, Ph.D. dan Prof. John D. Woodbridge, Ph.D.

Penerbit : Momentum Christian Literature (Fine Book Selection), 2002

Penerjemah : Ir. Helda Siahaan, M.M. dan Irwan Tjulianto.

Penyunting : Ev. Hendry Ongkowidjojo, S.E., M.Div.





Apa kaitan Kristus dengan kebudayaan ? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan bagaimana kita melihat hubungan yang ada antara orang Kristen dengan kebudayaan dan hubungan antara kita dengan lingkungan dan masyarakat di sekitar kita.

Buku ini merupakan kumpulan esai yang dipersembahkan kepada Carl F. H. Henry, seorang theolog Injili terkemuka masa kini, dalam rangka peringatan ulang tahunnya yang ke-80, oleh theolog-theolog terkenal dan juga para praktisi yang cukup diakui di bidang mereka masing-masing. Mereka menuliskan apa yang mereka pandang sebagai jawaban Alkitab bagi masing-masing bidang budaya yang telah mereka geluti selama bertahun-tahun.

Para penulis di dalam buku ini berpandangan bahwa karena Kristus tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan maka orang Kristen tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadap keadaan di sekelilingnya. Karena kepada kita diberikan bukan hanya mandat Injil tetapi juga mandat budaya.

Buku ini membahas belasan bidang budaya yang seharusnya menjadi perhatian kita, antara lain hermeneutika (penafsiran), psikologi, filsafat, sejarah, ekonomi, politik, literatur, media, sains, bioetika, pandangan Kristen terhadap seksualitas dan waktu senggang. Buku ini akan memberikan wawasan Kristen yang baik bagi kita yang ingin lebih terlibat di dalam budaya di mana Tuhan menempatkan kita.


Komentar pribadi dari Denny Teguh Sutandio :
Buku Allah dan Kebudayaan ini dapat dikatakan sebagai satu-satunya buku yang membahas kaitan yang cukup jelas antara iman Kristen dan ilmu (integrasi iman Kristen dan ilmu) yang membukakan mata hati dan pikiran orang Kristen tentang pentingnya signifikansi integrasi iman Kristen di dalam setiap ilmu untuk memimpin dan menghakimi setiap ilmu pengetahuan dari kacamata Alkitab dan kedaulatan Allah. Biarlah buku ini menjadi berkat yang mencelikkan mata rohani orang Kristen tentang panggilan mandat budaya di era postmodern yang me“mutlak”kan relativisme dan meniadakan Allah dengan konsep dualisme (memisahkan iman Kristen dan ilmu) ini.


Daftar Isi dan Para Penulis Esai dalam buku ini meliputi :
(1) Dunia Dipentaskan Dengan Baik ? Teologi, Kebudayaan, dan Hermeneutika (oleh : Prof. Kevin J. Vanhoozer, Ph.D. : Profesor Riset Theologia Sistematika di Trinity Evangelical Divinity School. Beliau meraih gelar Bachelor of Arts—B.A. dari Westmont College ; Master of Divinity—M.Div. dari Westminster Theological Seminary ; dan Doctor of Philosophy—Ph.D. dari Cambridge University, England.)

(2) Kesaksian Kristen di Zaman Pluralisme (oleh : Rev. Prof. Donald A. Carson, Ph.D. : Profesor Riset Perjanjian Baru di Trinity Evangelical Divinity School, Deerfield, Illinois. Beliau meraih gelar Bachelor of Science—B.S. dalam bidang kimia dari McGill University, Master of Divinity—M.Div. dari Central Baptist Seminary in Toronto ; dan Doctor of Philosophy—Ph.D. dalam bidang Perjanjian Baru dari Cambridge University)

(3) Eskatologi : Makna dari Akhir (oleh : Prof. Geoffrey W. Bromiley, Ph.D., D.Litt., D.D. : Profesor Emeritus dalam bidang Sejarah Gereja dan Theologia Historika di Fuller Theological Seminary, USA. Beliau meraih gelar Master of Arts—M.A. dari University of Cambridge ; Doctor of Philosophy—Ph.D., Doctor of Letters—D. Litt., dan Doctor of Divinity—D.D. dari University of Edinburgh.)

(4) Antropologi Kebudayaan : Dosa dan Misionari (oleh : Prof. Robert J. Priest, Ph.D. : Profesor bidang Misi dan Studi Antar Budaya dan Direktur program Doctor of Philosophy dalam Program Studi Antar Budaya di Trinity Evangelical Divinity School. Beliau meraih gelar Bachelor of Arts—B.A. dari Columbia Bible College ; Master of Divinity—M.Div. dari Trinity Evangelical Divinity School ; Master of Arts—M.A. dalam ilmu sosial dari University of Chicago dan Doctor of Philosophy—Ph.D. dalam antropologi dari University of California, Berkeley.)

(5) Psikologi yang Berorientasi Eskatologi : Paradigma Baru bagi Integrasi Psikologi dan KeKristenan (oleh : Prof. Warren J. Heard, Jr., Ph.D., Ed.D. {Cand.} : Asisten Profesor bidang Konseling Pastoral dan Psikologi di Trinity Evangelical Divinity School. Beliau meraih gelar Bachelor of Science—B.S. dari Southern Methodist University ; Diploma—Dip. dari Moody Bible Institute ; Master of Divinity—M.Div. dan Master of Theology—Th.M. dari Trinity Evangelical Divinity School ; Doctor of Philosophy—Ph.D. dari University of Aberdeen ; Doctor of Education Candidate—Ed.D. cand. dari Northern Illinois University.)

(6) Apakah Filsafat Kristen itu ? (oleh : Prof. George I. Mavrodes, Ph.D. : Profesor Filsafat di University of Michigan. Beliau meraih gelar Bachelor of Science—B.S. dari Oregon State College dan Master of Arts— M.A. dan Doctor of Philosophy—Ph.D. dari University of Michigan.)

(7) Sejarawan dan Ia yang Lanjut Usianya (oleh : Prof. Dr. Lewis W. Spitz {1922-1999} : Profesor Universitas William R. Kenan, Profeseor bidang Sejarah di Stanford University, Profesor tamu di bebearpa institusi, antara lain : the Institute for European History di University of Mainz, Jerman ; Harvard University ; the Institute for Advanced Studies di Princeton University ; dan Columbia University. Beliau juga melayani sebagai presiden dari the American Society of Church History dan the American Society for Reformation Research. Beliau meraih gelar Master of Divinity—M.Div. dari Concordia Seminary dan meraih gelar doktor dari Harvard University. Beliau juga menerima gelar doktor kehormatan dari Concordia Theological Seminary di Fort Wayne, Ind., Valparaiso University, Wittenberg University, dan Concordia College in St. Paul, Minn.)

(8) Allah dan Ekonomi (oleh : Prof. Ian Smith, Ph.D. : Dosen bidang Ekonomi di St. Salvator’s College, University of St. Andrews. Beliau meraih gelar Master of Arts—M.A., Master of Philosophy—M.Phil., dan Doctor of Philosophy—Ph.D. dalam bidang Ekonomi.)

(9) Jalan Buntu Modernisme dalam Hukum (oleh : Prof. Phillip E. Johnson, A.B., J.D. : Profesor bidang Hukum Jefferson A. Peyser di University of California—Berkeley. Beliau meraih gelar Bachelor of Arts—A.B. dari Harvard University (1961) ; J.D. dari University of Chicago (1965).)

(10) Orang Kristen dan Politik (oleh : Sir Frederick Catherwood : Anggota Parlemen Eropa wilayah Cambridge dan North Bedfordshire, dan Wakil Ketua Komite Hubungan Luar Negeri.)

(11) Karya Sastra dalam Perspektif Kristen (oleh : Prof. Leland Ryken, Ph.D. : Profesor bidang Bahasa Inggris di Wheaton College. Beliau juga menjadi pembicara di the Evangelical Theological Society dan melayani sebagai ahli literatur untuk Alkitab, English Standard Version. Beliau meraih gelar Doctor of Philosophy—Ph.D. dari University of Oregon.)

(12) Seni yang Hidup : Pengalaman Kristen dan Seni (oleh : Rev. Prof. Edmund F. Clowney, D.D. {1917-2005} : Profesor Emeritus bidang Theologia Praktika di Westminster Theological Seminary. Beliau ditahbiskan menjadi pendeta di Orthodox Presbyterian Church, dan melayani sebagai gembala sidang bagi gereja-gereja di Connecticut, Illinois, dan New Jersey dari 1942 sampai dengan 1946. Beliau meraih gelar Bachelor of Arts—B.A. dari Wheaton College pada tahun 1939, Bachelor of Theology—Th.B. dari Westminster Theological Seminary pada tahun 1942, Master of Sacred Theology—S.T.M. dari Yale Divinity School in 1944, dan Doctor of Divinity—D.D. dari Wheaton College pada tahun 1966.)

(13) Kristus dan Kultur : Orang Kristen dan Media (oleh : Larry W. Poland, Ph.D. : Presiden dan Pendiri Mastermedia International. Beliau meraih gelar Diploma dari Warsaw High School, Warsaw, Indiana pada tahun 1957 ; Bachelor of Arts—B.A. dalam bidang Ilmu Sosial dengan bidang utama dalam Sosiologi dari Wheaton (Illinois) College pada tahun 1961 ; Master of Divinity—M.Div. dari Grace Theological Seminary, Winona Lake, Indiana pada tahun 1966 ; Master of Science— M.S. dalam bidang Administrasi Pendidikan dalam bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Purdue University, West Lafayette, Indiana pada tahun 1966 ; dan Doctor of Philosophy—Ph.D. dalam Administrasi Pendidikan dalam Sosiologi dan Ilmu Politik dari Purdue University, West Lafayette, Indiana pada tahun 1967.)

(14) Dialog dengan “Prof” Tentang KeKristenan dan Ilmu Pengetahuan (oleh : Prof. Charles B. Taxton, Ph.D. : Presiden Konos Connection ; dosen bidang sejarah sains di Slovak Technical University di Bratislava, Cekoslowakia, dan Biomathematical Institute di Craiova, Rumania. Beliau juga anggota cendekiawan dari the Discovery Institute's Center for Science and Culture. Beliau meraih gelar Ph.D. dalam physical chemistry dari Iowa State University. Beliau melanjutkan studi program post-doctorate dalam bidang Sejarah Sains di Harvard University dan the molecular biology laboratories di Brandeis University.)

(15) Kegundahan Hati Nurani Umat Manusia : Menemukan kembali Ciptaan di dalam Gerakan “Lingkungan” (oleh : Prof. Loren E. Wilkinson, Ph.D. : Profesor bidang Studi Antar Disiplin Ilmu dan Filsafat di Regent College, Canada. Beliau meraih gelar Bachelor of Arts—B.A. dari Wheaton College ; Master of Arts—M.A. dari Johns Hopkins University ; M.A. dari Trinity Evangelical Divinity School ; dan Ph.D. dari Syracuse University.)

(16) Bioetika : Masa Senja Hippokratisme Kristen (oleh : Prof. Nigel M. De S. Cameron, Ph.D. : Asisten Dekan dan Profesor Riset bidang Bioetika di Chicago-Kent College of Law. Beliau juga menjabat sebagai Presiden dari the Institute on Biotechnology and the Human Future, dan Direktur dari the Center on Nanotechnology and Society. Beliau meraih gelar B.A. dan M.A. dari Emmanuel College, University of Cambridge; Bachelor of Divinity—B.D. dan Ph.D. dari New College, University of Edinburgh.)

(17) Seksualitas Manusia : Sebuah Perspektif Psikiatrik dan Alkitabiah (oleh : Prof. Armand M. Nicholi, Jr., M.D. : Profesor Muda bidang Psikiatri di Fakultas Kedokteran Harvard dan Clinical Associate bidang Psikiatri di Massachusettes General Hospital.)

(18) Waktu Luang dan Gaya Hidup : Waktu Luang, Kesenangan, dan Harta Karun (oleh : Prof. James I. Packer, Ph.D. : Profesor bidang Theologia Sistematika Sangwoo Youtong Chee di Regent College, Canada. Beliau juga melayani sebagai editor umum bagi English Standard Version, sebuah revisi Injili dari Alkitab Revised Standard Version. Beliau ditahbiskan menjadi diaken pada tahun 1952 dan pendeta pada tahun 1953 di Church of England. Beliau meraih gelar Bachelor of Arts—B.A. (1948), Master of Arts—M.A. (1952), dan Doctor of Philosophy—Ph.D. (1955) dari Oxford University.)

(19) Apresiasi kepada Carl Ferdinand Howard Henry (oleh : Prof. Kenneth S. Kantzer, Ph.D. : Dekan Emeritus dan Distinguished Professor bidang Theologia Alkitab dan Sistematik di Trinity Evangelical Divinity School. Beliau meraih gelar Ph.D. dalam Filsafat dan Agama dari Harvard University pada tahun 1950.)

(20) Carl F. H. Henry : Jurubicara bagi Kaum Injili Amerika (oleh : Prof. John D. Woodbridge, Ph.D. : Profesor bidang Sejarah Gereja dan Sejarah Pemikiran Kristen di Trinity Evangelical Divinity School. Beliau meraih gelar Bachelor of Arts—B.A. dalam bidang Sejarah dari Wheaton College ; Master of Arts—M.A. dalam bidang Sejarah dari Michigan State University ; Master of Divinity—M.Div. dari Trinity Evangelical Divinity School ; Doctorat de Troisième Cycle dari the University of Toulouse, France, dan beliau telah menyelesaikan studi postdoctoral di the University of Paris, Prancis.)