04 February 2010

Eksposisi 1 Korintus 3:5-9 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 3:5-9

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.



Nats: 1 Korintus 3:5-9



Bagian ini masih membahas tentang isu perpecahan jemaat dalam bentuk favoritisme pemimpin karena alasan “hikmat”, sebagaimana diungkapkan Paulus di pasal 1:10-17. Kalau di pasal 1:18-2:16 Paulus lebih menyoroti tentang “hikmat” dan di pasal 3:1-4 dia menegur ketidakrohanian jemaat Korintus, maka di pasal 3:5-9 Paulus lebih memfokuskan pada favoritisme pemimpin. Dia berusaha menjelaskan bahwa para pemimpin rohani tidak boleh diidolakan, karena mereka hanyalah para pelayan saja. Yang paling penting adalah Tuhan, karena Dialah yang memiliki semuanya, baik para pelayan maupun seluruh jemaat.

Paulus tidak hanya menyatakan bahwa dia dan Apolos adalah pelayan, tetapi dia juga menjelaskan pelayan seperti apakah mereka itu. Dari penjelasan yang nanti dia berikan akan terlihat bahwa mereka tidak boleh dan tidak pantas dijadikan alasan untuk perpecahan. Mereka hanyalah instrumen di tangan Allah (ay. 5a); mereka masing-masing memiliki tugas yang unik (ay. 5b-7); mereka mempunyai tujuan yang sama (ay. 8a); mereka juga akan dinilai oleh Tuhan yang empunya mereka (ay. 8b). Semua konsep ini diajarkan Paulus di atas satu pondasi: mereka – baik pelayan maupun jemaat – adalah milik Allah (ay. 9).


Para pelayan Merupakan Instrumen Saja (ay. 5a)
Melalui pertanyaan retoris di awal ayat 5 Paulus ingin menjelaskan siapa sesungguhnya para pemimpin itu. Walaupun nama yang disebut hanyalah Paulus dan Apolos, tetapi prinsip yang diajarkan tetap berlaku untuk semua pemimpin rohani. Siapakah para pemimpin itu? Mereka tidak lebih dari sekadar pelayan! Konsep pemimpin sebagai pelayan bukanlah sesuatu yang baru. Konsep ini sudah diajarkan Yesus ketika Ia menjelaskan keunikan kepemimpinan Kristen dibandingkan dengan kepemimpinan duniawi. Dalam kepemimpinan Kristen, yang terbesar adalah mereka yang melayani (Mrk. 10:41-45; Luk. 22:25-27). Sama seperti Yesus yang datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani (Mat. 20:28//Mrk. 10:45), maka semua pemimpin Kristen juga harus memiliki konsep seperti ini.

Dengan konsep “pemimpin adalah pelayan” Paulus ingin menegur sikap favoritisme pemimpin yang dimiliki jemaat Korintus. Sikap ini jelas merupakan kesalahan. Para pemimpin bukanlah pemilik atau tuan. Mereka adalah para pelayan, sehingga jemaat tidak seharusnya mengatakan “aku dari golongan [milik] pemimpin A atau B”, seolah-olah mereka dimiliki oleh para pemimpin itu.

Selanjutnya Paulus juga menerangkan bahwa para pelayan hanya sekadar instrumen. Di ayat 5a ia mengatakan “para pelayan yang olehnya kamu telah menjadi percaya”. Terjemahan LAI:TB “olehnya” di sini kurang tepat. Terjemahan ini menyiratkan kesan bahwa iman jemaat ditentukan oleh para pemimpin. Dengan kata lain, terjemahan ini menyiratkan kalau para pemimpinlah yang membuat jemaat dapat percaya kepada Tuhan. Dari kata sambung Yunani “di[a]” yang dipakai, kita seharusnya menerjemahkan “melaluinya” (semua versi Inggris memakai “through”). Kata “melaluinya” menunjukkan bahwa para pemimpin merupakan instrumen, bukan penentu keselamatan. Iman kepada Tuhan Yesus selalu adalah hasil pekerjaan Allah (2:10; 13:3).

Para Pelayan Memiliki Tugas Sendiri-sendiri yang Berbeda (ay. 5b-7)
Ayat 5b secara hurufiah dapat diterjemahkan “sebagaimana Tuhan telah memberi kepada masing-masing”. Arti dari peryataan di atas tidak begitu jelas. Apa yang telah diberikan Tuhan? Siapakah yang dimaksud dengan “masing-masing”? Ketidakjelasan kalimat di atas telah mendorong munculnya beragam terjemahan. Terjemahan KJV memberi kesan bahwa yang diberikan adalah keselamatan dan yang dimaksud “masing-masing” adalah setiap jemaat Korintus. NASB menganggap yang diberikan adalah kesempatan, sedangkan yang menerima kesempatan itu adalah para pelayan. NIV menjelaskan bahwa Tuhan telah memberikan tugas kepada masing-masing pelayan. Terjemahan LAI:TB “menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya” tidak terlalu jelas. Dari semua alternatif terjemahan ini, yang lebih sesuai dengan konteks adalah NIV, karena di ayat 6-7 Paulus menjelaskan perbedaan tugas antara dirinya dengan Apolos.

Perbedaan tugas antara Paulus dan Apolos diungkapkan melalui metafora dunia pertanian. Paulus menanam, sedangkan Apolos yang menyiram (ay. 6). Posisi Paulus sebagai penanam dan Apolos sebagai penyiram didasarkan pada kronologi pelayanan mereka di Korintus. Paulus lebih dahulu melayani di sana (Kis. 18:1-21), kemudian Apolos melanjutkan setelah kepergian Paulus (Kis. 18:27-19:1). Dengan demikian Paulus memang lebih pantas digambarkan sebagai penanam dan Apolos sebagai penyiram. Perbedaan tugas dan waktu pelayanan ini sudah diatur oleh Tuhan (ay. 5b “Tuhan berikan”), sehingga tidak boleh dijadikan alasan bagi perpecahan.

Di antara perbedaan tugas di atas, tidak ada satu pun yang lebih penting daripada yang lainnya. Keduanya sama-sama tidak penting (bukan “sama-sama penting”). Yang penting hanya satu, yaitu Allah yang memberi pertumbuhan (ay. 7). Tense imperfect yang dipakai untuk kata “memberi pertumbuhan” di ayat 6 menyiratkan tindakan yang terus-menerus di masa lampau. Tense ini berbeda dengan yang dipakai untuk kata “menanam” atau “menyiram” di ayat yang sama. Perbedaan tense seperti ini menunjukkan bahwa sekalipun Paulus selesai menanam dan Apolos selesai menyiram tetapi Allah tidak pernah berhenti memberi pertumbuhan. Jadi, keutamaan Tuhan dibandingkan dengan para pelayan-Nya bukan hanya terletak pada tindakan yang menentukan pertumbuhan, tetapi juga kontinuitas dari tindakan itu.

Dalam dunia modern sekarang, ungkapan Paulus “yang penting adalah yang memberi pertumbuhan” mungkin tidak terlalu istimewa, karena sekarang ilmu pertanian modern berhasil mengembangkan tanaman tertentu yang tidak terikat oleh tanah atau iklim. Bagaimanapun, dalam konteks kuno waktu itu, kebenaran ini sangat istimewa. Pada zaman itu semua orang menyadari bahwa keberhasilan pertanian hanya ditentukan oleh iklim atau dewa yang dipercayai sebagai pengatur pertanian. Tidak heran, hampir semua suku memiliki dewa/dewi pertanian sendiri-sendiri.


Para Pelayan Memiliki Tujuan yang Sama (ay. 8a)
Paulus tidak hanya menjelaskan perbedaan tugas para pelayan. Dia juga menerangkan kesatuan yang mereka miliki. Kesatuan ini diungkapkan di ayat 8a yang secara hurufiah berbunyi “yang menanam dan menyiram adalah satu”. Apa yang dimaksud dengan “satu” di sini? Satu dalam hal apa? Sebagian versi memilih untuk mempertahankan ambiguitas ini (KJV/NASB), sedangkan yang lain berusaha menjelaskannya. RSV memahami ayat 8a sebagai kesejajaran (“are equal”). NIV memilih “satu tujuan”. Terjemahan terakhir ini tampaknya lebih bisa diterima. Paulus tidak sedang memusingkan kesetaraannya dengan Apolos (kontra RSV). Dia justru menempatkan dirinya dan Apolos sama-sama di bawah Allah.

Tujuan yang sama dalam konteks pertanian pasti merujuk pada hasil panen. Sekalipun mereka memiliki tugas yang berlainan tetapi tujuan mereka hanya satu. Kesatuan ini seharusnya cukup untuk menjadi alar pemersatu. Jemaat tidak boleh terlalu menekankan perbedaan di antara para pemimpin; bukan karena perbedaan itu diatur Tuhan (ay. 5b), tetapi juga karena ada kesatuan tujuan (ay. 8a).


Para Pelayan Akan Menerima Upah Sendiri dari Tuhan (ay. 8b)
Pada bagian ini Paulus ingin mengajarkan bahwa para pelayan sudah memiliki tuan sendiri yang akan memberi mereka upah. Mereka tidak membutuhkan upah dari jemaat dalam bentuk pujian maupun pengagungan (bdk. Mat. 6:1, 5, 16). Upah yang akan diterima ini ditentukan oleh pekerjaan masing-masing pelayan. Melalui pernyataan ini Paulus ingin menegaskan bahwa penilaian terhadap para pelayan tidak dtentukan oleh penerimaan orang lain atau suka/tidaknya jemaat terhadap para pelayan tersebut. Di akhir zaman Tuhan akan menilai pekerjaan masing-masing pelayan sesuai kualitas pekerjaan mereka (3:10-15).

Pernyataan ini sekaligus sebagai peringatan terhadap para pemimpin jemaat yang meneruskan pelayanan Paulus dan Apolos di Korintus. Mereka juga akan mendapat penilaian yang sama. Jika mereka tidak berhati-hati, maka mereka akan menyesali hasil jerih payah mereka (3:16-17).


Dasar: Segala Sesuatu Adalah Milik Tuhan (ay. 9)
Kata sambung “karena” di awal ayat 9 mengindikasikan bahwa bagian ini adalah alasan dari semua yang sudah dijelaskan di ayat 5-8. Ada tiga frase dalam bagian ini: “kami adalah kawan sekerja Allah, kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah”. Frase pertama telah menimbulkan beragam pendapat. Apakah kata “Allah” di bagian tersebut berarti “milikAllah” (ASV/NIV/RSV/NASB) atau “dengan Allah” (KJV)? Alternatif pertama tampakya lebih masuk akal:
(1) Dua kata “Allah” yang lain di ayat ini semuanya menyiratkan kepemilikan: kamu adalah ladang milik Allah, bangunan milik Allah.
(2) Kalau Paulus ingin mengatakan bahwa Paulus dan Apolos adalah kawan sekerja bersama Allah, maka dia akan memakai struktur kalimat “kami dan Allah adalah kawan sekerja”, bukan “kami adalah kawan sekerja Allah”.
(3) Konteks justru menekankan perbedaan posisi antara para pelayan dan Allah. Allah jauh lebih penting daripada para pelayan (ay. 6-7). Dalam konteks seperti ini tidak mungkin Paulus menekankan posisi para pemimpin sebagai kawan sekerja bersama Allah.
(4) Di pasal 3:22-23 Paulus menutup semua diskusi dari pasal 1-3 dengan penegasan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah.

Jika penjelasan di atas diterima, maka Paulus di ayat 9 menekankan satu fakta: Allah adalah pemilik dari segala sesuatu, baik pelayan (pemimpin rohani) maupun ladang (jemaat). Kebenaran ini sangat ditekankan Paulus, sebagaimana tercermin dari cara Paulus menempatkan kata “Allah” di awal masing-masing frase: “[milik Allah] kami adalah kawan sekerja; [milik Allah] kamu adalah ladang; [milik Allah] bangunan”. Sebagai pemilik, Allah adalah satu-satunya yang berhak menerima pengagungan dan hormat, bukan para pelayan. #




Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 20 April 2008