26 February 2012

Resensi Buku-156: DARI BUDHA HINGGA YESUS (Rev. Steve Cioccolanti, M.Ed.)

Budha adalah salah satu agama besar yang banyak mempengaruhi orang-orang Barat hari-hari ini. Mengapa demikian? Apa daya tariknya? Benarkah agama Budha yang dipahami orang-orang Barat sama seperti Budha yang asli? Apa saja yang Budha ajarkan? Apa kitab suci dan tradisinya?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
DARI BUDHA HINGGA YESUS:
Sebuah Pandangan Orang Dalam Tentang Ajaran Budha dan Kekristenan


oleh: Rev. Steve Cioccolanti, B.A., M.Ed.

Prakata: Dr. Wayne Cordeiro

Penerbit: Shofar Media Ministry, Jakarta, 2011



Dengan bahasa yang sederhana, ringkas, namun jelas, Rev. Steve Cioccolanti, M.Ed. sebagai seorang mantan penganut Budha di Thailand dalam bukunya Dari Budha Hingga Yesus menjelaskan dengan cukup detail namun sederhana dan ringkas seluk-beluk mengenai agama Budha, yaitu: bentuk patung Budha, siapa Budha, pengajaran Budha, lima perintah Budha, denominasi-denominasi Budha (Theravada/Hinayana, Mahayana, Vajrayana, Dalai Lama, Zen Budhisme), dll. Buku yang ditulisnya bukan hanya sebagai studi perbandingan agama, tetapi sebagai media orang Kristen memberitakan Injil kepada orang Budha dengan jalan dialog tanpa kompromi yaitu memahami seluk-beluk Budhisme dan membawa mereka kepada Injil Kristus sebagai satu-satunya solusi atas penderitaan yang tidak ditemukan dalam Budhisme. Meskipun dalam beberapa konsepnya di dalam Kekristenan kurang tepat, namun saya sangat mengapresiasi buku yang beliau tulis begitu mendetail, namun dengan bahasa sederhana dan enak dibaca.



Profil Rev. Steve Cioccolanti:
Rev. Steve Cioccolanti, B.A., M.Ed. adalah pendeta di Discover Church, Australia. Beliau dilahirkan di Thailand dari keluarga Katolik, Budha, Methodist, dan Islam. Hal inilah yang membuat Steve memiliki perspektif yang unik tentang penginjilan, misi, dan agama-agama dunia. Beliau adalah lulusan The Haggai Institute di Maui, Hawaii, menyelesaikan Leadership Practicum dengan Pastor Wayne Cordeiro di New Hope Oahu, Hawaii, lulusan RHEMA Bible Training Center di Tulsa, Oklahoma, dan menyelesaikan studi Master of Education (M.Ed.) di Monash University, Melbourne, Australia. Beliau dan istrinya, Fe tinggal di Melbourne, Australia.

23 February 2012

Bagian 11: Karunia Penafsiran Bahasa Lidah (1Kor. 12:10)

MENGENAL KARUNIA-KARUNIA ROH KUDUS

Bagian 11: Karunia Penafsiran Bahasa Lidah (1Kor. 12:10)

oleh: Denny Teguh Sutandio

Sebagaimana karunia nubuat harus disertai karunia pembedaan roh-roh, maka karunia bahasa lidah harus disertai karunia penafsiran bahasa lidah. Kata Yunani yang dipakai adalah ρμηνεα γλωσσν (hermēneia glōssōn). Kata ρμηνεα (hermēneia) yang berbentuk kata benda berarti penafsiran dan γλωσσν (glōssōn) berarti bahasa/lidah, sehingga artinya penafsiran bahasa/lidah. Kata ρμηνεα (hermēneia) sebagai kata benda hanya ditemukan di 1 Korintus 12:10 dan 1 Korintus 14:26[1] di mana semuanya berkaitan dengan karunia penafsiran bahasa. Kata kerjanya adalah ρμηνεω (hermeneuō) dipakai 3x di dalam Perjanjian Baru, yaitu di Yohanes 1:42[2]; 9:7[3]; Ibrani 7:2[4].[5]

Lalu, apa arti penafsiran bahasa lidah? Apakah ini berarti bahasa lidah itu diterjemahkan kata per kata? Tidak. Kalau kita memperhatikan kembali definisi bahasa lidah di mana bahasa lidah ini bukan bahasa manusia biasa, maka menafsirkan bahasa lidah tentu bukan menafsirkan kata per kata dalam bahasa tersebut. Oleh karena itu, sangat tepat jika kata ρμηνεα (hermēneia) diterjemahkan sebagai penafsiran (bukan penerjemahan). Prof. David E. Garland, Ph.D. mengungkapkan arti dari penafsiran bahasa lidah, “It is not a word-for-word translation but more likely an interpretation of the meaning of what was said, the “mysteries” spoken to God, or an explanation of the experience.[6] (Itu bukan penerjemahan kata per kata, tetapi lebih mungkin sebuah penafsiran arti dari apa yang dikatakan, “misteri” yang diucapkan kepada Allah, atau penjelasan pengalaman.) Prof. Anthony Thiselton, Ph.D., D.D. menafsirkan “penafsiran bahasa lidah” ini sebagai penguraian/pengungkapan dengan perkataan (to put into words).[7]

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan karunia penafsiran bahasa lidah berarti seseorang diberikan karunia untuk menafsirkan bahasa lidah ke dalam beberapa kalimat penguraian di dalam bahasa yang dapat dimengerti.



[1] Hasan Sutanto, PBIK Jilid II: Konkordansi Perjanjian Baru, hlm. 316.

[2]LAI: “artinya.” YLT: “which is interpreted” (yang diartikan/diterjemahkan)

[3] LAI: “artinya”; YLT: “which is, interpreted” (yang diartikan)

[4] LAI: “Menurut arti namanya.” YLT: “being intepreted” (diartikan).

[5] Hasan Sutanto, Konkordansi Perjanjian Baru, hlm. 316. Khusus ρμηνεω (hermeneuō), sesuai konteksnya, kata kerja ini diterjemahkan sebagai “diartikan/diterjemahkan.”

[6] David E. Garland, 1 Corinthians, hlm. 586.

[7] David L. Baker, Roh dan Kerohanian Dalam Jemaat, hlm. 66.

19 February 2012

Resensi Buku-155: PANGGILAN ALLAH: Menemukan dan Menggenapi Tujuan Utama dari Hidup Anda (Os Guinness, D.Phil.)

…Dapatkan segera…



Buku
PANGGILAN ALLAH:
Menemukan dan Menggenapi Tujuan Utama dari Hidup Anda


oleh: Os Guinness, D.Phil.

Penerbit: Pionir Jaya, Bandung, 2011





Deskripsi singkat dari Denny Teguh Sutandio:
Setiap anak-anak Allah sejati adalah mereka yang sudah dilahirbarukan oleh Roh Kudus dan memiliki panggilan Allah di dalam hidupnya (Ef. 2:10). Panggilan Allah bisa meliputi: panggilan umum (panggilan untuk menjadi saksi Kristus di tengah dunia dengan memberitakan Injil dan berbuat baik) dan panggilan khusus (panggilan untuk menjadi saksi Kristus di mana saja dan kapan saja sesuai talenta yang Tuhan berikan kepada kita). Tidak setiap anak Tuhan dipanggil menjadi full-timer di gereja, namun setiap anak Tuhan pasti memiliki panggilan khusus di bidang profesi. Dengan menggenapkan panggilan Allah ini di dalam diri kita, maka kita baru menemukan tujuan yang paling utama dalam hidup kita. Apa saja yang perlu kita perhatikan di dalam panggilan Allah? Halangan-halangan apa saja yang muncul di dalamnya? Bagaimana kita meresponi halangan-halangan tersebut demi menggenapkan panggilan Allah tersebut dalam hidup kita? Dengan bahasa yang sederhana, Dr. Os Guinness menjawab dan menjelaskan permasalahan mengenai panggilan Allah dan tujuan hidup manusia dengan menggunakan beberapa ilustrasi dan cerita di setiap babnya. Biarlah buku ini dapat menolong kita dalam menjawab panggilan Allah berupa visi yang Tuhan berikan kepada kita.





Rekomendasi:
“Ini adalah sebuah buku yang sangat membangkitkan perenungan yang serius, menantang, dan sangat menarik. Buku ini luar biasa penting untuk umat percaya dan semua orang yang sedang mencari makna di dalam hidup mereka.”
Ralph S. Larsen, B.B.A.
(mantan pimpinan dan CEO, Johnson & Johnson dan sekarang menjabat sebagai ketua Management Development and Compensation di GE yang menyelesaikan studi Bachelor of Business Administration— B.B.A. from Hofstra University)

“Buku ini diperuntukkan bagi siapa saja yang memiliki kehausan akan suatu pengertian yang jelas tentang tujuan dan makna di dalam kehidupan dan yang cukup berani untuk mengejar panggilannya, dengan harga apa pun.”
Peggy Wehmeyer
(mantan koresponden di ABC News)





Profil Dr. Os Guinness:
Os Guinness, B.D., D.Phil. (http://www.osguinness.com) yang lahir tanggal 30 September 1941 adalah co-founder dari Trinity Forum dan Senior Fellow with the EastWest Institute in New York. Beliau menyelesaikan studi Bachelor of Divinity (B.D.) (honours) dari University of London pada tahun 1966 dan Doctor of Philosophy (D.Phil.) dalam bidang Social Sciences dari Oriel College, Oxford pada tahun 1981. Saat ini beliau tinggal bersama istrinya, Jenny di McLean, Virginia.

16 February 2012

Bagian 10: Karunia Bahasa-bahasa Lidah (1Kor. 12:10, 28)

MENGENAL KARUNIA-KARUNIA ROH KUDUS

Bagian 10: Karunia Bahasa-bahasa Lidah (1Kor. 12:10, 28)

oleh: Denny Teguh Sutandio

pentecost.jpgKarunia berikutnya yang dibahas Paulus adalah karunia bahasa (lidah). Kata Yunani yang dipakai adalah γλωσσν (glōssōn) yang bisa berarti bahasa atau lidah. Kata ini merupakan kata benda, berfungsi sebagai kepemilikan (genitif), feminin, dan jamak dari kata γλσσα (glōssa). Kata γλωσσν (glōssōn) juga ditemukan di dalam Perjanjian Lama, di mana kata ini dalam Ibrani: lüšönôt yang bisa berarti lidah (Mzm. 31:21) atau bahasa (Zak. 8:23). Kata Yunani yang sama namun berfungsi sebagai objek tak langsung (datif), feminin, dan tunggal yaitu γλσσ (glōssei) diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani sebagai: lüšönô (dengan perluasan dari kata ini) juga bisa berarti lidah (Mzm. 15:3 {Septuaginta: 14:3}; 39:2, 4; 78:36; 109:2; 139:4; Ams. 17:20; 21:6; 31:25; Ayb. 6:30; Yeh. 3:6; Yeh. 36:3[1]) dan bahasa (Yes. 19:18[2]; Yer. 18:18[3]). Dengan kata lain, karunia ini lebih tepat diterjemahkan sebagai karunia bahasa-bahasa (lidah).

Pertanyaan selanjutnya, apa itu bahasa lidah?

Rev. Prof. D. A. Carson, Ph.D. menafsirkannya,

…tongues may bear cognitive information even though they are not known human languages – just as a computer program is a ‘language’ that conveys a great deal of information, even though it is not a ‘language’ that anyone actually speaks. You have to know the code to be able to understand it. Such a pattern of verbalization could not be legitimately dismissed as gibberish. It is as capable of conveying prepositional and cognitive content as any known human language…[4]

…bahasa-bahasa lidah mungkin menghasilkan informasi kognitif meskipun bahasa-bahasa tersebut tidak dikenal sebagai bahasa-bahasa manusia – seperti program komputer adalah ‘bahasa’ yang menyampaikan informasi yang begitu penting, meskipun itu bukan ‘bahasa’ sesungguhnya yang siapa saja katakan. Anda harus mengetahui kode untuk dapat mengertinya. Seperti bentuk ungkapan tidak dapat ditolak sebagai ocehan. Itu mampu menyampaikan isi yang preposisional dan kognitif seperti bahasa manusia lainnya...

Senada dengan pandangan Dr. D. A. Carson, Prof. Gordon D. Fee, Ph.D., D.D. mengungkapkan beberapa hal tentang bahasa lidah: [5]

a) Bahasa lidah diinspirasikan Roh Kudus (1Kor. 12:7, 11; bdk. 1Kor. 14:2)

b) Peraturan penggunaan bahasa lidah di dalam 1 Korintus 14:27-28 menunjukkan bahwa orang yang berbahasa lidah tidak dalam keadaan “ekstasi” atau tidak sadarkan diri. Sebaliknya, orang yang berbahasa lidah harus berbicara silih berganti dan jika tidak ada yang menafsirkan, maka orang tersebut harus diam.

c) Bahasa lidah tidak dimengerti baik oleh orang yang mengucapkannya (1Kor. 14:14) maupun oleh orang lain (1Kor. 14:16)

d) Bahasa lidah adalah bahasa yang ditujukan kepada Allah (1Kor. 14:2, 14-15, 28), sehingga kata-kata di dalamnya merupakan misteri yang diucapkan kepada Allah.

Dari dua pengertian yang dipaparkan baik oleh Dr. D. A. Carson maupun Dr. Gordon D. Fee, kita mendapatkan penjelasan beberapa poin tentang bahasa lidah:[6]

a) Bahasa lidah adalah bahasa yang diinspirasikan Roh Kudus dan bukan bahasa manusia biasa dan ini seharusnya dipergunakan secara pribadi.

b) Meskipun orang yang berbahasa lidah diinspirasikan Roh Kudus, orang tersebut bukan dalam keadaan tidak sadarkan diri (trance), tetapi harus sadar.

c) Ketika di dalam kebaktian jemaat, jika ada orang yang mendapat karunia ini, maka di saat yang sama, harus ada orang yang menafsirkannya, sehingga jemaat dapat dibangun, karena jikalau tidak ditafsirkan, jemaat tidak mengerti (mengingat bahasa lidah bukan bahasa manusia biasa).



[1] LAI: “mulut”, sedangkan YLT: “tongue” (lidah).

[2] ESV, KJV, NIV, NASB, dan RSV: “language” (bahasa), sedangkan YLT: “lip” (bibir).

[3] LAI: “bahasa”, sedangkan ESV, KJV, NIV, NASB, RSV, dan YLT: “tongue” (lidah). Menurut konteksnya, terjemahan “bahasa” dalam LAI lebih tepat daripada terjemahan lain.

[4] D. A. Carson, Showing the Spirit, hlm. 85-86.

[5] Gordon D. Fee, God’s Empowering Presence, hlm. 172-173.

[6] Hal ini akan dibahas secara detail di dalam buku saya yang lain yang berjudul: “Bahasa Lidah: Masih Adakah?”

12 February 2012

Resensi Buku-154: JAWABAN BAGI PERTANYAN ORANG YANG BELUM PERCAYA (Rev. Josh McDowell, LL.D. dan Donald Stewart)

…Dapatkan segera…



Buku:

JAWABAN BAGI PERTANYAAN ORANG YANG BELUM PERCAYA

oleh:
Rev. Josh McDowell, LL.D. (HC) dan Donald Stewart

Penerbit: Gandum Mas, Malang, 2005





Deskripsi singkat dari Denny Teguh Sutandio:
Siapakah Allah itu? Apakah Alkitab bisa dipercaya? Bukankah Alkitab berkontradiksi? Siapakah istri Kain? Ada berapa Yesaya? Apakah kain kafan Turin itu otentik? Apakah ada dua kisah penciptaan di dalam Kejadian 1 dan 2? Begitulah sekilas pertanyaan yang diajukan oleh orang non-Kristen kepada orang-orang Kristen. Bagaimana orang Kristen menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka? Dengan bahasa yang cukup sederhana dan penjelasan singkat, Rev. Josh McDowell, LL.D. (HC) dan Donald Stewart dalam bukunya Jawaban bagi Pertanyaan Orang yang Belum Percaya menjawab 59 pertanyaan penting yang sering ditanyakan oleh orang non-Kristen sekaligus untuk menguatkan keotentikan iman Kristen berkenaan dengan Allah, Alkitab, studi Alkitab/Biblika, Kristus, penciptaan, dll. Biarlah buku apologetika ini dapat menguatkan iman Kristen kita di tengah serbuan arus zaman.





Profil Rev. Dr. Josh McDowell dan Donald Stewart:
Rev. Josh McDowell, M.Div., LL.D. (HC) yang lahir pada tahun 1939 di Union City (Battle Creek), Michigan adalah seorang apologet, penginjil, dan penulis Kristen. Beliau adalah pendiri dari pelayanan Kristen Josh.org dan Operation Carelift. Sebagai seorang mantan atheis, beliau menempuh pendidikan politik di Kellogg College, Michigan, U.S.A. Di college ini, beliau dahulu berusaha membuktikan kesalahan Kekristenan, namun puji Tuhan, atas anugerah-Nya, Tuhan membukakan pintu hatinya untuk bertobat dan menerima Kristus. Kemudian, beliau melanjutkan studinya di Wheaton College, Illinois, U.S.A. dan menyelesaikan program gelar Bachelor of Arts (B.A.). Setelah itu, beliau menempuh studi theologi di Talbot Theological Seminary of Biola University, La Mirada, California dan meraih gelar Master of Divinity (M.Div.) dengan predikat magna cum laude. Pada tahun 1992, beliau dianugerahi gelar Doctor of Laws (LL.D.) dari Simon Greenleaf School of Law. Beliau adalah anggota staf pengajar di International School of Theology dan seorang dosen tetap di The Julian Center, Julian, California, U.S.A. Beliau menikah dengan Dorothy Youd dan memiliki beberapa anak (dan anak adopsi). Mereka tinggal di Dallas, Texas, U.S.A. Salah satu bukunya yang terkenal adalah: Evidence That Demands A Verdict.

Donald Stewart adalah associate professor of Biblical Languages di Veritas Evangelical Seminary, Murrieta, California. Beliau juga menjadi co-host siaran harian nasional Pastors Perspective bersama Pastor Chuck Smith di mana beliau mengisi acara tanya jawab berkaitan dengan Alkitab dan iman Kristen. Beliau adalah seorang lulusan Biola University, Talbot Theological Seminary dengan predikat cum laude, dan the International Institute of Theology and Law di Strasbourg, France. Beliau tinggal di Southern California dengan istrinya, Kim dan anak-anak perempuannya: Gabrielle dan Kelsey.

09 February 2012

Bagian 9: Karunia Pembedaan Roh (1Kor. 12:10)

MENGENAL KARUNIA-KARUNIA ROH KUDUS

Bagian 9: Karunia Pembedaan Roh (1Kor. 12:10)

oleh: Denny Teguh Sutandio

Setelah membicarakan karunia nubuat, Paulus mendaftarkan karunia berikutnya yaitu membedakan bermacam-macam roh. Kata “membedakan” dalam teks Yunaninya διακρσεις (diakriseis) yang merupakan kata benda yang berfungsi sebagai subjek kalimat (nominatif), berbentuk feminin dan jamak dari kata δικρισις (diakrisis) yang berarti perbedaan. Kata Yunani ini juga dipakai di dalam Ibrani 5:14 di mana LAI menerjemahkannya sebagai “membedakan.” Kemudian kata “bermacam-macam roh” dalam teks Yunaninya πνευμτων (pneumatōn) berbentuk kata benda, berfungsi sebagai kepemilikan (genitif), netral dan jamak dari kata πνεμα (pneuma). Kata πνευμτων (pneumatōn) ini berarti roh-roh. Jadi, dari studi kata ini, terjemahan yang lebih tepat adalah pembedaan roh-roh.[1]

Lalu, apa arti karunia pembedaan roh-roh? Prof. Gordon D. Fee, Ph.D., D.D. menafsirkan karunia ini dengan mengaitkannya dengan karunia nubuat di poin 6 di atas dengan referensi 1 Korintus 14:29.[2] Prof. Dr. David L. Baker mengungkapkan hal serupa dengan menyatakan kaitannya secara langsung,

Setiap nabi harus diuji kebenarannya, baik dari segi teologi maupun berdasarkan etika… Namun sebenarnya kedua asas tersebut bersifat agak umum dan tidak selalu cukup untuk menentukan sumber suatu nubuat. Belum pasti setiap nabi yang berteologi tepat dan berlaku baik adalah nabi benar. Oleh sebab itu Tuhan memberi karunia “pembedaan roh-roh” (diakresis pneumatōn), yang berfungsi membedakan antara ilham yang berasal dari Roh Kudus dan ilham yang berasal dari roh-roh lain…[3]

Sedangkan Rev. Prof. D. A. Carson, Ph.D. menafsirkannya sebagai karunia pembedaan antara kuasa dari roh setan dari Roh Kudus (1Yoh. 4:1-6).[4]

Saya pribadi lebih memilih menggabungkan dua tafsiran di atas. Pertama-tama, tentu saja karunia pembedaan roh-roh menunjuk pada pembedaan antara roh setan vs Roh Kudus, karena kalau kita memperhatikan konteksnya khususnya di 1 Korintus 12:3, Paulus menjelaskan bahwa kuasa Roh Kudus berkaitan dengan pengakuan bahwa Kristus sebagai Tuhan. Dan kalau kita kembali melihat pengajaran Kristus, maka kita belajar bahwa Roh Kudus datang untuk bersaksi tentang dan memuliakan Kristus (Yoh. 15:26; 16:14), sehingga siapa pun yang mengaku diilhamkan “Roh Kudus” tetapi tidak memuliakan Kristus, berarti orang itu jelas tidak dipenuhi Roh. Pembedaan roh juga didasarkan pada sisi kemanusiaan Kristus, di mana roh yang tidak mengakui Kristus juga datang dari Allah dalam daging, maka itu adalah roh setan, sedangkan roh yang mengakui kemanusiaan Kristus adalah Roh Kudus (1Yoh. 4:1-3).

Kedua, pembedaan roh-roh juga berkaitan dengan nubuat. Sebagaimana telah saya paparkan panjang lebar tentang konsep nubuat di poin 6 di atas di dalam Perjanjian Lama di mana ada nabi asli vs nabi palsu, maka nubuat pun ada yang asli dan palsu, dan karunia pembedaan roh-roh ini dimaksudkan untuk membedakan manakah nubuat yang asli vs palsu. Paulus mengulang hal ini, seperti yang dipaparkan oleh Dr. Fee, di dalam 1 Korintus 14:29, “Tentang nabi-nabi baiklah dua atau tiga orang di antaranya berkata-kata dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan.” Kita mungkin bingung: di dalam ayat ini, kita tidak menemukan kata “membedakan”, lalu bagaimana mungkin ayat ini berkaitan dengan karunia pembedaan roh-roh? Jika kita membaca terjemahan Indonesia, kita tidak akan mendapatkan kata “membedakan”, namun ketika mencoba melihat dari teks Yunaninya, kita menemukan ada kata Yunani: διακριντωσαν (diakrinetōsan) di mana kata ini berbentuk kata kerja dan berbentuk perintah (imperatif) dari kata διακρνω (diakrinō). Kata ini di dalam teks LAI diterjemahkan, “menanggapi”, yang seharusnya diterjemahkan “membedakan.” Dengan kata lain, maksud ayat ini adalah seseorang yang mendapat karunia nubuat, minimal 2 dan maksimal 3 orang yang berkata-kata, lalu orang yang lain yang hadir membedakan apakah yang dikatakan berasal dari Roh Kudus atau roh setan.



[1] KJV dan YLT: “discernings of spirits.” New American Standard Bible (NASB): “the distinguishing of spirits.” New International Version (NIV): “distinguishing between spirits.” Dalam hal ini, English Standard Version (ESV) dan Revised Standard Version (RSV) salah menerjemahkannya, “the ability to distinguish between spirits”, karena kata Yunani yang dipakai untuk “distinguish” adalah kata benda, bukan kata kerja.

[2] Gordon D. Fee, God’s Empowering Presence, hlm. 171-172.

[3] David L. Baker, Roh dan Kerohanian Dalam Jemaat: Tafsiran Surat 1Kor. 12-14 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hlm. 64.

[4] D. A. Carson, Showing the Spirit, hlm. 31.