11 August 2010

EKSPOSISI 1 KORINTUS 7:35 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M., Ph.D.-Cand.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 7:35

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M., Ph.D. (Cand.)



Nats: 1 Korintus 7:35



Dalam terjemahan LAI:TB ayat ini menjadi pembuka dari suatu paragraf yang baru. Beberapa versi Inggris menganggap ayat ini sebagai penutup bagi ayat 32-34 (RSV). Perbedaan ini menyiratkan bagaimana para penerjemah memahami fungsi ayat 35. Apakah bagian ini terkait dengan perikop di atasnya (ay. 32-34) atau di bawahnya (ay. 36-38)?

Penyelidikan yang teliti menunjukkan bahwa ayat 35 sebaiknya dipahami sebagai bagian dari ayat 32-34. Frase “semuanya ini kukatakan” (touto...legw, lit. “ini kukatakan”) dalam tulisan Paulus biasanya merujuk balik pada apa yang sudah dikatakan (1:12; 7:6; bdk. Gal 3:17; Ef 5:32; Kol. 2:4). Di samping itu, ide tentang “melakukan apa yang baik dan benar” dan “melayani Tuhan tanpa gangguan” (ay. 35) lebih sesuai ayat 32-34 yang mengajarkan untuk berfokus pada perkara-perkara Tuhan. Jika ini benar, maka kita perlu memutuskan fungsi ayat 35 dalam pembahasan di ayat 32-34.

Para penafsir umumnya berpendapat bahwa ayat 35 menjelaskan tujuan dari ajaran Paulus di ayat 32-34. Ayat 35 juga sekaligus berfungsi sebagai konklusi yang menegaskan kembali apa yang sudah disampaikan di ayat 32a “aku ingin supaya kamu hidup tanpa kekuatiran”. Dengan kata lain, ayat 35 menerangkan bagaimana hidup yang tanpa kekuatiran itu. Tujuan yang ingin disampaikan Paulus di ayat 35 dapat diketahui dari penggunaan kata depan pros (“untuk”) dan kata sambung hina (“supaya”). Kata pros muncul dua kali, kata hina hanya sekali; dengan demikian secara keseluruhan ada tiga tujuan. Ayat 35 dapat digambarkan sebagai berikut:
Ini kukatakan
Untuk (pros) kepentingan kamu sendiri
Bukan untuk (ēina) menghalangi kamu dalam kebebasanmu
Untuk (pros) apa [pelayanan?] yang baik dan benar kepada Tuhan tanpa gangguan


Untuk Kepentingan Jemaat Korintus (ay. 35a)
Dari susunan kalimat Yunani yang dipakai terlihat bahwa Paulus sedang memberikan penekanan pada poin ini. Frase “untuk kepentingan kamu sendiri” (pros to ēpsmōn autōn s spsmphoron) sengaja diletakkan sebelum kata “kukatakan” (legō). Penambahan kata autwn (“sendiri”) juga berfungsi untuk memperjelas penekanan tersebut, seakan-akan kepentingan ini sepenuhnya adalah milik mereka.

Melalui bagian ini Paulus ingin menegaskan bahwa ia tidak bermaksud mengambil keuntungan apa pun. Sama seperti pembahasannya tentang pertikaian di pasal 1-3 tidak berusaha mempengaruhi orang lain untuk memihak dia, demikian pula di bagian ini ia tidak memiliki agenda pribadi yang tersembunyi. Hal ini perlu ditegaskan Paulus sebagai antisipasi. Preferensi Paulus terhadap selibasi (ay. 32-34) mungkin saja bisa dianggap jemaat Korintus sebagai upaya Paulus untuk mengambil hati sebagian dari mereka yang anti perkawinan. Paulus bisa saja dituduh menyombongkan diri dengan praktik hidup selibat yang ia jalani (ay. 7a), seakan-akan ia lebih hebat daripada orang lain.

Untuk kesekian kalinya Paulus mengekspresikan perhatian yang mendalam terhadap jemaat Korintus. Paulus memberikan kelonggaran kepada mereka (ay. 6). Ia ingin menghindarkan mereka dari kesusahan ekstra di akhir jaman (ay. 28b). Ia ingin supaya mereka hidup tanpa kekuatiran (ay. 32a). Sekarang ia secara eksplisit menyatakan bahwa nasehatnya adalah untuk kepentingan mereka.

Apa yang penting bagi Paulus adalah kepentingan (spsmphoros) jemaat. Kata spsmphoros dalam Alkitab hanya muncul di Surat 1 Korintus, yaitu di bagian ini dan 10:33. Dalam 2 Makabe 4:5 kata ini dikenakan pada Onias yang berusaha untuk mengupayakan kesejahteraan semua orang. Pemakaian kata ini di literatur kuno Yunani juga mengarah pada kesimpulan yang sama. Beragam versi memberikan terjemahan yang beragam pula, tetapi inti yang mau disampaikan tetap sama. LAI:TB memakai “kepentingan”, ESV/KJV/NASB/NLT/RSV memilih “keuntungan” (benefit/profit), sedangkan NIV mengambil “kebaikan” (good).

Berdasarkan pemunculan kata spsmphoros di 1 Korintus 7:35 dan 10:33 dapat disimpulkan bahwa mementingkan keuntungan orang lain sudah menjadi gaya hidup Paulus. Ia adalah orang yang selalu meletakkan kepentingan orang lain di atas kenyamanan hidupnya sendiri (bdk. Flp. 2:3-4). Ia tidak segan-segan kehilangan hak dan kebebasan asalkan ia bisa memberi sesuatu yang positif bagi orang lain (8:9, 13; 9:15-18, 19, 22b).

Keuntungan apa yang diperoleh jemaat Korintus melalui nasehat di pasal 7:32-35? Keuntungan ini harus dipahami secara luas. Bagi mereka yang cenderung pada selibasi, Paulus telah memberikan dasar theologis yang benar (dasarnya bukan karena seks adalah dosa). Dari sini terlihat bahwa tidak semua selibasi didasarkan pada prinsip asketisisme (bdk. 7:7; Mat. 19:11-12), walaupun asketisisme selalu melibatkan selibasi. Bagi yang menikah, nasehat Paulus berguna untuk mengorientasikan lagi fokus hidup mereka pada kedatangan Kristus kedua kali. Bagi yang belum menikah, mereka diingatkan untuk tidak terlalu terikat maupun merisaukan perkawinan. Yang penting adalah hidup yang berfokus pada Tuhan.


Bukan Untuk Menghalangi Kebebasan Jemaat (ay. 35b)
Dalam bagian ini Paulus sebenarnya sedang memakai sebuah ungkapan kuno yang popular pada waktu itu. Secara hurufiah bagian ini berbunyi “bukan untuk meletakkan jerat (brochos) kepada kalian”. Philo juga memakai ungkapan ini secara figuratif untuk menggambarkan sebuah kekangan atau pembatasan. Yosefus, sejarahwan Yahudi abad ke-1 M, memakai ungkapan di atas secara hurufiah dalam konteks peperangan, yaitu ketika musuh melemparkan tali jerat dari jauh untuk menangkap seseorang, tetapi orang itu berhasil memutuskan tali itu dengan pedang dan melarikan diri. Di tempat lain ungkapan ini dipakai dalam konteks perburuan (Ams. 6:5).

Berdasarkan pemunculan kata brochos di atas terlihat bahwa ungkapan yang dipakai Paulus ini tidak selalu bermakna sebuah jebakan. Inti yang ingin disampaikan adalah kontrol seseorang atas pihak lain. Penerjemah LAI:TB dengan tepat mengekspresikan makna di atas dengan “bukan untuk menghalangi kamu dalam kebebasanmu”. Pernyataan Paulus di ayat 35b menunjukkan kebesaran hati Paulus. Ia tidak mau bersikap otoriter terhadap mereka, meskipun ia memiliki otoritas tertentu atas mereka sebagai rasul (1:1) dan bapa rohani (4:15). Ia juga tidak mau menjadikan gaya hidupnya sebagai patokan normatif bagi orang lain. Sekalipun ia menjalankan hidup selibat dan memandang selibasi lebih baik daripada menikah, tetapi hal itu bukanlah keharusan bagi jemaat. Setiap orang memiliki karunia yang khas dari Tuhan (7:7). Keputusan untuk menikah bukanlah dosa (7:28, 36, 38). Paulus hanya mengajarkan apa yang menurut dia adalah yang terbaik secara theologis.

Sikap di atas sangat berbeda dengan jemaat Korintus maupun penganut asketisisme yang lain (1Tim. 4:3a). Mereka memaksakan pandangan mereka kepada orang lain. Dengan berbuat demikian mereka telah mengekang kebebasan orang lain dengan mengajarkan bahwa menikah adalah dosa. Gereja pun dulu (sampai sekarang) melakukan kesalahan yang serupa ketika semua rohaniwan diwajibkan untuk tidak menikah. Terlepas dari motivasi apa pun di balik peraturan gereja ini – baik itu gaya hidup askestisisme maupun konsentrasi dalam pelayanan – pemaksaan terhadap orang lain merupakan sebuah kesalahan. Lebih jauh, pemaksaan selibasi terhadap mereka yang tidak memilik karunia itu telah menimbulkan banyak dosa seksual (bdk. 7:2, 5, 9).


Untuk Apa yang Baik dan Benar Kepada Tuhan Tanpa Gangguan (ay. 35c)
Kalimat Yunani yang dipakai di bagian ini merupakan salah satu yang paling sulit untuk diterjemahkan. Inti kesulitan terletak pada arti dua kata sifat (euschēmōn dan euparedron) dan fungsi tō kuriō (LAI:TB “Tuhan”). Secara hurufiah bagian ini berbunyi “tetapi untuk euschēmōn (apa yang baik?) dan euparedron (pelayanan yang konstan?) kepada/untuk/di hadapan/oleh Tuhan tanpa gangguan”.

Penerjemah LAI:TB berusaha membantu pembaca dengan memberikan terjemahan “supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan”. Berbagai versi Inggris terpaksa menambahkan kata-kata tertentu untuk membuat sebuah terjemahan yang lebih bisa dipahami. Beberapa memilih “untuk mengembangkan keteraturan (apa yang pantas) dan memastikan ibadah yang tanpa gangguan (tidak terbagi) kepada Tuhan” (ESV/NASB/RSV). Yang lain memakai “supaya kamu hidup dalam jalan yang benar dalam ibadah yang tidak terbagi-bagi”.

Kata euschēmōn terdiri dari eu = baik dan schēmōn = berbentuk (dari kata schma = bentuk). Kata ini juga muncul di 12:24 untuk bagian [tubuh] yang elok (RSV/NIV/ESV “presentable”; KJV “comely”; NASB “seemly”). Lawan kata dari euschēmōn (yaitu aschēmoneō) kita temukan di 7:36a (LAI:TB “tidak wajar”; mayoritas versi Inggris “tidak sepantasnya”). Kata keterangan euschēmonōs di 14:40 dipakai untuk tindakan yang sopan (LAI:TB) atau layak (mayoritas versi Inggris). Dua pemunculan lain dari kata euschēmonōs juga menerangkan tindakan yang sopan, layak atau terhormat (Rm. 13:13; 1Tes. 4:12). Dari semua penggunaan ini dapat disimpulkan bahwa to euschēmōn di 1 Korintus 7:35 memiliki makna “apa yang sopan atau layak”.

Kata euparedron sangat jarang ditemukan. Kata ini hanya muncul sekali di Alkitab dan sekali di tulisan kuno abad ke-5 M. Kata euparedron terdiri dari eu = baik dan paredros = duduk di dekat. Ide yang mau disampaikan adalah kehadiran yang konsisten. Kata kerja yang berkaitan dengan euparedron, yaitu paredreuō, muncul di 9:13 untuk tindakan “melayani” (KJV “menunggu”; ESV/NIV/RSV “melayani”; NASB “menunggui secara teratur”) mezbah. Para penerjemah biasanya menerjemahkan [to] euparedron di 7:35c dengan “ibadah” (devotion). Penerjemah LAI:TB tampaknya lebih memilih “pelayanan” (melayani Tuhan, bdk. NLT). Manakah yang lebih tepat antara “ibadah” dan “pelayanan”? Menilik definisi “memperhatikan perkara Tuhan” di ayat 32b dan 34b, kita sebaiknya memahami [to] euparedron secara lebih luas. Ini tidak terbatas pada ibadah di Hari Minggu atau bentuk pelayanan tertentu di gereja. Ini tentang keseluruhan hidup kita yang berfokus pada Tuhan.

Jadi, terjemahan “ibadah” atau “pelayanan” yang dipakai dalam berbagai versi modern tidak boleh dipahami secara sempit. Penggunaan artikel to untuk euschēmōn maupun euparedron menunjukkan bahwa keduanya dianggap sebagai satu kesatuan. Kehidupan yang baik dan ibadah yang konsisten sama-sama ditujukan kepada Tuhan (tō kuriō). Keduanya sama-sama harus ada dalam kehidupan orang Kristen. Keduanya bukan pilihan. Orang yang beribadah kepada Tuhan pasti akan menunjukkan bukti tentang hal itu melalui kehidupan yang baik. Sebaliknya, kehidupan yang baik harus bersumber dari fokus hidup yang Kristosentris. Penekanan yang ingin disampaikan Paulus bukan hanya terletak pada melakukan tindakan yang baik maupun ibadah kepada Tuhan. Intinya terletak pada kata “tanpa gangguan” (LAI:TB/KJV/NASB) atau “tidak terbagi” (ESV/NIV/RSV). Semua orang Kristen sudah seharusnya menunjukkan praktik hidup yang baik dan ibadah keada Tuhan, namun orang yang tidak menikah memiliki kesempatan yang besar untuk melakukan dua hal itu tanpa gangguan. Dalam teks Yunani kata yang dipakai untuk “tanpa gangguan” atau “tidak terbagi” adalah aperispastōs. Dalam Alkitab kata ini hanya muncul sekali. Bagaimanapun, Alkitab memberikan contoh konkrit orang yang terganggu/terbagi perhatiannya untuk hal-hal lain yang kurang penting. Lukas 10:40 “Marta sibuk sekali melayani”. Kata “sibuk” di sini adalah perispaomai yang seharusnya diterjemahkan “terganggu” (ESV/NIV/NASB/RSV/NLT).

Berbeda dengan Marta terganggu (perispaomai), Paulus ingin agar setiap orang Kristen dapat memfokuskan diri kepada Tuhan tanpa terganggu (aperispastōs). Para penafsir biasanya mengaitkan aperispastōs dengan ajaran dalam filsafat Cynic (gaya hidup yang bebas dari kebutuhan sosial dengan cara mengemis dan hidup semiskin mungkin). FIlsafat ini tidak menganggap perkawinan sebagai sebuah dosa. Perkawinan bahkan dilihat sebagai tugas sipil yang diemban oleh sebagian besar laki-laki. Bagaimanapun, perkawinan tidak diijinkan bagi mereka yang sudah memberikan diri secara khusus untuk menjalankan misi filsafat Cynic. Perkecualian diberikan kepada mereka yang istrinya mau berkomitmen bagi filsafat ini. Tujuan dari pembatasan ini adalah supaya mereka yang belajar filsafat Cynic tidak terganggu (aperispastōs).

Dalam tradisi kerabian Yahudi juga terdapat ajaran yang hampir sama. Mereka yang mau belajar secara khusus kepada seorang rabi yang tinggal di tempat lain, orang itu dilarang membawa isteri. Tujuannya adalah supaya ia bisa berkonsentrasi dalam belajar. Perbedaan esensial antara Paulus dengan penganut filsafat Cynic maupun para rabi terletak pada tiga hal: ruang lingkup, fleksibilitas, dan objek konsentrasi. Dari sisi ruang lingkup, Paulus tidak membatasi nasehatnya kepada para rohaniwan saja. Nasehat ini berlaku untuk semua orang Kristen. Dari sisi fleksibilitas, Paulus tidak mengharuskan siapa pun untuk menganut cara hidup selibat. Yang dipentingkan bukan menikah atau tidak menikah, melainkan terganggu atau tidak. Jika ada orang yang tidak menikah namun terganggu oleh dorongan seksual, maka orang itu lebih baik menikah saja (7:9). Dari sisi objek konsentrasi, fokusnya terletak pada diri Tuhan secara langsung, bukan doktrin (betapapun doktrin itu memang penting) maupun aktivitas keagamaan tertentu (walaupun kerohanian pasti mencakup aktivitas keagamaan tertentu). Yang dipentingkan adalah keseluruhan hidup yang berfokus kepada kedatangan Kristus. #




Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 23 Agustus 2009
http://www.gkri-exodus.org/image-upload/1Korintus%2007%20ayat%2035.pdf