14 May 2007

SIAPAKAH KRISTUS YANG NAIK KE SURGA ? (oleh : Pdt. DR. STEPHEN TONG)

SIAPAKAH KRISTUS YANG NAIK KE SURGA?

oleh : Pdt. DR. STEPHEN TONG

Artikel ini disarikan dari Kotbah Pdt. Dr. Stephen Tong di GRII Jakarta




Dalam Mazmur 24:7-10, kita membaca ada pintu kekekalan, dan pintu kekekalan itu dibuka, menyambut seorang pemenang untuk selama-lamanya. Di Vatikan, di dalam gereja Basilica of Saint Peter, ada pintu yang hanya boleh dibuka satu kali dalam 50 tahun. Pada waktu mereka membuka pintu itu, kadang-kadang mereka membaca ayat ini. Mereka menganggap itu merupakan suatu upacara yang agung sekali. Sebenamya pintu itu tidak mempunyai makna terlalu berarti dibandingkan dengan ayat-ayat yang tercantum di sini.
'Semua pintu gerbang, terbukalah!' Untuk siapa pintu yang kekal dibuka? 'Untuk raja yang pernah berperang di dalam medan peperangan.' Siapakah raja yang pernah menang perang di medan peperangan? 'Yaitu yang diutus oleh Yehovah, yang menjadi Tuhan di atas segala sesuatu.'
'Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang! Dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad supaya masuk Raja Kemuliaan!' Siapakah dia itu Raja Kemuliaan? 'Tuhan semesta alam, Dialah raja semesta alam, Dia Raja Kemuliaan!'
Tapi Dia pernah datang, pernah dicobai, pernah diberikan kesempatan untuk berjuang, untuk bertarung dengan kuasa-kuasa kejahatan; Iblis berusaha untuk meremukkan Dia; Iblis berusaha menjatuhkan Dia, tetapi Kristus naik ke surga. Ini membuktikan bahwa Dia adalah Raja yang mulia, Raja yang menang; Raja yang pernah bertempur di dalam medan pertempuran rohani menggantikan engkau dan saya.
'Hai pintu gerbang, gerbang yang mulia, pintu yang kekal, bukalah! Angkatlah kepalamu, bukalah pintumu menyambut Yesus Kristus sebagai yang menang!'
Di dalam Pengakuan Iman Rasuli tertulis: 'Dia naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa.' Bagian ini jangan dimengerti sebagai suatu lokasi atau semacam pengertian secara tata ruang. Jikalau Yesus betul-betul berada di sebelah kanan, artinya ada lokasinya. Bukankah ini juga berarti bahwa Bapa berada di sebelah kiri Yesus? Kalau begitu, arti seperti ini akan membuat kita kurang jelas tentang apa arti rohaninya. Jikalau Bapa berada di kiri, lalu Yesus di kanan, yang mana yang lebih besar?Yang di kanan atau yang kiri? Lalu, Roh Kudus akan berada di mana? Dan sebagainya. Itu tidak akan ada habisnya.
Seperti juga kita membaca bahwa Lazarus berada di dalam pangkuan Abraham. Apakah Lazarus betul-betul dipangku Abraham? Kalau ya, waktu kita datang, Lazarus akan menjadi penyek, bukan? Pengertian tempat seperti itu mempunyai arti rohani yang jauh lebih dalam.
Di dalam pemikiran Kitab Suci, tempat kanan mempunyai tiga arti:
Arti pertama, Yesus Kristus adalah orang yang sudah diterima dengan suka hati oleh Tuhan Allah. Ini adalah delighted decision. Suatu tempat yang diterima dengan baik, tempat yang diberikan karena yang memberi begitu senang kepada Dia. Kristus adalah Anak kesayangan Bapa. 'Dengarlah Dia! Dengarlah Anak yang Aku suka ini.' Itu arti yang pertama.
Arti kedua, tempat sebelah kanan berarti tempat pemenang. Setelah orang yang bertempur dalam medan peperangan pulang, ia diberikan tempat di sebelah kanan oleh raja. Jenderal yang menang, jenderal yang begitu penting, duduk di sebelah kanan. Yesus Kristus menjadi pemenang di dalam medan peperangan. Itu sebabnya Ia duduk di sebelah kanan Bapa.
Ketiga, tempat kanan berarti tempat penguasa. Tuhan memberikan kekuatan kepada Dia, memberikan kuasa kepada Dia, mandat yang melampaui segala surga dan bumi. Itulah kuasa yang diberikan kepada Yesus Kristus.
Puji Tuhan! 'Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang! Dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan. Siapakah Dia, Raja Kemuliaan itu?' Itulah Tuhan semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan.
Bagian kedua diambil dari Matius 28:18 dst. Yesus Kristus bukan saja seorang pemenang, tapi Dia naik ke surga. Pada waktu Dia naik ke surga, Dia memberikan suatu amanat yang paling agung kepada semua orang yang mengikuti Dia.
Pada jaman reformasi, orang-orang reformasi, khususnya orang-orang yang berada di Jenewa, menganggap amanat agung hanya diberikan kepada rasul-rasul pada waktu itu. Ini merupakan suatu kelemahan yang besar yang mengakibatkan kira-kira selama dua abad orang-orang reformasi, orang-orang lutheran, selain mengerjakan pekerjaan penggembalaan di Eropa mereka tidak mengutus orang ke luar untuk mengabarkan Injil. Karena kesalahan tanggapan itu, akhirnya menjadikan gereja lemah di dalam penginjilan.
Tetapi lambat laun Tuhan membangkitkan orang-orang untuk membawa kita kembali kepada visi yang benar, bahwa penginjilan itu bukan tugas gereja mula-mula saja, tetapi tugas segala jaman. Penginjilan bukan sudah tidak ada, tetapi ada pada setiap jaman. Para rasul memang sudah tidak ada, para nabi juga sudah tidak ada, yang ada hanya fungsi-fungsi kerasulan, fungsi-fungsi kenabian. jadi yang diutus dan yang mewakili Tuhan berbicara adalah fungsi yang masih berada dalam segala jaman. Maka kita harus menegaskan juga hal ini. Pengertian tentang kesadaran semacam ini akan mengubah dan akan menggugat kembali tugas kita terhadap dunia ini.
Yesus berkata, "Pergilah ke seluruh dunia dan jadikan segala bangsa murid-Ku." Ini merupakan suatu penanaman visi, semacam pikiran yang begitu besar kepada gereja. Di jaman yang tidak ada visi, jaman itu penuh dengan kekacauan. Gereja yang sudah kehilangan ketajaman melihat visi, di situ gereja menjadi tidak berdaya, tidak dinamis lagi. Tetapi kapan saja visi itu kembali dipertajam, visi itu sekali lagi menggugah hati manusia, dan mau tidak mau gereja menjadi gereja yang militan dan dinamis di dalam pelayanan.
Begitu banyak orang Kristen yang malas, begitu banyak orang Kristen yang imannya kendor, hidup rohaninya begitu sembarangan dan etikanya begitu tidak bertanggung jawab karena mereka sudah kehilangan ketajaman dan keinsyafan tentang visi dan mandat dari Tuhan! Tetapi puji Tuhan! Yesus bukan memberikan suatu kotbah dan amanat yang agung itu kepada mereka di tempat sembarangan. Mereka naik ke gunung dan di atas gunung itu Yesus mengutus mereka.
Pada waktu kita naik ke atas bukit, berada di tempat yang tinggi, kita akan melihat suatu dataran yang lebih besar, kita akan mempunyai pemandangan yang jauh lebih luas dan di situ Tuhan membentuk suatu pemikiran atau semacam wawasan yang luas bagi orang-orang yang mau mengabarkan Injil. Barangsiapa yang tidak mempunyai hati yang luas, barangsiapa yang tidak mempunyai pandangan rohani dengan wawasan yang luas, tidak mungkin mempunyai penginjilan yang kekuatannya lebih besar daripada pelayanan yang lain. Di sini kita melihat, gereja harus kembali mengikuti teladan dan menaati perintah Yesus Kristus.
Yesus yang naik ke surga; bukan hanya merupakan suatu catatan sejarah, tapi ini merupakan suatu amanat: Dia pergi dan tugas-Nya dikerjakan oleh engkau dan saya. Barangsiapa merayakan hari kenaikan, barangsiapa mengingat Kristus naik ke surga, dia juga harus ingat apa pesan Yesus sebelum Ia pergi.
Pesannya adalah: 'Pergilah ke seluruh dunia, jadikan segala bangsa murid-Ku. Apa yang Aku katakan kepadamu ajarkanlah mereka, supaya mereka menjalankannya dan engkau yang mengabarkan Injil akan Kusertai, sampai kesudahan, sampai selama-lamanya!'
Yang ketiga, kita akan melihat apa yang dikaitkan dengan kenaikkan Yesus ke surga. Dalam Yohanes 16:7-8, tertera suatu perjanjian yang lebih penting lagi. Jikalau Yesus Kristus, yang sudah memberikan suatu perintah untuk pergi mengabarkan Injil ke seluruh dunia hanya membiarkan pengikut-pengikut-Nya dengan keadaan yang begitu sulit, dengan penganiayaan-penganiayaan yang kejam, yang ganas dan tidak berprikemanusiaan, maka bukankah Tuhan juga adalah Tuhan yang meletakkan kewajiban dan pergi melarikan diri? Tetapi bukanlah demikian. Alkitab mengatakan: 'Aku pergi justru berfaedah besar bagimu. Aku pergi untuk kamu, karena jikalau Aku tidak pergi Roh Kudus tidak turun: Di sini Yesus Kristus mengaitkan kenaikkan-Nya ke surga dengan rencana yang berkesinambungan di dalam konsistensi pikiran Tuhan Allah yang kekal.
Allah, bukanlah Allah yang tidak berprogram. Allah, adalah Allah yang mempunyai program yang tertinggi. Allah, adalah Allah yang mempunyai cara berorganisasi dan mempunyai cara pemikiran dan jadwal yang paling tepat. Itu sebabnya Tuhan berkata:'Jikalau Aku tidak pergi, tidak ada faedahnya bagimu, tetapi jikalau Aku pergi itu akan mendatangkan keuntungan bagimu, sebab setelah Aku pergi akan dikirim Roh Kudus, turun dan menyertai serta menjadi penghibur bagimu.' Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, Raja pemenang.
Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, yang mengutus kita mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Siapakah Kristus yang naik ke surga? Kristus yang naik ke surga adalah Kristus, yang bersama dengan Bapa mengutus Roh Kudus menjadi pendamping bagi gereja.
Jikalau kita melihat ke dalam abad pertama, kita mengetahui bahwa orang Kristen bukan saja minoritas, orang Kristen berada di kalangan bawah. Yang menjadi orang Kristen kebanyakan adalah: budak, nelayan, orang miskin, orang di pasar dan sedikit sekali pejabat-pejabat tinggi, konglomerat atau orang-orang yang penting di dalam masyarakat yang.beriman kepada Yesus Kristus. Dari antara 12 murid Yesus, kita melihat begitu banyak nelayan, yang Yesus panggil. Pengaruh mereka mulai dari grass-root, mulai dari lapisan yang paling bawah sekali. Yesus menjadi teman, menjadi kawan dari pemungut cukai, dari orang-orang berdosa; Ia menerima orang-orang yang dibuang oleh masyarakat.
Melalui kira-kira 300 tahun, kita melihat pengaruh kekristenan sudah mengakibatkan Raja Konstantin akhirnya harus berlutut di hadapan Yesus dan mengaku Dia sebagai Tuhan. Di sini kita melihat di dalam 300 tahun permulaaan itu, gereja mengalami penganiayaan, pengucilan, dibunuh, disiksa. Begitu banyak martir yang mati mengalirkan darah, mati syahid bagi kepercayaan dan iman kekristenan yang mereka yakini.
Siapakah yang memberikan kekuatan? Bagaimana mereka bisa bertahan, kecuali ada kuasa yang tidak kelihatan, ada penolong yang setiap saat berada dengan mereka, yang mempunyai kuasa ilahi, yang berada di tengah-tengah mereka? Siapakah Dia? Dia adalah Roh Kudus.
Maka Yesus berkata, "Aku harus pergi. Aku pergi, maka Dia akan datang. Aku pergi dan bersama dengan Bapa mengirim Roh Kudus agar turun ke atas kamu. Roh Kudus turun ke atas kamu, maka kamu akan berkuasa."
Berkuasa atas apa? Berkuasa untuk tahan menderita. Berkuasa atas apa? Berkuasa untuk dapat tahan penganiayaan. Berkuasa atas apa? Berkuasa agar di dalam segala kesulitan tetap memegang imanmu.
Di dalam Perjanjian Lama dan di dalam masyarakat sekarang umumnya mengerti kuasa Allah dengan penolongan dan dengan suatu kelancaran hidup dan pemberian berkat secara materi atau jasmani. Tetapi kuasa yang kita lihat dalam Perjanjian Baru setelah Kristus naik justru sama sekali terbalik. Kalau Tuhan berkuasa, kenapa tidak menyembuhkan saya?Kalau Tuhan berkuasa kenapa tidak menyertai? Kalau Tuhan berkuasa, kenapa situasi politik dan situasi ekonomi begitu jelek? Kalau Tuhan berkuasa, mengapa Nero saja bisa menganiaya rasul? Bisa memaku mati Petrus secara terbalik? Di mana kuasa Tuhan?
Justru iman kekristenan mengerti kuasa dari kerajaan Tuhan secara antitesis. Di dalam penganiayaan, di dalam kesulitan, di dalam desakan, di dalam kesempitan, di dalam segala sesuatu: kesulitan, sengsara, penderitaan politik, ekonomi dan apapun juga, iman orang Kristen tidak berkompromi, orang Kristen tidak menyerah kepada musuh. Itulah kuasa dan itu namanya kuasa Roh Kudus.
Saya sangat takut kalau gereja sudah menjadi kaya sekali. Saya sangat takut kalau hamba Tuhan sudah diberikan segalakelonggaran, sehingga akibatnya mereka tidak lagi bersandar kepada Tuhan. Pada waktu gereja berada dalam kemiskinan, kesulitan; justru iman mempunyai kesempatan untuk dilatih, menjadi suatu kekayaan rohani. Tetapi pada waktu kita sudah mempunyai segala sesuatu, kita menjadi sangat miskin di dalam Iman.
Tuhan berkata, "Aku pergi dan Aku mengirim Roh Kudus. Roh Kudus mendampingi engkau, saat engkau diutus ke dalam dunia sebagai utusan Tuhan." Saya minta maaf jikalau saya harus memakai suatu kalimat: itu adalah pengutusan yang paling kejam dalam sejarah. Jangan heran jikalau ada orang Kristen dibunuh. Jangan heran kalau gereja dianiaya. Jangan heran kalau kadang-kadang kita dibiarkan miskin dan sulit luar biasa. Jangan ngomel, jangan heran, karena itu cara pengutusan dari Tuhan. 'Aku mengutus engkau seperti domba di tengah-tengah kawanan serigala! Bukankah itu hal yang paling kejam? Coba Saudara bayangakan, seekor domba yang begitu tersendiri dikelilingi oleh kawanan serigala yang begitu kejam. Serigala mempunyai gigi yang begitu tajam, mempunyai sifat yang begitu keras, kelompok yang begitu banyak kawannya. Domba hanya seekor. Itulah namanya utusan Tuhan. 'Aku mengutus engkau seperti domba di tengah-tengah serigala.'
Itu sebabnya saya minta maaf kalau saya katakan utusan Tuhan adalah utusan yang kejam. Tetapi tidak menjadi soal, jikalau domba itu mengerti bahwa Roh Kudus sedang diutus untuk.menyertainya. 'Aku pergi supaya Roh Kudus turun.' Inilah sudut ketiga yang kita lihat dari kenaikkan Yesus ke surga.
Siapakah Dia yang naik ke surga? Dia Raja yang menang di dalam pertempuran rohani. Siapakah Dia yang naik ke surga? Dia adalah Tuhan yang memberikan mandat kepada kita, amanat yang paling agung: mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Siapakah Yesus yang naik ke surga? Dia adalah yang mengutus Roh Kudus yang menjadi parakletos, menjadi penghibur, pendamping untuk kita.
Keempat kita membaca dalam Ibrani 4:14-16. Dalam ayat-ayat ini, dikatakan bahwa kita memiliki seorang Iman Besar yang sudah melintasi segala langit. Yesus naik ke surga bukan berarti dia menghilang dari bumi ini setelah ± selama 33 tahun berada di dunia. Atau seperti yang dikatakan oleh doketisme, hanya suatu dokaio saja, Dia hanya dibayang-bayangkan pernah datang ke dalam dunia, lalu hilang. Yesus, setelah Ia pergi, Ia naik ke surga, Ia melintasi segala langit. Ini merupakan suatu ajaran yang begitu besar.
Pada hari kenaikan ini, saya merenungkan, terus merenungkan tentang kenaikan Yesus Kristus. Lalu saya berkata, "Puji Tuhan! Agama lain tak pernah mempunyai seorang pendiri, tak pernah mempunyai seorang penghulu agama yang datang dari sana ke sini, juga tidak pernah ada yang dari sini ke sana dengan melintasi segala langit, kecuali Yesus Kristus. Mereka hanya membayangkan ada satu allah. Allah, yang belum pernah datang ke dunia. Allah, yang katanya mungkin dia yang mencipta, katanya dia menyelamatkan, dia mengampuni, dia satu-satunya, dia adalah rahmani, rahimi. Tapi mereka yang membayangkan allah berbeda dengan Yesus Kristus, yang adalah Allah yang pernah meninjau sendiri, pernah datang sendiri, pernah menyelamatkan kita, pernah hidup di tengah-tengah kita, pernah juga dengan mulut-Nya, memakai bahasa manusia memberikan pengajaran yang terindah di dalam sejarah kepada kita. Sesudah itu Ia pergi, setelah Ia menyelesaikan tugas di bumi.
Sewaktu kita mengenang Kristus, kita mengenang Allah yang pernah datang. Wujud-Nya begitu konkrit, begitu sungguh-sungguh intim hubungan Tuhan dengan kita. Dalam bagian Firman ini dikatakan suatu kalimat yang begitu menyentuh: kita bukan mempunyai seorang Imam yang tidak mengerti segala kelemahan kita. Saya percaya di dalam hidup setiap orang, sedalam-dalamnya ada keluhan kesusahan hidup dalam dunia. Baik engkau orang kaya atau engkau orang miskin, baik engkau orang sukses atau orang yang penuh dengan kegagalan, baik engkau yang kelihatan mempunyai materi yang begitu besar, begitu banyak, atau mereka yang selalu mengejar hanya untuk menyambung hidup saja.
Siapapun mempunyai keluhan akan hal yang begitu sulit, mempunyai air mata sedalam-dalamnya di dalam hatinya. Saya ingin bertanya, siapakah yang sungguh-sungguh mengerti setiap orang? Suami ingin dimengerti oleh isteri. Tapi justru isteri ingin dimengerti oleh suami! Kekuatan kita untuk mengerti dan kemampuan kita untuk mau mengerti dibandingkan dengan kebutuhan kita untuk dimengerti, selalu tidak seimbang.
Adakah yang mengerti? Ada! Yesus Kristus. Dia pernah datang. Dia pernah dilahirkan di dalam tempat binatang. Dia pernah. diejek oleh bangsanya sendiri. Dia pernah seorang diri mengalami puasa 40 hari dan dicobai oleh iblis. Dia pernah menanggung berat. Dia pernah menderita, berkorban emosi, berkorban perasaan. Yesus Kristus mengerti segala kelemahan kita. Dia mengerti karena Dia sama seperti kita. Dia merasakan segala pengalaman kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai tetapi Ia tidak berbuat dosa.
Yesus yang telah naik ke surga menjadi Imam Besar. Iman besar ini adalah imam yang membawa kesulitan kita kepada Allah yang sulit kita capai. Ia juga membawa anugerah dari Allah kepada kita, anugerah yang tidak layak kita terima.Inilah pekerjaan Imam! Imam yang berada di tengah-tengah yang hidup dan yang mati. Imam yang berada di tengah-tengah yang tidak kelihatan dan yang kelihatan. Imam berada di tengah-tengah Allah dan manusia. Kristus adalah pengantara yang menjalankan tugas imam, sekaligus Ia adalah korban. Di sini perbedaan imam yang berada di dalam sejarah orang Yahudi dibandingkan dengan Imam yang paling besar, Yesus Kristus, bagi gereja-Nya. Karena imam-iman yang lain itu tidak menjadi korban. Mereka mengkorbankan korban, mereka mempersembahkan korban dan mereka sendiri bukan korban. Yesus Kristus adalah Iman Besar yang sekaligus menjadi korban.
Kalimat manusia bagaimanapun tidak akan sempat, tidak akan cukup dan tidak akan layak untuk mengungkapkan betapa agungnya, betapa besarnya cinta kasih Tuhan: Imam Besar yang sekaligus korban. Ia mempersembahkan diri, dengan roh-Nya yang kekal, dengan darah-Nya yang suci tidak bercacat cela untuk membersihkan kita dan menjadikan kita milik-Nya yang dilayakkan untuk berdamai dengan Tuhan Allah. Inilah Imam kita. Dan inilah bagian keempat yang kita lihat.
Kita akan bersama-sama melihat lagi dalam Ibrani 7:24-25. Di sini kita melihat bahwa Yesus Kristus mempunyai pekerjaan lain setelah Ia naik ke surga. Berlainan dengan imam-imam yang lain, yang tugasnya terputus-putus karena kematian mereka. Mereka tidak mempunyai kekekalan. Yesus Kristus mempunyai hidup yang tidak berkebinasaan.
Dalam ayat 26, dikatakan bahwa Yesus Kristus mempunyai tingkatan yang tertinggi dan Yesus Kristus menjadi pengantara untuk berdoa syafaat bagi kita masing-masing. Dalam pasal 7, ayat 27-28 serta pasal 9, ayat 27-28, terlihat di sini bahwa Dialah yang menanggung dosa kita dan yang menjadi pengantara yang berdoa syafaat bagi setiap orang yang percaya kepada Dia.
Siapakah Kristus? Dia pemenang, bukan? Siapakah Kristus? Dia pengutus, bukan? Siapakah Kristus? Dia yang memberikan Roh Kudus kepada kita. Siapakah Kristus? Dia yang berdoa bagi kita dengan pengertian, karena Ia sendiri pernah datang ke dalam dunia ini. Bukan saja demikian. Siapakah Yesus Kristus? Yesus Kristus juga menyiapkantempat bagi kita.
Kita baca dari Injil Yohanes 14:1-4: 'Aku pergi untuk menyediakan tempat bagimu. Jikalau Aku tidak pergi tidak ada yang menyediakan tempat bagimu dan jikalau Aku sudah menyediakan tempat bagimu Aku pasti akan datang kembali lagi. Di mana Aku ada disana pun engkau akan berada!
Adakah penghiburan yang lebih besar dari ini? Tidak ada. Adakah seorang Juruselamat seperti Kristus? Tidak ada. Dialah satu-satunya dan Dialah yang paling sempurna di dalam menyediakan segala sesuatu bagi umat-Nya. 'Di jalan itu Aku pergi. Jalan satu-satunya dan engkau tahu juga.'
Pada waktu Filipus bertanya kepada Dia, "Hai Guru, tunjukan jalan itu kepada kami. Maka Yesus Kristus dengan menggelengkan kepala-Nya bertanya, "Sudan sekian lama engkau mengikut Aku, engkau masih belum tahu dimana jalan itu? Dengan sesungguh-sungguhnya Aku berkata kepadamu: "Akulah jalan, Akulah kebenaran dan Akulah hidup."
Saya membagi ketiga titik, ketiga butir ini menjadi satu gambaran tentang seluruh dunia: di dalam filsafat, di dalam kebudayaan agama dan di dalam bijaksana, segala sesuatu yang paling kristalisasi di dalam dunia mental manusia.
'Akulah jalan, Akulah kebenaran.' Mengapa Yesus mengatakan: 'Akulah jalan?' Karena di dalam agama semua mencari jalan. Itulah yang dibutuhkan oleh orang di Timur. 'Akulah kebenaran.' Mengapa Yesus menyatakan kebenaran diidentikkan dengan diri-Nya? Karena manusia di Barat mencari filsafat dan ingin mengetahui kebenaran dan Yesus mengisi kebutuhan itu. Pada waktu Yesus mengatakan: 'Akulah jalan', Ia sedang menunjukkan kepada orang Timur yang mau mendapatkan jalan di dalam agama. Ia berkata, " The way is not there. The way you are seeking is not in religion, but in me, in my life." 'Akulah jalan, Akulah kebenaran'
Yesus telah mengajak, baik dunia Timur maupun dunia Barat dan Ia menyimpulkan dengan satu kalimat, "Akulah hidup yang tidak ada pada agama-agama, tidak ada pada filsafat-filsafat dan sistem epistemologi dunia; Karena semua pendiri agama akhirnya mati di tengah-tengah usahanya mencari jalan, semua filsuf akhirnya mati di tengah-tengah usahanya mencari kebenaran. Dan Kristus akhirnya berkata, "Jalan itu dimana? Akulah jalan itu. Kebenaran itu di mana? Akulah kebenaran itu. Dan Aku adalah hidup."
Ini adalah solusi satu-satunya. The only solution, the only answer, for seeking the truth in way thruth philosophy, religion, culture and human wisdom concluded only in Jesus Christ, the truth revelation of God in human form. Puji Tuhan! Dia adalah pernyataanAllah yang berbentuk manusia, yang telah menyimpulkan segala sesuatu yang sedang digumuli dan dicari agama maupun filsafat.
Paul Tiliich seorang teolog besar mengatakan, munculnya Yesus di dalam sejarah harus menghentikan usaha dari semua agama mencari hal apapun yang paling berharga yang mereka inginkan. The revelation of Christ, the appearance of Chrsit in history is to cease off the effort of seeking truth and way in religions. Puji Tuhan!
'Akulah jalan, dan jalan itu bukan dari sini ke sana, jalan itu adalah dari sana ke sini. Akulah yang menghampiri manusia.'
Adalah mustahil manusia dengan usaha dan kekuatan sendiri pergi kepada tahta Allah, karena Ia suci dan engkau berdosa, Ia kekal dan engkau sementara. Bagaimana dari suatu yang terbatas, yang dicipta, yang bisa rusak, dapat menghampiri Tuhan yang tidak terbatas, yang kekal? Itu tidak mungkin. Kecuali hanya dari tahta yang tidak terbatas, yang kekal, yang tidak bisa rusak, rela mengirim turun, lalu rela pergi kembali untuk menjadi jaminan kita.
Kalau agama-agama lain adalah one way traffic in human effort, jalan yang hanya satu arah dari usaha manusia, kekristenan percaya kepada suatu sistem keselamatan.yang adalah two way traffic which initiative from God and assured in the term of God. Kita percaya pada sistem dua jalur dari sana telah ke sini dan membawa kita dari sini ke sana, dan dijamin di dalam segala kekuatan yang kekal di dalam tahta Tuhan. Puji Tuhan!
'Aku pergi untuk menyediakan tempat bagimu. Aku pergi untuk mempersiapkan segala sesuatu bagimu dan Aku akan datang kembali untuk menyambut engkau sebagai seorang mempelai lelaki yang akan menyambut mempelai perempuan.' Gereja harus siap sedia, gereja harus mempersiapakan diri senantiasa dengan tidak menodai, tidak mencemari tubuh Kristus; Yaitu gereja yang disiapkan untuk menjadi mempelai perempuan Kristus, yang akan bersatu dengan kita di dalam cinta kasih yang paling inti yang digambarkan dalam hubungan suami isteri.
Ia akan datang kembali dan Ia telah menyediakan tempat bagi kita. Ia berkata, "Di mana Aku berada, engkau pun akan berada."
Bagian terakhir kita baca dari Kisah Para Rasul 1:9-11. 'Hai orang Galilea, mengapa engkau melihat seperti ini? Ingatlah, Yesus yang kau lihat diangkat ke surga, akan datang dengan cara yang sama, kembali ke dalam dunia ini.'
Seluruh Kitab Suci mempunyai suatu konsistensi, mempunyai suatu hubungan organis yang begitu erat, sehingga tidak bisa dipisah-pisahkan sembarangan, kecuali oleh mereka yang sengaja atau mereka yang tidak mengerti.
Di dalam seluruh Kitab Suci kita melihat rencana Allah yang sudah terbentuk begitu sempurna. Yesus Kristus naik ke surga bukan karena Ia melarikan diri. Ia tidak menyembunyikan diri. Ia pergi dengan tugas. Ia pergi dengan rencana Allah yang sudah ditetapkan dan itu bukan akhir, itu bukan titik yang terakhir. Itu merupakan suatu janji bahwa suatu hari kelak Ia akan datang kembali dengan cara yang sama, kembali ke dalam dunia.
Saya membayangkan orang-orang Galilea: Petrus, Yohanes, mereka yang sudah terbiasa didampingi oleh Yesus, mereka yang kalau ada kesulitan langsung beralih kepada Yesus. 'Bagaimanakah Tuhan, bagaimanakah Guru cara-Mu menangani kesulitan ini?' Mereka sudah terbiasa disertai, ditolong dan berada bersama dengan Yesus Kristus. Tetapi sekarang di dalam hidup mereka, pertama kalinya meraka sadar bahwa Yesus tidak selamanya berada di samping mereka. Yesus harus pergi dan mereka harus menghadapi dunia secara faktual, menghadapi dunia ini dengan segala sesuatu yang tidak terlalu bersahabat dengan orang Kristen. 'Akan bagaimana perlakuan Herodes terhadap kita? Akan bagaimana Pilatus terhadap kita? Dan bagaimana prinsip Kaisar dan potitikus politikus Romawi? Dan jika berganti gubernur yang lain, akan bagaimana? Kami tidak tahu.'
Mereka hanya tahu Yesus pergi. 'Lalu 3½ tahun yang lampau itu, mimpikah? Itu janji kosongkah? Itu suatu hal yang menjadi catatan sejarahkah? Atau itu suatu kesempatan yang belum pernah ada dalam sejarah, sehingga kami sendiri memiliki. Tetapi kalau Tuhan sudah pernah turun, kenapa pergi lagi? Kalau Dia sudah menyertai, kenapa naik lagi? Setelah naik, lalu bagaimana?'
Kenaikan Yesus Kristus memaksa mereka harus memikirkan pertangungjawaban iman mereka, respon mereka kepada setiap kalimat nubuat yang pernah diucapkan oleh Yesus. Mereka harus mempertanggungjawabkan bagaimana mereka meresponi, bagaimana mereka beriman, bagaimana mereka mengaplikasikan setiap kalimat nubuat yang pernah diucapkan waktu Yesus ada di dunia.
Kadang-kadang saat papa dan mama ada, kita tidak menghargai mereka. Sampai Tuhan memanggil papa kita pulang, memanggil mama kita pulang baru kita mulai sadar, baru kita kalang kabut. 'Sekarang.kita harus bagaimana menghadapi hidup di dalam dunia ini? Baru kita ditantang untuk berpikir kembali: dulu papa pernah berkata kalau menghadapi orang yang begini harus bagaimana?' Sekarang mulai mengingat-ingat. Sama persis dengan keadaan pada waktu Yesus naik ke surga.
Waktu Yesus naik ke surga Ia berkata, "Aku akan mengirim Roh Kudus untuk mengingatkanmu kembali akan perkataan-perkataan yang sudah pernah Aku katakan kepadamu."
Itu sebabnya Saudara-saudara, tantangan respon, tantangan tanggung jawab, tantangan berdikari, tantangan gereja menjadi wakil Tuhan di dalam dunia, bagaimana memuliakan Tuhan, bagaimana merefleksikan segala moral kesucian, keadilan, cinta kasih Allah dalam jaman ke jaman; Ini menjadi tugas gereja.
'Hai Orang Galilea, untuk apa melihat terus ke awan? Hai Orang Galilea, mengapa melihat terus ke langit? Yesus yang pernah beserta denganmu, Yesus yang pernah kau sakslkan pelayanan-Nya, sekarang sudah naik ke surga dan akan datang kembali.'
Setelah kita membaca enam bagian Kitab Suci yang begitu penting ini, kita akan melihat; Jikalau kita sungguh-sungguh menunggu Yesus Kristus datang kembali, jikalau kita, sunggah-sungguh mengharapkan Yesus Kristus datang kembali, maka ada dua hal pentlng yang harus kita kerjakan.
Pertama, kita harus mengabarkan Injil kepada sesama. Tidak ada jalan lain. Ini merupakan keikhlasan orang yang menantikan kedatangan Yesus Kristus. Jikalau Injil ini dikabarkan ke seluruh dunia, maka hari itu akan tiba. Berarti sebelum Injil dikabarkan kepada segala bangsa, segala suku, segala sudut, Kristus tidak akan kembali.
Saya betul-betul salut, sedalam-dalamnya dari dalarn hati saya kepada orang di Wiclyfe Bible Translation Association, orang berada di dalarn lembaga Alkitab yang khusus menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa yang terpencil di daerah-daerah yang dilupakan oleh manusia. Kepada mereka yang pergi ke tempat yang begitu terpelosok, begitu dalam, begitu sulit dicapai, di pegunungan, di pedesaan., Saya salut melihat mereka.
Saya berdoa dan mengajak kita semua supaya menjadikan gereja kita gereja yang mau mendukung penginjilan, gereja yang menghasilkan penginjil, gereja yang mengerti makna Injil dan gereja yang mau melibatkan diri ke dalarn penginjilan misi seluruh dunia. Menunggu Yesus datang kembali dengan hati yang sungguh-sungguh ikhlas haruslah dengan kita menunjang dan melibatkan diri ke dalarn penginjilan.
'Hai Orang-orang Galilea, mengapa melihat seperti ini? Mengapa terus menengadah ke langit? Memang Yesus sudah naik, tapi tugasmu bukan memandang Dia, tetapi pergi ke dunia mengabarkan Injil!'
Kedua, orang yang sungguh-sangguh menanti kedatangan Yesus Kristus adalah mereka yang menjaga hidup dalam kesucian. Hidup di dalam kesucian, berarti kita terus memelihara diri kita supaya pada waktu Ia datang kembali kita sudah siap, boleh menerima Dia dan boleh diterima oleh Dia. Barangsiapa yang menaruh pengharapan semacam ini kepada Dia, biarlah ia membersihkan dirinya! Ini adalah perintah dari Yohanes di dalam 1 Yohanes pasal 3. Barangsiapa yang menaruh pengharapan kepada kedatangan Kristus biarlah ia menjaga dirinya, memelihara kesucian dan menunggu di dalam doa akan kedatangan Yesus Kristus.
Terakhir kita akan membaca ayat terakhir dari seluruh Kitab Suci, yaitu dalam Wahyu 22:20-21. Ayat terakhir dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, diakhiri dengan kutukan. Ayat terakhir dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, diakhiri dengan berkat.Ia dalam ayat 20, siapakah ini? Ia, yang memberikan kesaksian tentang semuanya ini berfirman. Jadi, Yesus Kristus berkata: 'Ya, Aku datang segera. Aku akan datang kembali secepat mungkin.! 'Amin. Datanglah Tuhan Yesus.' Atau terjemahan lain: 'Oh Yesus, aku mengharapkan Engkau datang.' Yesus berkata, "Ya, aku datang segera." Gereja menjawab, "Amin. Kami menunggu kedatangan-Mu."
Kiranya Tuhan memberkati kita masing-masing di dalam hidup kita sebagai orang Kristen di dunia. Kita mengingat Dia naik ke surga. Kita kembali menyadari Ia pemenang, Ia pemberi Roh Kudus, Ia pendoa syafaat bagi kita, Ia mengerti kesengsaraan kita, Ia menyediakan tempat di sorga bagi kita, Ia akan datang kembali dan kita bersedia untuk menanti kedatangan Tuhan kedua kalinya.

Sumber: Majalah MOMENTUM No. 40 - Juli 1999

Refleksi Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga 2007 : KENAIKAN TUHAN YESUS KE SURGA, KERAJAAN ALLAH DAN PENGINJILAN (Denny Teguh Sutandio)

Refleksi Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga 2007

Kenaikan Tuhan Yesus ke Surga, Kerajaan Allah dan Penginjilan

oleh : Denny Teguh Sutandio



Nats : Kisah Para Rasul 1:1-11


Kitab Kisah Para Rasul ditulis oleh dr. Lukas, salah seorang murid Tuhan Yesus yang juga menulis Injil Lukas (Lukas 1:1). Kitab ini dimulai dari pernyataan Lukas kepada Teofilus tentang apa yang dikerjakan dan diajarkan Tuhan Yesus sampai pada hari kenaikan-Nya ke Surga yaitu memberikan perintah kepada para rasul-Nya melalui Roh Kudus (Kis. 1:1-2). Pada ayat 3, Lukas mencatat tentang kebangkitan Kristus yang disusul dengan 40 hari penyataan diri-Nya yang membuktikan bahwa Dia hidup sambil mengajar mereka tentang Kerajaan Allah. Selanjutnya, di ayat 4-5, Lukas mencatat perkataan Tuhan Yesus yang mengingatkan para rasul-Nya untuk tidak meninggalkan Yerusalem karena mereka harus menantikan janji Bapa yaitu menerima baptisan Roh Kudus. Setelah selesai mengatakan semuanya ini, Ia akan naik ke Surga. Tetapi sebelumnya, di ayat 6, mendadak, para rasul bertanya, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” Sebuah pertanyaan yang mengejutkan dari para rasul kepada Kristus. Mengutip pernyataan Pdt. Dr. Stephen Tong, Tuhan Yesus kalau boleh dikatakan “geleng-geleng kepala” setelah mendengar pertanyaan para rasul, karena menjelang kenaikan-Nya ke Surga dan setelah mendapatkan pengajaran selama 3 tahun ditambah “les privat” 40 hari setelah kebangkitan-Nya, mereka masih belum mengerti Kerajaan Allah. Kekonyolan mereka tidak berubah seperti pada saat Ia masih bersama dengan mereka dengan menganggap bahwa Kristus datang untuk mendirikan kerajaan duniawi (Matius 20:20-21). Konsep kerajaan Mesias sesungguhnya tidak dapat dimengerti karena mereka selalu mengharapkan kerajaan mesianik itu bersifat politis yang akan menghancurkan pemerintahan Romawi yang sedang menjajah mereka (Israel). Seringkali, di dalam keKristenan pun, hal serupa terjadi. Di dalam khasanah theologia Kristen, konsep kerajaan Allah duniawi dianut oleh para penganut premillenialisme (khususnya dispensasionalisme) di mana mereka mengajarkan bahwa di akhir zaman, Allah akan mendirikan kerajaan-Nya secara jelas/harafiah di Sion. Sehingga tidak heran, mereka mati-matian membela Israel bahkan rela mati demi Israel, karena mereka mempercayai bahwa Sion adalah tempat kedatangan Kristus yang kedua kalinya membangun Kerajaan Daud. Antusiasme mereka sama dengan antusiasme bangsa Israel yang tidak mengerti konsep Firman Tuhan secara menyeluruh.

Bagaimana respon Tuhan Yesus terhadap pertanyaan mereka ? Di ayat 7, Tuhan Yesus bersabda, “Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu, yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya.” Kata “masa” di dalam ayat ini dalam bahasa Yunaninya chronos yang berarti a space of time (=suatu jarak waktu) dan kata “waktu” di dalam bahasa Yunaninya kairos yang berarti set or proper time (=waktu yang diatur atau tertentu/tepat). Lalu, kata “kuasa” di dalam frase “ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya” diterjemahkan power dalam King James Version dan bahasa Yunaninya exousia yang artinya privilege (=hak istimewa). Ini berarti dengan jawaban di ayat 7, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa Kerajaan Allah yang kedua kali datang pada waktu tertentu atau jarak waktu yang hanya ditetapkan menurut hak istimewa Allah Bapa sendiri. Apakah ini berarti Tuhan Yesus tidak tahu ? TIDAK. Tuhan Yesus jelas tahu akan hal ini, tetapi melalui ayat ini, Ia mengajarkan bahwa kapan Kerajaan Allah yang kedua kali datang (berhubungan dengan waktu kedatangan Kristus yang kedua) bukanlah urusan para murid/rasul, sehingga mereka tidak perlu mempersoalkannya. Lalu, kalau mereka tidak mempersoalkan waktu kedatangan Kerajaan Allah yang kedua, apakah berarti para rasul-Nya hanya berdiam diri saja ? TIDAK. Di ayat 8, Tuhan Yesus melanjutkan pengajaran-Nya, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Yang seharusnya menjadi perhatian para rasul-Nya bukanlah tentang waktu kedatangan Kristus yang kedua, tetapi mandat penting di dalam menyongsong kedatangan-Nya yang kedua yaitu mandat Injil, memberitakan Injil kepada semua orang dengan kuasa Roh Kudus. Di dalam keKristenan, kita pun seringkali terjebak dengan ramal-meramal kapan Tuhan Yesus akan datang yang kedua kali, padahal hal itu tidaklah penting. Yang lebih penting daripada kegiatan ramal-meramal itu adalah menunaikan mandat yang Kristus perintahkan yaitu memberitakan Injil kepada semua orang. Momen kenaikan Tuhan Yesus ke Surga merupakan momen di mana kita sebagai anak-anak-Nya sekaligus murid Kristus harus memberitakan Injil sebagai wujud kesaksian iman kita.

Memberitakan Injil kepada siapa saja ? Di dalam ayat 8 ini, Kristus mengatakan bahwa para murid harus menjadi saksi-Nya di : pertama, Yerusalem. Yerusalem adalah tempat kediaman dan tempat tinggal mereka sehari-hari sebagai orang Yahudi. Yerusalem pula menjadi tempat di mana Kristus pernah dihakimi secara tidak adil, sehingga menjelang Kristus masuk ke tempat ini, Ia bersedih hati (Lukas 13:33-34 ; Matius 23:37-39). Tetapi justru di dalam tempat ini, para rasul harus bersaksi dan memberitakan Injil. Pertama-tama, Rasul Petrus yang mantan seorang pengecut dan penakut (karena telah mengkhianati Kristus sebanyak 3x), di hari Pentakosta ketika ia adalah salah satu rasul yang dipenuhi Roh Kudus, ia berani memberitakan Injil kepada orang-orang di luar dan akibatnya, 3000 orang yang bertobat dan menerima Kristus (Kisah 2:1-41). Rasul Paulus yang mantan seorang penganiaya keKristenan juga dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil kepada orang-orang Yahudi di Yerusalem (Kisah 9:28-29 ; 20:22-24 ; 21:15-22:22 ; 25:1-13). Ini membuktikan bahwa para rasul menunaikan apa yang Kristus perintahkan. Bagaimana dengan kita ? Kita yang berada di dalam zaman postmodern juga diperintahkan untuk memberitakan Injil pertama-tama kepada kerabat atau saudara atau keluarga kita yang masih belum mengenal Kristus. Sudahkah kita melakukannya ?
Kedua, selain di Yerusalem, Kristus juga memerintahkan para murid untuk menjadi saksi-Nya di Yudea. Yudea, menurut Ensiklopedia Alkitab Masa Kini-II (1995), adalah sebuah Kerajaan yang diperintah oleh Herodes (37-4 sM) meliputi seluruh Palestina dan beberapa daerah di sebelah timur Sungai Yordan. Selanjutnya, kata ini (“Yudea”) berarti kata sifat (‘bersifat Yahudi’) dengan gé (tanah/negeri) atau khora (negeri) (halaman 636). Kata ini muncul ketika Injil Matius 2:1 menunjuk Betlehem sebagai sebuah kota di wilayah/negeri/tanah Yudea. Berarti, pekabaran Injil juga harus dilakukan di Yudea, seperti yang dilakukan oleh Paulus (Kisah 26:20). Di dalam keKristenan, Yudea merupakan wilayah yang lebih luas dari sekedar kerabat, keluarga, atau saudara, yaitu orang yang belum kita kenal sama sekali. Kepada mereka yang belum kita kenal yang kita temui mungkin di mal, kampus, dll, kita perlu memberitakan Injil.
Ketiga, Samaria adalah wilayah ketiga yang Tuhan Yesus inginkan para rasul menjadi saksi. Samaria menurut Kamus Alkitab adalah ibukota Kerajaan Israel Utara sejak raja Omri (1 Raj. 16:24) di mana penduduk daerah ini dicampur dengan bangsa-bangsa lain, sehingga juga agama dicampur (2 Raj. 17:24-41). Penduduknya dibenci oleh orang-orang Yahudi karena adanya perbedaan agama dan kebiasaan (Yohanes 4:9). Di dalam peta, kota Samaria ini termasuk di dalam wilayah/negeri Israel, bukan di dalam wilayah Yudea. Di dalam kitab Kisah Para Rasul, Lukas mencatat Filipus memberitakan Injil di daerah ini (Kisah 8:5,25). Kota Samaria melambangkan bahwa keKristenan harus memberitakan Injil bahkan kepada musuh yang kita benci sekalipun yang tidak sependapat dengan kita. Dan terakhir, kita dituntut Tuhan Yesus untuk memberitakan Injil sampai ke ujung bumi. Melalui ayat 8 ini, kita dituntut Tuhan Yesus untuk menjadi saksi-Nya dalam menyongsong kedatangan-Nya yang kedua sama seperti yang telah dinubuatkan-Nya, “Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” (Matius 24:14) Selain itu, melalui ayat 8, Kristus ingin menyadarkan mereka bahwa perihal Kerajaan Allah bukan sesuatu yang spektakuler atau fenomenal, tetapi menyangkut perihal esensi dan sikap hati yang mau taat akan perintah-Nya. Ayat 8 juga masih berlaku bagi kita yang hidup di zaman postmodern untuk terus taat akan perintah-Nya sambil menyongsong kedatangan-Nya yang kedua dengan memberitakan Injil untuk menggenapkan Kerajaan Allah yang sudah, sedang dan akan ada kelak.

Setelah memerintahkan para rasul-Nya untuk menjadi saksi-Nya, Kristus terangkat ke Surga dan para murid menyaksikannya (Kisah 1:9). Ketika mereka sedang asyik menyaksikan peristiwa terangkatnya Kristus, tiba-tiba 2 malaikat Tuhan berdiri dan mengatakan, “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” (Kisah 1:11). Kembali, ayat 11 ini merupakan suatu peringatan dan hubungan antara kenaikan Kristus ke Surga dengan kedatangan-Nya yang kedua kalinya. Kenaikan-Nya ke Surga menjadi jaminan bahwa Dia akan kembali lagi untuk kedua kalinya dengan cara yang sama ketika Ia naik ke Surga. Dan juga kedatangan-Nya yang kedua menunaikan Kerajaan Allah.

Sudahkah kita memaknai Kenaikan-Nya yang kedua sebagai momen memberitakan Injil kepada mereka yang terhilang akibat dosa untuk menghadirkan Kerajaan Allah ? Kita harus memberitakan Injil, karena, “...Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya,…” (Roma 1:16).
Amin. Soli Deo Gloria. Solus Christus.