25 April 2010

BAPTISAN ANAK DAN SIDI: Itu kan Tidak Alkitabiah?? (G. I. Purnama, S.Th.)

BAPTISAN ANAK DAN SIDI:
Itu kan Tidak Alkitabiah?


oleh: G. I. Purnama, S.Th.



Si Joni suatu kali mendengar seorang pengkhotbah berkata bahwa baptisan anak dan sidi tidak alkitabiah, sebab tidak ada contoh praktik baptisan anak dan sidi dalam Alkitab. Yang alkitabiah adalah penyerahan anak dan baptisan dewasa. Alasannya, seorang anak kecil (apalagi bayi) tidak mungkin beriman kepada Tuhan Yesus, sehingga tidak ada gunanya dibaptiskan. Tuhan Yesus pun waktu kecil tidak dibaptiskan, melainkan diserahkan kepada Tuhan di Bait Suci (Luk. 2:22). Sesudah dewasa barulah Dia memberi diri dibaptis secara sadar (Mat. 3:13-15).


Berbagai Salah Paham
Argumentrasi seperti di atas demikian menarik dan logis, sehingga banyak orang yang dibaptis anak meminta dibaptis ulang sesudah dewasa (biasanya baptisan ulang ini dilakukan di gereja atau persekutuan Karismatik). Hal semacam ini terjadi karena adanya kesalahpahaman terhadap konsep yang mendasari baptisan anak dan sidi.

Pertama, bila kita jujur terhadap Alkitab, sebenarnya ada ayat-ayat yang memberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya praktik baptisan anak pada masa Perjanjian Baru. Lidia dibaptis dengan seisi rumahnya (Kis. 16:15). Demikian pula kepala penjara Filipi dibaptis dengan keluarganya (Kis. 16:33). Bila pembaptisan dilakukan terhadap seisi rumah atau sekeluarga, bukankah kemungkinan besar ada anak yang dibaptiskan? Memang, ayat-ayat tersebut tidak bisa disebut sebagai “bukti”, melainkan hanya merupakan kemungkinan.

Kedua, baptisan anak bukan berdasarkan iman anak, melainkan iman orangtua. Saat orangtua memberikan anak mereka untuk dibaptiskan, mereka berjanji kepada Tuhan untuk mendidik anak mereka dalam ajaran Tuhan, sehingga anak tersebut bisa mengakui sendiri imannya kepada Allah setelah dewasa. Pengakuan iman seorang dewasa yang telah menerima baptisan anak ini disebut sidi. Masalahnya, banyak orangtua yang memberikan anaknya untuk dibaptis, namun tidak melaksanakan tugas mendidik anak dalam ajaran Tuhan dengan baik, sehingga menjadi batu sandungan.

Ketiga, kita tidak menjumpai contoh praktik sidi dalam Alkitab, namun tidak berarti bahwa sidi tidak alkitabiah. Dasar Alkitab untuk sidi adalah perlunya mengakui iman di depan umum (Rm. 10:9, 10). Mereka yang dibaptis dewasa mengakui imannya saat dibaptiskan. Oleh karena itu, sidi tidak diperuntukkan bagi orang yang dibaptis dewasa.


Pentingnya Baptisan Anak
Mengapa gereja menyelenggarakan baptisan anak? Karena gereja memikirkan masa depan anak! Orangtua Kristen yang mengasihi anaknya tentu memikirkan nasib anak. Apakah anak mereka setelah dewasa akan menjadi orang beriman yang mewarisi janji keselamatan? Bagaimana nasib mereka bila mereka mati saat masih kecil? Orangtua yang mengasihi anak akan berharap agar anak mereka menikmati janji keselamatan yang ditawarkan dalam Kristus Yesus.

Untuk mengikutsertakan anak dalam janji keselamatan, pertama-tama kita perlu menyelidiki bagaimana Allah mengikatkan diri dalam ikatan perjanjian dengan umat-Nya pada masa Perjanjian Lama. Ikatan perjanjian itu ditandai oleh sunat (Kej. 17). Sunat bukan hanya diberlakukan bagi orang dewasa, tetapi juga bagi anak-anak, saat mereka berumur delapan hari (ay. 12).

Bila kita memperhatikan penilaian Rasul Paulus dalam Ibrani 11 tentang tokoh-tokoh Perjanjian Lama, jelas bahwa tokoh-tokoh tersebut berkenan kepada Allah karena iman. Tanpa iman, tidak mungkin seseorang bisa berkenan kepada Allah (Ibr. 11:6). Dalam kitab Galatia, dijelaskan bahwa sunat tidak berarti tanpa iman (Gal. 5:6). Sunat hanya tanda luar, tetapi imanlah yang membuat sunat itu berguna.

Bagaimana dengan sunat untuk anak? Mungkinkah anak umur delapan hari memiliki iman? Jelas tidak mungkin! Sunat untuk anak tidak didasarkan iman anak, melainkan iman orangtua. Demikian pula dengan baptisan anak: Seorang anak dibaptiskan bukan karena imannya sendiri, tetapi karena iman orangtua. Dalam iman, orangtua berjanji di hadapan Allah, bahwa mereka akan mendidik anaknya dalam ajaran Tuhan.


Pentingnya Sidi
Sidi penting karena baptisan anak bukanlah tiket ke surga. Orang yang dibaptiskan waktu masih kecil harus memiliki iman pribadi kepada Yesus Kristus sesudah dia menjadi dewasa, sebab dia belum mengakui imannya saat dibaptiskan. Karena pengakuan iman di depan umum merupakan tuntutan Kristus yang penting (Mat. 10:32), orangtua harus membina anak tersebut agar pada saatnya berani memberikan pengakuan iman (sidi) secara terang-terangan di depan jemaat.

Pentingnya sidi ini menuntut agar orangtua bertanggung jawab mendidik anak. Bila anak yang dibaptiskan waktu kecil tidak mau mengikuti sidi, maka hampir bisa dipastikan bahwa penyebabnya adalah kegagalan orangtua mendidik anaknya dalam ajaran Tuhan. Orangtua Kristen yang bertanggung jawab tidak bisa menyerahkan pendidikan anak kepada tanggung jawab guru di sekolah atau guru di sekolah minggu saja, melainkan harus memberikan waktu dan perhatian untuk mendidik anaknya agar menjadi seorang yang beriman.

Kritik terhadap praktik baptisan anak umumnya disebabkan karena banyak anak yang dibaptiskan pada waktu masih kecil tidak mau mengakui imannya ketika dewasa. Kondisi semacam itu bukan disebabkan karena praktik baptisan anak itu salah, tetapi karena orangtua gagal mendidik anak!



Sumber:
Buletin Gereja Kristus Jemaat Mangga Besar (GKJMB) No. 7 - Tahun 4, November 1999
www.gky.or.id