12 December 2007

Pendahuluan

Program Baca Buku


Program Baca Buku ini adalah program yang dibuat oleh Denny Teguh Sutandio, S.S., lulusan Universitas “Kristen” Petra dan anggota jemaat Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya.


Mengapa ?
Banyak orang Kristen malas membaca buku di abad postmodern ini mengakibatkan beberapa orang Kristen akhirnya terjerumus ke dalam banyak pengajaran yang tidak bertanggungjawab bahkan tidak sedikit yang akhirnya menjadi penganut Saksi Yehuwa dan Mormonisme yang dianggap bidat. Salah satu cara untuk memperkuat iman Kristen selain membaca Alkitab dan mendengarkan khotbah dari mimbar gereja yang berkualitas adalah mereka didorong untuk membaca buku-buku rohani/theologia Kristen yang bertanggungjawab dan berkualitas. Tetapi fakta menunjukkan beredarnya banyak buku rohani/Kristen justru tidak menambah kualitas iman orang Kristen, karena banyak buku hanya menyodorkan bacaan-bacaan sederhana tanpa mendorong pertumbuhan iman Kristen berdasarkan Alkitab. Tidak ada jalan lain, orang Kristen harus dididik mulai sekarang untuk membaca buku-buku berkualitas.


Motivasi dan Tujuan
Pertanyaan selanjutnya, untuk apa kita harus membaca buku-buku rohani/theologia berkualitas ? Ada dua pandangan yang terlalu ekstrim.
Pandangan pertama mengatakan bahwa buku-buku rohani/theologia tidak penting, yang penting hanya Alkitab. Akibatnya, banyak pemimpin gereja tidak mau lagi belajar buku tafsiran Alkitab sebelum mereka naik ke atas mimbar dan berkhotbah dengan dalih bahwa “roh kudus” mampu mengajar mereka secara langsung. Pandangan ini mungkin ada benarnya sedikit, yaitu mereka setia kepada Alkitab, tetapi sayangnya, mereka terlalu ekstrim. Di mana letak titik ekstrimnya ? Mengutip pernyataan Pdt. Billy Kristanto, mereka tidak mau belajar juga dari sejarah gereja, di mana Allah berperan di dalamnya. Tidak berarti sejarah menggantikan otoritas Alkitab. Sejarah gereja tidak pernah melengkapi Alkitab, tetapi sejarah gereja memberikan data-data, pemikiran-pemikiran, dll yang diambil dari Alkitab, sehingga kita perlu memperhatikan dan meneladani hal tersebut. Misalnya, keteguhan hati dan kesetiaan seorang bernama Polycarphus di dalam mempertahankan iman Kristennya meskipun harus menerima hukuman mati dari Kaisar. Bapa Gereja Augustinus harus siap membela iman Kristen dan meruntuhkan semua ajaran baik dari Pelagius, dll. Dr. Martin Luther meruntuhkan ajaran yang tidak bertanggungjawab dengan iman yang berdasarkan Alkitab, anugerah Allah, dll. John Calvin menegakkan dasar iman Kristen yang solid di atas dasar kedaulatan Allah di dalam Alkitab melalui bukunya Institutes of the Christian Religion (Institutio Religiones Christianae). Dr. Francis A. Schaeffer harus mempertahankan iman Kristen yang solid di tengah terpaan dua arus besar, yaitu liberalisme (menganggap rasio adalah penentu kebenaran) dan Injili (hampir membuang fungsi rasio) di dalam zamannya. Pdt. Dr. Stephen Tong yang hidup di zaman postmodern ini memiliki beban yang lebih berat lagi yaitu menegakkan iman Kristen sungguh-sungguh di dalam pilar theologia Reformed Injili untuk menyadarkan keKristenan di zaman postmodern yang diterpa oleh dua arus besar, yaitu pluralisme/relativisme yang mengandalkan rasio dan mayoritas Karismatik/Pentakosta yang terlalu mengandalkan emosi. Dari zaman para bapa gereja, reformasi, sampai abad postmodern, Tuhan memakai para hamba-Nya yang setia untuk mengajar dan mendidik iman Kristen yang berdasarkan Alkitab. Oleh karena itu, adalah bijaksana bagi kita sebagai orang Kristen untuk mempelajari dan meneladani apa yang telah mereka wariskan kepada kita.

Pandangan kedua mengatakan bahwa buku-buku rohani itu sangat penting, tetapi sayangnya mereka melupakan Alkitab. Orang-orang yang memegang pandangan ini dijamin hafal (di luar kepala) tentang buku-buku theologia/rohani yang berbobot, misalnya dari Dr. Ronald H. Nash, Dr. Cornelius Van Til, Dr. John M. Frame, Dr. J. I. Packer, dll, tetapi ketika mereka ditanya tentang ayat-ayat Alkitab dasar, mereka tidak mengetahuinya. Mereka rajin membaca buku theologia/rohani yang berbobot, tetapi sayangnya mereka malas membaca Alkitab. Orang seperti ini adalah orang yang instan, yang mau mengetahui pendapat orang lain, tetapi mereka tidak mau menyelidiki Alkitab secara langsung apakah pendapat-pendapat orang lain itu sesuai dengan Alkitab atau tidak. Akibatnya, mereka “didikte” oleh tafsiran mereka.

Lalu, bagaimana solusinya ? Sebagai orang Kristen, kita harus membaca Alkitab, Firman Allah yang tidak mungkin bersalah dalam naskah aslinya. Alkitab inilah yang harus menjadi dasar iman dan kelakuan Kristen kita sehari-hari. Mengapa ? Karena Alkitab itu Firman Allah, berotoritas mutlak bagi hidup kita. Ketika kita ingin mengetahui kehendak Allah, yang kita perlukan hanya kembali kepada Alkitab, mempelajari Alkitab dan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Tetapi bagaimana kita bisa mengetahui dan mengerti Alkitab ? Apakah kita cukup mengerti Alkitab dalam bahasa Indonesianya saja ? Tidak. Alkitab Bahasa Indonesia memiliki beberapa kelemahan penafsiran, sehingga kita memerlukan terjemahan Inggris, Mandarin, dll, kalau perlu kita menyelidiki langsung ke bahasa aslinya (Ibrani dan Yunani). Untuk mengerti dan menafsirkan Alkitab dengan cara demikian, tentu kita memerlukan bervariasi terjemahan Alkitab ditambah Interlinear (Yunani-Indonesia). Lebih dalam lagi, kita juga memerlukan beberapa buku tafsiran Alkitab yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memperlengkapi kita dengan latar belakang, konteks budaya, dll di dalam setiap kitab di dalam Alkitab, misalnya latar belakang surat Galatia, Efesus, dll. Semua itu membutuhkan banyak buku yang memperlengkapi kita untuk studi Alkitab. Bukan hanya itu saja, kita juga perlu membaca buku-buku theologia/rohani lain untuk membimbing kita di dalam mengerti Alkitab dan dunia sekitar. Misalnya, buku tentang pembentukan wawasan dunia Kristen, filsafat Kristen, kaitan antara keKristenan dengan ilmu pengetahuan (science), dll. Semuanya itu diperlukan untuk membangun paradigma dan presuposisi iman Kristen di dalam memandang dunia sekelilingnya (Roma 12:1-2), lalu selanjutnya kita dipanggil untuk “menebus” budaya kita dengan iman Kristen (mandat budaya).

Adakah buku-buku rohani/theologia yang sanggup menyediakan beragam bidang buku seperti di atas ? Ada. Toko Buku dan Penerbit Momentum yang pertama kali didirikan oleh hamba-Nya yang setia, Pdt. Dr. Stephen Tong bermotivasi dan bertujuan untuk mendidik orang Kristen dengan pengertian iman Kristen yang bertanggungjawab di atas dasar Alkitab melalui buku-buku rohani/theologia yang diseleksi ketat, lalu mereka yang telah membaca buku-buku tersebut diharapkan mampu mengimplementasikannya di dalam kehidupan mereka sehari-hari untuk memuliakan Tuhan. Jadi, pengetahuan doktrinal bukan hanya di dalam rasio saja, tetapi juga di dalam spiritualitas/kerohanian dan di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, di dalam Program Baca Buku ini, saya mengajak banyak orang Kristen untuk bersama-sama mencanangkan dan berkomitmen untuk rajin membaca buku dan mengimplementasikannya.

Ada beberapa hal dalam berkomitmen untuk program ini :
1. Tetapkanlah motivasi kita. Sebelum masuk ke dalam Program Baca Buku ini, kita harus menetapkan apa motivasi kita untuk membaca buku, apakah kita hanya mau mengisi otak saja, atau kita ingin bertumbuh secara dewasa di dalam iman Kristen lalu diimplementasikan di dalam kehidupan kita sehari-hari.
2. Berdoa. Jika kita memiliki motivasi yang kurang baik, berdoalah agar Roh Kudus memurnikan motivasi kita sehingga ketika kita membaca buku, kita bukan dikejar target selesai baca buku tertentu, tetapi mengerti apa yang sedang diajarkan di dalam buku tersebut. Jika motivasi kita sudah beres, tetaplah berdoa agar Roh Kudus menguatkan dan makin memurnikan komitmen dan motivasi kita, serta mencerahkan hati dan pikiran kita di dalam membaca buku tersebut.
3. Menyelidiki. Setelah kita menetapkan motivasi dan berdoa, kita perlu kritis membedakan beragam buku rohani yang dijual di toko buku yang memakai label Kristen. Bagaimana caranya? Pertama, perhatikanlah penerbit dari buku tersebut. Misalnya, penerbitnya : Gandum Mas, Malang. Kita perlu waspada di dalam membeli buku-buku terbitan tersebut, karena buku-buku yang dicetak adalah buku-buku dengan variasi posisi doktrinal. Kedua, perhatikanlah siapa penulis bukunya. Misalnya, kita menjumpai penulis : John Avanzini atau Benny Hinn. Berhati-hatilah di dalam membaca buku-buku mereka. Salah satu cara mengetahui penulis buku itu adalah dengan melihat/membaca profil/biografi di balik buku tersebut atau di sampul belakang buku. Ketiga, perhatikanlah deskripsi singkat dari buku tersebut yang terdapat di depan atau belakang buku untuk mengetahui arah buku tersebut.
4. Membeli dan membaca. Setelah kita teliti menyelidiki sebuah buku, barulah kita membeli buku tersebut dan tentu saja membacanya serta mempraktekkannya. Jangan menyia-nyiakan uang Tuhan untuk membeli buku-buku (baik rohani maupun sekuler) yang tidak bertanggungjawab (seperti buku The Da Vinci Code, Rich Dad Poor Dad, Purpose Driven Life, Prayer of Jabez, dll). Lebih baik, kalau kita ingin mengetahui kelemahan dari buku-buku yang tidak bertanggungjawab (seperti buku The Da Vinci Code), kita cukup meminjam dari teman kita yang sudah membelinya atau membaca sekilas buku tersebut di toko buku/perpustakaan, dengan demikian kita tidak menghamburkan uang Tuhan untuk sesuatu yang tidak bertanggungjawab.

Ada beberapa penulis buku yang saya sarankan untuk Anda perhatikan ketika membeli (sebuah) buku theologia/rohani :
1. Bapa Gereja Augustinus.
2. Dr. Martin Luther.
3. John Calvin.
4. John Owen, M.A.
5. Rev. Jonathan Edwards, A.M.
6. Dr. Francis Turretin.
7. Dr. Charles Hodge.
8. Dr. Benjamin B. Warfield, D.D.
9. Dr. A. W. Tozer.
10. Dr. Francis A. Schaeffer.
11. Prof. Dr. Ds. Abraham Kuyper.
12. Dr. Loraine Boettner, D.D.
13. Prof. Ronald H. Nash, Ph.D.
14. Prof. Samuel T. Logan, Jr., Ph.D.
15. Prof. James I. Packer, M.A., Ph.D.
16. Rev. Prof. Cornelius Van Til, Ph.D.
17. Prof. Dr. Louis Berkhof.
18. Rev. Prof. Edwin H. Palmer, Th.D., D.D.
19. Rev. Dr. John R. W. Stott.
20. Prof. John M. Frame, D.D.
21. Rev. Prof. James C. Petty, D.Min.
22. Rev. Prof. Paul David Tripp, D.Min.
23. Prof. Sinclair B. Ferguson, Ph.D.
24. Rev. Prof. Richard L. Pratt, Jr., Th.D.
25. Prof. John Knox Chamblin, Th.D.
26. Rev. James Montgomery Boice, Th.D., D.D.
27. Rev. Prof. Donald A. Carson, Ph.D.
28. Prof. Douglas F. Kelly, Ph.D.
29. Pdt. Dr. Stephen Tong.
30. Rev. Dr. William F. (Billy) Graham.
31. Prof. C. S. Lewis.
32. Dr. Ravi Zacharias, D.D.
33. Ev. Jeane Christiana Obadja, B.A., Th.M.
34. Pdt. Sutjipto Subeno, S.Th., M.Div.
35. Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S.
36. Pdt. Drs. Thomy Job Matakupan, S.Th., M.Div.
37. Ev. Solomon Yo, S.Th., M.Div.
38. Pdt. Yohan Candawasa, S.Th.
(buku-buku beliau diterbitkan oleh Penerbit Pionir Jaya, Bandung)
39. Ev. Dra. Trivina Ambarsari Sutanto, S.Th.
40. dll.


Dari sekian banyak penulis buku theologia/rohani bermutu, salah satu penerbit buku-buku mereka adalah Penerbit Momentum. Penerbit Momentum yang didirikan oleh Pdt. Dr. Stephen Tong bermotivasi untuk mendidik orang Kristen dengan buku-buku yang diseleksi ketat (Fine Book Selection). Oleh karena itu, di dalam Program Baca Buku seri-seri berikutnya, kita akan memperhatikan kategori-kategori/bidang buku-buku yang ada di dalam Penerbit ini. Diharapkan melalui program ini, kita semakin diperlengkapi dengan bervariasi buku dengan variasi bidang untuk menumbuhkan iman Kristen kita.

Bidang-bidang/kategori-kategori buku-buku yang diterbitkan oleh Momentum :
· Kehidupan Kristen (paling dasar).
· Theologia Sistematika dan Filsafat.
· Theologia Biblika (tafsiran Alkitab, penyelidikan kitab/penulis kitab di dalam Alkitab, dll).
· Theologia Historika (sejarah gereja, dll).
· Theologia Praktika (Etika, Konseling, dll).
· Mandat Budaya (integrasi iman Kristen dengan semua bidang kehidupan, misalnya : pendidikan, musik, dll).
· Pendidikan Iman Anak (ditujukan bagi anak-anak untuk menumbuhkan iman Kristen mereka).

Mulai bagian kedua program ini, kita akan masing-masing menyelidiki buku-buku yang termasuk dalam 7 kategori di atas.

Matius 8:1-4 : THE KINGDOM AND THE ACTION-2

Ringkasan Khotbah : 28 November 2004

The Kingdom & the Action (2)
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 8:1-4



Kristus Yesus, Sang Raja yang mulia itu telah memberikan teladan yang sempurna pada kita sebagai warga Kerajaan Sorga bahwa hukum-hukum Kerajaan Sorga yang Dia ajarkan dapatlah dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Kebenaran Firman tidak hanya dimengerti sebatas pengetahuan saja namun kebenaran tersebut haruslah terimplikasi dalam keseharian hidup kita sehingga iman dan tindakan menjadi satu kesatuan. Prinsip Kebenaran Firman akan membongkar semua konsep dan tatanan pikir yang kita dapat dari dunia karena konsep yang dari dunia selalu bertentangan dengan kebenaran sejati. Konstruksi dari implikasi Kerajaan Sorga disusun oleh Matius sedemikian indah dan lebih indah lagi setelah ditata dalam ayat-ayat. Ada 4 sub tema yang harus kita perhatikan dalam mengimplikasikan prinsip kebenaran dimana masing-masing sub tema terdapat 3 contoh dan terdiri dari 17 ayat, yaitu: 1) Lordship of Christ. Kristen berarti pusatnya adalah Christ. Kristus menjadi inti dalam kita mengimplikasikan kebenaran Firman, Dia menjadi Tuan atas hidup kita maka seorang Kristen harus mempunyai jiwa dan semangat berjuang untuk semakin hari menjadi semakin serupa Kristus (Mat. 8:1-17); 2) Disciplership. Menjadi murid Kristus haruslah terus menerus bahkan di sepanjang hidup kita adalah murid Kristus (Mat. 8:18-34); 3) Comitment. Manusia hidup akan selalu dihadapkan pada sebuah pilihan lalu bagaimana kita memilih dengan tepat? (Mat. 9:1-17); 4) Faith. Sebagai seorang murid, pengikut Kristus maka kita harus beriman sejati (Mat. 9:18-34) dengan demikian kita menjadi seorang Kristen sejati.

Untuk menggambarkan iman dan hidup Kristen yang berpusat pada Kristus, Matius memberikan tiga contoh mujizat kesembuhan dimana ketiganya merupakan mujizat yang kontroversial dan sangat dibenci oleh orang Yahudi (Mat. 8:1-34). Contoh pertama yang diangkat oleh Matius adalah kisah orang yang sakit kusta. Orang Yahudi sangat membenci orang yang sakit kusta melebihi pemungut cukai atau perempuan pelacur yang tidak bermoral bahkan penjahat yang hendak dihukum mati karena sakit kusta dianggapnya sebagai kutukan dari Tuhan sebagai akibat dari perbuatan dosanya. Tidak hanya secara fisik saja orang yang sakit kusta ini mengalami kesakitan yang luar biasa tetapi secara mental juga, ia harus dibuang dan diasingkan dari masyarakat dan keluarga dan ia harus berteriak, “Najis, najis“ supaya orang lain tahu bahwa ia sakit kusta dengan demikian orang lain dapat segera pergi menjauhinya. Namun Sang Raja yang berdaulat berkenan menjamah dan melakukan mujizat atas dirinya. Ingat, mujizat Allah dikerjakan bukan atas dasar keinginan manusia melainkan karena Allah yang berdaulat.

Orang kusta ini menunjukkan sikap yang indah, dia tahu siapa Kristus dimana sang Tuan ini mampu menyembuhkannya meski demikian tidak pernah sedikit pun ia memaksakan kehendaknya, yaitu supaya ia disembuhkan. Hal ini terbukti dari perkataan yang keluar dari mulutnya, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku“ (Mat 8:2). Orang kusta ini begitu rindu untuk dapat berelasi dengan Kristus sang Raja. Sebagai anak Tuhan, biarlah kita juga mempunyai kerinduan:
1. Jamahan Tangan Tuhan
Diantara orang banyak yang mengikut di belakang-Nya dan orang kusta di depan-Nya, Yesus berada di tengah di posisi yang sangat krusial. Kalau kita yang berada pada situasi tersebut, tentunya kita tidak akan mendekati orang kusta yang sangat dibenci oleh orang Yahudi yang menjadi pendukung kita karena akibatnya mereka akan meninggalkan kita. Dan benar, orang Yahudi yang melihat tindakan Yesus tersebut menjadi marah meskipun kekesalan mereka tidak nampak sebab mereka menganggap tindakan Yesus adalah melawan konsep hukum dan tradisi Yahudi. Secara fenomena, mereka mengikut Kristus namun sesungguhnya mereka bukanlah pengikut Kristus yang sejati sebab mereka tidak mau taat pada Kristus yang seharusnya menjadi Tuan atas hidup kita. Orang hanya mau hal-hal yang menyenangkan saja dari Tuhan Yesus, seperti berkat, mujizat, penyertaan Tuhan, dan lain-lain. Sebaliknya ada orang kusta, orang yang dipandang hina dan dianggap berdosa ini justru yang paling mengerti siapa Kristus yang sesungguhnya. Manusia sangat suka kalau yang supranatural mempengaruhi natural dan sekaligus tidak suka kalau yang supranatural mempengaruhi yang natural. Ketika manusia berurusan dengan Kristus, manusia tahu kalau Yesus adalah Supranatural, Dia adalah Anak Allah yang mempunyai kedaulatan kuasa supranatural. Jadi sebenarnya orang itu mau/tidak kalau kuasa supranatural tersebut menguasai hidup kita? Disini kita melihat liciknya hati manusia. Ketika manusia dalam kesusahan sakit penyakit, manusia ingin yang Supranatural itu menyembuhkan. Tentu saja Supranatural mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dan mustahil kalau yang natural dapat menggagalkan yang Supranatural karena secara ordo, natural berada di bawah yang Supranatural. Namun ketika yang Supranatural memerintahkan kita untuk pergi memberitakan Injil di pelosok desa maka si natural tidak akan suka. Bukankah hal ini sama persis seprti orang Yahudi yang mengikut di belakang Yesus? Mereka hanya mau mujizat, berkat dan pengajaran yang bagus tapi mereka tidak mau taat karena itu tidak ada satupun dari mereka yang dijamah oleh Tuhan Yesus.

Orang Yahudi takut dirinya menjadi najis dan berdosa kalau bersentuhan dengan orang kusta namun Tuhan Yesus berbeda, Dia yang Maha Suci menjamah orang kusta yang najis dan menjadi tahir. Inilah kuasa Kristus yang dikerjakan di tengah dunia. Selama kita hidup sebagai orang Kristen, pernahkah engkau dijamah oleh Tuhan? Tangan Tuhan hanya menjamah anak-Nya yang sejati saja, yaitu mereka yang tunduk di bawah kaki Yesus. Menjadi warga Kerajaan Sorga bukan berarti kita dapat melakukan tawar menawar dengan Tuhan justru sebagai warga Kerajaan Sorga kita harus taat mutlak pada hukum Kerajaan Sorga dan senantiasa menantikan jamahan Kristus untuk memperbaharui hidup kita. Warga Kerajaan Sorga sama dengan hamba Kerajaan Sorga. Sikap seorang hamba ini ditunjukkan oleh orang kusta ini yang memanggil Kristus dengan sebutan Tuan: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku".


2. Jiwa Seorang Budak
Tuhan tahu bagaimana mengambil langkah yang tepat ketika Dia berada pada posisi yang krusial dengan demikian hal ini menjadi teladan bagi kita. Raja di atas segala raja menyatakan kedaulatan-Nya: “Aku mau, jadilah engkau tahir“ dalam bahasa aslinya hanya 2 kata, yakni: mau dan tahirlah. Ungkapan “Aku mau“ menunjukkan seluruh totalitas hidup Kristus. Andai kita ditempatkan di tempat demikian siapakah yang akan lebih kita pentingkan, pendukung kita ataukah orang yang sakit kusta? Saat berada pada situasi yang sulit biasanya orang takut menyatakan identitas dirinya akibatnya kita salah mengambil keputusan dan menjadi orang yang munafik. Orang takut kalau dirugikan maka tidaklah heran kalau orang lebih takut pada massa dan orang-orang yang berkuasa daripada pada Tuhan akibatnya dengan segala cara manusia mencoba sedapat mungkin untuk “melintir“ bahkan berani memakai istilah rohani.
Bukanlah hal yang mudah bagi seorang yang kusta untuk bisa sampai di depan Tuhan Yesus. Orang kusta ini tentu tahu kalau Tuhan Yesus adalah Guru Besar yang dielu-elukan banyak orang dan itu berarti ia telah siap dengan segala resiko bahkan ia siap andai sekalipun harus berkorban nyawa. Kalau saat itu Kristus plin plan, tentu nyawa si orang kusta ini tidak akan selamat sebaliknya Yesus sebagai Raja berada di posisi yang sangat sulit. Yesus harus mengambil keputusan dengan tepat, yakni membela si kusta dengan resiko ditinggalkan oleh pendukung-Nya ataukah memilih pendukung-Nya dan mengabaikan si kusta. Apa yang akan anda lakukan kalau anda berada pada situasi demikian? Sebagai anak Tuhan, beranikah kita menyatakan kebenaran? Ingat, kita adalah budak yang harus taat pada sang Kebenaran maka kita harus berani menyatakan kebenaran meski untuk itu mungkin kita akan dibenci dan dimusuhi, kita akan ditinggalkan oleh teman bahkan saudara kita. Sayang, hari ini banyak orang Kristen yang takut mengalami kerugian dan justru membiarkan Kristus dihancurkan. Menjadikan Kristus sebagai Tuan dalam hidup kita itu berarti memperhambakan diri dan kita harus taat pada Kristus yang menjadi Tuan kita dan kita harus siap dengan segala resiko sebagai seorang hamba.


Salah satu penyebab rusaknya konsep manusia tentang pekerjaan adalah karena konsep tentang tatanan kerja sudah dirusak. Perhatikan, tidak ada satu ayat pun dalam Alkitab yang menentang perbudakan sebab hubungan tuan dan budak menggambarkan hubungan Tuhan dengan umat-Nya. Namun Alkitab dengan tegas melawan tuan yang jahat sebab tuan yang jahat berarti mempermainkan posisi Tuhan sebagai Tuan. Orang yang bekerja dan tidak mempunyai jiwa budak maka seluruhnya hidupnya akan mengalami kesulitan. Bukanlah hal yang mudah mengembalikan supaya orang mempunyai jiwa budak apapun posisinya, baik sebagai pekerja maupun atasan. Tanggung jawab seorang tuan adalah memperhatikan dan menjamin hidup budaknya sebaliknya tanggung jawab seorang budak adalah mengerjakan seluruh pekerjaan yang diperintahkan oelh tuannya. Alangkah indah relasi tuan – budak kalau setiap tuan dan budak tahu apa yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing. Alkitab mencatat orang Israel tidak suka ketika Tuhan menjadi Tuan atas hidup mereka. Orang Israel justru ingin supaya raja dunia memerintah atas mereka. Akibatnya mereka mengalami berbagai macam kesulitan bahkan sampai detik ini tidak bisa dipulihkan. Betapa indah dan nyamannya berada dalam pemeliharaan Tuhan, hidup yang tidak terikat oleh uang. Sayang, manusia tidak suka dengan jawaban: Aku mau. Manusia tidak suka tunduk di bawah kehendak Kristus. Apakah itu jiwa seorang anak Tuhan sejati? Bukan! Itu adalah jiwa seorang pemberontak. Kalau kita bekerja dengan jiwa seorang budak maka kita akan mencapai kualitas kerja tertinggi dengan beban terendah.Kkita harus men-Tuhankan Kristus, Lordship of Christ dan kita adalah hamba-Nya itu berarti semua hak milik kita serahkan ke dalam tangan Tuhan. Biarlah hal ini terimplikasi dalam setiap hidup kita dengan demikian dapat menjadi berkat bagi orang lain. Kristus telah memberikan teladan sempurna bagi kita; Dia adalah Tuan pemilik alam semesta namun Ia rela memperhambakan diri-Nya: "Bapa, bukan kehendak-Ku yang jadi melainkan kehendak-Mu sajalah yang jadi".

3. Kesembuhan Rohani
Tuhan Yesus berkata,“ Aku mau, tahirlah engkau.“ Tahir berasal dari kata katarizo (bhs. Yunani). Di satu pihak ucapan Tuhan Yesus menggambarkan otoritas yang begitu besar namun di pihak lain menggambarkan cinta kasih yang begitu besar. Matius mengambil contoh pertama adalah seorang kusta karena Matius ingin mengungkapkan bahwa menjadi pengikut Kristus harus dibersihkan bukan sekedar sembuh. Matius tidak banyak membicarakan aspek kesembuhannya melainkan aspek pentahirannya. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus menegaskan supaya orang kusta tidak memberitahukan tentang kesembuhannya kepada siapapun melainkan ia harus pergi kepada imam dan mempersembahkan persembahan. Hal ini merupakan salah satu peraturan dari hukum Taurat. Perhatikan, dunia sekarang justru terbalik, hal yang mestinya dilakukan malahan tidak dilakukan tapi hal yang tidak boleh dilakukan malahan itu yang dikerjakan. Orang sakit kusta yang najis dan kotor ini bukan sekedar disembuhkan tapi dimurnikan.

Jangan merasa diri baik kalau Tuhan berkenan menjadikan kita hamba-Nya. Tidak! Seorang hamba adalah seorang yang mau dimurnikan oleh Kristus untuk dikembalikan menjadi seperti gambar dan rupa Allah. Sebagai orang Kristen, seberapa jauhkah hati kita mempunyai kerinduan selalu disucikan oleh Kristus? Janganlah kita menjadi pengikut Kristus karena hanya mau berkat dan penyertaan-Nya saja namun hendaklah kita menyadari bahwa kita hidup membutuhkan anugerah Tuhan untuk menyucikan kita dari dosa dan hendaklah kita senantiasa mempunyai kerinduan untuk selalu diperbaharui oleh-Nya. Apalah artinya kita menjadi Kristen dan apalah artinya kita rutin ke gereja setiap Minggu kalau hidup kita tidak diproses menjadi seorang yang mempunyai jiwa hamba yang taat pada Kristus dimana seluruh hidup kita diabdikan hanya untuk Kristus. Sebagai hamba dari Kebenaran maka kita harus mempunyai keberanian menyatakan kebenaran di tengah dunia yang rusak. Ingat, seorang anak Tuhan sejati yang takut pada Tuhan tidak akan pernah takut pada siapapun; anak Tuhan sejati hanya takut kalau nama Tuhan yang dipermalukan. Inilah jiwa seorang hamba sejati.
Jangan pernah berpikir dunia ke belakang akan bertambah enak. Tidak! Hidup semakin hari bertambah sulit dan tantangan semakin besar. Orang Kristen sejati harus mempunyai jiwa dan semangat berjuang melewati segala kesulitan dan tantangan dunia dan percayalah Tuhan pasti akan menolong dan beserta kita. Orang Kristen yang lari dan hanya menangis ketika kesulitan datang tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Seperti halnya sekolah bukankah semakin hari semakin berat. Jamahan Kristus atas orang kusta ini membuat ia lebih bersih dari orang-orang yang ada di belakang Yesus yang tidak pernah mendapat jamahan Kristus. Hanya bersandar pada Tuhan sajalah maka kita dapat kuat semua menghadapi kesulitan. Biarlah setiap saat kita mendapat jamahan Kristus dan setiap saat kita mendengar Tuhan Yesus berkata, “Aku mau“ dan setiap saat kita juga rindu dimurnikan oleh Kristus. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :

Roma 4:13-15 : IMAN DAN HUKUM TAURAT

Seri Eksposisi Surat Roma :
Fokus Iman-4


Iman dan Hukum Taurat

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 4:13-15.

Setelah Paulus memaparkan tentang iman yang berfokus/bersumber pada perjanjian Allah, maka ia mulai membandingkan konsep iman dan hukum Taurat sebagai prinsip dibenarkan.

Pada ayat 13, Paulus mengatakan, “Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman.” Kembali, Paulus lebih mengkhususkan bahwa bukan karena hukum Taurat, Abraham memperoleh janji Allah, tetapi hanya berdasarkan iman. Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) mengartikannya, “Allah berjanji kepada Abraham dan keturunannya bahwa dunia ini akan menjadi milik Abraham. Allah berjanji begitu bukan karena Abraham taat kepada hukum agama Yahudi, tetapi karena ia percaya kepada Allah sehingga ia diterima oleh Allah sebagai orang yang menyenangkan hati-Nya.” King James Version menerjemahkannya, “For the promise, that he should be the heir of the world, was not to Abraham, or to his seed, through the law, but through the righteousness of faith.” Kata “janji” di dalam ayat ini dalam KJV diterjemahkan promise dan kata Yunaninya adalah epaggelia yang secara khusus berarti a divine assurance of good (asuransi/jaminan Allah akan kebaikan). Dengan kata lain, kata janji sangat berkaitan erat dengan jaminan Allah sendiri bagi umat-Nya. Bagi Allah, janji-Nya diberikan kepada Abraham tanpa memandang apakah Taurat itu sudah ada atau belum. Hal ini juga dijelaskan Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Galatia 3:17-18, “Maksudku ialah: Janji yang sebelumnya telah disahkan Allah, tidak dapat dibatalkan oleh hukum Taurat, yang baru terbit empat ratus tiga puluh tahun kemudian, sehingga janji itu hilang kekuatannya. Sebab, jikalau apa yang ditentukan Allah berasal dari hukum Taurat, ia tidak berasal dari janji; tetapi justru oleh janjilah Allah telah menganugerahkan kasih karunia-Nya kepada Abraham.” Di sini, kebenaran Firman menjadi lebih jelas, yaitu hukum Taurat yang ada 430 tahun setelah perjanjian Allah kepada Abraham (Kejadian 17:4-6 ; 22:17-18) tidak dapat berbuat apa-apa untuk meniadakan janji Allah. Ini berarti janji Allah lebih berkuasa ketimbang seluruh syariat agama apapun di dunia ini. Kembali, kita melihat pentingnya iman di dalam kehidupan orang Kristen sejati. Ketika agama-agama dunia (non-Kristen) menawarkan jasa baik sebagai syarat “mutlak” untuk diselamatkan dan masuk “surga”, maka keKristenan adalah satu-satunya yang berdasarkan iman. Iman ini di dalam pengertian theologia Reformed didasarkan pada perjanjian/jaminan Allah (kovenan) bagi umat pilihan-Nya sejak kekekalan. Dan lagi, iman di dalam janji Allah ini tidak dapat dibatalkan atau digugurkan oleh apapun atau siapapun, bahkan syariat agama apapun, sehingga ketika seorang umat pilihan beriman sungguh-sungguh di dalam Kristus, maka secara otomatis keselamatannya tidak pernah mungkin bisa hilang (Perseverance of the Saints). Ini membuktikan kedahsyatan kuasa iman di dalam Kristus (the power of faith in Christ). Kalau keselamatan anak Tuhan bisa hilang, maka ayat ini dan Galatia 3:17-18 tidak berlaku dan akan berbunyi bahwa bahwa janji Allah bisa dibatalkan karena umat pilihan tidak mengerjakan keselamatannya. Tetapi, kedua perikop ini tidak sedang mengajar hal demikian. Jadi, barangsiapa yang mengajarkan bahwa keselamatan umat pilihan bisa hilang adalah penyesat.

Mengapa manusia pilihan-Nya dibenarkan hanya melalui iman ? Jawabannya dijelaskan Paulus di dalam ayat 14, “Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu.” Di dalam ayat ini, Paulus kembali mengajarkan tentang fokus keKristenan. Kalau keKristenan berfokus pada perbuatan baik (yang tidak ada bedanya dengan agama-agama dunia yang non-Kristen), maka iman kita di dalam Kristus dan lebih dalam lagi, pengorbanan Kristus menjadi sia-sia dan tidak berarti. Kata “sia-sia” dalam KJV diterjemahkan made void dan kata Yunaninya adalah kenoō yang berarti to make empty (membuat kosong). Berarti, jika perbuatan baik menjadi fokus keKristenan, maka iman di dalam Kristus dan pengorbanan Kristus tidak berarti apa-apa atau menjadi kosong. Selain itu, jika perbuatan baik yang menjadi fokus keKristenan, maka janji Allah menjadi batal. Kata “batal” dalam KJV diterjemahkan made of none effect (=tidak memiliki pengaruh/efek) dan kata Yunaninya adalah katargeō yang berarti to be (render) entirely idle (useless) (=tidak memberikan efek apapun/tidak berguna). Selain kosong, iman dan janji Allah pun menjadi tidak berarti, ketika keKristenan berfokus kepada perbuatan baik. Mengapa demikian ? Karena ketika seseorang memfokuskan perbuatan baik sebagai syarat dibenarkan/diselamatkan, maka ia akan terus berbangga diri atas apa yang telah diperbuatnya, sehingga ia menjadi sombong dan seolah-olah tidak memerlukan orang lain bahkan Tuhan untuk menyelamatkannya. Di sini, saya berani menyatakan “theologia” Arminian dan Katolik Roma yang berpura-pura mengajarkan dibenarkan melalui iman, padahal “iman” mereka sebenarnya ada pada perbuatan baik adalah “theologia” yang dipengaruhi oleh humanisme dan berakar pada antroposentris (berpusat pada manusia). John Gill dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible memaparkan, “if salvation is by works, it is to no purpose for God to promise, or men to believe; for the thing promised depends not upon God's promise, but upon man's obedience to the law;” (=jika keselamatan adalah melalui perbuatan, tidak ada alasan/maksud apapun bagi Allah untuk berjanji, atau manusia untuk percaya ; karena hal yang dijanjikan bergantung bukan pada janji Allah, tetapi pada ketaatan manusia pada hukum.) Dalam paparannya, John Gill lebih tajam lagi mengaitkan iman pada janji dan karya Allah secara aktif, bukan pada perbuatan karena jika didasarkan pada perbuatan, meskipun Allah berjanji bagi umat-Nya, maka janji itu bukan bergantung pada karya Allah tetapi tindakan aktif manusia. Theologia Reformed mengajarkan dengan jelas bahwa iman adalah anugerah Allah yang merupakan tindakan karya aktif Allah sendiri (bukan atas inisiatif manusia). Bagaimana dengan kita ? Ketika kita sudah beriman sungguh-sungguh di dalam Kristus, adakah kita masih bimbang dan ragu tentang kepastian keselamatan kita ? Banyak orang Kristen yang masih bimbang akan kepastian keselamatan mereka karena mereka diajarkan oleh para “theolog” Arminian yang tidak bertanggungjawab bahwa anak Tuhan bisa kehilangan keselamatannya karena mereka tidak berbuat baik mengerjakan keselamatan. Ajaran ini tidak bertanggungjawab karena Alkitab jelas mengajarkan bahwa manusia pilihan-Nya dibenarkan HANYA melalui iman (bukan melalui jasa baik). Kalau Arminian berani menegaskan bahwa manusia pilihan bisa kehilangan keselamatan, maka tidak dapat dipungkiri, seorang penganut Arminian sedang mengajarkan bahwa manusia dibenarkan melalui iman (+perbuatan baik), lebih jelas lagi, mereka percaya bahwa manusia dibenarkan melalui perbuatan baik (yang juga dianut oleh banyak “theolog”/jemaat Katolik Roma). Lebih dalam lagi, ketika mereka berani mengajarkan bahwa manusia pilihan bisa kehilangan keselamatan, maka ada dua poin yang dibenci dan dihina oleh mereka, yaitu : pengorbanan Kristus di kayu salib dan janji Allah. Artinya, ketika mereka berani mengajarkan bahwa anak Tuhan bisa kehilangan keselamatan, mereka secara otomatis sedang mengajarkan bahwa pengorbanan Kristus di kayu salib masih belum cukup (meskipun di mimbar-mimbar gereja yang menganut doktrin ini tetap menyuarakan pentingnya pengorbanan Kristus), sehingga perlu ditambah dengan jasa baik anak Tuhan untuk “melengkapi” pengorbanan Kristus. Selain itu, mereka juga menghina janji Allah, seolah-olah janji Allah itu bisa diganti sesuka hati seperti janji manusia. Sebenarnya, ketika mereka berani mengajarkan ini, mereka sedang menghina natur dan hakekat Allah yang tidak dapat berubah (kekal) dan otomatis mereka sebenarnya tidak mengenal Allah (tetapi pura-pura mengenal Allah). Tinggal pilih, apakah kita mau berpegang pada doktrin yang sudah dijelaskan Alkitab atau lebih memilih sesuatu yang masih ambigu dan tidak jelas ? Marilah kita tetap berpegang dan beriman hanya di dalam janji Allah yang pasti, benar dan kekal, karena hanya Dia sajalah satu-satunya yang patut disembah, disandari, dan dipuji sebagai Allah dan Sumber Keselamatan kita yang tidak ada duanya. Dan ketika kita beriman di dalam janji-Nya, maka Ia pasti memelihara iman kita sampai akhir, karena Ia sendiri berjanji bahwa Ia akan menyertai kita selama-lamanya (Matius 28:20).

Di manakah letak kelemahan Taurat yang disalahmengerti ? Paulus lebih lanjut menjelaskan hal ini di dalam ayat 15, “Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi di mana tidak ada hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran.” Kata “murka” di sini dalam KJV, ISV (International Standard Version) dan ESV (English Standard Version) diterjemahkan wrath dan kata Yunaninya adalah orgē yang secara analogi berarti violent passion (keinginan yang jahat/bengis) atau secara implikasi berarti punishment (penghukuman). Di dalam BIS, kata “murka” diterjemahkan hukuman Allah. Dengan kata lain, ketika seseorang berfokus pada perbuatan baik/menaati Taurat sebagai syarat dibenarkan/diselamatkan, maka ia sedang menghadapi murka/hukuman Allah. Mengapa demikian ? Bukankah hukum Taurat diberikan oleh Allah sendiri ? Perhatikan. Memang, Taurat diwahyukan Allah bagi umat-Nya tetapi bukan sebagai ilah yang menggantikan Allah sejati tetapi sebagai penuntun tingkah laku dan iman mereka. Nah, sayangnya, para ahli Taurat menyelewengkan makna Taurat yang berintikan kasih kepada Allah dan sesama menjadi “Taurat” yang mengekang kemerdekaan umat-Nya sehingga mereka berani mengajarkan bahwa kalau tidak menaati Taurat maka tidak masuk Surga. Hal ini sangat mirip dengan agama mayoritas di Indonesia yang selalu mengandalkan jasa baik manusia. Saya pernah membaca sebuah artikel dari Pdt. Binsar A. Hutabarat dengan judul Taurat Melayani Injil. Bagi saya, judul ini sangat tepat, di mana Taurat diwahyukan Allah bukan sebagai pedoman masuk Surga, tetapi sebagai pelayan bagi Injil yang akan diberikan-Nya setelah Taurat. Sehingga ketika Allah mewahyukan Taurat, Ia bermaksud menyiapkan hati umat-Nya akan berita Injil yang sesungguhnya. Dengan kata lain, Taurat di sini berfungsi sebagai cermin bagi umat-Nya bahwa dengan jasa baik mereka sendiri, mereka tidak mungkin dapat sempurna menjalankan seluruh Taurat itu, sehingga Injil yang diwahyukan Allah dapat melengkapi dan menjelaskan bahwa bukan melalui perbuatan baik manusia dibenarkan/diselamatkan, tetapi melalui iman di dalam Kristus. Lebih dalam lagi, di dalam ayat ini, Paulus dengan tegas mengatakan bahwa ketika Taurat ada, di situ ada pelanggaran. Ini membuktikan bahwa Taurat yang disalahmengerti dapat berakibat fatal, yaitu pelanggaran dan dosa yang semakin besar. Taurat yang diwahyukan Allah dengan maksud semula untuk menuntun tingkah laku dan iman umat-Nya akhirnya menjadi “Taurat” yang membelenggu dan mengakibatkan umat-Nya bukan tambah beres, malahan hidup mereka semakin brengsek karena terlalu berfokus pada Taurat dan bukan pada Allah sebagai Pewahyu Taurat. Di sini, kita melihat disorientasi iman. KeKristenan pun seringkali bertindak hal yang sama. Banyak aturan di dalam keKristenan seringkali mengakibatkan umat-Nya tidak mengenal Allah. Saya mengatakan hal ini bukan berarti bahwa aturan itu tidak penting sama sekali. Aturan memang penting, tetapi aturan yang penting hendaknya tunduk dan taat di bawah Firman Allah, bukan malahan menggantikan Firman Allah, bahkan menghina Firman-Nya. Ketika aturan yang mengklaim diri aturan “Kristen” tetapi menghina Firman Allah, itu bukan aturan Kristen, tetapi aturan manusia yang diklaim sebagai aturan “Kristen”. Marilah kita mulai selektif membedakan dua prinsip ini. Aturan Kristen yang beres selain taat dan tunduk di bawah Alkitab, juga harus takut dan menghormati Allah dengan iman dan pengertian yang benar, sedangkan aturan “Kristen” yang brengsek (palsu) mengakibatkan orang “Kristen” semakin hidup tidak bertanggungjawab dan malahan menghina Allah. Kita melihat banyak contoh konkret dalam hal ini. Karena terlalu kakunya suatu kebaktian di gereja Katolik Roma yang menggantikan otoritas Firman Allah dengan pentingnya liturgi (pengaruh dari Thomas Aquinas), maka Firman Allah dilecehkan secara tidak sengaja dan otoritas kePausan yang ditinggikan. Ini adalah akibat aturan “Kristen” yang tidak berdasarkan Firman Allah. Sebaliknya, banyak gereja “Kristen” yang pop terlalu ekstrim dan tidak lagi memperhatikan aturan, akhirnya mereka menyelenggarakan kebaktian yang tidak menggunakan liturgi yang ketat dan asal memuji “Tuhan” dengan berbagai cara. Ini pun tidak benar. Kita tidak boleh ekstrim entah itu terlalu kaku atau terlalu liar. Kita harus seimbang, yaitu bagaimana dalam beribadah, kita tetap mempertahankan tradisi liturgi kebaktian yang ketat sambil terbuka kepada kuasa Roh Kudus yang sesuai dengan Firman Allah (Alkitab). Itulah aturan Kristen yang sesuai dengan prinsip Alkitab.

Hari ini, di manakah fokus iman kita ? Kepada perbuatan baik atau iman kepada janji Allah di dalam Kristus ? Ketika kita berani mengklaim diri sebagai orang Kristen (pengikut Kristus), maka kita harus berani mengambil satu-satunya tindakan iman yaitu HANYA beriman di dalam Kristus dan bukan pada pribadi siapapun. Itulah iman Kristen yang sejati. Amin. Soli Deo Gloria.

Resensi Buku-34 : KEPASTIAN JAMINAN KRISTEN (John Owen, M.A.)

...Dapatkan segera...
Buku
CHRISTIANS ARE FOREVER
(KEPASTIAN JAMINAN KRISTEN)


oleh : John Owen, M.A.

Penerbit : Momentum Christian Literature (Fine Book Selection), 2005

Penerjemah : Yvonne Potalangi.





Jaminan Keselamatan Kristen adalah ringkasan dalam bahasa yang mudah dimengerti dari karya besar John Owen, The Doctrine of the Saints’ Perseverance : Explained and Confirmed, yang diterbitkan tahun 1654 untuk menyanggah ajaran sesat yang menolak ajaran Alkitab mengenai jaminan keselamatan Kristen. Owen menulis, “...tujuan utama buku ini adalah untuk menyajikan penegasan Alkitab sendiri tentang kebenaran doktrin jaminan keselamatan orang percaya... dengan demikian saya berharap sidang pembaca yang saleh, dengan anugerah Allah, bisa mendapatkan kebenaran yang menghibur.”

Doktrin jaminan keselamatan orang percaya atau ketekunan orang-orang kudus (perseverance of the saints) merupakan salah satu doktrin utama theologia Calvinis atau Reformed. Sejarah pemikiran gereja, terutama sejak Reformasi, diwarnai dengan perdebatan sengit tentang jaminan keselamatan : Apakah orang percaya bisa kembali binasa ? Bukankah jaminan keselamatan membuat orang hidup semaunya ? Dalam buku ini, John Owen memberikan jawaban Alkitab kepada kita.






Profil John Owen :
John Owen, M.A. (1616-1683) adalah salah seorang theolog Inggris yang paling berpengaruh. Beliau memasuki Oxford University pada usia 12 tahun, meraih gelar Bachelor of Arts (B.A.) pada usia 16 tahun dan Master of Arts (M.A.) pada usia 19 tahun. Sepanjang hidupnya beliau telah menghasilkan 24 buku theologies yang sangat penting bagi keKristenan. Beberapa tulisannya dalam bentuk yang telah disederhanakan diterbitkan oleh Penerbit Momentum, antara lain : Berpola Pikir Rohani, Kemuliaan Kristus, dan Kematian yang Menghidupkan.