31 May 2009

Roma 15:17-19: KONSEP PELAYANAN SEJATI-2: Sukacita Pelayanan-1

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-2


Konsep Pelayanan Sejati-2: Sukacita Pelayanan-1

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 15:17-19



Konsep pelayanan yang kedua dari Paulus adalah pelayanan sejati adalah pelayanan yang berpusat kepada Kristus melalui kuasa Roh Kudus. Hal ini dipaparkan Paulus di ayat 17 s/d 19.


Di ayat 17, sebagai kesimpulan dari ayat 14 s/d 16, Paulus mengajarkan, “Jadi dalam Kristus aku boleh bermegah tentang pelayananku bagi Allah.” Sebagai penutup, Paulus kembali mengingatkan jemaat Roma dan kita juga tentang konsep pelayanan. Tidak sedikit kita menjumpai orang Kristen yang melayani tidak dengan jiwa hamba, tetapi dengan jiwa majikan. Akibatnya, ketika melayani, sebenarnya kita lah yang dilayani dan dipuaskan, karena kita ingin mencari pamor di lingkungan/gereja tempat kita melayani. Paulus menyadarkan jemaat Roma dan kita bahwa pelayanan bukan memegahkan diri, tetapi memegahkan Kristus. Pelayanan yang ia lakukan bagi Allah adalah pelayanan yang bermegah di dalam Kristus. Di dalam Filipi 3:3, ia juga menguraikan bahwa jemaat Filipi (dan kita) tidak hidup menurut hal-hal lahiriah, tetapi hal-hal spiritual, yaitu bermegah di dalam Kristus. Kata “bermegah” di dalam Roma 15:17 dan Filipi 3:3 memiliki akar kata Yunani yang sama, yaitu kauchaomai yang berarti bermegah (boast), bersukacita (rejoice), dll. Berarti hidup dan pelayanan kita ditujukan untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia. Rev. Dr. John S. Piper di dalam bukunya Desiring God mengganti kata “dan” pada pernyataan Katekismus Singkat Westminster Pasal 1 tadi dengan kata “dengan.” Dengan kata lain, hidup dan pelayanan kita adalah untuk memuliakan Allah dengan menikmati-Nya. Ya, menikmati Dia adalah sukacita hidup dan pelayanan kita. Mengapa sering kali kita melayani Tuhan dengan bersungut-sungut? Karena kita kurang menikmati Dia sebagai sukacita terbesar, seperti Paulus. Ketika kita mulai menikmati Dia sebagai sukacita terbesar, di saat pula kita semakin bersemangat dan bersukacita di dalam melayani Tuhan (bdk. Rm. 12:11). Sukacita itu dapat kita nikmati karena kita telah ditebus oleh Kristus dan dilahirbarukan oleh Roh Kudus. Seorang yang telah mengalami kelahiran baru dari Roh Kudus dan penebusan dari Kristus adalah orang yang bersukacita, karena dia telah dilepaskan dari perbudakan dosa yang membelenggu hidupnya dahulu. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bersukacita di dalam hidup dan pelayanan kita kepada Tuhan?

Prinsip sukacita di dalam pelayanan kita adalah karena kita sudah ditebus oleh Kristus, maka segenap hidup kita dipergunakan untuk melayani-Nya, oleh sebab itu, tidak ada kata “terpaksa” di dalam hidup dan pelayanan kita ketika kita harus menderita bagi-Nya. Paulus rela menderita tatkala ia harus memberitakan Injil (2Kor. 11:24-27). Semuanya itu dilakukan bagi Allah dan dia bermegah (bersukacita) di dalam Kristus. Kepada jemaat di Filipi, dia menulis surat yang penuh dengan sukacita, meskipun pada waktu itu dia ada di dalam penjara (Flp. 1:13). Meskipun harus menderita, Paulus tetap bisa bersukacita, mengapa? Apa dia hanya berhalusinasi? TIDAK. Paulus bisa bersukacita di dalam penderitaan karena ia berharap penuh kepada Allah (2Tim. 1:12). Bagaimana dengan kita yang mengalami penderitaan? Himpitan dan tekanan hidup terus-menerus mengganggu dan mencengkeram hidup kita waktu demi waktu, adakah kita tetap bersukacita dengan terus berharap dan beriman kepada-Nya? Jangan kuatir, serahkanlah hidup kita kepada-Nya, maka Ia akan memelihara hidup kita selama-lamanya. Amin?


Apa wujud sukacita Paulus di dalam Kristus melalui pelayanannya? Ia menunjukkan sukacita di dalam pelayanannya di dalam Kristus tatkala ia dengan taat mutlak memberitakan karya penebusan Kristus (dan bukan yang lain) kepada bangsa-bangsa lain melalui perkataan dan perbuatan serta melalui kuasa Roh Kudus (ay. 18-19a). Di ayat ini, ia menjabarkan tiga wujud sukacita pelayanannya di dalam Kristus:
Pertama, sukacita pelayanannya di dalam Kristus ditunjukkan melalui ketaatannya memberitakan Injil Kristus. Di ayat ini, ia berkata, “Sebab aku tidak akan berani berkata-kata tentang sesuatu yang lain, kecuali tentang apa yang telah dikerjakan Kristus olehku,” Berarti, sukacita pelayanannya diukur dari ketaatannya memberitakan Injil Kristus dan bukan yang lain. Ia dengan jujur mengatakan bahwa ia tidak akan berani berkata-kata tentang sesuatu yang lain. Berarti dia tidak akan pernah mau memberitakan hal-hal di luar Injil dan karya Kristus yang harus ia beritakan kepada bangsa-bangsa lain. Itu namanya TAAT. Mengapa sering kali pelayanan kita tidak dilakukan dengan sukacita? Karena kita berpikir bahwa kita melayani Tuhan itu adalah suatu tugas berat. Padahal, ketika kita yang adalah anak-anak Tuhan yang telah ditebus Kristus, diperkenan oleh Tuhan untuk melayani-Nya adalah suatu hak istimewa yang besar sekali yang tidak bisa didapatkan oleh orang-orang di luar umat pilihan. Kedua, kita tidak bersukacita ketika melayani karena kita tidak TAAT. Di dalam pelayanan, kita melayani bukan dengan jiwa hamba, tetapi dengan jiwa majikan yang suka memerintah orang-orang untuk melayani kita. Ketika kita melakukan hal itu, kita bukan melayani, tetapi dilayani. Pelayanan tanpa ketaatan adalah suatu kesia-siaan. Apakah cukup taat saja? TIDAK. Ketaatan harus disertai dengan kerelaan penuh dan berkaitan dengan kepada siapa kita taat dan rela. Ketika kita “taat” kepada Mamon (dewa uang), kita rela menyerahkan hidup kita kepadanya. Objek ketaatan mengakibatkan sikap hati kita. Umat pilihan adalah orang yang seharusnya taat dan rela hanya kepada kehendak Allah. Paulus adalah salah satu contoh yang harus kita teladani tentang taat kepada kehendak Allah. Apa itu kehendak Allah yang harus kita taati? Yaitu memberitakan Injil (Mat. 28:19-20). Kalau Paulus bisa taat kepada kehendak Allah, bagaimana dengan kita? Beranikah kita dengan sepenuh hati taat dan rela kepada kehendak-Nya?

Kedua, sukacita pelayanannya di dalam Kristus ditunjukkan melalui ketaatannya menjadi saksi Kristus melalui perkataan dan perbuatan. Berarti bukan penginjilan saja yang harus diperhatikan, tetapi sikap hidup kita. Penginjilan yang Paulus ajarkan meliputi dua hal: penginjilan verbal (perkataan) dan penginjilan non-verbal (perbuatan). Dengan kata lain, penginjilan bukan menjadi penginjilan yang timpang, tetapi penginjilan yang terintegrasi. Apa yang menyebabkan Paulus bisa mengintegrasikan dua konsep tersebut? Kuncinya adalah kerendahan hati. Paulus adalah seorang rasul Kristus yang luar biasa cerdas, namun kecerdasannya tidak mengakibatkan dia menjadi sombong, tetapi rendah hati. Ia rela menyamakan dirinya sebagai orang berdosa, bahkan lebih berdosa dari mereka (1Tim. 1:15-16). Kerendahan hatinya mengakibatkan ia mampu memadukan penginjilan melalui perkataan dan perbuatan. Bagaimana dengan kita? Beberapa orang Kristen dan hamba Tuhan yang sudah banyak belajar theologi melalui literatur mengakibatkan beberapa dari mereka menjadi sombong, karena merasa diri sudah pintar beradu argumen theologi. Mereka menjadi kebal terhadap kritikan, meskipun di atas mimbar berbicara tentang teachable (dapat diajar). Mereka memakai segudang argumentasi untuk menutupi kesalahannya, misalnya dengan mengatakan bahwa kalau mau mengkritik, si pengkritik harus melakukannya dahulu. Sudah saatnya orang Kristen bertobat dari kesombongan ini! Seberapa rendah hatikah kita sebagai anak-anak-Nya di dalam melayani-Nya? Ketika kita belajar rendah hati, di saat yang sama kita menjadi saksi Kristus yang mampu mengintegrasikan penginjilan perkataan dan perbuatan. Tuhan tidak mau kita terpecah di dalam penginjilan yang terlalu mementingkan salah satu aspek.

Ketiga, sukacita pelayanannya di dalam Kristus ditunjukkan melalui kuasa Roh Kudus. Kita bisa bersukacita di dalam pelayanan karena ada kuasa Roh Kudus. Kuasa Roh Kudus memampukan kita terus bersukacita di dalam pelayanan, meskipun harus mengalami penderitaan. Kuasa itu ditunjukkan melalui tanda-tanda mukjizat (ay. 19a) maupun pemberitaan Firman. Kuasa Roh Kudus jangan dibatasi oleh gejala-gejala supranatural. Kuasa Roh Kudus adalah kuasa yang dikerjakan Allah Roh Kudus seturut firman-Nya di dalam Alkitab, karena Roh Kudus diutus untuk memuliakan Kristus (Yoh. 15:26; 16:14). Roh Kudus bisa bekerja melalui mukjizat dan bisa juga bekerja tanpa melalui mukjizat yang dapat dilihat mata. Roh Kudus yang tidak bekerja melalui mukjizat nyata (kasat mata) adalah Roh Kudus yang memberikan kekuatan kepada setiap hamba-Nya di dalam melayani Tuhan. Kekuatan itu tidak bisa dilihat secara kasat mata seperti misalnya melihat orang buta melihat, orang tuli mendengar, dll, tetapi kekuatan itu sangat penting bagi seorang pelayan-Nya, karena tanpa kekuatan dari-Nya, mereka tidak akan mampu menunaikan tugas pelayanan-Nya. Hamba-Nya yang setia, Pdt. Dr. Stephen Tong adalah salah satu saksi mata seorang hamba Tuhan yang dipenuhi dengan kuasa Roh Kudus. Jika ada yang mengatakan Pdt. Stephen Tong tidak ada ‘roh kudus’ hanya karena beliau tidak dapat membuat orang tumbang, maka saya menantang si pemfitnah itu, dengan kuasa mana beliau bisa berkhotbah dan memberitakan Injil di dunia dengan jadwal yang begitu padat? Jika tanpa kuasa Roh Kudus yang terus memberi kekuatan dan kesehatan fisik maupun mental, maka beliau tidak bisa melayani Tuhan dengan begitu bersemangat meskipun jadwal pelayanannya yang begitu padat. Sudahkah kita mengalami kuasa Roh Kudus di dalam pelayanan yang kita kerjakan? Kita bisa mengalami kuasa Roh Kudus tersebut tatkala kita dengan taat dan rela menunaikan tugas pelayanan kita kepada-Nya. Percayalah, tatkala kita melayani Tuhan sungguh-sungguh, Roh-Nya yang kudus akan mendampingi kita dan memberi kita kekuatan.


Tiga wujud sukacita pelayanannya di dalam Kristus tersebut mengakibatkan Paulus tidak merasa capek walau harus pergi ke tempat yang jauh sekalipun. Ini dikatakannya di ayat 19b, “Demikianlah dalam perjalanan keliling dari Yerusalem sampai ke Ilirikum aku telah memberitakan sepenuhnya Injil Kristus.” Ia telah rela pergi dari Yerusalem ke tempat yang jauh, mengapa? Demi uang? TIDAK! Demi Injil. Dr. John Calvin yang terus berkhotbah setiap pagi kepada jemaatnya tanpa mengenal lelah, mengapa? Karena Injil. Pdt. Dr. Stephen Tong rela pergi meninggalkan Tiongkok sebagai negara kelahirannya, merantau ke Indonesia, berkhotbah dan memberitakan Injil ke Amerika, Meksiko, Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia, Thailand, dll, mengapa? Karena uang? TIDAK! Karena Injil! Para misionaris dan hamba Tuhan sejati dengan ketaatan penuh dan melalui kuasa Roh Kudus mampu menunaikan tugas pelayanan-Nya, hanya karena satu: Injil Kristus. Karena Injil, mereka berani membayar harga, diri, dan uang. Karena Injil, mereka rela membayar harga ditinggal suami/istri/keluarganya dan dicap “kafir.” Karena Injil, mereka berani membayar harga dimusuhi oleh tetangga dan rekannya. Ya, karena Injil. Sungguh suatu kontradiksi dengan orang “Kristen” di zaman sekarang ini. Di zaman ini, kita sangat sulit menemukan seorang yang rela berkorban demi Injil. Yang ada justru sebaliknya, banyak orang “Kristen” bahkan “pemimpin gereja” memanipulasi Injil demi kepentingannya sendiri. Karena uang, beberapa pemimpin gereja rela memberitakan “injil” kemakmuran untuk menarik keuntungan sebesar-besarnya. Karena terlalu memerhatikan kondisi lingkungan sekitar, beberapa pemimpin gereja mulai menolak pemberitaan Injil secara verbal dan menggantinya dengan pelayanan sosial saja. Karena terlalu memerhatikan agama-agama lain, sang pemimpin gereja “berani” berkhotbah di atas mimbar bahwa di luar Kristus masih ada jalan keselamatan. Semua dilakukan untuk memuaskan keinginan pribadi, baik: uang, harga diri, dan lingkungan sekitar. Sungguh berbeda dengan para misionaris dan pelayan Tuhan yang setia yang rela mengorbankan diri sendiri agar Injil Kristus diberitakan. Bagaimana dengan kita? Masihkah kita sebagai anak-anak-Nya selalu mengecewakan-Nya? Masihkah kita sebagai anak-anak-Nya memanipulasi Injil Kristus demi kepentingan kita sendiri? Sudah saatnya orang Kristen dan pemimpin gereja BERTOBAT dari dosa-dosa mereka yang menghina dan memanipulasi Injil!


Hari ini, jika Roh Kudus menegur Anda melalui perenungan kita saat ini, bukalah hati dan pikiran Anda, biarkan Ia mengoreksi dan memimpin jalan hidup dan pelayanan kita agar apa pun yang kita kerjakan sungguh-sungguh memuliakan Tuhan. Amin. Soli Deo Gloria.

Matius 15:12-14: CONTROVERSY OF THE TRUTH (Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.)

Ringkasan Khotbah: 23 September 2007

Controversy of the Truth
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 15:12-14


Perdebatan sengit antara Tuhan Yesus dan orang Farisi dicetuskan oleh orang Farisi terlebih dahulu; Tuhan Yesus dianggap telah melanggar Taurat, yakni tidak mencuci tangan saat makan. Tuhan Yesus menegur dengan keras mereka telah melawan Allah dan memakai Taurat sebagai alasan. Bukan yang masuk mulut yang enajiskan tetapi yang keluar dari mulut itulah yang menajiskan. Kotor yang esensial itu asalnya dari dalam hati maka yang semua yang keluar itu menjadi kotor. Sayang, dunia tidak pernah mengerti konsep ini, manusia hanya melihat fenomena luar yang kelihatan bagus. Puji Tuhan, Tuhan tidak melihat fenomena tetapi Dia melihat hati manusia. Ironis, ketika Kebenaran menegur dosa, dunia bereaksi sangat keras, mereka mengatai perbuatan Tuhan Yesus tersebut sebagai batu sandungan. Sebaliknya, ketika orang berdosa mengecam Kebenaran, dunia diam bahkan sepertinya dunia menyetujui dan sangat memahami tindakan mereka karena adanya suatu perasaan senasib sebagai sesama orang berdosa. Orang berdosa yang lain akan menjadi marah dan membela mati-matian ketika ada seorang benar yang berani menyatakan dosa menegur orang berdosa. Jumlah orang benar sangat minoritas sebaliknya orang berdosa mayoritas sehingga perasaan senasib sepenanggungan itu begitu mengikat.
Janganlah tergoda dengan fenomena yang nampak indah, seperti tawaran untuk investasi dalam bentuk saham. Orang tidak sadar permainan saham itu justru akan menghancurkan hidup manusia namun orang tidak sadar malahan bangga dan menaruhnya dalam berita utama di surat kabar. Investasi asing dengan jumlah besar, hampir 200 juta dollar masuk ke Indonesia dalam bentuk SUN (Surat Utang Negara) dan ORI (Obligasi Republik Indonesia). Hal ini akan menjadikan rakyat Indonesia semakin bertambah miskin dan sengsara. Para investor itu pastilah tidak ingin merugi tetapi ingin meraih keuntungan maka kalau mereka berani menanamkan modal sedemikian besar pastilah mereka telah memperhitungkan berapa besar keuntungan yang akan didapatkan. Perhatikan, semua investasi itu bukan dalam bentuk sektor riil yang akan menyejahterahkan penduduk Indonesia. Tidak! Tetapi semua investasi itu dalam bentuknya tidak riil, orang tidak bekerja apa-apa tetapi ingin menarik keuntungan sebesar-besarnya. Rakyatlah yang dirugikan; orang mengambil keuntungan di atas penderitaan orang lain. Inilah dunia berdosa.
Dosa ditutup sedemikian rupa dengan segala sesuatu yang indah sehingga orang tidak lagi dapat melihat kebusukan di dalamnya. Tuhan Yesus menegaskan bukan yang masuk yang menajiskan tetapi yang keluar itulah yang menajiskan. Namun dunia sulit menerima kebenaran yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus. Ada beberapa aspek mengapa manusia melihat kebenaran sebagai batu sandungan:
Pertama, Anti Perubahan.. Dunia hanya suka pada apa yang ia suka maka segala sesuatu yang dianggap berlawanan atau mengusik kemapanan, status quo sentak, orang langsung membentengi dirinya bahkan langsung menolak. Tak terkecuali dengan orang Kristen karena kebenaran itu berlawanan dengan konsep pemikiran yang telah tertanam dalam dirinya. Inilah sifat manusia berdosa. Sesungguhnya, bukan karena IQ rendah atau otak yang bodoh sehingga orang tidak dapat mengerti. Tidak! Pengertian akan kebenaran itu barulah didapat setelah orang rela membuka dirinya untuk menerima kebenaran dan diubahkan. Hal ini tidaklah mudah, dibutuhkan waktu dan juga suatu kerelaan untuk dikoreksi oleh Tuhan. Kalau sejak titik pertama, manusia sudah menetapkan status quo maka itu berarti kehancuran dan kebinasaan bagi dirinya. Sayang, orang tidak mempunyai kerelaan hati untuk dibentuk oleh kebenaran dan mempunyai semangat untuk belajar, learning spirit. Sesungguhnya, orang telah mengerti prinsip-prinsip kebenaran, tetapi orang masih terus bertanya dengan kata lain, orang hanya butuh konfirmasi untuk membenarkan apa yang menjadi keinginannya. Maka tidaklah heran ketika Tuhan Yesus Sang Kebenaran menyatakan kebenaran yang sifatnya kontras dan diametris, dunia langsung menolak. Learning attitude harus dimulai dari kerelaan hati untuk dikoreksi. Alangkah indah hidup kita kalau kita hati yang siap untuk diubahkan, kita mempunyai learning spirit, maka kita akan bertumbuh dalam iman.
Kedua, Manusia tidak mengaku salah. Mengakui kebenaran berarti harus menanggalkan konsep lama. Hal itu tidaklah mudah sebab pada saat yang sama kita harus mengakui kesalahan diri dan mengakui di hadapan orang lain; di dunia timur, mengakui kesalahan berarti suatu penghinaan sebab menyangkut harga diri; ada suatu kesombongan pribadi, prideness dalam diri manusia. Inilah sifat manusia berdosa. Manusia merasa diri sebagai kebenaran, the truth. Semangat humanisme ini memuncak yang ditandai dengan pernyataan manusia adalah ”allah.” Manusia bukanlah makhluk sempurna, manusia penuh dengan kesalahan. Dalam hidup ini banyak keputusan yang kita ambil tersebut salah.
Apa dasarnya sehingga kita memutlakkan diri kita sebagai kebenaran? Ironis, orang berani memutlakkan diri sebagai kebenaran mutlak dan menuduh orang lain yang tidak sejalan dengan pemikirannya adalah salah. Manusia adalah makhluk relatif, kita harusnya kembali dan mau diajar oleh Sang Kebenaran sejati yang mutlak adanya. Kesombongan menjadikan kita tidak mau dibentuk oleh Tuhan dan memakai alasan batu sandungan untuk menolak kebenaran. Sesungguhnya, kesombongan itulah yang telah menjadi batu sandungan, kita tidak siap hati untuk menerima kenyataan bahwa kita bukanlah kebenaran, kita hanyalah manusia biasa yang dapat bersalah. Kesombongan membuat manusia tidak mau tunduk di bawah kebenaran-Nya. Inilah yang disebut sebagai true blindness. Biarlah sebagai anak Tuhan, kita menyadari dan mengakui bahwa kita adalah manusia berdosa, kita telah bersalah secara esensi, kita telah memberontak terhadap kebenaran. Kesempurnaan itu hanya milik Tuhan semata. Melawan kebenaran sejati berarti kebinasaan bagi kita. Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semuanya akan ditambahkan kepada-Mu. Alangkah indah hidup kita ketika kita berada di bawah kedaulatan Allah.
Ketiga, Manusia mau menjadi Tuhan. Konsep manusia yang menganggap diri adalah “allah” menempatkan manusia berada di posisi atas. Salah! Allah yang berada di posisi tertinggi dan manusia harus tunduk di bawah otoritas Allah. Awal abad 20, dunia mulai menyadari betapa jahatnya otorisasi tetapi ironisnya, orang justru masuk di dalamnya. Celakanya, semua orang ingin berkuasa dan menguasai dunia maka pecahlah perang dunia hingga dua kali. Orang mulai menindas dan menghancurkan orang lain. Orang tidak mau tunduk kepada orang lain tetapi ingin menjadikan orang lain yang tunduk kepadanya. Michael Foucault menyadari akan jahatnya suatu otoritas selalu memutlakkan diri dan memutlakkan diri berarti penindasan maka semua otoritas tersebut harus ditiadakan, no authority. Namun pada saat yang sama ia menegakkan kekuasaan diri. Postmodern system memuncakkan self authority dan berada di titik paling puncak yang membuat manusia anti otoritas termasuk otoritas agama dan otoritas Allah. Faith movement mencetuskan otoritas tertinggi berada di tangan manusia dan Allah harus tunduk pada manusia. Dengan kata lain, manusialah sebagai penentu segala sesuatu. Ketika Tuhan Yesus datang dan menyatakan diri “I'm the Lord” maka orang langsung melawan. Manusia modern anti dengan kebenaran. Hati-hati dengan pendidikan modern mengajarkan bahwa anak tidak pernah salah dan guru hanya fasilitator belaka. Ajaran ini dicetuskan Jean Jaques Rousseau yang diadopsi oleh Maria Montesorry. Alkitab menegaskan manusia dicipta, bukan pencipta maka manusia harus tunduk pada Sang Pencipta.
Keempat, Manusia anti doktrin (ajaran). Alkitab berulang kali menyatakan perlunya manusia kembali pada ajaran atau doktrin yang benar. Postmodern system mencoba merasuk pemikiran manusia dengan konsepnya yang anti dengan segala bentuk ajaran tetapi ironisnya, pada saat yang sama justru mereka getol mengajarkan ajaran posmodern. Posmodern menyatakan bahwa bahasa tidak lebih hanya sebuah permainan, language game sebab bahasa tidak menjadikan dunia mengerti apa yang diajarkan. Ironis, di satu sisi, orang menyatakan bahwa doktrin itu tidak penting, bahasa hanya sebuah permainan tetapi tanpa sadar, ia sedang menanamkan doktrin, yakni ajaran akan tidak pentingnya sebuah doktrin dengan bahasa. Tidak cukup sampai disitu, gerakan new age yang dicetuskan dari pemikiran dunia timur mulai merebak hari ini bahkan negara-negara Barat yang mementingkan rasio kini telah terpengaruh dengan ajaran new age. Pertengahan abad 20, dunia Barat menghancurkan diri sendiri dengan ajaran posmodern. Di tengah relativisme, manusia mulai kehilangan positioning, manusia tidak percaya akan kebenaran dan manusia tidak tahu harus berpegang pada siapa? Karena semua dianggap salah termasuk Allah pun dianggap salah; semua kebenaran absolut tidak ada. Seorang bernama Maha Resi Mahesh Yogi menyatakan diri sebagai ”allah” dan “kebenaran” maka dunia Barat yang butuh kebenaran datang ke India, tempat dimana orang-orang menyatakan diri sebagai ”allah dan kebenaran mutlak.” Di tengah-tengah relatifitas, orang butuh kemutlakkan celakanya, orang tidak balik kepada Kebenaran sejati. Orang butuh kemutlakan tetapi sekaligus anti kemutlakan. Inilah dampak dari posmodern yang kawin dengan filsafat timur yang sifatnya humanistik maka jadilah new age movement. Abad 21 menjadi abad new age terbesar. Filsafat timur mulai menguasai dunia barat. Dunia timur dengan permainan supranaturalnya dan emosi yang meledak menguasai rasio akibatnya manusia menjadi anti doktrin. Inilah wajah dunia berdosa.
Empat tahap penghancuran dunia dapat kita lihat dari: 1) konsep unisex, muncul sekitar 25 tahun lalu dimana pria dan wanita mempunyai seragam sama, yakni t-shirt, celana jean dan sepatu kets. Pria dengan rambut panjang dan wanita dengan rambut cepak ala pria, 2) pembalikan posisi, dimana pria memakai pakaian seperti layaknya wanita dengan motif dan model wanita sebaliknya si wanita berpakaian ala pria. Jangan pandang sepele atau remeh akan hal ini, ini bukan sekedar fashion belaka tetapi ada permainan iblis di balik semua ini, 3) homosexual, hari ini para homosexual menuntut hak-hak yang sama seperti layaknya kehidupan normal, yakni pernikahan dan mempunyai anak dan disahkan secara hukum, 4) feminint leadership, penguasaan kepimpinan berada di tangan wanita – saat itu emosi menjadi penentu segala keputusan maka ketika orang tidak memakai rasio lagi, semua peraturan menjadi tidak ada. Iblis yang licik masuk dalam dunia agama, dunia filsafat dan keluarga untuk menghancurkan manusia. Sayangkan, orang tidak menyadarinya, orang tidak kembali pada doktrin yang benar dan mutlak. Firman Tuhan telah memberikan prinsip-prinsip kebenaran pada manusia untuk menjadikan manusia hidup dengan benar dengan demikian orang tidak mudah diombang-ambingkan oleh rupa-rupa ajaran sesat. Back to the sound doctrine. Dunia tidak suka ketika kita bersikap tegas dan menyatakan kebenaran, dunia akan menganggap kita sebagai batu sandungan. Inilah tugas dan panggilan setiap anak Tuhan yang menjadi terang dan garam.
Tuhan Yesus memberikan suatu prinsip kebenaran sejati, yakni:
1. Adalah anugerah kalau orang dapat mengerti kebenaran.
Prinsip Alkitab berbeda dengan prinsip dunia. Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut sampai akar-akarnya. Bapak-bapak gereja sangat memahami akan hal ini, mereka mengeluarkan satu pernyataan credo ut intelligam dan ajaran reformed menyatakan sebagai predestinasi. Kalau orang dapat mengerti kebenaran titik permasalahan bukan pada batu sandungan atau bukan batu sandungan. Tidak! Tetapi karena anugerah Tuhan semata kalau kita dapat mengerti kebenaran. Tuhan Yesus telah menegaskan tentang hal tersebut, yakni ketika Tuhan Yesus mengajar denga perumpamaan – bukan supaya orang dapat mengerti ajaran dengan mudah. Tidak! Sebab terbukti, mereka tetap tidak mengerti ajaran Tuhan. Tuhan Yesus menegaskan kepada mereka diberikan anugerah untuk mengerti rahasia Kerajaan Sorga sedang kepada mereka, tidak sehingga mereka mendengar tetapi tidak mendengar, mereka melihat tetapi tidak melihat dan tidak mengerti (Mat. 13:10-13). Jadi, jelas disini kalau kita dapat mengerti Firman maka itu merupakan suatu anugerah bukan karena kehebatan atau kepandaian kita. Iman mendahului pengertian maka apologetika bukan upaya menjelaskan supaya orang percaya. Tidak! Percaya dulu barulah kita mengerti kebenaran sejati dan kalau seorang dapat percaya pada Tuhan maka itu semata-mata karena anugerah, Tuhanlah yang membukakan terlebih dahulu. Rasio harus tunduk di bawah iman. Kembalinya kita pada kebenaran itu karena anugerah melalui iman.
2. Manusia harus kembali pada Bapa Sang Sumber Hidup.
Untuk dapat mengerti kebenaran, kita harus kembali pada Bapa yang empunya tuaian. Hanya kembali pada Bapa Sang Sumber Hidup barulah orang itu hidup dan ia dapat mengerti kebenaran. Jangan pernah berpikir dengan penjelasan secara rasional orang dapat mengerti. Tidak! Layaknya orang buta menuntun orang buta maka dijelaskan apapun akan sulit mengerti kecuali ia dicelikkan dan dapat melihat sendiri barulah ia dapat mengerti. Jelaslah disini, titik permasalah bukan pada jadi batu sandungan atau bukan. Letak titik permasalahannya adalah karena orang tidak kembali pada Bapa. Ketika orang kembali pada Bapa, Sang Sumber Hidup barulah orang itu hidup dan ia mengerti akan kebenaran. Berbeda halnya dengan orang mati, sehebat dan sebanyak apapun kita memberikan penjelasan maka ia tidak pernah mengerti kebenaran sebab sesungguhnya, ia tidak lebih hanyalah orang mati. Hidup itu kembalinya kita pada Sang Sumber Hidup. Kalau kita tidak kembali pada sumber hidup berarti kita mati. Sama halnya sebuah alat eletronik maka ia tidak akan berfungsi kalau tidak dihubungkan dengan listrik sebagai sumber. Seluruh potensi, eksistensi dapat berfungsi dengan baik kalau kita kembali pada sumber hidup. Teologi Reformed dengan tegas menyatakan bahwa manusia itu rusak total, total depravity; manusia tidak berfungsi lagi maka satu-satunya jalan, kita hidup harus kembali pada Bapa. Ajaran teologi yang lain masih berkompromi dengan dunia dengan menyatakan donum supra ditum artinya di dunia yang berdosa masih ada secuil kapasitas kebajikan dan kemurnian yang memungkinkan manusia bisa menemukan Allah. Tidak! Manusia telah rusak total maka kita harus kembali pada Sang Sumber Hidup.
3. Manusia harus kembali pada Kebenaran mutlak.
Alkitab menegaskan tidak ada posisi tengah atau abu-abu bagi kebenaran. Tidak ada posisi setengah benar atau setengah salah. Hanya ada 2 posisi, yaitu benar atau salah. Setengah benar berarti salah. Dari empat epistemologi, yakni: 1) benar-benar benar, 2) benar-benar tidak benar, 3) tidak benar-benar benar, 4) tidak benar-benar tidak benar maka dari keempat kemungkinan di atas hanya satu, yakni: benar-benar benar. Kekristenan melihat kebenaran itu tidak bisa ditempatkan pada posisi abu-abu. Kebenaran itu harus mutlak, yakni benar-benar benar. Jangan pernah berpikir bahwa kita berada di posisi tengah, sebelah kaki di sorga dan sebelah kaki yang lain di neraka. Kalau kita hidup kita harusnya tahu dimana posisi kita. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau kita masih bisa mendengarkan Firman Tuhan, membukakan kebenaran maka jangan sia-siakan anugerah Tuhan. Biarlah kita disadarkan dan kembali pada kebenaran. Janganlah kita seperti orang buta yang menuntun orang buta. Kebenaran harus tetap dinyatakan, tidak peduli apakah hal itu akan menjadi batu sandungan. Kalau kebenaran itu dibukakan pada kita dan kita mengerti kebenaran itu maka janganlah hal itu menjadikan kita sombong tetapi hendaklah dengan rendah hati kita senantiasa memohon pada Tuhan untuk membentuk kita di sepanjang hidup kita. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber: