05 August 2010

WHAT'S WRONG IN THE GARDEN OF EDEN?-4: Eden dan Dosa-3: Inkonsistensi

WHAT’S WRONG IN THE GARDEN OF EDEN?-4:
Eden dan Dosa-3: Inkonsistensi


oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Kejadian 3:6a




Setelah dua tahap iblis mencobai Hawa, apa reaksi Hawa? Di ayat 6, Alkitab mencatat, “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.” Pada bagian ini, kita hanya menguraikan kalimat pertama yaitu pada ayat 6a sebagai fokus pembahasan kita. Setelah iblis mencobai Hawa untuk menjadi seperti Allah yang mengetahui yang baik dan jahat, maka Hawa pun tergoda dan Alkitab mencatat bahwa Hawa melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya. Di sini, kita mulai melihat pergeseran pemikiran Hawa yang dahulu (seolah-olah) berpusat pada Allah (Kej. 3:2-3), sekarang tidak lagi. Hawa sekarang memusatkan perhatiannya pada iming-iming rayuan iblis, sehingga ia mulai melihat buah pohon pengetahuan itu dari perspektif iblis.


Dari kasus ini saja, kita bisa mengambil dua kesimpulan yang akan saya bahas pada dua bagian (bagian ini dan bagian selanjutnya).

Kesimpulan pertama, dosa mengakibatkan manusia hidup tidak konsisten dan inkonsistensi ini uniknya dimulai dari Hawa. Karena mementingkan perasaan ketimbang kebenaran Allah, maka Hawa akhirnya dengan mudahnya termakan oleh bujuk rayu iblis. Itu sebabnya tidak heran juga, jika banyak keturunan Hawa yang sudah meleset akibat dosa ini juga hidup secara tidak konsisten di dalam dunia ini. Tidak usah heran kalau ada cewek yang hari ini berkata A, minggu berikutnya berkata B, bulan berikutnya kembali mengatakan A, tahun depan berkata B, begitu seterusnya, akhirnya beberapa tahun kemudian berkata C. Inkonsistensi ini wajar, karena BANYAK cewek terlalu menggunakan perasaan ketimbang rasio. Inkonsistensi ini nantinya mempengaruhi Adam (cowok). Inkonsistensi ini mencakup banyak hal: iman, pikiran, perkataan, dan sikap. Pertanyaan selanjutnya, mengapa manusia hidup tidak konsisten? Saya (5 poin teratas) dan Sdr. Richard Limi, S.T., teman gereja saya menemukan ada 6 alasan inkonsistensi dalam hidup manusia:
1. Iman Kepercayaan yang Tidak Beres
Inkonsistensi paling mengerikan dan fatal terjadi karena adanya iman kepercayaan yang tidak beres. Saya mengatakan paling fatal, karena iman kepercayaan adalah jantung/inti dari hidup seseorang. Ketika iman seseorang berkontradiksi akibat tidak konsisten, maka dapat dipastikan cara berpikir, perkataan, dan sikapnya kacau (Jawa: amburadul). Mengapa iman kepercayaan seseorang bisa tidak konsisten? Karena iman tersebut dibangun di atas dasar pikiran manusia berdosa meskipun menggunakan nama “Tuhan” di dalamnya. Ketika iman seseorang dibangun di atas dasar pikiran manusia yang sendirinya berdosa dan tidak konsisten, maka tidak heran ajaran-ajaran dalam iman tersebut juga berkontradiksi satu sama lain. Ada ajaran yang mengatakan bahwa hidup ini penderitaan dan penderitaan itu disebabkan karena keinginan, maka kalau mau lepas dari penderitaan, seseorang harus meniadakan keinginan dan menggantinya dengan keinginan berbuat benar. Dari ajaran ini saja, kita menemukan kontradiksi fatal. Mengutip Ev. Bedjo Lie, S.E., M.Div. di dalam salah satu artikelnya mengatakan bahwa jika penderitaan itu dilepaskan dengan meniadakan keinginan, maka mengapa ajaran yang sama mengatakan bahwa perlunya keinginan untuk berbuat benar? Apakah berbuat benar itu tidak disertai keinginan? Kedua, yang lebih aneh, orang yang mengatakan bahwa penderitaan bisa dilepaskan dengan meniadakan keinginan pun dengan sendirinya memerlukan suatu keinginan untuk mengatakannya. Tidak heran, Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan satu pernyataan yang tajam bahwa semua agama, kepercayaan, filsafat, dll yang melawan Alkitab PASTI berkontradiksi dengan dirinya sendiri.

2. Karakter Kekanak-kanakan
Inkonsistensi juga bisa terjadi karena seseorang memiliki karakter kekanak-kanakan (childish). Orang yang childish adalah orang yang tidak dewasa dalam segala hal (iman, pikiran, perkataan, dan sikap), sehingga orang itu hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Tidak heran orang childish selalu beriman, berpikir, berkata, dan bersikap semaunya sendiri, sehingga banyak inkonsistensi yang terjadi di dalam pribadi orang ini. Hal ini tercermin dari apa yang dikatakan orang tersebut. Orang childish selalu plin-plan jika berkata sesuatu. Seperti yang telah saya paparkan di atas, hari ini, orang itu bisa berkata A, beberapa hari kemudian bisa berkata B, beberapa minggu kemudian bisa kembali berkata A, beberapa bulan kemudian kembali berkata B, beberapa tahun kemudian berkata C, dst. Mengapa demikian? Karena prinsipnya: emang gue pikirin (EGP). Paradigmanya adalah yang penting saya suka ngomong, masa bodoh dengan orang lain ngerti ato gak, masa bodoh apakah saya ngomongnya konsisten atau gak. Kalau ada cewek yang karakternya seperti ini, hai para cowok, berpikirlah dua kali untuk menjadikan si cewek tersebut pacar Anda, karena ini bisa sangat berbahaya kelak waktu kalian berpacaran dan menikah.

3. Proses: Situasi dan Kondisi
Selain itu, inkonsistensi juga bisa disebabkan karena proses waktu yang mencakup situasi dan kondisi. Penyebab inkonsistensi ini bisa bersifat positif maupun negatif. Penyebab inkonsistensi negatif ini berarti inkonsistensi yang terjadi berubah dari positif menjadi negatif. Contohnya bisa kita lihat langsung pada inkonsistensi Hawa. Hanya karena godaan iblis, Hawa tidak konsisten: dahulu mendengar apa yang difirmankan-Nya, setelah dicobai iblis, langsung mengikuti apa kemauan iblis. Adam pun bisa tidak konsisten (hal ini akan dibahas pada bagian selanjutnya). Penyebab inkonsistensi positif terjadi karena seseorang baru mengalami proses waktu yang sulit atau menerima informasi yang akhirnya mengubah cara pandang seseorang (ada unsur positif). Misalnya, seseorang bisa berkata A pada hari Senin, namun di hari Kamis, ia bisa berkata B, dikarenakan pada hari Kamis atau hari kemarin, Rabu, dia mengalami suatu situasi yang sulit, misalnya kecelakaan, dll. Atau mungkin juga pada bulan Juni, seseorang bisa memuji A, namun di bulan Juli/Agustus, orang yang sama bisa menghina A. Mengapa demikian? Karena di antara bulan Juni dan Juli/Agustus tersebut, orang tersebut menerima informasi tambahan tentang A yang membuat orang tersebut mengubah penilaiannya terhadap A. Informasi tersebut bisa didapat dari salah satu saudara atau teman dekatnya. Informasi tambahan tersebut tentu sangat berguna karena jika orang tersebut akhirnya berhubungan dengan A, maka orang tersebut harus berpikir panjang tentang pribadi A dan cara pikir si A, sehingga orang tersebut tidak tertipu oleh penampilan luar si A yang begitu manis.

4. Lupa
Inkonsistensi bisa juga terjadi karena seseorang itu lupa. Artinya, hari ini, A bisa berkata X dan beberapa hari kemudian A berkata Y, mengapa? Karena A ternyata orang yang pelupa akan apa yang telah dikatakannya, sehingga seolah-olah apa yang A katakana itu tidak konsisten, namun sebenarnya ia lupa. Kalau memang faktor ketidakkonsistenan ini karena lupa, ya kita harap maklum, asalkan lupa ini bukan dikambinghitamkan/dirasionalisasikan terus-menerus. Kepada pelupa, ya kita harus mengingatkan akan apa yang telah dikatakannya beberapa hari kemudian. Pelupa “sejati” adalah pelupa yang dengan rendah hati mengakui kelupaannya dan kemudian mencoba menyusun cara/perkataan baru. Namun yang terjadi justru sebaliknya, banyak pelupa ketika diingatkan akan apa yang telah dikatakannya beberapa hari yang lalu menjadi marah dan ngambek, yang lebih konyol lagi, ngotot bahwa apa yang telah dikatakannya sama dengan apa yang baru saja dikatakannya. Kalau kasusnya seperti ini, ya lain kali, orang lain yang mendengar perkataan si pelupa ini harus menyiapkan tape recorder untuk merekam setiap perkataan si pelupa, lalu kalau beberapa hari kemudian, si pelupa ini mengatakan sesuatu yang berlainan dengan apa yang telah dikatakannya, maka orang tersebut cukup memutar ulang hasil rekamannya tersebut.

5. Slip of Tongue
Faktor kelima mengapa seseorang tidak konsisten karena slip of tongue atau keselip lidah. Khusus faktor ini saya kaitkan dengan inkonsistensi dalam perkataan. Faktor ini bisa kita pahami jika memang sejujurnya seseorang tidak konsisten dalam berkata-kata adalah murni karena keselip lidah. Artinya, ia sebenarnya mau berkata B, namun ia tidak sengaja berkata A, sehingga ketika dicocokkan dengan perkataannya barusan (yang berkata B), ia seolah-olah tidak konsisten. Kalau masalah keselip lidah, ya harap dimaklumi, namun jangan dirasionalisasikan terus-menerus!

6. Kecewa
Mengutip perkataan Sdr. Richard Limi, S.T., faktor terakhir yang mengakibatkan seseorang tidak konsisten adalah kecewa. Pada suatu saat, A bisa mengidolakan X, namun beberapa saat kemudian, A akhirnya mengidolakan Y, ketika ditanya mengapa terjadi perubahan idola tersebut, A menjawab bahwa ia kecewa dengan X yang ternyata moralitasnya tidak karuan. Jika hal ini terjadi terus-menerus, maka lama-kelamaan ia frustasi dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa ia tidak akan mengidola siapa pun dan yang paling ekstrem, ia akan memuji-muji dirinya sendiri yang pantas diidolakan. Itulah kelemahan orang tidak konsisten karena kecewa.


Lalu, apa akibat dari orang yang tidak konsisten ini?
1. Orang Lain Bingung
Orang yang tidak konsisten pasti mengakibatkan orang lain yang berada di dekatnya akan bingung. Mengapa? Karena apa yang diimani, dipikirkan, dikatakan, dan dilakukannya tidak bisa dipegang. Jika kita mengamati kasus demikian, maka saya menyarankan agar kita TIDAK termakan oleh tafsiran orang tersebut, lalu ikut-ikutan menyalahkan orang yang tidak konsisten. Adalah bijaksana jika kita menyelidiki secara tuntas faktor apa yang menyebabkan seseorang itu tidak konsisten, baru kemudian kita mengambil suatu penilaian. Jika memang faktor penyebab inkonsistensi adalah karena adanya proses waktu yang bersifat positif, maka kita tentunya harus menghargai, karena adanya informasi tambahan tersebut seiring berjalannya waktu mengakibatkan seseorang bisa mengubah penilaiannya terhadap A. Bagaimana

2. Orang Lain Tidak Akan Percaya Lagi
Orang yang pada awalnya bingung akan mengakibatkan dampak yang lebih fatal yaitu orang tersebut tidak akan percaya lagi akan apa yang diimani, dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan oleh orang yang tidak konsisten tersebut. Orang lain yang tidak percaya lagi ditandai dengan orang tersebut akan mengacuhkan apa pun yang dikatakan oleh orang yang tidak konsisten tersebut.


Orang yang tidak konsisten pasti membutuhkan penanganan/solusi untuk melepaskan diri dari inkonsistensi tersebut. Apa saja solusinya?
1. Cari Tahu Penyebab Inkonsistensi
Solusi pertama adalah JANGAN GEGABAH! Berusahalah untuk mencari tahu apa sebenarnya yang menyebabkan seseorang tidak konsisten. Temukan salah satu/dua dari 6 faktor penyebab di atas. Jika penyebabnya adalah penyebab yang bisa ditolerir, seperti pelupa atau/dan slip of tongue, maka kita perlu memakluminya dan tidak perlu terlalu mempermasalahkannya. Namun jika penyebabnya fatal yaitu karena faktor iman kepercayaan yang tidak beres, maka kita harus menunjukkan letak inkonsistensi tersebut, supaya orang tersebut bisa sadar dan bertobat.

2. Pecahkan Masalah Penyebab Inkonsistensi Tersebut
Setelah mengetahui bahwa faktor penyebab inkonsistensi, maka kita perlu memecahkan masalah tersebut dengan menunjukkan di mana letak ketidakkonsistenan tersebut dan mencari solusinya. Di sini, ada unsur menunjukkan kesalahan dan mengajarkan kebenaran. Di dalam apologetika, cara ini bisa dipergunakan yaitu menunjukkan inkonsistensi ajaran lain dan menawarkan solusinya yaitu Alkitab, sehingga mereka yang salah perlu ditegur dan ditunjukkan jalan kebenaran. Adalah bijaksana jika ada orang yang sering tidak konsisten menyadari inkonsistensi kita, bertobat, dan kembali kepada Kristus.


Dari sejak Adam sampai sekarang, problematika inkonsistensi terus terjadi, yang menadi pertanyaannya adalah bagaimana dengan kita? Apakah kita pernah tidak konsisten? Jawabannya pasti pernah. Nah, apa reaksi kita selanjutnya? Menyadari, mengakui, dan bertobat? Ataukah kita masih ngotot akan ketidakkonsistenan kita? Biarlah Roh Kudus mencerahkan hati dan pikiran kita untuk terus-menerus mengintrospeksi diri kita masing-masing. Amin. Soli Deo Gloria.