09 August 2010

WHAT'S WRONG IN THE GARDEN OF EDEN?-5: Eden dan Dosa-4: Berfokus Pada Fenomena

WHAT’S WRONG IN THE GARDEN OF EDEN?-5:
Eden dan Dosa-4: Berfokus Pada Fenomena


oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Kejadian 3:6a




Setelah melihat inkonsitensi pada diri Hawa, maka di bagian ini, kita akan melihat dosa kedua yang Hawa lakukan dari Kejadian 3:6a. Mari kita sekali lagi menyimak ayat 6, “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.” Setelah iblis mencobai Hawa untuk menjadi seperti Allah yang mengetahui yang baik dan jahat, maka Hawa pun tergoda dan Alkitab mencatat bahwa Hawa melihat bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya. Dengan kata lain, buah ini bagi Hawa bukan hanya baik untuk dimakan, namun juga sedap. English Standard Version (ESV) menerjemahkannya, “So when the woman saw that the tree was good for food, and that it was a delight to the eyes, and that the tree was to be desired to make one wise” Kata good di dalam ayat ini dalam bahasa Ibraninya adalah †ôb yang artinya baik. Kata sedap di dalam ayat ini dalam bahasa Ibraninya ta´áwâ berarti (membangkitkan) keinginan/desire, kemudian disusul dengan kata Ibrani lä`ênaºyim yang berarti bagi mata (lä = kata depan). Selain itu, Alkitab mencatat bahwa buah ini juga diinginkan untuk membuat seseorang bijaksana (wise). Kata “pengertian” dalam terjemahan Indonesia berasal dari bahasa Ibrani śâkal yang berarti intelligent. Di dalam mayoritas Alkitab terjemahan Inggris kata ini diterjemahkan wise (=bijaksana). New International Version (NIV) menerjemahkannya wisdom (=kebijaksanaan). Dari sini, menurut Hawa, ada tiga ciri dari buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat: baik, membangkitkan selera/sedap, dan memberi pengertian/kebijaksanaan. Dan uniknya, tiga ciri fenomenal ini didapatkan oleh Hawa SETELAH iblis meracuni pikirannya, padahal Allah tidak memberikan deskripsi apa pun tentang buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat (kecuali hanya larangan untuk memakannya). Di sini, kita mendapatkan pengertian bahwa iblis selalu mengakibatkan kita terus memperhatikan hal-hal fenomenal.


Dosa mengakibatkan manusia terus memusatkan perhatiannya pada hal-hal fenomenal. Mengapa? Karena:
Pertama, hal-hal fenomenal lebih jelas dilihat dengan mata. Iblis meracuni Hawa untuk melihat hal-hal fenomenal dari buah pohon tersebut dengan tujuan agar Hawa lebih bisa melihat dengan jelas deskripsi buah pohon tersebut dan tidak lagi memusingkan apa yang Allah firmankan. Iblis mulai meracuni Hawa untuk membuang perspektif Allah dalam menyoroti segala sesuatu dan menggantinya dengan perspektif Hawa sendiri untuk melihat fenomena di depan mata. Dan ternyata Hawa ternyata menyetujui konsep iblis bahwa buah pohon tersebut memang baik, sedap dipandang, dan memberi pengertian. Dari mana Hawa mengetahui bahwa buah pohon tersebut kelihatan baik, sedap, dan memberi pengertian? Apakah dia sudah memverifikasikannya secara ilmiah? TIDAK. Ia tahu dari iblis. Di sini, kita belajar bahwa dosa dimulai tatkala manusia lebih memercayai perkataan iblis yang mengatakan “kebenaran” ketimbang Allah. Yang aneh adalah konsep ini terus ditiru oleh manusia sepanjang abad. Makin meniru “pengetahuan/kebenaran” dari iblis, manusia makin kelihatan bodohnya. Mari kita buktikan. Orang atheis selalu gembar-gembor mengatakan bahwa Allah itu sudah mati dan menantang orang Kristen untuk membuktikan keberadaan Allah. Mereka berpikir bahwa Allah itu tidak nampak, oleh karena itu Allah tidak ada. Mereka terlalu berfokus pada hal-hal fenomenal yang kelihatan lebih jelas dipandang mata, namun mereka tidak menyadari bahwa suatu eksistensi (keberadaan) TIDAK harus identik dengan sesuatu yang bisa dilihat mata dengan jelas. Sebuah cerita humor yang menarik yang diceritakan oleh Prof. Gary T. Meadors, Th.D. di dalam bukunya Decision Making God’s Way: Mengambil Keputusan Tepat Sesuai Kehendak Allah (2009): ada seorang ibu Kristen jemaat Quaker yang menitikberatkan pada pentingnya pengalaman pribadi untuk mengenal Allah ditantang oleh seorang atheis untuk membuktikan keberadaan Allah. Si atheis terus bertanya kepada si ibu apakah si ibu itu sudah melihat dan menjamah Allah. Si ibu berkata tidak pernah. Lalu, si atheis dengan bangga menyimpulkan bahwa Allah itu tidak ada. Kemudian si ibu balik bertanya kepada si atheis, apakah si atheis ini melihat otak? Si atheis menjawab bahwa dia melihat hasil otak dalam pemikiran. Kemudian si ibu bertanya lagi, apakah si atheis dapat menyentuh otaknya? Si atheis bingung menjawab, lalu si ibu menyimpulkan bahwa karena si atheis belum (tidak) pernah menyentuh otaknya sendiri, maka si atheis tidak memiliki otak!

Dari cerita lucu di atas, kita mendapat kesimpulan bahwa semakin seseorang menekankan hal-hal fenomenal, ia bukan makin mengerti tuntas fenomena, namun justru ditipu oleh fenomena, karena cara pikirnya selalu bersifat materi/fisik.

Kedua, hal-hal fenomenal bersifat menyenangkan. Selain bisa dilihat oleh mata dengan jelas, maka hal-hal fenomenal juga bersifat menyenangkan. Ada unsur hiburan di dalam hal-hal fenomenal. Perhatikanlah pengaruh racun iblis terhadap penilaian Hawa terhadap buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Bukankah penilaian tersebut adalah penilaian terhadap fenomena yang kelihatan menyenangkan? Hal serupa yang dipakai iblis untuk menipu dunia kita hari-hari ini. Iblis menipu kita melalui konsep takhayul yang dipercaya oleh banyak masyarakat, agar kedok iblis tidak dikenal dengan jelas. Orang dunia melalui media film maupun lainnya selalu memiliki konsep bahwa iblis itu nampak dalam rupa makhluk yang menyeramkan, seperti genderuwo, pocong, kuntilanak, vampire, dll. Tidak heran, banyak orang pun juga mengadopsi pikiran serupa, lalu ketakutan sendiri ketika berada di rumah sendirian atau pergi ke tempat yang gelap. Akibatnya, iblis makin berulah yang lebih dahsyat lagi untuk menakuti manusia. Benarkah iblis selalu muncul dalam bentuk yang menyeramkan? Mungkin sekali, namun itu TIDAK selalu, bahkan kebanyakan iblis BUKAN muncul dalam bentuk yang menyeramkan, melainkan dalam bentuk yang luar biasa baik. Ketika iblis mencobai Hawa, apakah iblis datang dalam bentuk yang menyeramkan? TIDAK! Iblis datang dalam bentuk ular, seekor hewan. Terus terang saya mengatakan bahwa jika iblis selalu datang dalam bentuk makhluk yang menyeramkan, itu iblis kelas kampungan, karena kedoknya sudah diketahui terlebih dahulu. Karena iblis itu bapa pendusta, maka ia datang mencobai manusia BUKAN dalam bentuk makhluk yang menyeramkan, namun melalui sesuatu yang kelihatan baik, indah, dan menyenangkan. Perhatikan sekali tawaran iblis kepada Hawa (ay. 4-5), adakah sesuatu yang buruk di dalamnya? TIDAK, semua baik, bahkan seolah-olah membukakan realitas “asli” kepada Hawa, namun ia tidak membukakan kebenaran sejati kepada Hawa secara tuntas. Itulah cara kerja iblis dari dahulu sampai sekarang. Di zaman sekarang, iblis datang melalui “ular-ular” yang begitu bagus, menarik, indah, menyenangkan, dll, namun berdampak akhir yang fatal: kematian. Iblis tidak lagi suka indekos di dalam klub-klub malam dan tempat pelacuran, ia sekarang gemar indekos di dalam orang Kristen, pemimpin gereja, dll yang seolah-olah rohani. Mengapa ia memakai orang-orang “rohani” ini? Karena iblis mau menghancurkan Kekristenan pelan-pelan. Bagaimana caranya iblis mulai indekos di dalam pribadi-pribadi yang seolah-olah rohani ini? Iblis mulai memakai orang-orang ini untuk mengajarkan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan Alkitab, misalnya: percaya Yesus pasti kaya, sukses, tidak pernah sakit, bahkan tidak pernah digigit nyamuk. Ada lagi yang mengajarkan bahwa Yesus itu hanya manusia biasa, bukan Allah yang patut disembah. Ada lagi yang mengajarkan bahwa ada banyak jalan menuju ke “sorga”. Semua ajaran ini jelas bertentangan dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan di Alkitab sendiri. Namun, meskipun bertentangan dengan Alkitab, bukankah ajaran-ajaran tersebut seolah-olah menyenangkan telinga pendengar? Bukankah ajaran yang menyatakan bahwa keselamatan juga ada di luar Tuhan Yesus itu lebih terkesan menghargai agama lain dan “damai” (istilah kerennya: tidak dogmatis) ketimbang memberitakan bahwa Tuhan Yesus itu satu-satunya Juruselamat dunia? Bukankah ajaran yang menyatakan bahwa percaya Yesus itu pasti sukses, kaya, sehat, makmur, dll lebih menyenangkan ketimbang memberitakan bahwa percaya Yesus harus menyangkal diri dan memikul salib (Mat. 10:38; 16:24)? Melalui indoktrinasi ajaran-ajaran yang tidak bertanggungjawab ini, Kekristenan makin lama makin dijauhkan dari kebenaran Alkitab dan mulai menganut nilai-nilai duniawi, meskipun berKTP Kristen. Tidak heran, di zaman ini, kita makin lama makin menjumpai banyak orang Kristen bukan makin taat kepada Tuhan, tetapi makin atheis (entah itu atheis secara teori maupun praktis).


Lalu, jika terlalu menekankan hal-hal fenomenal termasuk akibat dosa, bagaimana respons orang Kristen terhadap hal-hal fenomenal? Karena tidak mau ditipu oleh hal-hal fenomenal, ada sekelompok orang Kristen yang akhirnya menjadi ekstrem kanan, yaitu anti terhadap hal-hal fenomenal, lalu HANYA mementingkan hal-hal esensial saja. Hal-hal esensial ini menyangkut konsep: iman, nilai (aksiologi), keindahan (estetika), dll. Orang Kristen yang terlalu berlebihan menekankan hal-hal esensial biasanya dapat saya kategorikan sebagai orang antik. Misalnya, kalau mau membeli makanan tertentu (misalnya lemper), orang yang terlalu mementingkan hal-hal esensial selalu mementingkan aspek nilai/mutu dari makanan, jadi ia akan pergi ke tempat yang jauh hanya untuk membeli lemper yang paling enak. Ada orang Kristen yang terlalu mementingkan hal-hal esensial, lalu menjadi orang Kristen jadul, khususnya anak muda. Ciri orang/anak muda Kristen jadul yang terlalu mementingkan hal-hal esensial ini ditandai dengan kegemaran mereka membaca buku (rohani/theologi), namun kurang bersosialisasi. Apa alasan mereka? Mereka menjawab bahwa bersosialisasi itu hal-hal fenomenal yang membuang-buang waktu. Hang out di mall atau menonton film di bioskop dianggap sesuatu yang fenomenal dan membuang-buang waktu. Jangan tanyakan kepada orang jadul ini, apakah memiliki Facebook (FB), kebanyakan mereka menjawab, “TIDAK!” Memiliki akun dan “berselancar” di dalam dunia FB pun dianggap sesuatu yang fenomenal dan membuang-buang waktu. Di dalam iman, orang yang hanya menekankan aspek-aspek esensial selalu kurang menekankan aspek fenomenal, akibatnya ia kering pengalaman rohani bersama Tuhan. Bagi orang ini, yang terpenting adalah ia sudah melahap habis buku-buku theologi dan filsafat, sudah menghafal theologi, atau mungkin sudah menggali Alkitab sampai ke bahasa aslinya. Ia tidak akan peduli jika kerohaniannya benar-benar miskin, pertimbangan dalam mengambil keputusan yang dibuatnya benar-benar melawan kehendak Allah, dll.


Kekristenan yang SEHAT tidak beralih dari ekstrem kiri maupun ekstrem kanan, namun harus seimbang! Memang, Alkitab mengajarkan bahwa hal-hal esensial itu paling penting, namun hal itu TIDAK berarti kita membuang semua hal-hal fenomenal. Di dalam Kekristenan, ajaran/doktrin/theologi itu penting, karena itu mengarahkan kita untuk mengetahui dan mengenal Allah. Tanpa doktrin yang benar, Kekristenan bisa hancur diracuni oleh zaman yang berdosa. Namun doktrin yang benar TIDAK berarti doktrin itu segala-galanya, lalu membuang pengalaman bersama Allah (unsur fenomenal). Makin seseorang belajar prinsip theologi tentang kedaulatan dan pemeliharaan Allah, ia makin menyadari bahwa secara terus-menerus, ia hidup di dalam suatu waktu yang dipelihara oleh-Nya sesuai kehendak-Nya, sehingga di dalam kehidupannya, ia mengaitkan segala aspek hidupnya dengan Allah sebagai Raja dan Tuhan yang memerintah. Terus terang, saya pribadi sulit menjalankan konsep ini, karena menjalankan firman Tuhan dan doktrin yang telah kita pelajari bukanlah seperti membalik telapak tangan, namun membutuhkan sebuah proses panjang. Ambil contoh, kita percaya bahwa Allah itu berdaulat atas segala sesuatu bahkan di dalam kehidupan manusia, khususnya di dalam masalah pasangan hidup. Kita percaya bahwa Allah yang menciptakan kita adalah Allah yang mengetahui apa yang terbaik bagi kita di dalam mencari pasangan hidup yang tepat bagi kita. Konsep ini sering kali hanya ada di dalam benak pikiran kita, tanpa kita sungguh-sungguh aplikasikan, sehingga ketika kita gagal terus dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis, kita langsung marah dan mengomel kepada Tuhan. Dahulu saya seperti itu, namun lama-kelamaan Tuhan terus memproses saya khususnya melalui khotbah mimbar dan buku-buku rohani yang khusus membahas mengenai hubungan lawan jenis (saya merekomendasikan buku-buku yang ditulis oleh Rev. Joshua E. Harris) untuk mengajar saya pentingnya berserah total kepada kedaulatan-Nya yang akan memberikan pasangan hidup yang tepat. Sambil berserah total, saya juga tetap bertanggungjawab mencarinya sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab. Dan uniknya, makin saya mengalami Allah di dalam mencari pasangan hidup tersebut, makin saya melihat campur tangan Allah yang luar biasa. Meskipun Ia tidak mengizinkan saya menjalin hubungan dengan lawan jenis A, saya terlalu percaya bahwa di dalam kedaulatan-Nya, Ia pasti menyediakan yang terbaik yang cocok bagi saya yang belum saya ketahui pada saat ini. Di sini, saya mengaitkan pentingnya kedaulatan Allah dan iman yang progresif (atau: knowing God and experiencing Him atau menggunakan bahasa versi Katekismus Singkat Westminster: glorifying God and enjoying Him forever).


Orang Kristen yang mementingkan hal-hal esensial juga tetap memperhatikan hal-hal fenomenal lainnya. Mengapa? Karena kita harus mengakui bahwa selain sebagai warga negara Kerajaan Sorga, kita juga masih hidup sebagai warga negara dunia, sehingga mau tidak mau, hal-hal fenomenal tetap kita perlukan. Di dalam Matius 4:4, Tuhan Yesus berfirman, “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Kata “saja” atau dalam bahasa Inggris: alone menandakan bahwa selain mementingkan firman Tuhan, manusia hidup juga memerlukan roti untuk dimakan. Jangan sampai kita yang mengaku rohani, lalu tidak mau lagi minum es jeruk atau makan nasi goreng, dengan alasan itu hal-hal fenomenal. Hal-hal fenomenal lain juga bisa berupa kesenangan (pleasure), seperti hang out di mall, menonton bioskop, dll. Orang Kristen yang beres tentu TIDAK dilarang untuk menikmati kesenangan, karena menurut Dr. John Calvin sendiri, kesenangan dunia inipun diberikan oleh Tuhan kepada manusia untuk dinikmati. Namun yang menjadi batasannya adalah kita TIDAK boleh bertindak semaunya sendiri! Meskipun kita boleh menikmati kesenangan tersebut, namun jangan sampai kesenangan tersebut menjadi berhala dalam hidup kita, sehingga kita menjadi lupa untuk berdoa, membaca Alkitab, bersekutu dengan saudara seiman lain, dll.


Dengan kata lain, bagaimana cara orang Kristen menyeimbangkan hal-hal esensial dan fenomenal demi kemuliaan Allah? Mengutip perkataan Pdt. Ivan Kristiono, M.Div. yang mengutip perkataan Bapa Gereja Augustinus, “Cintailah Tuhan dan lakukanlah segala sesuatu.” Berarti, di titik pertama, kita harus menempatkan Tuhan sebagai Tuhan dalam hidup kita yang memerintah seluruh aspek kehidupan kita. Hal ini dimulai dari kerelaan kita menyerahkan hati kita kepada-Nya untuk dikuasai dan dipimpin-Nya setiap hari. Hati yang telah dikuasai dan dipimpin-Nya, melalui anugerah dan pemeliharaan-Nya, pasti menginginkan sesuatu yang memuliakan nama-Nya, oleh karena itu, di dalam melakukan segala sesuatu, ia menginginkan apa yang dilakukannya selalu memuliakan nama-Nya. Ketika ia bekerja, ia bekerja seperti untuk Tuhan. Ketika orang tersebut bermain, ia bermain seperti untuk Tuhan. Ketika orang itu sedang berekreasi atau hang out di mal, ia melakukannya seperti untuk Tuhan, sehingga tidak ada satu inci pun dalam kehidupannya yang dapat melukai hati Tuhan.


Bagaimana dengan kita? Apakah kita masih tergila-gila dengan hal-hal fenomenal? Ataukah kita beralih ke ekstrem kanan, yaitu terlalu mementingkan hal-hal esensial dan anti fenomenal? Biarlah Tuhan memimpin hidup kita untuk makin seimbang dalam menjalani hidup yang memuliakan nama-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.