03 April 2008

The Concept of Worship-4: The Lament in Worship

THE CONCEPT OF WORSHIP-4: THE LAMENT IN WORSHIP


Nats: Mazmur 130


Hal yang tak kalah pentingnya dalam ibadah adalah ratapan. Meratap merupakan hal yang unik yang ada dalam ibadah namun pada hari ini banyak gereja yang menghilangkan unsur ratapan. Akibatnya banyak orang meratap di luar gereja, orang pergi ke psikolog dan bukan penyelesaian yang didapatkan tetapi masalah baru. Meratap sering dilakukan oleh para nabi Tuhan yang hidup dalam jaman yang rusak moral. Yang menjadi pertanyaan adalah samakah meratap dengan marah? Bukankah ketika kita sedang marah pada Tuhan, keluar ungkapan kemarahan sebagai ratapan di hadapan Tuhan? Alkitab memperkenankan kita meratap dan menyatakan keluhan-keluhan kita di hadapan-Nya bukan kemarahan yang kita ungkapkan ke hadapan Tuhan. Ketika kita meratap maka ratapan yang keluar itu seharusnya menjadi ungkapan yang keluar karena kita orang berdosa yang hidup dalam kesengsaraan. Berbeda halnya dengan marah, ketika orang marah maka kemarahan itu lebih didasarkan karena diri merasa benar dan Tuhan salah. Perhatikan, manusia selamanya tidak mungkin akan lebih benar dari Tuhan. Tuhan adalah kebenaran sejati. Maka jelaslah di sini meratap berbeda dengan marah.


Kitab Ratapan yang ditulis nabi Yeremia begitu indah, terdiri dari lima pasal di mana setiap pasal terdiri dari 22 ayat di mana ke-22 ayat ini merupakan jumlah abjad Ibrani, setiap ayat dimulai dari abjad Ibrani dan khusus pasal 3 terdiri dari 66 ayat. Ternyata, dalam ratapan ada keindahan. Ratapan Yeremia berisi tentang keluhan kondisi Yerusalaem bukan kemarahan sebab orang marah tidak mungkin menulis sedemikian indah dan teratur. Sangatlah wajar kalau hari ini banyak manusia meratap mengingat kondisi dunia berdosa, banyak kesulitan yang harus dihadapi, bencana alam di mana-mana, kehancuran sistim ekonomi dunia, dan tantangan lain di depan yang harus dihadapi.


Adalah pendapat yang salah yang menyatakan bahwa tidak ada kaitan antara bencana dengan dosa. Tidak! Akibat ulah manusia berdosa, kejahatan makin meraja lela, bencana alam melanda hampir seluruh penjuru dunia. Dunia makin menuju pada kehancuran dan sifat dosa begitu mencengkeram hidup sehingga sulit bagi manusia untuk lepas dari belenggu dosa. Bencana alam yang terjadi tidak lepas dari tangan Tuhan. Tuhan memakai bencana untuk memperingati dan menghukum manusia berdosa, Tuhan juga mengirim bangsa-bangsa lain yang jahat untuk berperang dan menawan mereka. Penderitaan demi penderitaan sepertinya tidak pernah berhenti, manusia merasa seperti berada dalam lembah maut. Di tengah segala kesulitan, orang harusnya mengevaluasi diri mengapa hal itu terjadi dalam hidup kita? Orang harusnya datang, meratap ke hadapan Tuhan, memohon ampunan dan bertobat. Pemazmur berseru kepada Tuhan dari jurang yang dalam, ia meratap kepada Tuhan. Sebagai anak Tuhan, seharusnya sadar bahwa kita hidup dalam realita dunia berdosa; dosa itu begitu mengerikan sehingga sulit bagi kita untuk keluar dari jurang yang begitu dalam kecuali tangan Tuhan mengangkat dan melepaskan kita.


Penderitaan tidak hanya datang dari bencana alam semata tetapi juga karena ulah manusia itu sendiri. Hari ini kita melihat ekonomi dunia khususnya ekonomi Amerika mulai berada di ambang kejatuhan karena manusia mulai bermain-main dengan saham seperti layaknya berjudi. Orang tidak lagi menggunakan kaidah-kaidah investasi seperti seharusnya tetapi orang berinvestasi, membeli saham dan dalam hitungan detik menjualnya kembali dengan keuntungan lebih besar. Seorang pakar ekonomi Amerika, Paul B. Farrel dalam tulisannya di Harian Kompas menganalisa ternyata 516 triliun US dollar dipermainkan sedemikian rupa dalam bursa saham padahal jumlah seluruh produk domestik bruto manusia hanya 48 triuliun US dollar. Lalu darimanakah dana sebesar 516 triliun US dollar itu? Komiditi utama negara seperti minyak, emas, dan lain-lain itulah yang dimasukkan dalam permainan saham akibatnya harga minyak melambung tinggi, begitu juga halnya dengan emas maupun komoditi yang lain. Hidup manusia yang sudah menderita semakin bertambah sulit. Celakanya, manusia yang sudah hidup dalam penderitaan juga dimanipulasi orang lain; orang masih tega menarik keuntungan dari penderitaan orang lain. Perhatikan, pialang saham pasti tidak mau rugi maka ia mempermainkan uang orang lain dan dari situ, ia mendapatkan keuntungan. Inilah dunia berdosa. Manusia begitu serakah, selalu ingin mendapatkan keuntungan lebih besar dan lebih besar lagi dan iblis tahu akan hal ini maka dengan caranya yang licik, tentang hal investasi dibalut sedemikian rupa sehingga orang menjadi tergiur dan terjebak. Orang ingin mengeruk keuntungan sebanyak- banyaknya dari orang lain, tidak peduli meski orang lain menderita asal dirinya memperoleh keuntungan. Inilah cara iblis dan cara ini yang hari ini dipakai oleh hampir seluruh perusahaan yang menawarkan investasi ”menguntungkan.” Sesungguhnya, kalau kita mau teliti, data statis yang diberikan tidak pernah valid, data yang diberikan menunjukkan keuntungan besar, yakni 33% karena data diambil dari tahun 2002 s/d 2008, tetapi kalau kita hanya ambil data dari tahun 2005 s/d 2008 maka keuntungan turun hanya 14% dan kalau kita ambil data satu tahun terakhir maka keuntungan semakin turun hanya 7%.


Jelaslah di sini, orang menipu dengan memakai data palsu untuk mendapatkan keuntungan dan celakanya, manusia tidak menyadari karena manusia berdosa sangat agresif, tergiur dengan keuntungan besar yang semu. Celakanya, bukan hanya perorangan yang bermain-main dalam investasi tetapi negara juga ikut bermain di dalamnya akibatnya rakyat semakin menderita karena ikut menanggung hutang negara. Semua bahan pokok mengalami kenaikan harga, pajak naik, listrik naik, dan masih banyak lagi. Inilah kondisi dunia berdosa maka wajarlah kalau kita meratap, justru aneh kalau kita tidak meratap karena kita berada dalam jurang yang paling dalam. Sangatlah disayangkan, tidak semua orang sadar seperti pemazmur kalau saat ini, ia berada di dalam jurang. Orang menjadi pragmatis terhadap kondisi di sekitar. Firman Tuhan telah membukakan pada kita bagaimana jalan keluar dari jurang dosa.

1. Kesadaran dalam Jurang Dosa (Mazmur 130:1-2)
Pemazmur tidak berhenti menikmati hidup dalam jurang penderitaan, non posse non peccare. Hidup di dalam jurang berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa, hanya mengandalkan belas kasihan si tuan, kalau si tuan senang maka ia akan memberi kita makan sebaliknya ketika si tuan sudah tidak suka maka ia akan membuang kita. Dari jurang yang dalam itu, pemazmur berseru dan meminta pertolongan Tuhan, ia menerobos ke luar. Hari ini kita hidup dalam dunia berdosa, kita berada dalam jurang dosa namun perhatikan, Tuhan tidak pernah menginginkan kita terbelenggu dalam jerat dosa. Tidak! Alkitab menegaskan ketika kita hidup di dalam Tuhan maka Dia mengeluarkan kita dari dalam jurang. Sangatlah disayangkan, banyak orang yang tidak memahami hal ini, ketika mereka berada dalam jurang, mereka tidak berseru meminta tolong malah marah dan mengeluh pada Tuhan. Hanya Tuhan satu-satunya yang bisa mengangkat kita keluar, hanya Dia satu-satunya pengharapan kita dan yang memberikan kemenangan pada kita.Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara permohonanku (Mzm. 130:2) biarlah juga menjadi permohonan kita.

Ratapan adalah suatu pengakuan, confession dan biasanya diletakkan pada bagian depan dari suatu ibadah. Perlu diakui kita, gereja Reformed masih kurang meskipun secara keseluruhan ibadah telah mengikuti format yang berlaku sejak berabad-abad tahun yang lalu. Ratapan yang diletakkan pada bagian depan ibadah seharusnya menyadarkan siapakah kita di hadapan Allah yang Maha Besar, kita tidak lebih hanyalah manusia berdosa. Maka ada baiknya sebelum masuk dalam ibadah, ada pengakuan dosa, dengan rendah hati kita mengaku di hadapan Tuhan, dan kita memohon supaya Tuhan mendengarkan suara permohonan kita. Sayang, sikap rendah hati ini tidak muncul dalam ibadah. Dunia merasa diri hebat dan merasa diri adalah ”allah” yang dapat mengatur segala sesuatu akibatnya kehancuran bagi diri. Dia telah menutup satu-satunya jalan yang membawa ke luar dari jurang.


2. Kesadaran bahwa Tuhan Berdaulat (Mazmur 130:3)
Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? (Mzm. 130:3) Kalimat yang paradoks, di satu sisi, kita hanya tahu satu yakni Tuhanlah jawabanku namun di sisi lain, kalau Tuhan menahan, tidak mau menyelesaikan kesalahan kita maka kita tidak akan dapat tahan. Jelas di sini kita melihat, otorisasi di tengan Tuhan. Celakalah hidup kita kalau Tuhan tidak lagi peduli dengan kita.Tidak ada cara manusia harus kembali pada Tuhan. Kedaulatan pertama kembalikan pada Tuhan, manusia harus taat pada apa yang menjadi kehendak Allah.


3. Kesadaran Pengharapan hanya pada Pengampunan Allah (Mazmur 130:4)
Tidak cukup sampai disitu, ada paradoks yang lain: Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang (Mzm. 130:4). Disatu pihak, Tuhan Maha Besar namun di pihak lain, Tuhan menyediakan pengampunan. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau Tuhan berkenan memberikan pengampunan pada kita. Ingat, Allah itu Maha Pengampun namun bukan berarti Ia dapat dipermainkan. Allah Maha Pengampun itu juga menyediakan neraka bagi mereka yang melawan Allah. Jalan ke sorga itu sempit sebaliknya jalan ke neraka itu lebar, bebas hambatan maka tidak heran kalau banyak orang yang mau ke sana. Anugerah pengampunan Tuhan harusnya membuat kita takut gentar, kita tidak berani berbuat dosa sebab sesungguhnya, kita tidak layak menerimanya. Adalah pernyataan yang salah kalau menjadi Kristen, kita dapat berbuat dosa dari hari Senin s/d Sabtu dan kita kembali suci pada hari Minggu. Salah! Ini konsep humanis. Anugerah Tuhan itu harusnya menggentarkan kita. Kita adalah orang berdosa tetapi mendapatkan anugerah keselamatan maka jangan permainkan anugerah Tuhan itu. Ratapan orang kristen bukan berakhir dengan ratapan tetapi berakhir dengan keselamatan kekal sebaliknya, ratapan dunia berakhir dengan ratapan kekal. Semua agama tidak dapat menyelesaikan secara tuntas, mereka menyatakan kalau ingin masuk surga harus usaha sendiri, yakni dengan berbuat baik. Dengan usaha sendiri, mustahil manusia dapat keluar dari lumpur dosa. Hanya Kristus Tuhan yang sanggup mengeluarkan kita dari lumpur dosa, dari sorga mulia Dia turun ke dunia. Hati-hati iblis yang licik akan menawarkan jalan keluar tetapi perhatikan, ia tidak pernah memberi gratis. Iblis pasti mengharapkan imbalan. Hanya Tuhan yang mampu melepaskan kita dari jerat dosa.


4. Kesadaran Pengharapan hanya pada Anugerah Allah (Mazmur 130:5-6)
Ketika kita hidup menanti-nantikan Tuhan maka disana ada suatu pengharapan sejati. Pada ayat ke-6 diulang sebanyak 2 kali menjadi cetusan hati si pemazmur setelah dibuang. Dalam situasi pelik itu, posisi seorang pengawal itu sangatlah berarti. Tidaklah mudah menjadi seorang pengawal, ia harus terus berjaga sepanjang malam hingga pagi. Waktu menjelang pagi adalah waktu yang sangat berat untuk melawan kantuk sekaligus saat yang berbahaya di mana pencuri mudah untuk masuk maka ia berharap akan datangnya pagi. Itulah pengharapan yang sungguh. Betapa indah hidup kita kalau kita senantiasa berharap pada Tuhan karena Dialah satu-satunya pengharapan sejati.


5. Melihat Keselamatan bagi Bangsa (Mazmur 130:7-8)
Mazmur 130 juga mempunyai kesan mendalam di hati Luther selain Mazmur pasal 32 dan pasal 43. Ketiga mazmur ini disebut juga sebagai psalm Pauline sebab seperti theologi Paulus. Paulus menyadari sebelum dilepaskan oleh Kristus, seluruh jiwa raganya terbelenggu dosa, ia telah melakukan perbuatan bodoh, membunuh pengikut Tuhan dan membela orang Yahudi yang munafik. Tuhan melepaskan maka terlepas, kita dipanggil untuk menjadi pelepas dan melihat pembebasan Tuhan. Jawaban terakhir dari ratapan bukan kesengsaraan, tapi kebebasan. Kemerdekaan yang Tuhan berikan berbeda dengan kemerdekaan yang diberikan oleh dunia. Kebebasan yang diberikan dunia berarti bebas berbuat dosa. Berbahagialah hidup kita kalau Tuhan masih peduli dan menegur ketika kita berbuat dosa. Apakah kemerdekaan sejati? Jajahan berarti tidak punya hak, orang menuntut kemerdekaan namun setelah merdeka, tidak mengerjakan kemerdekaan malah tertidur. Hidup setelah merdeka justru menjadi lebih sengsara. Pada saat sengsara, manusia meratap dan meminta tolong pada Tuhan untuk mengeluarkan dari jurang. Kemerdekaan yang Tuhan berikan adalah kemerdekaan dalam kebenaran dan menjadikan hidup kita berkualitas; apapun yang kita lakukan adalah untuk Tuhan yang telah memerdekakan kita. Hidup berkualitas di sini bukan berarti kita harus mempunyai intelektualitas yang tinggi. Tidak! Apalah artinya intelektualitas tinggi tetapi kita tidak mempunyai hati yang mengasihi sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.


Biarlah kebebasan sejati yang Tuhan berikan menerobos dan mengubahkan konsep pemikiran kita yang selama ini salah dan kita hidup menjadi semakin serupa dengan Kristus dan hidup memuliakan Dia. "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu" (Yoh. 8:31-32). Amin

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)




Sumber:
Ringkasan khotbah Pdt. Sutjipto Subeno di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya tanggal 10 Februari, 17 Februari, 24 Februari dan 2 Maret 2008:
Ø http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2008/20080210.htm
Ø
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2008/20080217.htm
Ø
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2008/20080224.htm
Ø http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2008/20080302.htm




Pdt. Sutjipto Subeno, S.Th., M.Div. adalah gembala sidang Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya; Direktur: Toko Buku Momentum, Sekolah Theologi Reformed Injili Surabaya (STRIS) Andhika, dan Studi Korespondensi Reformed Injili Internasional (SKRII). Beliau juga adalah co-founder Yayasan Pendidikan Reformed Injili LOGOS (LOGOS Reformed Evangelical Education). Selain itu, beliau adalah dosen di Institut Reformed, Jakarta dan Sekolah Theologi Reformed Injili Jakarta (STRIJ). Beliau dikenal sebagai pengkhotbah KKR: KKR Banjarmasin, KKR Jember, KKR Pemuda Surabaya 2007, dll. Beliau cukup menguasai beberapa bidang selain theologi: filsafat, etika, konseling pra nikah, hukum, pendidikan, politik dan ekonomi. Beliau meraih gelar Sarjana Theologi (S.Th.) dan Master of Divinity (M.Div.) dari Sekolah Tinggi Theologi Reformed Injili Indonesia (STTRII) Jakarta.

The Concept of Worship-3: The Community of Worship

THE CONCEPT OF WORSHIP-3: THE COMMUNITY OF WORSHIP


Nats: Ibrani 10:19-25


Ibadah Kristen menyangkut seluruh aspek hidup kita setiap harinya, hidup yang berpusat pada Kristus. Ibadah Minggu menjadi dasar hidup kita yang menentukan setiap langkah kita ke depan. Kristus adalah Raja di atas segala raja, Dialah obyek yang kita sembah yang membuat kita sukacita, hormat, dan gentar. Ibadah bukan tergantung dari subyektifitas manusia; manusia bukanlah yang menentukan sukacita atau tidaknya dalam suatu ibadah. Sungguh merupakan suatu anugerah dan sukacita tersendiri kalau kita bisa datang ke dalam rumah Allah yang Maha Agung karenanya kita harus mempersiapkan hati dan diri dengan sebaik-baiknya.

Liturgi menjadi elemen penting dalam suatu ibadah. Liturgi yang kita pakai hari ini bukanlah sembarangan tetapi telah dipikirkan dan disusun sedemikian rupa selama 300 tahun. Allah adalah obyek ibadah. Ketika kita datang pada Kaisar atau Presiden maka ada aturan protokol dunia yang harus kita hadapi maka kini, kita datang menghadap Raja yang Maha Agung dan Mulia maka harus ada tata cara yang mengaturnya. Seluruh ibadah adalah dari Dia, oleh Dia dan untuk Dia, bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.

Kita datang beribadah bersama-sama dengan jemaat yang disebut sebagai ibadah komunitas. Konsep ibadah komunitas yang diajarkan oleh Alkitab berbeda dengan konsep dunia. Ibadah komunitas ini akan menjadi perenungan kita hari ini.

Istilah komunitas seringkali diteriakkan oleh orang-orang postmodern demikian juga dengan konsep ibadah. Julie Gorman menyatakan ibadah komunitas yang diteriakkan oleh postmodern adalah community life di mana manusia yang menjadi yang pusat maka ibadah diatur dan dibuat sedemikian rupa untuk memuaskan dan menyenangkan diri. Pemikiran yang salah! Ibadah sejati harus berpusat pada Allah Tritunggal. Alkitab menegaskan community worship berarti kembalinya kita kepada Allah yang sejati. Bagaimana kita mengenal Allah yang sejati? Allah seperti apa yang kita sembah itu menentukan seluruh konsep pemikiran dan seluruh tindakan kita. Allah Tritunggal menjadi perdebatan sengit hingga saat ini. Beberapa theolog percaya Allah Kristen adalah Allah monotheis murni dan sebagian yang lain menyatakan Allah Kristen adalah Allah polytheis karena Allah ada tiga. Hati-hati dengan ajaran bidat seperti modalime atau sabelianisme yang diajarkan oleh Sabelius yang mengajarkan bahwa Allah Tritunggal itu satu tetapi mempunyai 3 peran, sebagai contoh seorang ayah kalau di rumah maka jadi papa, kalau di kantor, ia direktur tetapi kalau sedang mengemudi mobil, ia adalah supir. Ajaran yang salah!

Allah kita bukan Allah yang banyak atau politeisme. Terbukti allah yang banyak justru saling menghancurkan antara allah yang satu dengan allah yang lain. Salah satu kepercayaan mengajarkan tentang allah yang mencipta, allah yang memelihara dan allah yang merusak dan manusia takut kalau dirusak maka orang lebih memilih “allah perusak” sebab orang berpikir hidup akan aman kalau pro “allah perusak.” Orang memilih allah karena alasan egoisme. Inilah sifat manusia berdosa. Orang menyadari allah yang banyak justru mencelakakan manusia tetapi ironisnya, orang justru jatuh ke ekstrim yang lain, orang percaya pada monotheis, allah hanya satu. Kalau Allah hanya satu berarti tidak obyek bagi Allah untuk mengasihi atau membenci. Hati-hati janganlah kita jatuh pada ajaran bidat lain yang menyatakan bahwa Allah kasih maka Allah membutuhkan obyek kasih sehingga Dia mencipta manusia. Di sini Allah sepertinya bergantung mutlak pada manusia. Manusia menjadi absolute necessity, keharusan mutlak.

Alkitab dengan jelas menegaskan di dalam Tritunggal, Bapa itu satu pribadi, Anak itu satu pribadi, Roh Kudus itu satu pribadi. Bapa dan Anak bisa saling berkomunikasi. Anak bisa mempunyai keinginan berbeda dengan Bapa seperti yang terjadi di Getsemani: “Bapa kalau boleh cawan ini lalu daripada-Ku….” Meskipun Anak dan Bapa bisa mempunyai keinginan berbeda namun tidak akan pecah sebab terakhirnya Anak harus taat pada apa yang menjadi kehendak Bapa. Inilah obidience. Roh Kudus harus taat pada Anak.

Allah mempunyai 3 pribadi tetapi bukan berarti menjadi 3 Allah. Tidak! Kalau 1 + 1 + 1 = 3 maka ~ + ~ + ~ ≠ 3~ tetapi ~ + ~ + ~ = ~ sebab tak terhingga sifatnya kekal, tidak berubah. Allah ini kekal adanya maka Dia tidak berubah. Sedikit saja ada perubahan esensi maka ia tidak lagi bersifat kekal. Kekal selamanya menjadi tunggal, karena Allah Bapa itu kekal, Allah Anak itu kekal dan Allah Roh Kudus itu kekal maka Allah Tritunggal itu kekal, tiga pribadi tetapi satu esensi. Trinitas Allah menyangkut esensi komunitas. Allah adalah Allah yang sempurna: 1) Ia sempurna secara esensi, sempurna pada diri-Nya. sehingga Ia tidak membutuhkan manusia sebagai obyek kasih-Nya, 2) Allah sempurna dalam seluruh aspek tindakan sehingga Dia tidak perlu menggantungkan pada siapapun. Di sini kita tahu Tritunggal begitu penting karena seluruh sistem komuniti kembali ke sifat Allah itu sendiri. Allah Bapa bisa mengasihi Allah Anak dan Allah Anak bisa mengasihi Allah Roh Kudus dan sebaliknya. Ketiga pribadi bisa saling mengasihi karena esensinya tunggal. Puji Tuhan, Allah Kristen adalah Allah yang menyelesaikan semua bentuk relasi dan menyelesaikan semua ketidakharmonisan.

1. Redemptive Community
Komunitas ibadah Kristen berarti seluruh ibadah harus berpusat pada Allah Tritunggal sebab dalam diri Allah Tritunggal kita mendapati pengertian komunitas sejati. Inilah ibadah sejati. Komunitas Kristen berbeda dengan komunitas posmodern. Satu-satunya yang memungkinkan kita dapat berada dalam komunitas ibadah adalah Tuhan Yesus yang menarik kita terlebih dahulu. Komunitas Kristen adalah komunitas penebusan. Kita dapat bersekutu itu karena kita ditarik oleh Tugab dan dengan penuh keberanian masuk ke dalam pengharapan Allah, tempat kudus Allah (Ibr. 10:19-21). Tuhan Yesuslah yang memungkinkan kita masuk dalam hadirat-Nya, Ia sudah berkorban untuk kita. dengan darah. Masuk ke dalam hadirat Allah yang Maha Kudus haruslah disertai suatu perasaan takut dan gentar. Mungkinkah kita mebicarakan keberanian tanpa ada rasa gentar didalamnya? Kalau sudah tidak ada lagi kegentaran maka keberanian itupun tidak ada nilainya. Berani tanpa disertai rasa takut dan gentar maka itu yang dinamakan dengan istilah “nekad.”

Kita masuk ke dalam rumah Tuhan dengan keberanian tanpa disertai rasa takut maka kita berani bersikap kurang ajar. Tiket yang kita bawa itulah yang menentukan dan tiket kita adalah darah Kristus. Bayangkan, kalau kita masuk dalam istana Negara pasti takut, lebih takut kalau kita tidak membawa suatu undangan. Berbeda halnya kalau kita punya undangan, hal itu menunjukkan bahwa kita tamu istimewa. Jadi, sungguh merupakan suatu anugerah kalau kita dapat datang ke dalam hadirat-Nya sebab melalui darah Anak-Nya sehingga kita dihidupkan kembali oleh darah-Nya. Yesus Kristus telah menjadi Imam Besar yang memungkinkan kita untuk beribadah. Komunitas Kristen dibangun di atas penebusan Yesus Kristus sehingga memungkinkan umat Kristen untuk beribadah.

Salah satu masalah terpelik di tengah dunia adalah kita kehilangan dasar esensi pemersatu akibatnya dunia persekutuan menjadi dunia kompetisi. Tak terkecuali gereja pun saling berkompetisi antara komisi satu dengan komisi lain, antara gereja satu dengan gereja lain. Ini cara iblis. Sadarlah, sesungguhnya kita tidak layak melayani Allah yang Maha Agung tetapi karena penebusan sehingga kita dilayakkan. Merupakan suatu anugerah kalau Tuhan berikan kesempatan kita dapat datang ke dalam hadirat Tuhan dan memuliakan Tuhan.


2. Holy Community
Komunitas ibadah Kristen haruslah komunitas yang menyucikan, yang mempertanggung jawabkan pengharapan kita. Betapa indah persekutuan Kristen kalau setiap kita datang dengan hati yang murni, hati yang tulus ikhlas ketika datang ke hadapan hadirat Allah. Pengorbanan hati, sacrifice of heart ini menjadi inti theologi Reformed. Ibadah Kristen adalah seluruh hidup yang dipersembahkan kepada Allah sangatlah menentukan seluruh aspek hidup kita dan hal ini sangat dipahami oleh Calvin. Tentang hal ini digambarkan dalam suatu lukisan, yakni dua tangan yang terbuka mempersembahkan hati dan ada sinar yang menyala. Allah adalah Allah yang murni, tidak bercacat cela, kudus, dan tulus, maka Tuhan ingin ketika kita masuk ke dalam rumah-Nya, kita harus datang kepada-Nya dengan hati yang tulus. Tuhan berhak membuat peraturan karena Dia Sang Pemilik maka kita harus taat kepada aturan-Nya. Bukankah sebagai seorang tamu kita harus turut pada apa yang menjadi peraturan si pemilik rumah demikian juga sebaliknya, ada peraturan dalam rumah kita. Celakanya, hari ini orang membuat peraturan seenaknya sendiri di dalam rumah Tuhan. Orang datang demi memuaskan ego diri.Persekutuan indah dengan Tuhan akan kita rasakan kalau kita datang dengan hati yang bersih dan tulus ikhlas. David Wells dalam bukunya menyatakan bahwa hari ini kita hidup dalam jaman yang disebut sebagai jaman “kita.” Semuanya serba kita, kemauan kita, suka-suka kita. Dunia semakin hari semakin merosot dalam moralitas. Bukanlah hal yang mudah hidup di tengah jaman yang rusak moral sekarang ini tapi Tuhan menuntut kita untuk melawan arus dunia dan hidup mengutamakan Tuhan, hidup dengan kemurnian dan hati yang tulus ikhlas. Komunitas sejati adalah komunitas bersih, tidak cacat.


3. Love and Kind Community
Allah adalah kasih, Allah adalah baik maka atribut Allah ini harus turun juga ke dalam diri setiap anak Tuhan. Karena Allah telah mengasihi kita terlebih dahulu maka kita pun harus saling memperhatikan, saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik, saling menasihati dan semakin giat melakukan menjelang hari Tuhan yang mendekat (Ibr. 10:24-25). Konsep cinta di dalam persekutuan berbeda dengan konsep cinta dunia. Kalau dunia mencintai itu karena egois diri, orang mencintai karena cantik atau ganteng, kekayaan, kekuasaan, dan lain-lain. Dunia memanipulasi cinta untuk kepentingan diri. Berbeda halnya dengan konsep cinta yang diajarkan oleh Alkitab. Ketika Allah mencintai manusia, Dia dari sorga mulia turun ke tengah dunia berdosa dan berkorban nyawa demi manusia berdosa. Kasih sejati adalah kasih yang membangun, kasih yang menopang dan menjadi berkat bagi orang lain, mengorbankan diri untuk kebaikan orang lain. Sangatlah mengerikan, perbuatan baik itu tidak datang dari hati yang tulus tetapi orang berbuat baik karena ada motivasi lain. Manusia berdosa juga memanfaatkan kebaikan orang. Tuhan ingin kita mempunyai cinta kasih yang sejati, seluruh hidup kita untuk menguatkan orang lain.

Memang sangatlah indah kalau seluruh ibadah berpusat pada Kristus namun janganlah kita mengabaikan, Tuhan juga memerintahkan pada kita saling memperhatikan dan mengasihi. Hendaklah kita sebagai saudara seiman kita mempunyai persekutuan yang indah di tengah komunitas ibadah, saling membangun dan saling menopang. Celakanya, hari ini seringkali di dalam persekutuan orang tidak lagi saling membangun, saling menopang dan saling menguatkan di dalam Tuhan tetapi orang justru memakai persekutuan sebagai ajang untuk berbisnis, bergosip dan lain-lain. Di satu sisi, ibadah yang terlalu vertikal tidaklah baik karena kita mengacuhkan saudara seiman namun di sisi lain, persekutuan yang hanya bersifat horizontal, memperhatikan komunitas tanpa ada Tuhan di dalamnya tidaklah baik. Di sini, kita harus bijaksana bagaimana menjaga keseimbangan sehingga kita dengan tepat dan proposional mengasihi orang lain seperti Tuhan inginkan.


Alkitab menegaskan supaya kita jangan menjauhkan diri dari ibadah. Karena Tuhan Yesus telah mengasihi kita terlebih dahulu maka kita pun harus mengasihi sesama manusia. Pertanyaan sudahkah kita memiliki cinta kasih sejati? Sudahkah kita memperhatikan, menopang dan mengasihi seperti teladan Kristus? Kristus telah menebus dan menarik kita dari dunia berdosa, karena penebusan Kristus itulah kita bisa bersekutu dan datang ke dalam hadirat Tuhan dan menjadi suatu persekutuan indah dengan Tuhan. Keindahan bersekutu di dalam Tuhan akan mendatangkan sukacita sejati ketika kita datang ke dalam hadirat Tuhan dengan hati yang murni. Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita maka Dia pun memerintahkan pada kita untuk saling memperhatikan, saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik, saling menasihati dan semakin giat dalam melakukan menjelang hari Tuhan yang mendekat. Amin

The Concept of Worship-2: The Element of Worship

THE CONCEPT OF WORSHIP-2: THE ELEMENT OF WORSHIP


Nats: Yohanes 17:1-8


Kita telah memahami sebelumnya bahwa ibadah menyangkut seluruh aspek hidup kita tiap-tiap harinya, hidup yang memuliakan Tuhan dan taat menjalankan panggilan Tuhan bukan hanya di hari Minggu saja meskipun Sunday service, ibadah Minggu menjadi pusat dari seluruh ibadah. Ibadah kita di hari Minggu menjadi gambaran totalitas kehidupan ibadah kita sehari-hari. Betapa indah hidup yang memuliakan Tuhan sebab pada saat yang sama kita akan menikmati persekutuan yang indah di dalam-Nya. Keindahan ibadah tidak cukup hanya datang dengan sukacita dan sorak sorai ke dalam rumah Tuhan namun ada beberapa elemen yang perlu kita pahami dalam suatu ibadah. Hal ini akan menjadi perenungan kita hari ini.


Kata “mereka” dalam Injil Yohanes 17:6–8 yang dimaksud adalah umat Allah, orang-orang yang dipilih dan diberikan kepada Yesus Kristus. Hubungan yang dibentuk antara Yesus Kristus dengan Bapa di sorga melibatkan anak-anak Tuhan di dalamnya. Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu (Yoh. 17:6). Di sini ada tiga kelompok, yakni: 1) Bapa di sorga, 2) Yesus Kristus, 3) umat Allah yang sejati. Jelas di sini, ibadah merupakan sebuah relasi. Ibadah bukan hanya sekedar votum, doa, berdiri, atau duduk. Tidak! Semua tata ibadah itu hanyalah ritual ibadah belaka tetapi yang terutama adalah relasi.


Ketika Yesus Kristus memandang pada Bapa maka itu menjadi inti gambaran relasi bagaimana kita berelasi dengan Bapa. Allah menjadi pusat dari ibadah. Dalam Injil Yohanes 17, banyak dituliskan kata “mempermuliakan, dipermuliakan, kemuliaan.” Jadi, hubungan kita dengan Bapa dan Tuhan Yesus adalah hubungan mempermuliakan. Ibadah sejati adalah relasi dengan Allah di dalam kemuliaan-Nya. Bagaimana hidup mempermuliakan Dia? Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
1. Allah Sumber Kemuliaan
Mempermuliakan Allah beda dengan mempermuliakan kaisar, raja, atau penguasa-penguasa lain di dunia. Allah adalah sumber dari segala kemuliaan, Dia adalah kemuliaan itu sendiri. Mempermuliakan Allah berarti mempermuliakan diri-Nya sebaliknya, ketika kita mempermuliakan kaisar berarti kita mempermuliakan posisinya sebab ketika ia tidak menjabat jadi kaisar, kita tidak akan menghormat lagi padanya. Manusia di dunia begitu ingin dipermuliakan padahal manusia tidak layak menerima kemuliaan karena manusia adalah manusia berdosa dan hina. Hanya Allah yang patut dan layak menerima semua kemuliaan dari manusia dan seluruh makhluk yang ada di bumi. Sudah sewajarnyalah kita mempermuliakan Tuhan, kemuliaan itu melekat pada diri-Nya; kemuliaan Tuhan itu tidak dapat digeser atau berubah.

Merupakan suatu pelanggaran natur kalau manusia tidak mempermuliakan Allah sebab Allah menciptakan manusia untuk mempermuliakan Dia dan menikmati Dia. Celakanya, manusia tidak memahami hal ini bahkan cenderung tidak mau tahu namun ketidaktahuan itu tidak berarti kemudian manusia boleh tidak menyembah Allah. Tidak! Pada naturnya, manusia dicipta untuk menyembah Allah dan pada saat kita memuliakan Dia itulah kita merasakan sukacita sejati. God deserve worship. Hanya Allah yang layak disembah, karena diri-Nya sumber kemuliaan.


2. Allah Tempat Tertinggi
Allah yang mulia berada di tempat tertinggi. Berbicara tentang kemuliaan berarti menyangkut kualitas. Seperti halnya, logam mulia, maka ia harus selalu berada di posisi atas karena berkualitas tinggi. Semua hal yang paling mulia harus berada di posisi teratas. Allah berada di tempat tertinggi. Tempat tertinggi yang dimaksud di sini bukan secara geografis tetapi posisi mulia. Ketika kita berelasi dengan Allah, beribadah pada Allah maka kita harus datang menyembah Dia. Ketika kita beribadah maka kita harus mengejar kualitas tertinggi karena Allah berada di sana.
Bertumbuh berarti harus semakin meningkat, semakin menuju pada kualitas. Ironisnya, Kekristenan tidak memahami konsep ini. Orang ingin si pengkhotbah bermutu, khotbah yang bermutu, namun pernahkah kita bertanya pada diri kita, sudahkah kita menuntut diri juga berkualitas? Sudahkah kita menjadikan seluruh aspek hidup kita sebagai ibadah? Apakah sudah mempersiapkan hati dengan sungguh-sungguh ketika datang beribadah kepada Tuhan? Betapa indah suatu ibadah kalau seluruh jemaatnya menuntut diri untuk mau bertumbuh, menuju pada kualitas tertinggi. Betapa indah suatu pujian kalau jemaat dapat memuji Tuhan misalnya memuji dengan nada yang tepat dan terbagi dalam empat suara diiringi dengan iringan musik yang indah. Suasana ibadah akan terasa sangat indah dan menikmati keindahan ibadah dan sukacita sejati memenuhi kita. Celakanya, ibadah yang terjadi hari ini justru sebaliknya, seluruh ibadah dipusatkan di atas mimbar; liturgis bagus, pemain musik hebat, pengkhotbah berkualitas tetapi jemaat tidak lebih hanya sekedar menjadi penonton.

Hari ini ibadah bukan lagi menjadi ibadah sejati. Ibadah tidak menjadikan kita semakin hari semakin berkualitas tetapi menjadikan kita semakin menurun. Hal ini juga nampak dari sikap kita ketika pergi beribadah. Kita cenderung sembarangan ketika datang dalam ibadah. Ingat, kita datang pada Allah yang mulia, Dia adalah Raja di atas segala raja tetapi kita tidak hormat datang pada-Nya. Ironisnya, kita justru lebih hormat dan bersikap rapi ketika mendapat undangan dari Presiden atau para pejabat dunia. Tuhanlah yang patut dan layak menerima semua pujian karena Dia adalah Allah yang mulia, Dia berada di posisi tertinggi.


3. Allah Transdensi dan Imanensi
Allah adalah Allah yang transen artinya Allah jauh di sana, Allah begitu suci dan mulia sehingga tidak mungkin didekati oleh manusia berdosa; manusia akan langsung mati ketika melihat Allah secara langsung seperti yang diungkapkan dalam Perjanjian Lama. Akan tetapi Allah yang jauh itu adalah Allah yang imanen yang mau dekat dan berelasi dengan manusia; Dia datang dan mengambil rupa seorang manusia demi untuk menyelamatkan kita manusia berdosa. Tuhan Yesus, Allah yang suci dan mulia itu datang ke dalam dunia berdosa dan Dia tidak memandang kita sebagai budak tetapi Dia menyebut kita sahabat. Namun ingat, Allah yang imanensi itu bukan berarti kita dapat meniadakan transdensi Allah. Kita harus tetap hormat kepada Allah. Celakanya, dunia modern ini orang seringkali cenderung bersikap kurang ajar ketika orang baik padanya. Seorang papa pastilah akan sangat senang kalau dapat dekat dengan anaknya, baik dengan si anak namun bukan berarti si anak boleh berlaku tidak sopan kepada sang papa. Tanpa sadar kita sudah mempermainkan Tuhan kita, Yesus Kristus. Kita seringkali menyebut nama Tuhan Yesus dengan tidak hormat. Orang langsung menyebut “Yesus” tanpa “Tuhan.” Meskipun Dia dekat dengan kita dan menyebut kita sahabat bukan berarti kita boleh memperlakukan dengan sembarangan. Ingat, kita hanyalah budak yang diangkat menjadi sahabat. Tuhan Yesus tetap adalah Allah yang suci dan mulia dan kita harus memuliakan Dia.

Demikian pula halnya dengan ibadah, kita datang ke dalam rumah Tuhan sudahkah kita memuliakan Tuhan? Hendaklah mata kita selalu tertuju pada-Nya, Dia yang berada di posisi tertinggi, Dia yang agung dan mulia. Bangunan gereja dengan arsitek gothic terkadang juga mempengaruhi suasana ibadah, bangunan yang tinggi dan megah membuat kita merasa kecil di hadapan-Nya ketika kita datang ke dalam rumah Tuhan. Pertanyaannya sekarang adalah apakah ibadah kita dipengaruhi oleh gedung? Tidak! Ibadah tidak dipengaruhi oleh gedung tetapi bagaimana hati kita ketika berhadapan dengan kemuliaan Tuhan. Hati kita harusnya dipersiapkan ketika datang beribadah kepada Tuhan. Perhatikan tata ibadah kita saat ini bukan dibuat dengan sembarangan tetapi seluruh liturgi sudah dipikirkan lama sejak abad 10 dan hanya mempunyai satu tujuan yaitu kemuliaan hanya bagi Tuhan; segala sesuatu dari Allah, oleh Allah dan kepada Allah, bagi Allah kemuliaan sampai selama-lamanya.


Tata ibadah dibagi menjadi tiga bagian, yakni:
1) Worship Part
Persiapan untuk ibadah dimulai dari saat teduh, di mana kita harus mempersiapkan diri di hadapan Tuhan karena perasaan takut dan gemetar berhadapan dengan Allah yang Maha mulia. Berhadapan dengan Raja yang mulia maka jauh sebelumnya kita sudah melakukan persiapan dan tidak terlambat. Cobalah pikirkan apakah kita berani datang terlambat ketika kita harus menghadap Presiden? Tidak, bukan? Bahkan satu jam sebelumnya kita akan datang dan melakukan berbagai persiapan dengan bersaat teduh, menunggu kehadiran Presiden. Sekarang, bukan sekedar Presiden biasa yang kita hadapi tetapi Raja di atas segala raja, Dialah Raja yang Maha Mulia dan Maha Agung. Dilanjutkan dengan votum yang artinya undangan bagi kita semua supaya kita sadar dan erkonsentrasi kepada Allah yang menjadi pusat ibadah. Lalu disambut dengan pujian: Suci, Suci, Suci atau Hormat Bagi Allah yang menyatakan segala kemuliaan hanya bagi Dia saja. Inilah bagian pertama di mana seluruhnya harus berpusat pada Allah.

2) Content of Worship.
Pada bagian ini kita berdialog dengan Allah, mengungkapkan iman, rasa syukur, doa dan segala pergumulan kita di hadapan-Nya. Di sini kita mencoba mengerti apa yang menjadi rencana Tuhan. Kita berespon dan berkomitmen dan mengaku iman dan kembali bersyukur. Salah satu aspek penting yang hari ini dihilangkan dalam ibadah adalah ratapan. Alkitab memberikan tempat yang penting bagi ratapan. Meratap adalah mengungkapkan seluruh isi hati kepada Tuhan dan kita menantikan Allah merespon saya.

3) Bagian penutup ditutup dengan doxology, segala kemuliaan hanya bagi Tuhan.


Seluruh tata ibadah bagian depan dan terakhir menjadi suatu pilar dan bagian tengah menjadi isinya. Dua pilar menjadi pengunci di bagian tengah. Celakanya, hari ini gereja membuang dua pilar ini dan hanya memakai bagian tengah saja. Tata ibadah yang dipakai hanyalah pujian, firman, doa dan persembahan seperti yang kita temui di umumnya gereja hari ini. Seluruh ibadah hanya memuaskan kenikmatan diri belaka. Tuhan tidak lagi menjadi pusat dari ibadah. Firman Tuhan menegaskan ibadah sejati adalah mempermuliakan Tuhan dan hal ini dimungkinkan karena umat pilihan yang diberikan oleh-Nya kepada Tuhan Yesus dan Tuhan Yesus mendidik mereka di dalam Firman sehingga mereka mendapatkan hidup kekal. Hidup kekal bukan masuk surga seperti yang manusia pikirkan.


Tuhan Yesus menegaskan hidup kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus (Yoh. 17:3). Jelaslah, ibadah tidak bisa dilepaskan dari Yesus Kristus. Ibadah sejati adalah Yesus Kristus melepaskan dari ikatan dosa. Tuhan Yesus sudah mati bagi kita, kita yang tadinya mati kini kita dihidupkan kembali oleh Dia sehingga kita dapat berdamai dengan Bapa dan boleh mengenal dengan Allah Bapa. Tanpa anugerah pertobatan, mustahil kita dapat beribadah. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau kita dapat mengenal Dia. Siapakah kita manusia berdosa sehingga Dia mau datang mengangkat kita dari jerat dosa. Biarlah kita mau pakai seluruh hidup kita untuk memuliakan Dia, taat mutlak dalam pimpinan tangan-Nya. Karena kita tahu pimpinan-Nya tidak pernah salah. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan. Amin

The Concept of Worship-1: The Beauty of Worship

THE CONCEPT OF WORSHIP*

oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.




THE CONCEPT OF WORSHIP-1: THE BEAUTY OF WORSHIP


Nats: Mazmur 100:1-5


Ibadah atau worship merupakan bagian dari setiap orang yang mengaku beriman. Yang dimaksud ibadah di sini bukanlah sekedar satu hari berada di tempat ibadah. Ibadah terkait dengan seluruh hidup yang mengabdi kepada Allah secara totalitas tiap-tiap harinya di manapun kita berada. Ibadah berasal dari kata aboda (bahasa Ibrani) proskuneo (bahasa Yunani) yang berarti melenturkan tubuh sampai ke tanah. Ibadah Kristen berpusat total di kebaktian Minggu, Sunday service maka kalau worship service itu kita abaikan dan merasa cukup beribadah di rumah saja maka dapatlah dipastikan pelan namun pasti kerohanian kita menjadi kering. Kebaktian Minggu merupakan inti dari ibadah.

“Beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak sorai!” Ibadah harusnya mendatangkan sukacita sejati atas kita. Westminster Shorter Catechism menyatakan bahwa tujuan manusia dicipta adalah untuk memuliakan Tuhan dan menikmati Dia. Yang menjadi pertanyaan adalah apa artinya menikmati? Apakah kita boleh memakai semua bentuk gaya ke dalam ibadah? Bagaimana halnya dengan ibadah di mana yang hadir di dalamnya adalah orang-orang dari berbagai bangsa? Apakah setiap orang dari berbagai suku bangsa di dunia itu boleh memasukkan unsur budaya seperti musik dan bahasa ke dalam ibadah? Pertanyaannya adalah what is enjoyment? Kalau kenikmatan ibadah itu tergantung pada kita maka bolehkah unsur musik hard rock metal dimasukkan dalam ibadah untuk menarik anak-anak muda?

Tujuan hidup kita sekaligus menjadi tujuan ibadah kita, yaitu memuliakan Dia dan menikmati Dia secara utuh. Inti ibadah bukan sekedar kenikmatan atau sekedar sukacita sesaat belaka. Esensi ibadah berada di obyek ibadah. Ketika kita datang beribadah maka bukan kita yang menjadi obyek ibadah tetapi Tuhanlah sebagai obyek. Kita harusnya dengan gemetar datang di hadapan-Nya sebab kalau Dia berkenan maka kita hidup tapi kalau tidak, kita akan mati. Jadi, kenikmatan bukan tergantung saya tapi ketika kita memuliakan Dia maka disana kita merasakan kenikmatan. Pertanyaannya adalah apakah Tuhan berkenan atas seluruh ibadah yang kita lakukan?

Memuliakan Tuhan dan menikmati Tuhan saling terkait erat. Adalah mustahil orang dapat menikmati ibadah tetapi tidak memuliakan Tuhan. Ibadah adalah meletakkan Allah yang merupakan obyek dari ibadah itu sendiri sebagai pusat dan kita berada di dalamnya memuliakan dan menikmati Dia. Sangatlah mengerikan, di dunia modern sekarang Tuhan tidak lagi sebagai obyek ibadah tapi dirilah yang menjadi obyek. Orang hanya berpikir untung dan rugi ketika datang beribadah. Kitab Mazmur pasalnya yang ke-100 seringkali dipakai sebagai votum dalam ibadah. Mazmur membukakan kita akan apakah ibadah sejati dan kedahsyatan ketika kita datang beribadah kepada Tuhan Allah.

Pemazmur membagi Mazmur 100 menjadi dua bagian, di mana setiap bagian mempunyai isi yang sama, yakni masing-masing terdapat tiga ajakan dan tiga alasan, yaitu:

Bagian Pertama (Mzm. 100:1-3): 1) tiga ajakan: Bersorak-soraklah bagi Tuhan hai, seluruh bumi! (ay. 1), beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita (ay. 2a), datanglah ke hadapan-Nya dengan sukacita (ay. 2b); 2) tiga alasan: Dialah yang menjadikan kita, punya Dialah kita, umat-Nya, kawanan domba gembalaan-Nya (ay.3).

Bagian Kedua (Mzm. 100:4-5): 1) tiga ajakan: Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya; 2) tiga alasan: Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun temurun. Kitab Mazmur 100 membukakan pada kita keindahan ibadah.

Apa yang menjadi dasar kita beribadah dengan sorak sorai?Jawabannya karena Tuhan Allah itu sendiri. Hari ini banyak orang tidak memahami akan konsep datang beribadah dengan sorak sorai. Orang malah merasa tidak perlu untuk beribadah pada hari Minggu. Orang tidak dapat melihat indahnya ibadah, bertemu dan memuliakan Tuhan di dalam ibadah; orang menganggap ke gereja hanya kewajiban yang harus dijalankan oleh orang Kristen. Celakanya, ada orang yang ke gereja karena alasan takut diinterograsi atau dibezuk oleh para pengurus gereja, ada juga orang yang ke gereja karena untuk mendapatkan keuntungan. Bagaimana kita dapat merasakan sukacita sejati kalau kita beribadah dengan alasan demikian?


Beberapa aspek yang membuat kita merasakan sukacita sejati ketika kita datang beribadah kepada Tuhan, yaitu:
I. ALASAN ONTOLOGIS
1. Allah adalah Pencipta
Allah menciptakan kita, Dia pencipta kita maka betapa indah dan nyamannya kalau kita kembali pada Sang Pencipta kita. Celakanya, dunia telah dicengkeram konsep evolusi akibatnya manusia kehilangan perasaan, tidak ada relasi dengan Tuhan Sang Pencipta. Sadarlah kita adalah ciptaan yang bergantung mutlak pada Sang Pencipta. Betapa sukacita kalau kita bisa berada di rumah Tuhan. Sukacita itu bukan tergantung pada kita tetapi karena Tuhan itu sendiri. Seperti halnya seorang yang lagi kasmaran maka bisa datang ke rumah dan bertemu dengan sang kekasih akan membawa sukacita tersendiri, orang tidak akan peduli hal yang lain karena ada relasi. Bayangkan, kalau kita datang ke rumah Tuhan tetapi ribut dengan diri sendiri tentu saja kita tidak akan merasa sukacita. Sungguh merupakan suatu anugerah kalau kita dapat bertemu dengan Tuhan. Pemahaman dan semangat seperti inilah yang harusnya muncul ketika kita datang beribadah kepada Tuhan.

2. Allah adalah Penebus
Manusia adalah ciptaan-Nya berarti manusia milik kepunyaan-Nya namun manusia telah jatuh ke dalam dosa sehingga kita tidak lagi jadi milik kepunyaan Tuhan tetapi kita jadi milik iblis. Kristus datang dari sorga mulia, mati dan menggantikan kita manusia berdosa sehingga hubungan manusia yang terputus dipulihkan kembali sehingga sekarang, kita menjadi milik Tuhan kembali. Hal inilah yang seharusnya menjadikan kita bersukacita karena kita yang binasa, kini diselamatkan kembali dan kita bisa dimungkinkan kembali datang dan berada dalam rumah-Nya.

3. Allah adalah Pemelihara
Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya (Mzm. 100:3). Betapa indah Firman-Nya, Dia tidak hanya hanya mencipta dan menebus tetapi Dia juga memelihara hidup kita. Tuhan adalah gembala yang agung yang menuntun hidup kita ke padang yang berumput hijau, Dia membawa kita ke air yang tenang. Dia memelihara sehingga hidup kita menjadi tenang dan merasakan kenikmatan berada dalam pelukan-Nya. Hari ini begitu banyak orang yang ketakutan, paranoid; mereka takut mati. Hal ini disebabkan karena mereka tidak punya Tuhan, mereka tidak pernah tahu kalau ada Tuhan yang memelihara dan betapa indah hidup berada dalam pemeliharaan-Nya. Sejauh kita taat pada Sang Gembala maka Dia tidak akan membiarkan kita tersesat ataupun celaka. Jika Tuhan di pihak kita, siapakah yang dapat melawan kita? Tidak ada! Kristus Yesus adalah Gembala yang baik. Hal inilah yang harusnya menjadikan kita merasa sukacita.
Hari ini, ibadah tidak lagi disandarkan pada penciptaan, penebusan, dan pemeliharaan tapi orang memakai semangat emosi. Kalau ibadah itu hanya untuk memuaskan keinginan kita maka kita tidak akan pernah merasakan sukacita sejati. Banyak gereja yang melakukan segala cara untuk menyenangkan jemaat tapi semua itu hanyalah sukacita semu. Tuhan Allah sebagai pencipta, penebus dan pemelihara maka ketiga hal ini menjadi dasar yang hakiki, ontologism tidak dapat diganggu gugat untuk kita bersukacita dalam ibadah. Namun kalau hanya karena ketiga hal ini maka lama kelamaan kita akan menjadi bosan tapi ada alasan lain yang membuat kita bersukacita dalam ibadah:


II. ALASAN PRAKTIS
1. Allah itu Baik
Karakter baik itu barulah bernilai kalau direlasikan dengan suatu obyek. Demikian pula halnya dengan karakter yang lain seperti: kasih, setia, adil dan lain-lain. Tuhan itu baik itu merupakan karakter asli Allah. Banyak hal kita tidak mengerti akan kebaikan Allah khususnya ketika kita berada dalam kesulitan dan penderitaan maka orang akan bertanya di manakah kebaikan Tuhan? Marilah kita renungkan dalam kehidupan kita sehari-hari bahwasanya Tuhan itu baik atas kita tetapi orang seringkali menganggap remeh hal-hal yang kelihatan kecil dan remeh. Sebagai pengalaman pribadi, saya merasakan kebaikan Tuhan dalam perjalanan saya di Amerika dan selama berada di sana. Mulai dari airport di mana harus menghadapi pihak imigrasi, cuaca dingin dan Tuhan juga mengirimkan seseorang untuk membantu ketika harus melakukan beberapa hal penting. Tuhan bekerja tepat pada waktu-Nya dan Dia itu baik.Kebaikan Tuhan itu tidak bersifat kondisional, hari ini baik dan besok jahat. Tidak! Tuhan itu baik karena esensi itu menjadikan kita bersukacita.

2. Allah itu Kasih Setia
Tuhan itu baik dan kasih setia-Nya sangatlah luar biasa. Kalau hanya baik tapi tidak setia maka itu sama dengan bohong. Kasih setia-Nya kekal, tidak berubah; Dia tetap baik meski kita berulang kali menyakiti Dia. Kasih setia-Nya terus memimpin langkah hidup kita, kasih setia-Nya terus mengampuni, kasih setia-Nya senantiasa memelihara hidup kita. Tuhan juga tidak menuntut balas apapun dari kita atas kebaikan yang Dia berikan. Berbeda halnya dengan iblis, ketika dia memberi maka ia pasti akan menuntut suatu balasan. Adalah konsep yang salah bahwa dosaku banyak maka aku tidak ke gereja. Salah! Tidak datang beribadah justru akan membuat kita makin tersesat. Tuhan ingin kita semakin dekat pada-Nya kasih setia-Nya terus mengampuni kita. Hal ini menjadikan kita bersukacita dalam ibadah.

3. Allah itu Setia
Tuhan tidak pernah berubah. Tuhan tidak dapat melanggar natur-Nya sendiri. Dia tetap setia meski kita tidak setia; Dia tetap baik meski kita seringkali melawan Dia. Bayangkan kalau Tuhan selalu berubah, hari ini baik tapi besok tidak baik atau hari ini sukacita tetapi besok sedih maka dapatlah dipastikan seluruh relasi kita dengan sesama akan menjadi buruk, setiap orang akan saling curiga. Tuhan itu kekal, Dia tidak dapat digeser oleh apapun. Hal ini menjadikan kita bersukacita karena kita mempunyai jaminan hidup di dalam Dia dan menjadikan kita setiap hari disegarkan ketika datang beribadah kepada Tuhan.

Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya. Masuklah dengan nyanyian syukur ke dalam pelatarannya dengan nyanyian pujian; bersyukurlah pada-Nya dan pujilah nama-Nya, sebab Tuhan itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya dan tetap turun murun. Pertanyaannya ketika kita datang ke dalam Rumah Tuhan hal apa yang kita lakukan? Marilah kita evaluasi ibadah kita, ketika kita datang ke hadapan Tuhan, apa yang kita bawa di hadapan-Nya? Ataukah kita hanya datang sekedar rutinitas belaka? Setiap ibadah melihat unsur pencipta dan ciptaan, antara pemilik dan yang dimiliki, antara pemelihara dengan yang dipelihara. Ibadah itu menjadikan iman kita diperkaya, makin lama makin berakar kuat. Kehidupan ibadah akan mempengaruhi seluruh hidup kita. Kiranya Firman Tuhan ini menyadarkan kita kembali akan indahnya ibadah dengan demikian kita merasakan sukacita dan menikmati Dia ketika kita berada dalam rumah Tuhan. Amin

* Pembahasan ini merupakan sharing Pdt. Sutjipto Subeno setelah mengikuti Worship Symposium di Calvin College, U.S.A.