08 September 2007

Matius 4:10-11 : TO WORSHIP GOD

Ringkasan Khotbah : 18 Juli 2004

To Worship God

oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 4:10-11



Pencobaan iblis ketiga merupakan pencobaan yang paling dahsyat di antara semua pencobaan - iblis ingin supaya Tuhan Yesus berorientasi pada dunia saja - kerajaan dunia dan seluruh kemegahannya akan diberikan pada-Nya asal Tuhan Yesus sujud menyembah dia. Manusia mana yang tidak tergoda kalau ditawari dunia dan seluruh kemegahannya namun manusia tidak menyadari dibalik tawaran manis yang menggiurkan itu justru yang membinasakan. Manusia sulit menyadarinya karena di satu sisi, tawaran tersebut sangat menggoda dan cocok dengan keinginan daging kita maka tidaklah heran kalau orang mudah terkecoh dan akhirnya masuk dalam jebakan iblis. Berbeda halnya kalau tawaran tersebut bersifat negatif dan tidak sesuai dengan keinginan kita maka dengan mudah kita dapat langsung menolaknya. Namun kita harus lebih berhati-hati dan waspada kalau tawaran tersebut “sepertinya benar“ dan menguntungkan justru itu yang membinasakan.
Merupakan sifat manusia berdosa kalau manusia tidak suka dipimpin dalam kebenaran yang membawanya dalam pertumbuhan iman – manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Manusia, di satu sisi tidak suka kalau dibohongi tapi di sisi lain orang menjadi marah kalau kita berkata jujur. Sebagai contoh, kalau kita berkata jujur tentang sesuatu mengenai dirinya yang dalam hal ini dirinya sendiri pun tidak menyukainya, misalnya hal yang menyangkut keburukannya maka dia akan menjadi marah. Orang akan marah kalau dia dikatakan bodoh padahal semakin dia marah justru semakin menunjukkan kebodohannya - orang pandai tidak akan bergeming kalau dia dikatakan bodoh karena orang yang pandai adalah orang yang selalu sadar kalau dirinya bodoh. Itulah paradoxical kehidupan. Manusia pada hakekatnya tidak ingin kebenaran, mereka hanya menginginkan sesuatu menyenangkan hatinya saja.
Dosa kalau sudah mencengkeram hidup manusia maka segala sesuatu menjadi gelap. Jangankan dunia dan seluruh kemegahannya, demi uang 1 milyar saja orang sudah mau melakukan apa saja. Kalau kekayaan dan kemuliaan sudah mencengkeram manusia maka itulah titik awal kehancuran manusia. Secara logika seharusnya orang sudah tahu bahwa uang adalah akar dari segala kejahatan; banyak penjelasan dan realita dunia telah membuktikannya namun orang tidak peduli. Cara iblis menggoda manusia supaya jatuh dalam pencobaan sangat licik lalu bagaimana cara kita mengantisipasinya? Hanya dengan cara Tuhan, yaitu dengan Firman seperti yang dilakukan oleh Kristus. Puncak dari pencobaan Tuhan Yesus adalah kunci bagaimana kita mengerti manusia hidup maka Tuhan Yesus mengajak kita untuk balik pada inti iman Kristen, yaitu kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
Tuhan Yesus melihat tawaran iblis ini sudah tidak dapat ditolerir lagi, itulah sebabnya Yesus langsung mengusir iblis, “Enyahlah, Iblis! Beranikah kita berbuat demikian, yakni mengusir iblis ketika tawaran yang menggiurkan menghampiri kita? Hari ini kalau kita mendengar ada gereja yang mengusir setan, sesungguhnya bukan setan yang diusir tapi lebih tepatnya adalah gejala setan sedang setan yang asli masih bercokol dalam gereja. Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti (Mat. 4:10; Ul. 6:13) merupakan kunci bagi kita untuk melepaskan diri dari jeratan iblis. Perhatikan, dalam kalimat ini ada dua perintah, yaitu: menyembah dan berbakti. Menyembah tidak sama dengan berbakti karena dua kata ini mempunyai pengertian berbeda namun orang seringkali mencampur aduk dua kata ini. Konsep menyembah dan berbakti telah ada sejak jaman Perjanjian Lama dan tertulis juga dalam hukum Taurat - Tuhan Yesus mengajarkan konsep ini kembali di Perjanjian Baru. Konsep menyembah dan berbakti masih berlaku meski berbeda tempat dan selang waktu yang sangat panjang. Hal ini membuktikan bahwa konsep itu adalah kebenaran sejati. Jadi, “sesuatu“ dapat dikatakan sebagai kebenaran sejati kalau “sesuatu“ itu tidak dapat digeser oleh ruang dan waktu. Hari ini banyak orang yang mengklaim hasil risetnya sebagai kebenaran dan akibatnya kita jugalah yang dibingungkan. Ada riset yang mengatakan makan “itu“ menyembuhkan kanker tapi riset yang lain justru mengatakan makan “itu“ penyebab kanker. Akibatnya, orang jadi permainan si researcher karena di antara semua hasil riset tidak ada seorang pun tahu mana yang benar-benar benar? Kebenaran sejati tidak dapat digeser oleh waktu dan ruang. Riset, seharusnya menghasilkan sesuatu yang baru namun kita menjumpai para researcher justru meriset sesuatu yang dibutuhkan manusia dan yang sudah diasumsikan sebelumnya. Kesimpulan sudah ada terlebih dahulu barulah orang melakukan riset, misal: ada kesimpulan yang menyatakan makan bayam menyebabkan kanker maka dari kesimpulan yang ada inilah orang kemudian melakukan riset. Dan orang yang mau mengeluarkan dana besar untuk membiayai riset tersebut pastilah orang yang mempunyai kepentingan dan dia pasti ingin diuntungkan maka tidaklah heran kalau hasil riset pun dapat diatur sedemikian rupa. Hasil riset yang seharusnya “makan bayam tidak menyebabkan kanker“ maka demi untuk memperoleh keuntungan, hasil riset dibuat sama dengan kesimpulan, “makan bayam akan menyebabkan kanker“. Inilah sifat dunia berdosa yang menuju pada kebinasaan, manusia menjadi humanis materialis. Iblis merusak pikiran manusia dengan tawaran-tawaran manis yang membinasakan, karena itu manusia harus kembali pada kebenaran sejati.
I. Menyembah
Menyembah berasal dari bahasa Yunani, proskuneo berarti to worship, manusia harus mengabdi pada Tuan di atas segala tuan, Raja di atas segala raja. Pros dari bahasa Yunani yang berarti “menuju“ atau “pergi ke“, jadi menyembah pada Tuhan Allah berarti manusia secara sadar, aktif datang pada Tuhan dengan sikap hormat. Hati-hati, jangan menafsirkan kata aktif sama seperti pengertian dunia karena sikap aktif yang diajarkan dunia malah justru menghancurkan hidup. Menurut konsep dunia, kita aktif kalau hal tersebut menguntungkan kita namun aktif datang pada Allah berarti kita yang berinisiatif datang pada-Nya, menundukkan diri dan taat pada pimpinan-Nya dan keaktifan ini yang tidak disukai manusia. Kesombongan dalam diri manusia inilah yang membuat orang sukar untuk tunduk dan taat pada perintah Allah. Orang menjadi malu kalau harus maju untuk menyerah, orang lebih memilih mati daripada menyerah untuk kalah. Kita harus mengubah konsep kita yang salah tersebut karena menyerah bukan berarti kita kalah, kita menyerah justru untuk menang.
Menyembah Allah berarti dengan sungguh hati kita datang pada Tuhan dan menyatakan diri bahwa kita mau takluk, tunduk dan taat pada-Nya. Sikap inilah yang tidak dapat dilakukan oleh iblis maka Alkitab mencatat iblis lalu meninggalkan Yesus karena iblis mempunyai karakter yang selalu ingin melawan dan memberontak pada Tuhan. Hendaklah kita taat pada-Nya dan ketaatan seseorang ini dapat kita lihat pada sikapnya apakah ia mau taat pada orang lain? Kalau pada manusia yang kelihatan saja ia tidak mau taat apalagi pada Tuhan yang tidak kelihatan. Dunia selalu mengajarkan supaya kita selalu memberontak pada-Nya, kita diajar tidak taat pada siapapun. Orang yang tidak taat pada Tuhan maka ia tidak akan bisa menjadi seorang pemimpin yang baik karena dia tidak bisa melihat Allah sebagai pusat kebenaran. Sebagai anak Tuhan, kita harus aktif menyembah Tuhan dan taat dengan demikian kita tidak mudah dipermainkan iblis. Utamakanlah Tuhan Yesus dalam hidupmu. Hendaklah pikiran dan hatimu selalu mengarah pada-Nya, apapun yang kita lakukan biarlah hanya untuk kemuliaan nama-Nya saja. Apakah kita sudah mempunyai sikap hati yang sungguh-sungguh menyembah dan taat kepada Tuhan?
Manusia harus berubah untuk semakin hari semakin serupa Kristus dan proses itu terus berlangsung di seumur hidup kita. Di dunia, kita menjumpai dua macam golongan manusia, yaitu: pertama, orang yang hidup untuk menyenangkan dunia tapi mempunyai sikap hidup yang baik, sebaliknya; kedua, orang yang hidup untuk menyenangkan hati Tuhan tapi hidupnya penuh dosa. Di antara kedua golongan ini yang manakah Tuhan suka? Memang, di antara kedua golongan di atas tidak ada satu golongan pun yang baik; yang paling baik dan idealnya adalah orang yang hidupnya seperti Henokh, hidup menyenangkan Tuhan dan mempunyai sikap hidup baik; di surga maupun di bumi baik. Namun andai kita disuruh memilih di antara kedua golongan tersebut, golongan manakah yang kita pilih? Contoh dalam Alkitab, orang yang termasuk dalam golongan pertama adalah Esau dan Saul; dan orang yang termasuk dalam golongan kedua adalah Yakub dan Daud tetapi kenapa Tuhan justru berkenan pada Yakub dan Daud yang mempunyai catatan hidup lebih buruk dari Esau dan Saul? Jawabnya karena Yakub dan Daud selalu mengutamakan Tuhan di setiap aspek hidupnya bahkan Daud mendapat atribusi seperti Tuhan Yesus, kepadanya Allah berkata “Inilah anak-Ku yang Kukasihi dan kepadanya Aku berkenan“. Anak muda dalam Perjanjian Baru yang katanya “hidup saleh“, tetapi hartanya yang banyak itu justru menghalanginya untuk datang pada Tuhan, ia tidak sepenuhnya menjalankan seluruh hukum Taurat karena sesungguhnya ia hanya menjalankan sebagian dari hukum Taurat, yakni hukum yang ke lima sampai ke sepuluh. Kalau kita tidak mengutamakan Tuhan maka sia-sialah semua hukum Taurat ke lima sampai dengan ke sepuluh yang kita jalankan.
II. Berbakti
Berbakti berasal dari bahasa Yunani, latreia, artinya seluruh aspek hidup kita berada dalam satu ikatan dengan oknum yang kita sembah. Kalau kita tidak tahu siapa yang kita sembah maka kita tidak dapat beribadah dengan baik. Itulah sebabnya ibadah dan penyembahan tidak dapat dipisahkan. Kalau kita menyembah pada Allah yang sejati maka seluruh aspek hidup semuanya harus mengarah pada Allah yang kita sembah, apakah kita sudah menyenangkan hati Tuhan yang kita sembah? Dua hal yang tidak dapat dilakukan iblis adalah menyembah pada Allah dan menyenangkan hati Tuhan. Dengan segala macam cara, iblis selalu berusaha agar manusia menyembah dan menyenangkan dia saja, yaitu dengan jalan menuruti segala keinginan nafsu kita dengan demikian manusia jatuh ke dalam dosa. Sebaliknya, hal yang dibenci oleh Tuhan justru itulah yang menyenangkan hati iblis.
Iblis tahu kalau Yesus adalah Allah yang berkuasa atas seluruh alam semesta, Allah yang berdaulat namun iblis sengaja melawan Tuhan dengan tidak mau menyembah dan berbakti pada-Nya. Kalau kita hanya menyembah dan tidak berbakti maka penyembahan kita tersebut hanya bersifat referensi saja, hal itu yang membuat hidup manusia mudah tergoyahkan oleh bujuk rayu si iblis. Kita dapat memperkecil kemungkinan jatuh dalam dosa kalau kita berbakti pada-Nya, di setiap aspek hidup, kita selalu mengaitkan tindakan, pikiran dan tingkah laku kita pada satu tujuan, yakni untuk menyenangkan hati Tuhan. Itulah arti berbakti atau latreia. Jadi, berbakti bukan pada hari Minggu saja ketika kita pergi ke gereja dan kebaktian bukanlah tempat kita belajar Firman Tuhan. Kita akan mendapatkan sukacita sejati kalau kita mempunyai ibadah yang sejati, hidup menyenangkan hati Tuhan. Ibadah di hari Minggu, hari pertama menjadi dasar bagi kita melangkah menapaki hari-hari selanjutnya. Hati yang selalu berpaut pada Tuhan akan memperkecil kita untuk jatuh dalam jebakan iblis. Firman Tuhan mendidik kita untuk sungguh berbakti pada-Nya maka Firman yang kita dengar seharusnya merefleksi diri kita untuk kita diubahkan semakin serupa Dia.
Liturgi ibadah di gereja hendaklah disusun sedemikian rupa - dengan sikap hormat kita menghampiri tahta-Nya dan memuji kebesaran Tuhan - kebaktian diawali dengan Firman Tuhan yang mengajak jemaat melihat kebesaran dan kasih Tuhan setelah itu kita memohon pada-Nya untuk memimpin seluruh ibadah sampai akhir yang ditutup dengan pujian pada Allah Tritunggal, Sumber Berkat. Tapi sayang, hari ini banyak gereja yang menganggap liturgi sebagai hal yang tidak penting sehingga dihilangkan dari ibadah. Dunia modern telah menyelewengkan arti berbakti yang sejati, akibatnya liturgi dibuat sedemikian rupa yakni hanya menyenangkan hati orang mencari tempat yang dianggap paling cocok dengan dirinya untuk berbakti, yaitu yang dapat menyenangkan dan melegakan hatinya karena stress setelah enam hari bekerja. Dan celakanya, kini orang sudah mulai terang-terangan menjadikan gereja sebagai ajang bisnis karena dianggap menguntungkan. Hati-hati, iblis selalu mempermainkan orang-orang yang berada dalam gereja, orang yang tidak hidup rohani, orang yang tidak mau kembali pada kebenaran Firman supaya kita masuk dalam jebakan iblis yang memang bertujuan merusak sikap ibadah kita pada Tuhan.
Umat pilihan bukanlah orang suci yang tidak pernah berbuat dosa. Tidak! Sebagai contoh, Yakub, Daud, Paulus dan masih banyak lagi; namun hidup mereka adalah hidup yang mau menyenangkan hati Tuhan. Cara Tuhan memimpin anak-anak-Nya berbeda dengan cara iblis. Hendaklah seluruh aspek hidup kita hanya menyembah dan menyenangkan hati Tuhan saja maka kita akan mendapatkan sukacita sejati. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :

Resensi Buku-20 : KATEKISMUS SINGKAT WESTMINSTER-2 (Rev. G. I. Williamson, B.D.)

...Dapatkan segera...
Buku
KATEKISMUS SINGKAT WESTMINSTER-2
(THE SHORTER CATECHISM-2)

oleh : Rev. G. I. Williamson, B.D.

Penerbit : Momentum Christian Literature (Fine Book Selection), 2006

Penerjemah : The Boen Giok.





Katekismus Singkat Westminster adalah suatu bahan katekisasi yang dipersiapkan oleh sekelompok orang yang tergabung dalam sinode Westminster di kota London (diselesaikan pada tahun 1647). T. F. Torrance menyebut Katekismus Singkat ini sebagai “salah satu dokumen yang agung dan sangat luar biasa dalam sejarah theologi Kristen.” Katekismus ini diterima oleh berbagai kalangan gereja dan menjadi salah satu bahan katekisasi yang paling banyak digunakan oleh gereja-gereja Protestan.

G. I. Williamson telah menguraikan makna pertanyaan dan jawaban dalam Katekismus Singkat Westminster ini dengan sangat jelas. Dalam Katekismus Singkat Westminster 2 ini secara khusus akan dibahas mengenai tanggung jawab manusia di hadapan Allah, yaitu penjelasan dari masing-masing perintah di dalam Sepuluh Perintah Allah, Iman dan Pertobatan, Sarana Anugerah (Firman, Sakramen Baptisan dan Perjamuan Kudus, dan doa), dan uraian terhadap Doa Bapa Kami. Setiap bab dilengkapi dengan sejumlah pertanyaan yang dapat dipakai sebagai bahan analisis maupun diskusi, dan karenanya, manual ini sangat bermanfaat bagi pemahaman Alkitab pribadi maupun kelompok.






Profil Rev. G. I. Williamson :
Rev. G. I. Williamson, B.D. meraih gelar Bachelor of Divinity (B.D.) dari Pittsburgh-Xenia Theological Seminary. Beliau adalah pendeta yang telah melayani di berbagai jemaat Reformed dan Presbiterian di Amerika Utara, dan saat ini melayani di Reformed Churches of New Zealand dan Orthodox Presbyterian Church. Menjelang usia pensiunnya, Williamson tetap menjadi editor untuk Ordained Servant, jurnal yang diterbitkan oleh Orthodox Presbyterian Church untuk para gembala sidang, penatua, dan diaken. Karya lainnya yang diterbitkan oleh Penerbit Momentum adalah Katekismus Singkat Westminster (2 jilid).

Roma 2:25-29 : STANDAR PENGHAKIMAN ALLAH-5 : HUKUM ALLAH VS HUKUM MANUSIA-3

Seri Eksposisi Surat Roma :
Realita Murka Allah-14


Standar Penghakiman Allah-5 :
Hukum Allah Vs Hukum Manusia-3


oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 2:25-29.

Setelah Paulus menjelaskan tentang hukum Allah yang esensial yang menghakimi kemunafikan “hukum” manusia, maka ia mulai menjelaskan jalan keluar agar manusia tidak lagi terjerat oleh hukum-hukum palsu. Apakah wujud jalan keluar ? Ayat 25-29 memberikan kepada kita satu jawaban yaitu menaati Taurat/Hukum Allah, bukan menambahi atau menyelewengkan Hukum Allah. Mari kita akan menyelidikinya satu per satu.

Di dalam ayat 25, Allah melalui Paulus mengajarkan, “Sunat memang ada gunanya, jika engkau mentaati hukum Taurat; tetapi jika engkau melanggar hukum Taurat, maka sunatmu tidak ada lagi gunanya.” Di dalam Taurat, sunat adalah perjanjian antara Allah dengan umat-Nya (ingatlah peristiwa Abraham di dalam Kejadian 17:9-11). Karena itu sunat harus dilakukan di dalam Perjanjian Lama sebagai wujud ketaatan terhadap Taurat. Tetapi bukan hanya sunat yang Allah perintahkan, menaati hari Sabat, mengasihi orang lain, menegakkan keadilan, dll juga diajarkan oleh Taurat. Jadi, ketika orang-orang Israel melakukan sunat, mereka hanya melakukan salah satu dari perintah-perintah-Nya di dalam Taurat. Tetapi sayangnya mereka tidak mengerti. Mereka hanya mengerti sunat secara harafiah tanpa mengerti arti rohaninya. Mereka memberlakukan sunat sebagai keharusan tetapi mengabaikan bagian pengajaran Taurat lainnya. Kata “mentaati” dalam frase “mentaati hukum Taurat” dalam Alkitab terjemahan Indonesia dalam bahasa Yunani menggunakan kata prassō yang berarti perform repeatedly or habitually (melakukan secara berulang-ulang/berkali-kali atau sehari-hari/biasanya). Taat bukan sekedar taat secara perkataan, tetapi bersedia melakukannya berulang kali bahkan itu repeatedly. Yang hendak ditekankan oleh Paulus adalah bukan bagaimana orang-orang Yahudi mempertahankan Taurat tetapi bagaimana orang-orang Yahudi seharusnya menaati dengan melakukan Taurat itu dengan pengertian dan esensi yang benar yaitu kasih Allah. Ketika mereka tidak melakukan Taurat, maka kata Paulus, percuma saja sunat itu, karena sunat itu hanya salah satu dari bagian pengajaran Taurat yang luas dan besar. Bagaimana dengan kita ? Apakah kita sebagai orang Kristen merasa berbangga seperti orang-orang Yahudi yang telah melakukan hukum Tuhan sebagian ? Apakah kita juga seperti orang muda kaya yang datang kepada Tuhan Yesus sambil membanggakan diri bahwa ia telah melakukan semua hal yang diperintahkan di dalam Taurat, tetapi herannya ketika Kristus memerintahkannya untuk menjual semua hartanya lalu mengikut Kristus, ia tidak mau dan segera meninggalkan-Nya ? Mungkin kita tidak pernah membunuh, mencuri, berzinah, iri, berdusta, dll, itu semua baik. Tetapi ini tidak berarti kita tidak berdosa. Karena membunuh, mencuri, berzinah, iri, berdusta, dll hanyalah akibat dari dosa. Dosa sebenarnya berarti melawan kehendak Allah. Ketika kita tidak melakukan apa yang telah dilarang oleh Tuhan di dalam hukum-Nya, tetapi di sisi lain kita membanggakan diri bahwa kita mampu berbuat baik lalu mengatakan kepada orang lain bahwa kita cukup baik, di situ lah esensi dosa sebenarnya, yaitu merebut kemuliaan dan anugerah Allah. Yang ingin ditekankan di sini adalah ketotalitasan firman Allah. Firman Allah bukan parsial sifatnya, tetapi holistic (menyeluruh). Mencomot beberapa bagian pengajaran Alkitab tanpa menaati bagian pengajaran Alkitab lainnya akan mengakibatkan ketimpangan dan itu membuktikan kita tidak sedang mengerjakan kehendak Allah di dalam Alkitab. Kita dituntut untuk mematuhi seluruh firman Tuhan tanpa memilih bagian mana yang kita suka dan tidak sukai. Ketika kita mulai memilih bagian Alkitab yang kita sukai dan tidak sukai, kita sedang memperlakukan Alkitab (dan tentunya, Allah) sebagai obyek dan kita sebagai subyek. Padahal kita yang membaca dan mempelajari Alkitab berada sedemikian : Alkitab (dan tentunya, Allah) sebagai subyek dan kita yang membaca dan mempelajarinya sebagai obyek.

Ayat ini dilanjutkan dengan pengajaran Paulus berikutnya, “Jadi jika orang yang tak bersunat memperhatikan tuntutan-tuntutan hukum Taurat, tidakkah ia dianggap sama dengan orang yang telah disunat?” (ayat 26) Di sini Paulus tidak sedang mendiskriminasikan orang ke dalam dua bentuk yaitu yang tidak bersunat dengan yang bersunat. Di dalam ayat ini, Paulus sedang membagikan dua macam orang secara hukum bukan secara status di hadapan Allah. Perlu diketahui orang-orang Yahudi di zaman Perjanjian Lama tidak mau bersahabat dengan orang-orang Samaria karena mereka dianggap orang-orang kafir yang layak dihukum Allah. Konsep ini ternyata masih meracuni para rasul hingga Petrus harus mempertanggungjawabkan baptisan Kornelius, seorang perwira pasukan Italia di dalam Kisah Para Rasul 11. Sebenarnya Allah tidak menghendaki pemisahan demikian, karena janji-Nya dengan Abraham adalah segala bangsa akan mendapat berkat, bukan hanya bangsa Israel saja. Perjanjian-Nya ini diselewengkan oleh orang-orang Israel hanya karena Israel telah mendapatkan Taurat sedangkan di luar Israel mereka tidak memiliki Taurat. Hal ini mengakibatkan orang-orang Israel sombong, egois dan tidak mengasihi orang-orang non-Israel. Apa yang dilakukan orang-orang Israel ditegur oleh Paulus. Paulus menegur bahwa jika orang-orang non-Israel tak memiliki Taurat (secara hukum : tak bersunat) tetapi mematuhi tuntutan-tuntutan Taurat, mereka sebenarnya dianggap telah disunat. Dari mereka mengetahui tuntutan Taurat ? Roma 1:19-20 telah mendeskripsikan dua macam wahyu Allah secara umum yaitu melalui hati nurani dan alam semesta. Dari dua hal ini, manusia secara umumnya dapat mengetahui adanya Allah dan meresponinya. Itulah Taurat. Hukum Taurat hanyalah sarana pewahyuan Allah, yang sebenarnya Taurat adalah apa yang Allah kehendaki, perintahkan, tegur dan ajarkan. Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen ? Apakah kita cukup bersukacita ketika memiliki Alkitab tanpa melakukannya ? Kita mungkin rajin menyelidiki Alkitab, belajar theologia, dll, tetapi kita lupa untuk menerapkannya di dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang Israel yang mati-matian mempertahankan Hukum Taurat tanpa mengerti esensi dan melakukan esensi tersebut di dalam kehidupan mereka. Pdt. Billy Kristanto di dalam bukunya Ajarlah Kami Bertumbuh (Refleksi Atas Surat 1 Korintus) menyatakan bahwa tanda kita mengerti adalah melakukan apa yang kita mengerti. Ketika seorang anak diperintahkan ibunya untuk membelikan 2 buah telur, maka kalau anak itu mengerti perintah ibunya, maka ia bukan hanya mengatakan, “Ya, mengerti”, tetapi ia juga menjalankan apa yang diperintahkan ibunya. Itu berarti si anak mengerti apa yang diperintahkan ibunya. Bagaimana dengan kita ? Apakah kita selalu rajin mengatakan, “Amin” tetapi sebenarnya kita tidak mengerti kata “Amin” itu dengan menjalankan apa yang kita percayai dari Alkitab ?

Orang yang tak bersunat tidak dipandang oleh orang-orang Israel yang bersunat., sehingga mereka yang tak bersunat dapat dihakimi dan dihina oleh mereka yang bersunat. Benarkah demikian ? Paulus membalik posisi ini. Di dalam ayat 27, ia mengajarkan, “Jika demikian, maka orang yang tak bersunat, tetapi yang melakukan hukum Taurat, akan menghakimi kamu yang mempunyai hukum tertulis dan sunat, tetapi yang melanggar hukum Taurat.” Terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) lebih jelas mengartikannya, “Dan orang-orang yang tidak disunat itu akan menyalahkan Saudara orang Yahudi, sebab Saudara mempunyai hukum agama Yahudi dan Saudara disunat, tetapi Saudara melanggar hukum itu. Mereka tidak disunat, tetapi justru merekalah yang mentaati hukum agama Yahudi.” Maksud Paulus bukanlah orang-orang yang tak bersunat harus berbangga diri terhadap orang-orang Israel yang bersunat yang tidak mematuhi Hukum Taurat sepenuhnya, tetapi Paulus mengajarkan dan mengingatkan orang-orang Israel yang bersunat agar tidak sombong. Bagi hukum manusia, orang-orang yang memiliki hukum akan dihargai, sedangkan orang-orang yang kelihatannya tidak memiliki hukum tidak akan dihargai. Posisi ini dibalik oleh Paulus dengan mengatakan bahwa bukan yang memiliki Taurat yang dibenarkan tetapi yang menjalankannya (dengan penuh pengertian dan iman yang beres dari Tuhan) meskipun secara hukum tidak termasuk bilangan orang yang memiliki hukum. Bagaimana dengan kita? Kita sebagai orang Kristen seharusnya malu dengan orang-orang non-Kristen yang mengurusi masalah negara kita (meskipun banyak dari mereka yang korupsi), berpartisipasi di dalam pengembangan negara kita, dll, sedangkan kita sebagai orang Kristen hanya sibuk mengurus hal-hal rohani (apalagi hal-hal tersebut diajarkan secara tidak bertanggungjawab, misalnya, menjadi orang “Kristen” pasti kaya, sukses, tanpa penyakit, tidak terkena masalah, dll). Hal-hal rohani tidak boleh dilepaskan dari hal-hal sekuler, tetapi mempengaruhi. Inilah yang diajarkan oleh theologia Reformed dengan dua mandat yaitu mandat budaya (mempengaruhi dunia dengan prinsip Alkitab/Firman Allah untuk memuliakan Allah) dan mandat Injil (memberitakan Injil untuk memuliakan Allah). Tuhan menginginkan kita bukan sebagai penghakim, tetapi sebagai pelaksana firman-Nya. Allah tidak menginginkan kita untuk menghakimi orang-orang non-Kristen, tetapi kita diperintahkan-Nya untuk mengasihi mereka dengan memberitakan Injil kepada mereka agar mereka bertobat, percaya dengan kembali kepada-Nya.

Lalu, Paulus juga menjelaskan bahwa yang terpenting bukan hal-hal fenomenal, tetapi esensi itulah yang terpenting yang tidak bisa ditipu. Pada ayat 28, ia menjelaskan, “Karena orang Yahudi yang sejati bukanlah orang yang hanya namanya saja orang Yahudi; dan orang yang sungguh-sungguh disunat bukanlah orang yang disunat secara lahir saja.” (Bahasa Indonesia Sehari-hari) Inilah hal-hal fenomenal. Kita seringkali terjebak dengan hal-hal fenomenal. Orang-orang Yahudi secara fenomenal adalah orang-orang “religius” karena mereka berpuasa, memberikan persepuluhan, berdoa, menjalankan Sabat (versi mereka), dll, tetapi itu semua hanyalah fenomenal. Hal-hal fenomenal dapat menipu kita. KeKristenan juga mirip dengan hal itu. Banyak orang “Kristen” berani mengklaim diri orang “Kristen” apalagi herannya mengklaim diri sedang “melayani ‘tuhan’” tetapi konsep imannya apalagi kelakuannya tidak beres dan tidak memuliakan Tuhan karena dari prinsipnya, mereka telah membedakan dunia rohani dengan dunia sekuler (dipengaruhi oleh ajaran dualisme atheis Yunani, yaitu dari filsuf Plato). Secara fenomenal, mungkin sekali orang-orang “Kristen” ini “religius”, rajin ke gereja, ikut persekutuan doa, berpuasa, memberikan persepuluhan, dll, tetapi iman dan kelakuan mereka bukan berdasarkan Alkitab, tetapi berdasarkan pemikiran humanisme atheis. Kalau kita kembali mengingat kisah orang muda kaya yang akhirnya meninggalkan Kristus setelah Ia memerintahkan untuk menjual harta miliknya untuk mengikut-Nya di dalam Matius 19:16-26, kita seharusnya sadar dan mengerti apa yang Kristus ajarkan bahwa yang masuk ke dalam Kerajaan Allah bukanlah orang yang membanggakan diri karena ia kaya dan telah berbuat baik tetapi tidak mau mengikut Kristus. Bukan hal-hal fenomenal yang menjadi esensi, karena itu bisa mengelabui mata semua orang. Tetapi yang menjadi esensi adalah iman itu sendiri yang menentukan semua hal-hal fenomenal itu asli atau palsu (tiruan).

Esensi inilah yang ditekankan oleh Paulus di dalam ayat 29, “Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” Alkitab terjemahan BIS mengartikannya, “Sebaliknya, seorang Yahudi yang sejati adalah orang yang hatinya berjiwa Yahudi; dan sunat yang sejati adalah sunat di hati yang dikerjakan oleh Roh Allah, bukan yang dicatat di dalam buku. Orang semacam itu menerima pujian dari Allah, bukan dari manusia.” Ayat ini jelas mengajarkan bahwa yang terpenting bukan melakukan syariat-syariat hukum tanpa mengerti, tetapi melakukan firman dengan pengertian dan iman yang bertanggungjawab dari Allah. Esensi yang sejati adalah sunat secara rohani. Orang yang disunat secara lahiriah tetapi tidak disunat secara rohani adalah para ahli Taurat yang munafik yang rela mengorbankan janda-janda miskin, orang-orang terlantar, dll demi kepentingan para ahli Taurat yang berkuasa. Sunat secara rohani itulah sunat di dalam hati yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Apa artinya ? Sunat secara rohani berarti ada kehidupan baru yang dihasilkan dan sebaliknya kehidupan lama dibuang dan ditinggalkan. Kehidupan baru itu kita dapatkan setelah Roh Kudus bekerja di dalam hati untuk mengarahkan hati dan pikiran kita supaya tunduk di bawah Kristus. Kehidupan baru ini ditandai dengan ditinggalkannya kehidupan lama yang penuh dosa dan berpegang teguh pada Alkitab sebagai satu-satunya pedoman hidup sejati. Akibatnya, ketika mereka telah mendapatkan kehidupan baru, mereka tidak mendapatkan pujian dari manusia, karena mungkin manusia dunia akan menghina mereka sebagai “sok suci, sok rohani, dll”. Pujian sejati bukan didapat dari manusia, tetapi dari Allah. Sehingga tidak heran, Paulus menutup pasal 2 dengan ayat 29b, “Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” Paulus sengaja membedakan dua macam pujian, yaitu dari manusia dan dari Allah. Hal ini dilakukannya agar kita sadar tentang adanya dua macam pujian yang berkaitan dengan esensi pujian itu sendiri (arti, motivasi dan tujuan), yaitu pujian manusia (yang bersifat fana, terbatas/tergantung situasi, menipu/agar orang yang dipuji dapat memuji dirinya kembali/menuntut balas, dll) dan pujian dari Allah (bernilai kekekalan, tidak terbatas, tidak menipu/bersifat murni dan tidak menuntut balas). Sungguh menarik, Alkitab mengatakan bahwa kita dipuji Allah. Seseorang dipuji Allah bukan karena dia hebat (dengan kemampuannya sendiri), tetapi karena dia telah melakukan apa yang diperintahkan-Nya di dalam Alkitab dengan taat dan setia serta beriman di dalam-Nya. Seperti kata tuan yang telah menerima hasil yang memuaskan dari hamba yang diberi lima dan dua talenta, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Matius 25:21,23), maka Tuhan juga mengatakan hal serupa dengan memuji kita sebagai hamba yang setia dan bertanggungjawab. Di dalam kitab Roma sendiri, Paulus mengajarkan, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” (Roma 8:29-30) Di ayat 30, Paulus mengajarkan bahwa kita yang telah dipilih, ditentukan, dipanggil dan dibenarkan-Nya, maka kita juga dimuliakan-Nya. Inilah yang disebut from glory to glory (dari kemuliaan menuju kepada kemuliaan). Inilah hak istimewa anak-anak Tuhan. Tetapi kita tidak boleh hanya terus memikirkan hak istimewa ini saja, kita juga harus melakukan apa yang Tuhan perintahkan dengan taat dan setia, karena, “kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.”(Efesus 2:10). Pujian dari Allah inilah reward atau upah bagi kita yang telah setia dan taat mengikut Kristus dan melakukan apa yang dikehendaki dan diperintahkan-Nya. Pujian dari Allah ini nanti kita akan dapatkan di Surga ketika kita hidup bersama-sama dengan-Nya selama-lamanya. Tidak ada sukacita yang lebih besar daripada sukacita bersama-sama dengan Kristus yang telah menebus dan menyelamatkan kita !

Hari ini, ketika Firman Allah menegur dan mengingatkan kita tentang pentingnya mengerti Firman dengan melakukannya secara bertanggungjawab, maukah kita sadar dan bertobat serta melakukan apa yang dikehendaki-Nya di dalam Alkitab ? Ingatlah, Tuhan tidak bisa tertipu dengan hal-hal fenomenal manusia, Ia lebih mementingkan esensi yaitu mengerti dengan menjalankan Firman dengan bertanggungjawab. Bertobatlah dan taatilah Firman-Nya dengan pengertian yang benar sesuai arti asli Firman Allah itu sendiri. Amin. Soli Deo Gloria.