16 April 2008

Roma 7:13-20: HUKUM TAURAT DALAM PERSPEKTIF KRISTEN-3: Hukum Taurat dan Dosa-2

Seri Eksposisi Surat Roma :
Manusia Lama Vs Manusia Baru-10


Hukum Taurat Dalam Perspektif Kristen-3 :
Hukum Taurat dan Dosa-2

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 7:13-20.

Setelah mempelajari tentang kaitan antara Hukum Taurat dan dosa di ayat 7-12, maka mulai ayat 13, Paulus menjelaskan tentang efek dosa di dalam diri manusia terhadap Taurat.

Di ayat 12, Paulus sudah mengajarkan bahwa hukum Taurat itu kudus, benar dan baik, tetapi di ayat 13, Paulus mengatakan, “Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa.” Sungguh menarik. Paulus mengatakan bahwa Taurat itu baik, tetapi di ayat 13, Paulus mengatakan bahwa bagaimana bisa sesuatu yang baik justru mengakibatkan dirinya menjadi “mati” ? Bukankah seharusnya sesuatu yang baik justru mengakibatkan yang menerimanya menjadi hidup ? Paulus langsung menjawab bahwa bukan Taurat yang salah yang mengakibatkan dirinya menjadi mati, tetapi DOSA.
Pertama, dosalah yang mendatangkan (atau bisa diterjemahkan mengerjakan) kematian bagi Paulus. Hal ini telah dijelaskan Paulus di pasal 6 ayat 23, “Sebab upah dosa ialah maut;…” Jelaslah bagi Paulus bahwa dosa mengakibatkan orang yang berada di bawah kutuk dan kuasanya mengalami kematian/maut. Inilah kengerian dosa. Tidak ada seorangpun yang mampu melepaskan seseorang dari kutuk dosa ini, kecuali Pribadi Tuhan Yesus Kristus (Roma 6:23b).
Kedua, bukan hanya mendatangkan kematian, Paulus juga mengajarkan bahwa dosa itu ketika disoroti oleh perintah Taurat akan menjadi dosa yang lebih parah. Terjemahan King James Version pada ayat 13b ini, “that sin by the commandment might become exceeding sinful.” Kata “exceeding” bisa diterjemahkan sesuatu yang melampaui/melebihi. Sehingga ayat ini bisa ditafsirkan bahwa dosa yang disoroti oleh perintah Taurat akan menjadi dosa yang melampaui/melebihi atau dosa yang lebih parah. Apa artinya ? Dosa yang dibiarkan seringkali menjadi dosa biasa. Misalnya : mencuri, berzinah, dll. Tetapi ketika dosa itu disoroti dari kacamata Firman Allah, maka dosa yang kelihatan biasa itu menjadi luar biasa parahnya dan semakin menjijikkan di mata Allah. Contoh praktis, banci/waria (wanita pria). Orang-orang postmodern sangat menggemari istilah “demokrasi”, “hak asasi”, sehingga ketika waria muncul, mereka mengatakan bahwa para waria pun memiliki hak asasi, jadi jangan dihina. Dosa waria di mata orang-orang postmodern adalah sesuatu yang biasa, karena waria tetap adalah manusia, tetapi di mata Allah, waria adalah sesuatu yang menjijikkan dan berdosa. Mengapa ? Karena Allah sendiri telah menciptakan laki-laki dan perempuan, bukan waria ! Itu sebabnya mengapa Paulus berani mengajarkan bahwa dari sudut pandang Firman Allah, dosa lebih dilihat sebagai dosa yang lebih jahat dan menjijikkan di mata Allah.

Mengapa dosa dilihat dari kacamata Firman Allah sebagai sesuatu yang menjijikkan ? Paulus menjawabnya di ayat 14, “Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa.” Dengan kata lain, alasannya adalah hukum Taurat yang kudus, benar dan baik itu adalah rohani (spiritual), sedangkan manusia bersifat daging dan terjual di bawah kuasa dosa. Sungguh menarik pemaparan Paulus ini. Geneva Bible Translation Notes menafsirkan hukum Taurat di bagian ini mengandung a heavenly purity (kemurnian/kebersihan/kesucian Surgawi), sedangkan manusia ketika dilahirkan, “bondslaves of corruption, which they willingly serve” (budak dosa yang mengikat, yang mana mereka rela melayaninya). Dari hal ini, kita mendapatkan beberapa pelajaran.
Pertama, hukum Allah itu rohani Vs manusia itu jasmani/bersifat kedagingan. Mengapa disebut rohani ? Karena seluruh hukum Allah mengandung kemurnian Surgawi. Kemurnian identik dengan kesucian/kebersihan yang artinya tidak ada cacat cela di dalamnya. Mengapa tidak ada cacat cela di dalamnya ? Karena yang mewahyukan Taurat adalah Allah sendiri yang Mahakudus yang menghendaki umat-Nya yang menaati Taurat juga hidup kudus. Tetapi sayangnya manusia ketika lahir sudah mengandut bibit dosa dan mengembangkan dosa itu lebih parah lagi, sehingga manusia dikatakan bersifat kedagingan. Wujud kedagingan/buah daging dipaparkan Paulus di dalam Galatia 5:19-21, “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” Perbuatan kedagingan ini menurut Paulus tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Mengapa ? Karena aktivitas kedagingan ini berpusat kepada diri dan menyembah (kepuasan) diri, bukan untuk memuliakan Allah.
Kedua, hukum Allah itu kekal Vs manusia itu fana/sementara. Selain rohani, hukum Taurat itu kekal, karena memimpin manusia kepada pengenalan Allah yang Kekal dan di dalam Injil dan Perjanjian Baru, kita mendapati bahwa kita sebagai umat pilihan-Nya akan menjadi serupa dengan Kristus kelak. Ini membuktikan kekekalan manusia pilihan-Nya. Tetapi sayangnya akibat dosa, manusia menjadi makhluk yang sadar diri bahwa mereka itu sementara. Kesementaraan itu membuat mereka akhirnya tidak mau kembali kepada Allah, tetapi kepada kedagingan dan melayani dosa. Sungguh sangat disayangkan. Tetapi puji Tuhan, anugerah Allah telah memilih umat-Nya sebelum dunia dijadikan di dalam Kristus, sehingga umat pilihan-Nya meskipun hidup di dunia sementara mereka dapat memiliki hidup kekal. Inilah paradoks dan ketegangan antara yang sudah dan yang belum dialami oleh orang Kristen (dalam hal keselamatan dan hidup kudus).

Dalam hal ini, Paulus telah mengalaminya sendiri melalui penuturannya di ayat 15, “Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.” Sungguh menarik. Paulus sendiri mengalami hal ini dan ia menuliskannya sendiri bahwa sesungguhnya yang dia kerjakan justru adalah sesuatu yang dia benci. Ini sifat kedagingan kita. Kita mungkin sudah bertahun-tahun menjadi orang Kristen, tetapi seringkali kita menghadapi realita seperti Paulus, yaitu mengerjakan apa yang kita sudah tahu itu dibenci Allah. Misalnya, kita sudah mengetahui bahwa berdusta itu dibenci Allah, tetapi kita tetap saja melakukannya bahkan anehnya ditambah argumentasi yang cukup “rasional”. Tuhan membenci kebohongan dengan dalih/alasan apapun. Ingatlah itu ! Sekali dosa tetaplah dosa, tidak ada dosa kecil, dosa besar, bahkan dosa setengah-setengah !

Bahkan di ayat selanjutnya, 16, Paulus mengatakan, “Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. ” Dengan kata lain, sekalipun/jika atau ketika manusia berbuat sesuatu yang tidak dikehendakinya, maka manusia tersebut menyetujui bahwa hukum Taurat itu baik. Mengapa ? Karena ia melakukan sesuatu yang berdosa, sehingga ketika yang terang menerangi yang gelap, maka kegelapan bakal lari dan mengakui adanya terang. Tetapi herannya, di abad postmodern, yang gelap tidak sadar diri bahkan melawan yang terang.

Mengapa bisa terjadi seperti ini ? Kembali, Paulus menjawab hal ini di dalam ayat 17, “Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku.” Dengan demikian, ketika kita sudah mengetahui apa yang baik, tetapi kita tidak melakukannya, itu semua karena dosa yang berdiam di dalam kita sehingga kita melakukan justru yang dibenci Allah dan membenci apa yang disukai Allah.

Dosa ini digambarkan Paulus di ayat 18, “Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.” Paulus adalah seorang hamba Tuhan yang baik, pintar sekaligus rendah hati. Ia mau mengakui kelemahannya bahwa tidak ada sesuatu yang baik di dalam diri manusia. Uniknya, meskipun manusia tetap memiliki kehendak, tetapi bukan kehendak berbuat baik yang memuliakan Allah yang dimiliki, tetapi kehendak untuk berbuat hal yang jahat. Calvin mengajarkan bahwa manusia meskipun tidak kehilangan peta teladan Allah tetapi peta teladan Allah ini telah rusak akibat dosa. Akibat kerusakan total ini, tidak ada kehendak baik yang ingin manusia lakukan. Mereka hanya mau melakukan sesuatu yang jahat. Perbuatan jahat keluar dari kehendak yang tidak beres di hadapan Allah. Bagaimana dengan kita ? Hanya Allah yang sanggup menyelidiki batin kita yang terdalam bahwa kehendak kita apakah berkenan di hadapan Allah atau tidak. Mari kita mengintrospeksi diri masing-masing. Mari kita menguduskan kehendak dan motivasi kita bahkan di dalam melayani Tuhan.

Lebih tajam lagi, di ayat 19-20, Paulus mengungkapkan, “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.” Kedua ayat ini juga membuktikan bahwa dosa mengakibatkan manusia tidak lagi taat kepada perintah Allah, tetapi justru melawan Allah bahkan dengan alasan religius sekalipun. Bagaimana dengan kita ? Mungkin kita berpikir kita sedang berbakti bagi Allah ketika melakukan sesuatu yang jahat, tetapi di mata Allah, tindakan itu tidak berfaedah apa-apa dan itu berdosa di hadapan-Nya, karena yang disebut beribadah kepada Allah adalah menyerahkan hati, pikiran, motivasi, kehendak dan seluruh hidup kita untuk ditundukkan kepada kehendak, hati, pikiran, motivasi Allah yang Mahakudus. Ibadah tanpa penyerahan hidup adalah ibadah yang sia-sia.

Setelah merenungkan kedelapan ayat ini, maukah kita berkomitmen gemar menjalankan perintah Tuhan/Taurat di dalam hidup kita dengan sukacita dan kasih kepada Allah serta tidak lagi berbuat dosa ? Biarlah Tuhan menyelidiki hati dan motivasi kita. Soli Deo Gloria. Amin.