01 November 2007

Matius 4:18-22: THE KINGDOM AND THE WORKERS-4

Ringkasan Khotbah : 03 Oktober 2004

The Kingdom & the Workers 4

oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 4: 18-22



Kita sudah memahami segmen pertama dari panggilan Kritus, yaitu “Mari,...“ (Mat. 4:19), dimana dengan otoritas Kerajaan Sorga, Kristus memanggil para murid untuk turut ambil bagian menjadi warga Kerajaan Sorga. Kristus adalah Raja di atas segala raja sehingga secara Ilahi Ia mampu membangun kerajaan-Nya seorang diri saja namun hal itu tidak Kristus lakukan, Ia justru melibatkan kita, manusia yang penuh dengan kelemahan. Dan cara Kristus memanggil berbeda dengan dunia, Ia tidak menggunakan standarisasi dunia yang hanya menuntut nilai akademik atau keahlian belaka. Panggilan Kristus adalah inisiatif yang datang dari Kerajaan Sorga. Segala sesuatu yang dianggap dunia penting bagi Kristus justru tidaklah berarti apa-apa dan sebaliknya. Sebagai anak Tuhan, kita patut mengucap syukur senantiasa karena kita sudah dipilih-Nya sejak dari kekekalan (Ef. 1:4) menjadi warga Kerajaan Sorga dan turut bekerja menggenapkan Kerajaan-Nya di dunia. Orang yang mengaku diri Kristen tetapi kalau ia masih memikirkan keuntungan diri maka ia bukanlah seorang Kristen sejati. Istilah Kristen berarti “Kristus kecil“ maka sebagai pengikut Kristus, follower of Christ, kita harus memancarkan citra Kristus.
Hari ini kita akan merenungkan segmen kedua dari panggilan Kristus, yaitu “Ikutlah Aku,...“ (Mat. 4:19). “Ikutlah Aku“ merupakan esensi Kekristenan sebagai warga Kerajaan Sorga dan mengikut Kristus menjadi tanda bagi setiap orang yang mengaku diri Kristen. “Ikutlah Aku“ menuntut respon, yaitu untuk mengikut Dia. Sebagai seorang Raja, Kristus berhak menuntut orang lain untuk mengikut Dia oleh sebab itu Ia berkata, “Ikutlah Aku,...“ Di satu sisi, mengikut Kristus sangat penting dalam panggilan Kekristenan namun di pihak lain banyak sebab yang menjadi alasan bagi mereka untuk menolak mengikut Kristus. Akibatnya banyak orang yang mengikut Kristus namun sekedar “mengikut“. Alkitab mencatat Petrus, Yohanes, Yakobus, dan Andreas mempunyai pengertian yang berbeda dengan kebanyakan orang lain tentang mengikut. Itulah sebabnya tanpa tawar menawar lagi mereka pergi, meninggalkan jalanya serta ayahnya, lalu mengikut Kristus.
Maka tidaklah heran kalau kemudian timbul pendapat bahwa mengikut Kristus itu susah jalannya karena harus meninggalkan segalanya tak terkecuali orang tua. Hal ini dapatlah kita mengerti karena dalam budaya Asia. Orang Tionghoa sangat menjunjung tinggi orang tua sebagai pemegang otorisasi tertinggi yang tidak dapat bersalah, father can do no wrong. Seorang anak harus menyembah semua orang tua atau leluhurnya demikian seterusnya. Jadi, semakin tua seseorang maka dirinya menjadi “tuhan“. Maka wajarlah kalau orang tua berbuat salah maka tidak akan pernah keluar kata, “Maaf,...“ dari mulut orang tua pada anaknya. Dan biasanya, untuk mengurangi perasaan bersalahnya orang tua menggantinya dengan barang. Alkitab menegaskan bahwa barangsiapa mau mengikut Kristus tetapi ia masih mau menguburkan orang tuanya terlebih dahulu atau pamitan dahulu dengan keluarganya maka ia tidak layak untuk Kerajaan Allah (Luk. 9:57-62). Kalimat ini jangan dimengerti secara harafiah, yakni seorang anak tidak boleh menguburkan orang tuanya. Tidak! Menurut tradisi Yahudi, mengubur pada jaman itu berarti seorang anak harus menuruti semua yang menjadi keinginan orang tuanya sampai orang tuanya mati barulah ia mau mengikut Kristus.
Manusia sangat mengerti bahwa seorang raja berhak atas segala sesuatu bahkan nyawa rakyatnya sekalipun maka seharusnya manusia menyadari bahwa ada Raja di atas segala raja yang justru mempunyai otoritas lebih tinggi dari raja dunia. Tidak ada alasan apapun bagi kita untuk membantah semua yang menjadi perintah Raja pemilik alam semesta. Kita harus taat mutlak pada Raja di atas segala raja, inilah pengertian mengikut yang dimaksud dalam Alkitab. Mengikut mempunyai tiga definisi, yaitu: pertama, mengikut karena inisiatif diri sendiri. Karena datangnya dari diri sendiri maka keputusan berada di tangan kita termasuk tentang hal mengikut, kapan mengikut dan kapan berhenti. Jadi, mengikut disini tidak beda seperti ketika kita sedang mengikuti sebuah kursus. Hari ini banyak orang yang mau mengikut Kristus seperti demikian.
Kalau kita bandingkan di Yoh. 15:16 maka jelaslah bahwa Kristus telah memilih dan menetapkan (predestination, bhs. Inggris) sebelum dunia dijadikan. Manusia tidak menyukai Tuhan memilih karena manusia mempunyai pilihan sendiri. Tuhan justru tidak suka pada mereka yang mengikut tapi berdasar inisiasi sendiri. Orang demikian akan menjadi sombong karena merasa diri dibutuhkan. Ingat, Tuhanlah yang menjadi inisiator, Dia yang memilih kita bukan manusia yang memilih Dia. Karena itu kita patut bersyukur, di antara jutaan manusia di dunia Tuhan sudah menetapkan kita sejak dari kekekalan untuk menjadi murid-Nya.
Kedua, pengertian mengikut disini berarti kita harus memilih satu diantara banyaknya pilihan yang ada, multiple choice. Hal itu berarti ketika kita sudah memutuskan mengikut si A maka konsekuensinya ia harus melepaskan si B atau si C. Kita tidak bisa memilih semuanya dengan harapan salah satu dari jawaban kita pasti benar ada yang benar. Inilah perbedaan konsep Alkitab dengan aliran new age yang menganggap bahwa semua agama sama.
Ketiga, mengikut seperti pengertian dalam Alkitab, yakni barangsiapa mengikut Aku maka ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku (Luk. 9:23). Mengikut dari bahasa asli, leteo yang mempunyai pengertian mengikut yang terus menerus, tanpa batas dan tanpa syarat. Dalam bahasa Indonesia belum ditemukan kata yang tepat untuk menggambarkan mengikut seperti yang dimaksudkan dalam Alkitab. Dalam bahasa Jawa ada yang lebih tepat untuk menggambarkannya, yaitu "ngintil". Pengertian "ngintil" disini adalah seperti seorang anak kecil yang memegang ujung baju ibunya sehingga tanpa banyak pertanyaan lagi ia selalu mengikut kemanapun ibunya.
Sebagai orang Kristen, dalam mengikut Kristus hendaklah kita meniru si anak kecil ini yang taat, “ngintil" karena Kristus memang layak untuk diikuti karena:
1. Kristus adalah Raja di atas segala raja.
Sebagai pengikut Kristus sejati dan sebagai warga Kerajaan Sorga maka kita harus taat mutlak untuk dididik oleh Raja di atas segala raja itu. Manusia sangat benci kalau disuruh mengikut seperti kategori di atas tersebut karena manusia selalu menanyakan keuntungan apa yang didapat kalau mengikut, resiko apa yang harus dihadapi, dan lain-lain, manusia kuatir akan hidupnya. Tuhan justru tidak suka hal ini, Tuhan menuntut satu hal, yaitu taat. Bayangkan, kalau saat itu Petrus melakukan bargain dengan Tuhan Yesus maka pasti hari ini kita tidak akan mengenal seorang yang bernama Petrus dalam sejarah dunia. Petrus merespon dengan sangat tepat panggilan Kristus. Inilah Kristen sejati, the true follower of Christ. Adalah anugerah, kalau kita dapat meresponi panggilan Tuhan dan taat mutlak pada-Nya karena secara hakekat, manusia sangat mementingkan dirinya sendiri. Bukan hal yang mudah bagi Kekristenan untuk memenuhi tuntutan kualitas sekaligus kuantitas. Umumnya, kedua hal tersebut sukar untuk terpenuhi sekaligus karena tuntutan kualitas pasti menyaring kuantitas. Alkitab menegaskan bahwa mengikut Kristus dibutuhkan ketaatan mutlak dan dalam ketaatan itulah Tuhan akan membentuk kita untuk semakin serupa Dia. Kita harus merespon dengan tepat panggilan Kristus.

2. Kristus adalah fokus hidup manusia.
Kita dipanggil oleh Kristus Raja di atas segala raja maka Dia ingin supaya mata kita hanya fokus memandang pada Kristus saja. Manusia seharusnya bersyukur kalau Raja di atas segala raja itu memanggil kita untuk masuk dalam Kerajaan Sorga dan menjadi warga-Nya. Sebagai warga Kerajaan Sorga, kita harus taat akan semua perintah dan peraturan dari Raja. Semua hukum dan peraturan Kristus yang adalah Raja atas alam semesta pastilah berbeda dengan raja dunia. Raja dunia hanya ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dari rakyat demi untuk diri sendiri namun Raja di atas segala raja itu ingin supaya manusia taat menyembah Dia saja adalah demi untuk kebaikan manusia itu sendiri. Manusia akan merasakan sukacita sejati. Bukan hal yang mudah bagi manusia untuk taat sepenuhnya pada Tuhan karena seringkali cara Tuhan tidak sesuai bahkan berlawanan dengan logika manusia. Akibatnya manusia tidak dapat berfokus pada Kristus yang adalah pusat fokus. Sama halnya kalau seperti sebuah kamera, kalau kita ingin memfokuskan lensa pada satu obyek gambar di depan maka gambar di belakang pasti kabur. Yang menjadi pertanyaan adalah dimanakah fokus hidup kita? Siapa yang menjadi fokus hidup kita? Manusia harus memilih antara Kritus atau diri yang harus menjadi fokus. Kita tidak dapat memilih kedua-duanya. Manusia berdosa selalu memilih hal yang berfokus pada diri sendiri. Biarlah kita mencontoh teladan Petrus dan murid-murid lain yang tidak pernah memikirkan kepentingan diri sendiri. Begitu pula Abraham, ia taat dan beriman pada pimpinan Tuhan sehingga ia rela meninggalkan semua kenyamanan di tanah Haran dan memilih mengikut Tuhan. Abraham tahu apa dan siapa yang seharusnya menjadi fokus hidupnya. Di dunia modern ini banyak hal ditawarkan pada manusia akibatnya orang yang tidak mempunyai iman yang teguh akan mudah diombang ambingkan oleh berbagai macam konsep dunia yang sepertinya benar padahal itu bukanlah kebenaran sejati. Sebagai contoh, tatanan dunia pendidikan menjadi rusak setelah Imanuel Kant merombak dari obyektifitas menjadi subyektifitas dan hal ini langsung ditunggangi oleh Rousseau dengan menjadikan diri sebagai pusat, me and... (myself, my family, etc). Roussoue mengajarkan active learning dimana murid harus mengembangkan segala kemampuan yang ada pada dirinya dan guru hanyalah fasilitator belaka atau dengan kata lain guru tidak lebih hanya seorang pembantu. Kalau sejak dari kecil anak sudah dididik demikian maka tidaklah heran kalau besar kelak si anak menjadi anak yang melawan Tuhan. Sesungguhnya, filsafat humanismelah yang menjadi dasar teori Rousseau. Alkitab justru mengajarkan berbeda dengan dunia, murid bukanlah pusat tetapi gurulah yang menjadi pusatnya.
Alkitab mencatat seluruh sejarah manusia, bagaimana asal mula manusia, bagaimana manusia berproses, yakni kejatuhan manusia dalam dosa, manusia diselamatkan dan manusia berakhir. Kitab Perjanjian Lama menuliskan tentang Allah mencipta, Allah memelihara, Allah menetapkan hukum, Allah menyelamatkan manusia, dan masih banyak lagi begitu juga dengan kitab Perjanjian Baru semua berpusat pada Kristus mulai dari kelahiran-Nya sampai dengan kedatangan-Nya yang kedua kali nanti. Jadi Allahlah yang menjadi pusat bukan manusia. Celakanya, sejak dari kecil kita telah dididik bahwa pusat dari segala sesuatu adalah diri. Karena itu mulai dari sekarang didiklah anak-anak yang telah Tuhan percayakan padamu hanya berfokus Tuhan. Betapa indahnya hidup kita kalau diri selalu berpusat pada Kristus. Pdt. Dr. Stephen Tong berpendapat seperti sebuah radio kalau kita tidak fokus pada gelombang dengan tepat maka kita tidak akan mendapatkan suara yang jernih. Biarlah kita senantiasa melatih diri kita untuk senantiasa memfokuskan hidup kita pada Kristus dengan demikian kita hanya menjalankan apa yang menjadi kehendak Tuhan saja. Sayang, hari ini banyak orang tua tidak memahami pentingnya pendidikan bagi anak sehingga mendidik anak yang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua diserahkan pada sekolah. Adalah mujizat kalau kita dapat mengubah konsep berpikir kita dari berpusat pada diri menjadi berpusat pada Kristus.

3. Kristus satu-satunya teladan sempurna bagi manusia.
Perkataan Tuhan Yesus, “Ikutlah Aku,...“ merupakan kalimat final dengan demikian manusia dapat peroleh pengharapan. Sebagai anak Tuhan, kita boleh mengucapkan hal yang sama seperti Kristus, yaitu “Ikutlah aku,...“ namun tidak boleh berhenti sampai di situ saja dan hal ini disadari oleh Paulus dan para murid yang lain. Kalimat yang benar adalah: “Ikutlah aku, sama seperti aku mengikut Kristus“. Berhatilah-hatilah dan jauhilah orang yang berkata, “Ikutlah aku“. Itu berarti dia telah menggeser posisi Tuhan dengan bermain menjadi Tuhan, playing God. Kejatuhan manusia pertama dalam dosa karena dia ingin menjadi seperti Tuhan. Hanya Kristus satu-satunya yang boleh mengatakan, “Ikutlah Aku“ karena Dialah satu-satunya kesempurnaan manusia sejati, Dialah teladan sempurna bagi manusia di dunia. Kristus tidak berdosa namun demi untuk menebus manusia berdosa, Dia dijadikan berdosa namun Dia bangkit dan Dia naik ke sorga membuktikan kesempurnaan diri-Nya. Dunia mengakui Yesus sebagai Guru Agung meski secara lingkup area pengaruh Yesus sangat kecil namun secara moral pengaruh-Nya sangat besar dibandingkan semua tokoh di sepanjang sejarah dunia. Yesus tidak hanya sekedar mengajar tetapi Dia menjalankannya dengan sempurna. Michael Hart menuliskan hal ini dalam bukunya 100 Tokoh yang Berpengaruh di Dunia. Mahatma Gandhi pun sangat berkesan dengan Alkitab yang setiap hari ia baca terutama kitab Amsal dan ajaran Tuhan Yesus di bukit. Jadi, orang yang mengaku diri sebagai pengikut Kritus tapi tidak dapat melihat teladan Kristus, ia bukanlah seorang Kristen sejati. Setiap manusia harus melihat Kristus sebagai fokus hidup dan mencontoh teladan Kristus Raja di atas segala raja. Jangan sia-siakan anugerah-Nya kalau Tuhan memanggil engkau untuk menjadi warga Kerajaan Sorga hari ini, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.“ Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :

Roma 3:25-26 : KRISTUS SEBAGAI SUMBER KESELAMATAN

Seri Eksposisi Surat Roma :
Kasih dan Keadilan Allah-8


Kristus Sebagai Sumber Keselamatan

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 3:25-26.

Setelah Paulus memaparkan tentang jalan keluar satu-satunya bagi penyelesaian dosa itu di dalam Kristus, ia mulai memfokuskan pada Pribadi Kristus sebagai Sumber Keselamatan manusia.

Pada ayat 25a, Paulus memulai fokusnya pada Pribadi Kristus dengan mengatakan, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.” King James Version menerjemahkannya, “Whom God hath set forth to be a propitiation through faith in his blood,” Kata “pendamaian” pada terjemahan Bahasa Indonesia kurang tepat, karena King James Version menerjemahkannya propitiation/propisiasi yang dalam bahasa asli (Yunani)nya bisa berarti korban (victim). Ada tiga prinsip tentang penebusan Kristus, yaitu substitusi (kematian Kristus menggantikan kematian kita karena dosa), rekonsiliasi (Kristus menjadi Jalan Pendamaian antara Allah dengan manusia) dan propisiasi (Kristus meredakan murka Allah). Pada arti ketiga inilah, Paulus hendak menjelaskan bahwa Kristus menjadi korban untuk meredakan murka Allah. Di dalam Perjanjian Lama, Allah memerintahkan umat Israel untuk mempersembahkan binatang yang disembelih sebagai korban (ada darah) bagi penebusan dosa mereka, korban itu lah adalah tipologi dari Kristus yang akan diutus Bapa kemudian. Dan menariknya, bukan binatang yang diperkenan Allah, tetapi karena ada darah yang tercurah yang mengakibatkan pada zaman Perjanjian Lama, orang Israel yang berdosa diampuni, karena, “...tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.” (Ibrani 9:22) Demikian pula, Kristus diutus karena Ia telah ditetapkan oleh Allah sejak semula untuk menjadi korban meredakan murka Allah dengan darah-Nya yang menggantikan korban binatang di zaman Perjanjian Lama. Untuk meredakan murka Allah, mengapa harus Kristus melalui darah-Nya sebagai satu-satunya yang mampu melakukannya ? Mengapa bukan para nabi Allah atau melalui agama lain ? TIDAK. Kristus saja yang mampu meredakan murka Allah, karena Pribadi Kristus adalah 100% Allah dan 100% manusia. Kalau melalui para nabi Allah yang tetap adalah manusia, manusia (meskipun suci) tak mungkin mampu menggantikan dosa manusia lain dan bahkan meredakan murka Allah, karena para nabi sendiri pun masih bisa berbuat dosa. Alkitab mencatat bahwa banyak nabi yang diutus oleh Allah tetap masih berbuat dosa, misalnya Musa yang tidak taat ketika Allah memerintahkan untuk menyuruh batu untuk mengeluarkan air untuk diminum oleh orang Israel. Begitu juga dengan Yunus yang sempat tidak taat kepada perintah Tuhan lalu melarikan diri dari panggilan Allah. Semuanya ini menunjukkan para nabi Allah sendiri tidak mampu meredakan murka Allah, karena mereka sendiri tetap harus dimurkai-Nya. Oleh karena itu, Kristus satu-satunya yang layak meredakan murka Allah, karena Ia murni adalah Pribadi Allah. Hanya Allah saja yang bisa mengampuni dosa manusia. Tetapi bagaimana Allah bisa mengampuni dosa manusia ? Tidak ada jalan lain, Kristus yang adalah Allah juga adalah manusia untuk berinkarnasi dan menebus dosa manusia dengan cara disalib dan mati di Kalvari. Allah tidak mungkin mati, sehingga Kristus harus mengambil natur manusia juga (tanpa meninggalkan natur Ilahi-Nya) sehingga Ia dapat mati dan juga kematian-Nya mampu meredakan murka Allah. Penebusan Kristus seharusnya menjadi perenungan kita khususnya menjelang hari Jumat Agung ini (bagian ini ditulis pada tanggal 22 Maret 2007). Sudahkah kita beriman di dalam Kristus yang telah meredakan murka Allah bagi kita ? Kita yang seharusnya dimurkai Allah sudah ditanggung di dalam penebusan Kristus.

Lalu, mengapa Kristus harus meredakan murka Allah ? Kristus meredakan murka Allah untuk menyatakan keadilan-Nya (atau menurut bahasa Yunani : dikaiosune berarti kebenaran-Nya yang adil) kepada manusia baik yang hidup di zaman dahulu maupun di zaman sekarang (ayat 25b dan 26). Mari kita membahas dua poin ini.
Pada ayat 25b, Kristus meredakan murka Allah untuk menyatakan kebenaran-Nya yang adil kepada manusia yang hidup di zaman dahulu (“Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.”). Pada zaman dahulu (Perjanjian Lama), Allah membiarkan dosa tetap ada, bahkan Ia tidak menghukum semua manusia ke dalam neraka, karena kesabaran-Nya. Tetapi ini tidak berarti Allah tidak pernah menghukum bangsa Israel sama sekali. Allah pernah menghukum bangsa Israel, tetapi di dalam keadilan-Nya, Ia tetap mengasihi mereka, ketika mereka berbalik dan bertobat kepada-Nya. Tetapi sayangnya karena kebebalan hati mereka, mereka hanya sebentar bertobat, lalu setelah itu mereka kumat lagi, dengan tidak taat kepada-Nya. Tetapi terus-menerus di dalam keadilan-Nya, Ia tetap mengasihi mereka. Itulah yang disebut Paulus dengan istilah “kesabaran-Nya” di dalam ayat ini. Bagaimana dengan kita ? Kita mungkin sudah bertahun-tahun menjadi orang Kristen, tetapi seringkali menyepelekan dosa. Dosa bagi kita hanya sebuah kesalahan yang bisa ditolerir dengan alasan Allah itu Mahakasih dan Maha Pengampun. Itu bukan citra diri orang Kristen yang bertanggungjawab. Alkitab mengajarkan keseimbangan yaitu Allah itu Mahakasih sekaligus Mahaadil. Ketika kita berdosa, ingatlah Allah memang mengasihi kita yang berdosa, tetapi tidak berarti Ia membiarkan kita terus-menerus. Di dalam kasih-Nya, Ia tetap mendisiplin kita dengan menghukum seperti yang dinyatakan oleh Rasul Yohanes, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Wahyu 3:19). Tindakan mendisiplin yang Allah kerjakan justru merupakan tanda kasih dan kepedulian-Nya kepada kita. Justru ketika Allah diam dan tidak menegur kita, berwaspadalah dan mulailah kita mengoreksi apakah dosa yang sudah kita lakukan begitu besar dan banyak, sehingga Allah diam. Ketika Allah diam (the silence of God), sadarlah, bertobatlah dan kembalilah kepada-Nya sebelum murka-Nya tiba pada kita. Itulah citra diri orang Kristen yang dewasa dan bertanggungjawab.
Lalu, kebenaran-Nya yang adil juga dinyatakan pada kita yang hidup di saat ini untuk menyatakan, “Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.” Kalau pada ayat 25b, Allah menunjukkan kebenaran-Nya yang adil kepada mereka yang tidak percaya, maka pada ayat 26, Allah yang sama tetap menunjukkan kebenaran-Nya yang adil kepada mereka yang percaya di dalam Kristus. Apakah wujud kebenaran-Nya yang adil kepada umat pilihan-Nya yang percaya itu ? Wujudnya adalah pembenaran Allah di dalam Kristus bagi mereka yang telah dipilih-Nya. Sungguh suatu mukjizat besar, ketika kita sebagai manusia sebagai manusia yang berdosa yang layak dibinasakan, tetapi kita yang sudah dipilih-Nya dibenarkan di dalam Kristus. G. I. Williamson di dalam bukunya Pengakuan Iman Westminster menyatakan dua prinsip tentang pengimputasian di dalam Kristus, yaitu, pertama, dosa-dosa manusia pilihan-Nya dilimpahkan/diimputasikan di dalam Kristus, sehingga kita yang seharusnya menanggung dosa-dosa itu, tetapi Kristus menanggungnya bagi kita. Kedua, setelah Kristus menanggung dosa-dosa kita dengan ketaatan-Nya kepada Bapa sampai mati disalib, maka kebenaran dan ketaatan Kristus ini diimputasikan kepada kita. Kita yang tidak taat dan tidak benar dijadikan taat dan benar oleh karena Kristus sudah melakukannya bagi kita yang tidak pernah akan mampu taat dan benar. Sudah seharusnya semua manusia yang berdosa dihukum dan mati, tetapi karena kasih sekaligus keadilan-Nya, Ia menetapkan beberapa orang dari mereka untuk diselamatkan dan ditebus di dalam Kristus. Apakah ini berarti Allah tidak adil ?! TIDAK. Paulus justru mengajarkan bahwa tindakan keadilan Allah ini benar/right (atau bisa diterjemahkan kudus/holy, adil/just). Kita yang sudah dibenarkan di dalam Kristus sudah seharusnya bersyukur selalu dan juga terus mengerjakan keselamatan kita dengan memberitakan Injil kepada mereka yang belum mendengar Injil Kristus. Itulah bukti bahwa kita percaya kepada (di dalam) Yesus. Seorang yang percaya di dalam (believe in) Kristus berarti orang itu berani mempercayakan dirinya seutuhnya di dalam Kristus atau menTuhankan Kristus di dalam hidupnya. Dengan kata lain, orang Kristen sejati yang termasuk anak-anak Tuhan harus menjadikan Kristus sebagai yang Terutama dan Final di dalam hidupnya. Sedangkan, mereka yang secara KTP mengaku diri “Kristen” tentulah bukan anak-anak Tuhan dan itu ditunjukkan dengan ketidaksudian mereka menTuhankan Kristus tetapi men“tuhan”kan diri mereka sendiri atau men“tuhan”kan filsafat-filsafat dunia berdosa, misalnya dualisme, materialisme, humanisme, dll. Baiklah kita berwaspada dan berusaha membedakan manakah orang yang percaya di dalam Kristus yang telah dibenarkan di dalam Kristus dengan orang yang sebenarnya percaya di dalam dirinya yang tentu tidak pernah memperoleh pembenaran di dalam Kristus.

Hari ini, ketika kita telah merenungkan bagian ini, sadarkah kita bahwa kita (yang termasuk umat pilihan Allah) yang berdosa dan tidak layak ini sudah dilayakkan dan dibenarkan di dalam Kristus ? Lalu, sadarkah kita bahwa kita yang sudah dilayakkan harus menjadi saksi Kristus di dalam hidup kita baik melalui perkataan (pemberitaan Injil) maupun perbuatan kita yang memuliakan-Nya? Ketika kita mau berbuat baik untuk memuliakan Allah, itu merupakan akibat dan tanda sejati dari orang yang sungguh-sungguh percaya di dalam Kristus. Amin. Soli Deo Gloria.

Resensi Buku-28 : MUJIZAT KESEMBUHAN DALAM PENGINJILAN (Pdt. dr. Robby C. Moningka, S.Th., M.B.A.)

...Dapatkan segera...
Buku
MUJIZAT KESEMBUHAN DALAM PENGINJILAN

oleh : Pdt. dr. Robby C. Moningka, S.Th., M.B.A.

Penerbit : Institut Filsafat Theologi dan Kepemimpinan Jaffray, Jakarta

Prakata oleh : Pdt. Yakob Tomatala, M.A., M.I.S., D.Miss.





Mujizat Kesembuhan merupakan suatu fenomena yang menarik dan unik dalam perjalanan sejarah keKristenan. Hal ini menarik, karena sejak zaman Perjanjian Lama telah menjadi bagian penting dalam karya keselamatan Allah. Contohnya, Sara yang telah lanjut usia dan mandul ternyata dapat hamil dan melahirkan Ishak. Fakta Alkitab telah membuktikan bahwa kuasa Allah mengatasi segala sesuatu, termasuk penyakit. Oleh karena itu, selama masih ada sakit penyakit, masalah Mujizat Kesembuhan menarik untuk diselidiki dan dipelajari, serta digumuli oleh setiap orang Kristen.

Mujizat Kesembuhan juga unik, sebab meskipun fakta Alkitab mencatat demikian banyak peristiwa yang ajaib tetapi tidak ada satupun yang bisa memberi suatu penjelasan yang pasti. Dalam hubungan dengan Penginjilan, Mujizat Kesembuhan mempunyai peranan yang penting. Kedua hal ini saling berkaitan, tetapi tetap ada garis pembatas yang membedakannya (tanpa memisahkannya), yaitu mujizat kesembuhan hanya sebagai pelengkap dalam penginjilan, yaitu bagian dari janji berkat Allah bagi umat-Nya (oleh karena itu, mujizat kesembuhan tidak memegang peranan yang utama)

Di dalam keKristenan, masalah ini menjadi sesuatu yang cukup pelik. Pihak liberalisme yang dipengaruhi oleh rasionalisme menyangkali adanya mujizat, karena itu tidak masuk akal, sedangkan mayoritas pihak Karismatik/Pentakosta terlalu “mendewakan” mujizat kesembuhan sehingga hampir meniadakan pemberitaan firman. Oleh karena itu, di dalam buku ini, Pdt. Robby C. Moningka memaparkan satu tesisnya bahwa Allah adalah sumber Kesembuhan yang berhak menyembuhkan seseorang secara langsung atau tidak langsung (melalui proses medis/kedokteran) atau Dia juga berhak tidak menyembuhkan sama sekali, apapun alasan-Nya. Dan untuk setiap keputusan yang Ia tetapkan, manusia sebagai umat-Nya patut menerima dengan ucapan syukur.





Profil Pdt. Robby Moningka :
Pdt. dr. Robby C. Moningka, S.Th., M.B.A. lahir di Jakarta, 15 Mei 1956. Beliau bertobat dan menerima Yesus Kristus menjadi Juruselamat ketika remaja dalam Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang dipimpin oleh Pdt. Dr. Stephen Tong di Gereja Kristus Ketapang. Beliau dibaptis dan menjadi anggota jemaat GKI Samanhudi oleh Pdt. Johanes Loing dan aktif dalam pelayanan remaja. Beliau menikah tanggal 14 September 1981 dengan Inawati Hadiwirawan (Inge). Pada tahun yang sama menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan memperoleh gelar Dokter umum. Sejak tahun 1983 sampai dengan tahun 1988 melayani sebagai tua-tua majelis bidang Pembinaan di GKI Cipinang Elok.
Tahun 1985-1988, beliau melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Theologia Jaffray cabang Jakarta (sekarang Institut Filsafat Theologi dan Kepemimpinan Jaffray), dan meraih gelar Sarjana Theologia (S.Th.) dalam bidang Pastoral dengan skripsi berjudul “Mujizat Kesembuhan Dalam Penginjilan” melalui bimbingan Pdt. Dr. Yakob Tomatala. Sejak tahun 1984, beliau aktif dalam kegiatan yang diprakarsai oleh Lembaga Reformed Injili Indonesia seperti Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK), KKR Remaja Bagi Kristus, KKR Mahasiswa, KKR Anak-anak, dsb. Beliau juga menjabat sebagai sekretaris Badan Pengurus Harian LRII, di samping menjadi dokter dan staf pengajar di Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia (STTRII). Beliau juga menjadi pengurus dari sinode Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII). Tahun 1990-1992, beliau mengikuti program Master of Business Administration (M.B.A.) di Institute of Business and Management Indonesia bidang General Business. Sejak tahun 1994, beliau menjadi pimpinan Divisi Marketing, Audiovisual dan Literatur LRII.

Refleksi Reformasi 2007 (3) : REFORMED SPIRIT AND EPISTEMOLOGY-3 (Denny Teguh Sutandio)

Refleksi Hari Reformasi 2007 (3)



REFORMED SPIRIT AND EPISTEMOLOGY-3 :
Dr. John Calvin Vs Jacobus Arminius

oleh : Denny Teguh Sutandio



Pendahuluan dan Latar Belakang
Perjuangan Reformasi Luther banyak menuai protes maupun menuai sumbangsih positif bagi Jerman dan sekitarnya. Tuhan memberkati perjuangan Luther, sehingga Ia terus membangkitkan para penerus Luther, antara lain Philip Melanchton, Ulrich Zwingli, dll, tetapi sayangnya para penerus Luther ini hanya mendobrak ajaran yang salah, dan tidak membangun ajaran yang benar dengan prinsip yang integral. Luther juga memiliki beberapa kelemahan, misalnya Luther mempercayai bahwa gambar dan rupa Allah sudah hilang di dalam manusia ketika manusia berdosa. Oleh karena beberapa kelemahan dan kekurangan fondasi doktrin yang kokoh berdasarkan Alkitab, maka di dalam Reformasi, perlu ada pembangunan doktrin yang kokoh, integral dan bertanggungjawab sesuai dengan Alkitab. Di antara para tokoh Reformasi yang membangun doktrin demikian adalah John Calvin. Pada bagian terakhir ini, kita akan merenungkan profil dan ajaran-ajaran John Calvin serta musuhnya, Jacobus Arminius.



Dr. John Calvin : Profil Singkat dan Ajaran-ajarannya
Bagi Prof. W. Andrew Hoffecker, Ph.D. di dalam salah satu artikelnya : Penemuan Kembali Akar Alkitabiah : Reformasi di dalam buku Membangun Wawasan Dunia Kristen Volume 1 : Allah, Manusia, dan Pengetahuan, John Calvin adalah seorang arsitek theologia reformasi. Dr. Hoffecker menuturkan, “Apabila Luther adalah prajurit yang meluncurkan tembakan pembukaan Reformasi, maka Calvin adalah pakar utama yang mengonsolidasikan hasil-hasil kemajuan Protestan. Ia berusaha mereformasi bukan hanya doktrin dan organisasi gereja, seperti yang dilakukan oleh Luther, tetapi juga tatanan sosial-politik sesuai dengan firman Allah.” (Hoffecker, 2006, p. 138) Selain itu, Dr. Richard W. Cornish dalam bukunya Lima Menit Sejarah Gereja mengatakan, “Jika karya Agustinus merupakan pemikiran Kristen terbesar di milenium pertama, John Calvin disebut sebagai yang terbesar di milenium kedua.” (Cornish, 2007, p. 165)

Dr. John Calvin (10 Juli 1509-27 Mei 1564) adalah seorang theolog Protestan dari Prancis yang lahir pada tanggal 10 Juli 1509 di Noyon,
Picardie, Prancis dengan nama aslinya Jean Chauvin (atau Cauvin, dalam bahasa Latin : Calvinus) dari seorang ayah Gérard Cauvin dan ibu, Jeanne Lefranc. Pada tahun 1523, ayah Calvin, seorang pengacara/ahli hukum, mengirimkan anaknya yang berusia 14 tahun itu ke Universitas Paris untuk belajar humanitas (humanities) dan hukum. Pada tahun 1532, Calvin telah memperoleh gelar Doctor of Laws dari Orleans. Di tempat inilah, Calvin mendapatkan pendidikan humanismenya. Tetapi setelah ayahnya meninggal, Tuhan menyadarkan Calvin sehingga ia meninggalkan studi hukumnya dan beralih ke theologia. Meskipun demikian, sumber Wikipedia menyebutkan pengaruh humanisme yang dipelajarinya yaitu tentang eksegesis menjadi dasar bagi Calvin untuk menerapkan eksegesis pada Alkitab. Karena penganiayaan hebat pecah menimpa para tokoh Reformasi Protestan, Calvin berpindah-pindah untuk seketika lamanya di Prancis dengan beberapa nama samaran, dan kemudian menetap di Basel, Swiss, di mana Calvin mulai menulis bukunya Institutes of the Christian Religion. Bukunya terakhir diterbitkan pada tahun 1559, berkembang dari 6 bab diskusi tentang 10 Perintah Allah, Pengakuan Iman Rasuli dan Doa Bapa Kami menjadi 80 bab (menjadi 4 buku) yang terdiri dari pokok-pokok bahasan tentang Allah, Kristus, Roh Kudus, dan Gereja. Pada tahun 1536, bersama William Farel (Guillaume Farel), Calvin mencoba untuk menjadikan Geneva sebagai satu model komunitas Kristen dengan menegakkan hukum moralitas yang tinggi. Tetapi orang-orang Geneva yang liberal menghalangi usaha-usaha tersebut dan mengusir mereka, akhirnya Calvin kemudian pergi ke Strassbourg di mana ia menggembalakan sebuah gereja dari para pengungsi Protestan Prancis selama 3 tahun (1538-1541). Di saat inilah, Calvin mendapatkan istrinya, Idelette de Bure, seorang janda, yang dinikahinya pada tahun 1539 dan dikaruniai seorang anak yang akhirnya meninggal dua minggu setelahnya. Istrinya meninggal pada tahun 1549. Di Strassbourg, Calvin juga menulis sebuah liturgi Protestan untuk menggantikan aturan ibadah Katolik, bekerja bersama para tokoh Reformasi Jerman untuk mempersatukan gereja dan Calvin juga mulai menulis tafsiran-tafsirannya, yang akhirnya meliputi 49 kitab Alkitab. Kemudian, Geneva memanggilnya kembali dan melalui aklamasi publik, Calvin kembali pada tahun 1541 karena para penerusnya gagal dalam kepemimpinan mereka. Di bawah bimbingan Calvin, Geneva menjadi sentra internasional gerakan Reformasi. Calvin meninggal di Geneva pada tanggal 27 Mei 1565 dan dikuburkan di Cimetière des Rois, di bawah batu nisannya ditulis sebuah tanda “J.C.”. Perjuangan Calvin diteruskan oleh Dr. Theodore Beza, John Knox, dkk. Para pengikut Calvin di Prancis disebut Hugenot. Pengikut Calvinisme di Amerika (yang berasal dari Inggris) disebut Puritan. Puritanisme ini mendirikan “godly commonwealth” di mana sebagian berdasarkan Genevanya Calvin. (Cornish, 2007, p.165) Theologia Reformed dari Calvin ini mempengaruhi gereja-gereja Reformed, Presbyterian, Congregational, Methodist, Anglikan dan beberapa tradisi Baptis. Para tokohnya adalah Rev. Jonathan Edwards, A.M. (dari gereja Congregational), Rev. George Whitefield (dari gereja Methodist), Rev. Charles Haddon Spurgeon (dari gereja Baptis), Prof. James I. Packer, Ph.D. (dari gereja Anglikan), dll. Bahkan seorang anti-Calvinis, yaitu Jacobus Arminius harus mengakui keagungan buku Institutes of the Christian Religion dengan mengatakan, “Next to the study of the Scriptures which I earnestly inculcate, I exhort my pupils to peruse Calvin’s Commentaries,… His Institutes ought to be studied after the (Heidelberg) Catechism,…” (Di samping studi Alkitab yang saya ajarkan sungguh-sungguh, saya mendorong para murid saya untuk membaca dengan teliti tafsiran-tafsiran Calvin,… Buku Institutesnya seharusnya dipelajari setelah Katekismus Heidelberg,…) (http://en.wikipedia.org/wiki/John_Calvin)

Tentang tata pemerintahan gereja, Calvin menegaskan ada empat jabatan :
· Ministers of the Word were to preach, to administer the sacraments, and to exercise pastoral discipline, teaching and admonishing the people. (Pelayan Firman : berkhotbah, melaksanakan sakramen, dan melatih disiplin pastoral, mengajar dan menegur orang.)
· Doctors held an office of theological scholarship and teaching for the edification of the people and the training of other ministers. (Doktor/Pengajar memiliki tugas untuk mengajar doktrin/theologia dan mengajar untuk pendidikan orang dan pelatihan para pelayan.)
· Elders were 12 laymen whose task was to serve as a kind of moral police force, mostly issuing warnings, but referring offenders to the Consistory when necessary. (Tua-tua : 12 orang-orang awam yang tugasnya adalah untuk melayani kekuatan penjagaan moral, paling banyak menyatakan peringatan, tetapi menyerahkan orang yang berbuat salah kepada Pengadilan ketika diperlukan.)
· Deacons oversaw institutional charity, including hospitals and anti-poverty programs. (Diaken : mengawasi dana institusional, termasuk program rumah sakit dan anti-kemiskinan.)

Di dalam ajarannya, Calvin sangat menegaskan inti Alkitab yaitu kedaulatan Allah (the Sovereignty of God). Prinsip fundamentalnya adalah Allah sebagai Raja yang berdaulat atas segala ciptaan. Baginya, kedaulatan Allah adalah suatu prinsip yang dinamis (tidak statis), suatu realitas yang menginformasikan kehidupan yang konkret, yang membentuk diskusi Calvin tentang setiap doktrin. Tetapi seringkali banyak orang Kristen menyerang Reformed dengan mengatakan orang-orang Reformed pintar bertheologia tetapi tidak ada implikasi/“membumi”, benarkah demikian ? TIDAK. Calvin sendiri mengucapkan bahwa pengenalan orang-orang percaya akan Allah “lebih berisi pengalaman hidup daripada spekulasi yang melayang tinggi dan sia-sia.” (Institutio 1.10.2) (seperti dikutip dalam Hoffecker, 2006, p. 139). Apa arti penting kedaulatan Allah baik secara doktrin maupun implikasi praktisnya ? Calvin menegaskan bahwa pewujudnyataan kedaulatan Allah berarti providensia (pemeliharaan)-Nya yang menciptakan dan memelihara ciptaan. Oleh karena itu, sebagai orang Kristen yang bertheologia Reformed, kita harus menolak prinsip tentang nasib, kebetulan dan keberuntungan. Sebagai implikasi praktisnya, doktrin kedaulatan Allah di dalam providensia-Nya memberikan penghiburan besar kepada orang beriman bahwa segala kehidupan berada di bawah kendali Bapa Surgawi yang penuh kasih. Hal ini mengakibatkan umat pilihan takjub dan takut yang sepantasnya terhadap Allah, karena dalam rencana-Nya, Alalh juga menyatakan kepada orang-orang Kristen tanggung jawab mereka yang menemukan dan menggenapi kehendak-Nya. Sebagai akibat terakhir, setiap umat pilihan menyerahkan kehendak mereka (total surrender) kepada kedaulatan Allah untuk menaati perintah-Nya.

Doktrin kedaulatan Allah bukan hanya berhubungan dengan doktrin Allah, tetapi juga berhubungan dengan doktrin-doktrin lainnya, yaitu doktrin manusia (antropologi), dosa (hamartologi) dan penebusan/keselamatan (soteriologi). Di dalam konsep Penciptaan, karena Allah adalah Raja yang berdaulat yang memerintah atas ciptaan-Nya, maka manusia harus melayani dan memuliakan Dia. Moto Calvin, “Hatiku kupersembahkan kepada-Mu, o Tuhan, siap dan tulus.” (seperti dikutip dalam Hoffecker, 2006, p. 141). Tetapi manusia yang diciptakan Allah ini telah jatuh ke dalam dosa, sehingga manusia tidak hidup sesuai maksud asali mereka yaitu memuliakan Allah. Artinya, mereka yang berdosa tidak lagi mempunyai kebaikan dan kekuatan. Selain itu, meskipun gambar Allah tidak hilang, gambar Allah telah mengalami distorsi yang luar biasa, di mana Adam dihukum karena dosanya dengan diambil hikmat dan kebenarannya sehingga ia menunjukkan kebodohan, kesia-siaan dan kefasikan. Menarik sekali, bagi Calvin, manusia berdosa dikaitkannya dengan manusia yang (pikirannya) bodoh, sia-sia, dan fasik, berbeda dari Aquinas yang memberhalakan rasio manusia berdosa yang tidak dicemari oleh dosa. Ajaran Calvin sesuai dengan ajaran Alkitab di dalam Roma 1:21,22, “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.” Roma 3:10-12 juga menggambarkan sekali lagi realita manusia berdosa, “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak.” Dosa Adam juga diwariskan kepada keturunan-keturunannya. Dosa warisan ini disebut dosa asal. Di dalam dosa asal, Calvin membagi menjadi dua hal, yaitu : kerusakan juga diwariskan kepada keturunan-keturunan Adam dan kesalahan juga diimputasikan, suatu putusan hukum yang dikenakan oleh Allah seperti dalam sidang pengadilan (Roma 5). Kerusakan yang diwarisi dari Adam ini berarti setiap kehendak individual diperbudak oleh dosa, dan kita sama sekali tidak dapat melakukan yang baik. Dengan kata lain, kita telah menjadi budak/hamba dosa. Tuhan Yesus mengajar hal ini di dalam Yohanes 8:34, “Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.” Dosa juga merusakkan akal, afeksi, dan natur manusia lainnya. Tidak ada jalan keluar dari dosa, kecuali Allah dari Surga memberikan anugerah-Nya kepada umat pilihan-Nya. Bagi Calvin, manusia hanya dapat melakukan yang baik yang diwajibkan oleh Allah hanya melalui anugerah Allah saja. Artinya, dalam kasih dan ketaatan dan sebagai pengganti, Kristus telah membayar hukuman bagi dosa di Kalvari untuk menyelamatkan orang-orang yang telah dipilih Allah untuk diselamatkan (Limited Atonement/Penebusan Terbatas). Dalam penebusan inilah, anugerah Allah diimputasikan kepada (dianggap sebagai milik) orang percaya. Dalam pengimputasian ini, Roh Kudus menerapkan karya Kristus kepada orang percaya dengan menciptakan pertobatan dan iman dalam hati, sekaligus memperbarui gambar Allah dalam diri orang-orang yang telah dipilih-Nya untuk ditebus. Melalui iman yang adalah anugerah Allah lah, orang-orang percaya dipersatukan dengan Allah. Dengan kata lain, tindakan Roh Kudus yang melahirbarukan umat pilihan-Nya mendahului tindakan pertobatan dan iman, karena tidak ada seorangpun yang dapat mengaku Kristus sebagai Tuhan, jika bukan oleh Roh Kudus (1 Korintus 12:3). Lalu, di mana letak perbuatan baik ? Bagi Calvin, perbuatan baik mengikuti iman, tetapi tidak dapat menjadi dasar bagi keselamatan.

Tentang doktrin pilihan (predestinasi), Calvin menjelaskan bahwa pemilihan adalah kedaulatan Allah dalam keselamatan yang bersifat : kolektif (artinya Allah memilih Israel dengan menebusnya sebagai satu umat {Ulangan 7:7-8}) dan individual (artinya kedaulatan Allah memilih “sisa-sisa” dari seluruh orang Israel {Kejadian 45:7 ; Yesaya 10:21}, memilih Yakub dan menolak Esau {Roma 9:13}). Selanjutnya, Calvin menegaskan bahwa justru tanpa predestinasi Allah yang berdaulat ini, umat manusia akan terhilang dalam dosa secara kekal. Di dalam rencana penebusan-Nya, Allah memilih untuk menebus sebagian manusia untuk memuliakan nama-Nya yang kudus. Sehingga sebagai umat pilihan-Nya, kita tidak perlu sombong, tetapi semakin bersyukur karena anugerah-Nya yang telah memilih kita. Banyak orang menyerang Calvin dan menganggap Allah Calvin sebagai Allah yang pilih kasih, karena tidak memilih semua orang untuk diselamatkan. Bagi mereka, yang namanya adil, itu sama rata. Jangan lupa, keadilan Allah berbeda dari keadilan manusia berdosa. Keadilan Allah adalah keadilan yang berhubungan erat dengan kekudusan, kasih dan kedaulatan-Nya. Memisahkan salah satu atribut Allah ini berarti menghina Allah dengan menyamakannya dengan natur manusia berdosa ! Di sisi lain, banyak orang “Kristen” mengatakan bahwa Calvinisme sama dengan Hyper-Calvinisme yang terlalu menekankan kedaulatan Allah, benarkah demikian? Mereka terlalu gegabah menyamaratakan kedua ide yang berbeda ini. Hyper-Calvinisme sama dengan konsep takdir di dalam Islam, tetapi Calvinisme yang berintikan kedaulatan Allah tetap mengharuskan manusia pilihan-Nya untuk bertanggungjawab. Dengan kata lain, kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung jawab manusia. Inilah paradoks keKristenan yang tak mungkin dimengerti oleh kaum yang sejak semula telah ditetapkan-Nya untuk binasa (reprobat). Ada tiga definisi hubungan kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia ini menurut Calvin, yaitu :
Pertama, anugerah yang berdaulat adalah satu-satunya sarana yang melaluinya kita dapat diselamatkan dan bahwa kita masih harus mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita.
Kedua, kedaulatan Allah sendiri mengesahkan tanggung jawab manusia.
Ketiga, kedaulatan Allah atas seluruh tatanan ciptaan, sehingga segala sesuatu ditentukan oleh kehendak Allah yang tak terselidiki, dan juga tanggung jawab moral dan spiritual manusia di mana Allah menuntut tanggung jawab manusia atas segala tindakannya. Artinya, manusia harus tetap mengusahakan dan memelihara alam semesta ini (Kejadian 2:15).
Sebagai contoh kaitan erat antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia adalah di dalam Kisah Para Rasul 2:23, “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”
Bagi keselamatan dan hidup manusia sehari-hari, anugerah Allah adalah keniscayaan dan dijanjikan kepada kita dan diteguhkan dalam pengalaman kita sendiri. Artinya, adanya anugerah Allah menangkal keputusasaan manusia karena manusia percaya bahwa Allah adalah Tuhan dan Juruselamat kehidupan manusia yang memelihara kehidupan kita sehari-hari. Bukankah ini suatu penghiburan bagi umat-Nya di kala mereka mengalami penderitaan dan himpitan dunia berdosa ini ?

Dengan demikian, doktrin-doktrin Calvinisme dapat diringkaskan menjadi lima prinsip yang sering disingkat TULIP, yaitu : Total Depravity (Kerusakan Total), Unconditional Election (Pemilihan yang Tak Bersyarat), Limited Atonement (Penebusan Terbatas), Irresistible Grace (Anugerah yang Tak Dapat Ditolak) dan Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus). Mari kita menganalisa kelima doktrin penting Calvinisme ini.
Pertama, Total Depravity (Kerusakan Total) berarti dosa manusia mengakibatkan seluruh natur manusia rusak total, baik mencakup rasio, kehendak, perkataan, dll, sehingga meskipun gambar Allah tidak sepenuhnya hilang dan manusia masih bisa sedikit berbuat baik, tetapi perbuatan baik seperti kain kotor yang menjijikkan di mata Tuhan, karena perbuatan baik dikerjakan untuk memperalat Allah dan memuliakan diri, ketimbang memuliakan Allah.
Kedua, Unconditional Election (Pemilihan yang Tak Bersyarat) berarti dari kekekalan (sebelum dunia dijadikan), Allah telah memilih beberapa orang untuk diselamatkan dan sisanya (secara otomatis) untuk dibinasakan. Ini disebut Predestinasi Ganda (Double Predestination). Bagi Calvin, dalam membicarakan predestinasi, terdapat dua sikap yang harus dihindari, yaitu keingintahuan yang berlebihan tentang hal yang tidak Allah nyatakan dan ketakutan yang berlebihan dalam mengajarkan apa yang telah Allah nyatakan. (Palmer, 2005, p. 185) Artinya, banyak orang Kristen ingin mengetahui lebih dalam tentang predestinasi lebih dari apa yang telah diwahyukan oleh Allah, misalnya mengapa Allah memilih Yakub, bukan Esau ? Mengapa Allah mengizinkan Adam dan Hawa berdosa ?, dll. Ketika Allah tidak menyatakan hal-hal tersebut, itu berarti rahasia dan hanya boleh diketahui oleh Allah saja (ingat prinsip : Ulangan 29:29, “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini.”) Di dalam hal ini, kita diminta untuk diam dan tidak gatal mengotak-atik Alkitab untuk menemukan apa yang tidak diajarkan Alkitab. Kita diminta juga untuk sabar menunggu karena banyak hal yang tidak kita mengerti ketika di dunia akan dibuka satu per satu ketika kita (sebagai umat pilihan-Nya) berada di dalam kekekalan bersama dengan-Nya. Di sisi lain, karena kepercayaan yang begitu ketat pada predestinasi, beberapa pemimpin gereja tidak berani mengajarkan predestinasi, karena mereka kuatir akan jemaat yang mendengar doktrin ini tidak dikuatkan imannya. Hal ini salah, justru ketika doktrin ini dikhotbahkan, maka ajaran ini menguatkan iman. Mengapa? Karena ketika kita mengkhotbahkan predestinasi, di saat yang sama, kita semakin bersyukur atas kasih dan keadilan-Nya yang masih mau memilih beberapa dari antara kita yang berdosa itu untuk diselamatkan. Sebaliknya, jika tidak ada predestinasi, maka apa yang patut disyukuri ? Misalkan, seperti yang dianut oleh kaum universalis bahwa Allah memilih semua orang untuk diselamatkan, kita tidak mungkin bisa bersyukur karena kita tidak ada bedanya dengan orang-orang lain yang juga dipilih Allah, lalu kita juga tidak perlu bersyukur karena Allah tidak menunjukkan keadilan-Nya selain kasih-Nya. Dalam tesis ke-8 dari 12 tesis tentang reprobasi, Rev. Prof. Edwin H. Palmer, Th.D., D.D. di dalam bukunya Lima Pokok Calvinisme (2005) mengatakan, “Keberatan-keberatan terhadap pengajaran tentang reprobasi biasanya lebih disebabkan oleh rasionalisme skolastis daripada ketaatan yang rendah hati kepada Firman Allah.” (p. 185) Dengan tidak bertanggungjawab, Kamus Teologi yang ditulis oleh dua orang pastur Katolik mengungkapkan salah satu uraiannya tentang predestinasi, yaitu predestinasi ganda ini “sudah diyakini oleh rahib Gottschalk (804-869) dan dinyatakan sesat dalam sinode di Mainz dan Quiercy. Keselamatan manusia memang tergantung sepenuhnya pada rahmat ilahi, namun tidak berarti menolak kehendak penyelamatan Allah yang universal (1 Tim 2:3-6) dan mengesampingkan kehendak manusia.” (O’Collins, 1996, p. 262) Jika predestinasi ganda itu sesat, maka orang-orang Katolik harus menyatakan sesat juga pernyataan dari Roma 9:13, di mana ketika Ribka mengandung, Allah sendiri berfirman, “Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.” Untuk hal ini, Paulus sudah berjaga-jaga (kalau-kalau manusia berdosa mempertanyakan keadilan Allah dalam hal predestinasi ganda) dengan mengatakan, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! Sebab Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.” (Roma 9:14-16) Ayat ini mungkin tidak pernah (atau sengaja tidak) dibaca oleh orang-orang Katolik, karena ayat ini berbenturan dengan paham mereka yang universalis dan gemar berkompromi (bahasa kasarnya, “melacur”). Bukan hanya itu saja, orang-orang Katolik juga menolak Roma 8:29-30 tentang predestinasi. Kedua, orang-orang Katolik dengan prinsip penafsiran umum yang tidak bertanggungjawab telah memfitnah Calvinisme dengan mengatakan bahwa Calvinisme tidak mengajarkan tanggung jawab/kehendak manusia. Calvinisme (seperti yang telah dijelaskan di atas) juga mengajarkan kehendak/tanggung jawab manusia sebagai implikasi dari kedaulatan Allah. Dalam hal ini, lebih tepat menggunakan kata “tanggung jawab” ketimbang kehendak/kehendak bebas, karena setelah manusia berdosa, kehendak/kehendak bebas manusia sudah dirusak, sehingga yang ada hanya kehendak (bebas) untuk berdosa saja.
Ketiga, Limited Atonement (Penebusan Terbatas) berarti penebusan Kristus di atas kayu salib meskipun cukup untuk menebus semua orang berdosa, tetapi hanya berlaku dan diperuntukkan khusus bagi umat pilihan-Nya yang telah ditetapkan-Nya dari sejak semula. Ibrani 9:28 mengatakan, “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang.” Ayat ini jelas membuktikan bahwa pengorbanan Kristus bukan untuk menanggung dosa SEMUA orang, tetapi BANYAK orang, dan tentunya banyak orang jelas menunjuk kepada umat pilihan Allah.
Keempat, Irresistible Grace (Anugerah yang Tak Dapat Ditolak). Penebusan Kristus di kayu salib diefektifkan oleh Roh Kudus di dalam hati umat pilihan-Nya, sehingga anugerah Roh Kudus ini tidak mungkin dapat ditolak oleh mereka. Sebaliknya, mereka lah yang harus bersyukur atas anugerah ini.
Kelima, Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus) berarti orang-orang pilihan-Nya yang telah menerima dan mengalami karya penebusan Kristus melalui Roh Kudus TIDAK mungkin bisa hilang/binasa, karena Allah yang memulai tindakan penyelamatan, Ia jugalah yang mengakhiri karya-Nya tersebut, sehingga Ia patut dipuji karena kesetiaan-Nya dari dulu, sekarang dan selamanya. Tuhan Yesus mengajarkan hal ini secara langsung di dalam Yohanes 6:39-40, “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman."” Di ayat 47 di pasal yang sama, Tuhan Yesus sendiri bersabda, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal.” Di dalam Yohanes 3:16 juga dikatakan bahwa barangsiapa yang percaya kepada Kristus, ia akan memperoleh hidup yang kekal (BUKAN hidup yang separuh kekal).

Sumbangsih dan Pandangan Terhadap Calvinisme :
Calvinisme bukan hanya pintar bertheologia, ia juga mengajarkan spiritualitas yang mendalam, sehingga para pengikutnya tersebar di Eropa dan Amerika. Di Eropa, para pengikut Calvin (Calvinis) di Prancis disebut Huguenot, di Belanda disebut Kaum Pengemis dan di Inggris disebut Puritan dan Presbyterian. Di Amerika, para Calvinis disebut para Bapa Musafir (Pilgrim Fathers), salah satunya John Bunyan. (Kuyper, 2005, p. 9). Bukan hanya di Eropa dan Amerika, doktrin Calvinis tersebar dan mempengaruhi negara-negara, yaitu Rusia, negara-negara Balkan orang-orang Armenian (negara, bukan doktrin), dan bahkan kekaisaran Menelik di Abisinia. (Kuyper, 2005, p. 9)

Sumbangsih Calvinisme juga terlihat dari beberapa pandangan terhadap Calvinisme, yaitu :
Pertama, Dr. Robert Fruin dalam bukunya Tien Jaren uit den Tachtig-jarigen Oorlog mengatakan, “Calvinisme masuk ke Belanda sebagai satu sistem pengajaran theologi yang logis, mempunyai tatanan gerejanya sendiri yang demokratis, digerakkan oleh perasaan moral yang begitu kuat, dan sangat antusias terhadap reformasi moral maupun religius bagi umat manusia.” (seperti dikutip dalam Kuyper, 2005, p. 7)

Kedua, Cd. Busken Huet dalam bukunya Het Land van Rembrandt mengakui bahwa Calvinisme telah membebaskan Swiss, Belanda, dan Inggris, dan telah memberikan kepada para Bapa Musafir (Pilgrim Fathers) dorongan menuju kemakmuran Amerika Serikat. (seperti dikutip dalam Kuyper, 2005, pp. 7-8)

Ketiga, seorang mantan Perdana Menteri Belanda, theolog, gembala, pengajar Reformed, Prof. Dr. Ds. Abraham Kuyper di dalam bukunya Ceramah-ceramah Mengenai Calvinisme (Lectures on Calvinism) (2005) mengatakan, “...Calvinisme yang bukan hanya menciptakan bentuk gereja yang berbeda, tetapi satu bentuk kehidupan manusia yang sama sekali berbeda, untuk memperlengkapi masyarakat dengan metode eksistensi yang berbeda, dan untuk mengisi dunia dari hati manusia dengan ideal-ideal dan konsepsi-konsepsi yang berbeda.” (p. 11) Selanjutnya, Dr. Kuyper juga mengatakan, “Calvinisme... sungguh-sungguh merupakan suatu sistem prinsip-prinsip yang mencakup segala sesuatu, berakar pada masa lampau tetapi sanggup menguatkan kita pada masa kini, dan mengisi kita dengan keyakinan akan masa yang akan datang.” (p. 14) Sebagai seorang theolog Reformed yang rendah hati, Dr. Kuyper pernah mengatakan bahwa tidak ada satu inci pun di dalam kehidupan manusia, di mana Kristus tidak bertakhta di dalamnya.

Keempat, seorang theolog, hamba Tuhan, gembala, pengajar, penginjil, filsuf dan budayawan Reformed dari Indonesia, Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa negara-negara/daerah-daerah yang dipengaruhi theologia Reformed (dan Reformasi Luther), misalnya Jerman, Swedia, Swiss, Geneva, dll selalu menghasilkan barang-barang yang berkualitas tinggi. Misalnya, mobil Mercedes-Benz asli BUKAN dibuat oleh Arab Saudi, Irak, Iran, kota Paris apalagi Indonesia, tetapi dibuat oleh negara yang dipengaruhi oleh Lutheran, yaitu Jerman. Pdt. Sutjipto Subeno juga mengatakan bahwa arloji yang berkualitas tinggi mencapai jutaan dollar harganya, karena arloji itu (buatan Geneva) dikerjakan dengan teliti, setelah selesai, arloji itu dicap dengan Geneva Seal. Prinsip ini didasarkan pada prinsip Alkitab di dalam Kolose 3:23, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Prinsip ini akhirnya mengakibatkan setiap orang/(penduduk) negara yang dipengaruhi Reformasi (khususnya dari sayap Calvinisme) bekerja dengan giat, tekun, dan teliti, karena mereka bekerja bukan untuk dilihat manusia, tetapi dilihat Tuhan. Setelah bekerja dengan tekun dan teliti, seorang Calvinis mendapatkan hasilnya BUKAN untuk dihambur-hamburkan (seperti prinsipnya Kiyosaki), tetapi untuk dihemat. Inilah yang membuat Calvinisme tidak mampu disaingi oleh wawasan dunia apapun baik dari Katoliksisme, Islam, Buddhisme, Hinduisme, apalagi mayoritas “Kristen” Karismatik/Pentakosta yang liar.

Kelima, Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. sebagai seorang gembala sidang Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya pernah menuturkan bahwa di dalam seluruh tafsiran Alkitab yang ada sampai sekarang, kita harus memperhatikan bahwa banyak tafsiran Alkitab yang bermutu dan bertanggungjawab ditulis oleh para penafsir Reformed. Prof. Dr. Gordon D. Fee yang adalah salah seorang penafsir Alkitab dalam kitab Filipi dalam IVPNTC (InterVarsity Press New Testament Commentaries) adalah seorang gembala sidang sebuah gereja Pentakosta dan profesor di Regent College, Canada, tetapi beliau bertheologia Reformed. John Calvin, sebagai bapa pendiri theologia Reformed juga menuliskan banyak tafsiran Alkitab. Prof. Dr. Ds. Abraham Kuyper juga pernah mengeksposisi Alkitab secara teratur. Banyak para penafsir Alkitab yang bermutu biasanya dihasilkan dari theologia Reformed atau Injili ketat (dipengaruhi Reformasi), sebaliknya hampir tidak ada satu penafsir Alkitab yang bertanggungjawab dari banyak kalangan Katolik (yang tidak mempercayai supremasi Alkitab, meskipun tetap mengakui Alkitab sebagai Firman Allah→suatu logika yang aneh), apalagi dari banyak gereja Karismatik/Pentakosta (yang banyak tidak mementingkan doktrin, dan menganggap doktrin itu “membatasi” pekerjaan “roh kudus”).



Jacobus Arminius : Profil Singkat dan Ajaran-ajarannya
Setiap kebenaran ketika diberitakan pasti menuai dua akibat, yaitu ada yang menerima dan mengimaninya, dan sebaliknya, ada yang menolaknya. Bagi mereka yang menerimanya berarti mereka adalah kaum pilihan Allah yang telah ditetapkan-Nya untuk menjadi anak-anak-Nya, sedangkan mereka yang menolaknya memang telah ditetapkan-Nya untuk dibinasakan. Sekarang, mari kita akan melihat siapa saja yang menolak pengajaran Calvin ini.

Jacobus Arminius adalah sebuah nama Latin dari Jacob Hermann. Dia yang adalah seorang theolog Belanda pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 adalah musuh dari Calvin yang dulunya pernah diajar oleh Dr. Theodore Beza, penerus Calvin, tetapi ia menolak ajaran Beza dan mengajarkan bahwa Allah memilih manusia setelah Ia melihat bahwa beberapa orang memilih untuk beriman di dalam-Nya. Para pengikut Arminian ini disebut Remonstrant. Ajaran Arminius ini pernah ditantang oleh seorang Calvinis Belanda, Franciscus Gomarus, tetapi sayangnya Arminius meninggal sebelum sinode nasional berlangsung. Arminianisme ini berpengaruh pada theologia John Wesley (akan dijelaskan di bawah) sebagai inti theologia Methodisnya, gereja Baptis, Independen, Gerakan Kekudusan (Holiness Movement), Gereja Advent (Seventh-day Adventist), mayoritas Injili, dan banyak Pentakosta/Karismatik.

Pengikut Arminius ini dibagi menjadi tiga golongan, yaitu Arminianisme klasik, Arminianisme Wesley dan Open-Theisme (tokoh utama : Clark H. Pinnock).
Pertama, Arminianisme Klasik (atau kadang dapat disebut Reformed/Reformation Arminianism atau Arminianisme Reformasi/Reformed). Para pengikut Arminianisme klasik yang berasal dari Arminius dan dipertahankan oleh para Remonstrant mengajarkan:
· Kerusakan total : Arminius menyatakan bahwa dalam kondisi berdosa, kehendak bebas manusia berkenaan dengan kebaikan yang benar ditahan, dirusakkan, dan terhilang. Lalu, kuasanya tidak hanya dilemahkan dan tidak berguna, jika tidak dibantu oleh anugerah, tetapi itu tidak memiliki kekuatan apapun kecuali hal tersebut dibangkitkan/ditimbulkan oleh anugerah Ilahi.
· Penebusan diperuntukkan untuk semua : kematian Yesus adalah untuk semua orang, Yesus menarik semua orang kepada diri-Nya, dan semua orang memiliki kesempatan untuk keselamatan melalui iman.
· Kematian Yesus memuaskan keadilan Allah : hukuman dosa bagi umat pilihan dibayar penuh di dalam karya Kristus di kayu salib. Oleh karena itu, penebusan Kristus diperuntukkan bagi semua, tetapi memerlukan iman yang dilaksanakan. Bagi Arminius, pembenaran seluruhnya adalah imputasi kebenaran melalui belas kasihan atau manusia dibenarkan di hadapan Allah berdasarkan keadilan tanpa pengampunan apapun.
· Anugerah itu dapat ditolak : Allah yang mengambil inisiatif dalam proses keselamatan dan anugerah-Nya tiba pada semua orang. Anugerah ini berlaku bagi semua orang untuk menghukum mereka dari Injil, menarik mereka dengan kuat kepada keselamatan, dan memungkinkan adanya iman yang sejati. Tawaran keselamatan melalui anugerah ini tidak berlaku tidak dapat ditolak (irresistibly) dalam sebab-akibat yang murni, metode deterministik tetapi lebih tepatnya dalam sebuah cara pengaruh-dan-respon yang dapat diterima dan secara bebas ditolak.
· Manusia memiliki kehendak bebas untuk meresponinya atau menolaknya : kehendak bebas dibatasi oleh kedaulatan Allah, tetapi Allah secara berdaulat memberikan kepada semua manusia kesempatan untuk menerima Injil Kristus melalui iman, secara bersamaan mengizinkan semua manusia untuk menolaknya.
· Pemilihan itu bersyarat : Arminius mendefinisikan pemilihan sebagai ketetapan Allah yang dari-Nya, dari kekekalan, Dia menetapkan untuk membenarkan di dalam Kristus, orang-orang percaya, dan untuk menerima mereka bagi hidup yang kekal. Allah sendiri yang menentukan siapa yang akan diselamatkan dan penentuan-Nya itu ada pada mereka yang percaya kepada Yesus melalui iman yang nanti akan dibenarkan.
· Allah mempredestinasikan umat pilihan bagi masa depan yang penuh kemuliaan : predestinasi bukanlah predeterminasi tentang siapa yang akan percaya, tetapi lebih tepatnya predeterminasi dari warisan masa depan dari orang percaya. Oleh karena itu, umat pilihan dipredestinasikan untuk menjadi anak melalui adopsi, pemuliaan, dan hidup yang kekal.
· Keselamatan kekal juga bersyarat : Semua orang percaya memiliki asuransi keselamatan yang penuh dengan syarat bahwa mereka tinggal di dalam Kristus. Keselamatan disyaratkan dalam iman, oleh karena itu, ketekunan juga bersyarat. Kemurtadan (berbalik dari Kristus) juga dilakukan melalui penolakan yang hati-hati (deliberate), dan disengaja akan Yesus dan peninggalan iman.

Kedua, Arminianisme Wesley. Secara historis, John Wesley, salah seorang pendiri Methodisme adalah seorang penganut ajaran soteriologi (doktrin keselamatan) Arminian. Dia setuju pada sebagian besar apa yang Arminius sendiri ajarkan, mempertahankan doktrin yang kokoh akan dosa asal, kerusakan total, pemilihan yang bersyarat, anugerah yang dapat ditolak, penebusan yang tidak terbatas, dan kemungkinan kemurtadan. Dia berbeda dari Arminianisme klasik terutama dalam tiga hal :
· Penebusan : Penebusan menurut Wesley adalah cangkokan dari teori substitusi yang bersifat hukuman dan teori pemerintahan dari Hugo Grotius, seorang pengacara dan seorang penganut Remonstrant. Wesley memandang penebusan hanya sebatas tindakan rekonsiliasi yang mengantarai antara Allah dan manusia.
· Kemungkinan kemurtadan : Wesley sepenuhnya menerima pandangan Arminian bahwa orang Kristen sejati dapat murtad dan kehilangan keselamatannya. Hal ini dapat diamati di dalam khotbahnya yang terkenal A Call to Backsliders.
· Kesempurnaan Kristen : menurut pengajaran Wesley, orang-orang Kristen dapat meraih kesempurnaan di dalam hidupnya. Kesempurnaan Kristen, menurutnya, adalah “kemurnian pengertian, mendedikasikan seluruh hidup bagi Allah” dan “pikiran yang berada di dalam Kristen, memungkinkan kita untuk berjalan seperti Kristus berjalan.” Baginya, kesempurnaan Kristen bukanlah kesempurnaan kesehatan tubuh atau ketidakbersalahan dalam penghukuman. Kesempurnaan Kristen bergantung pada pencobaan, dan berlanjut pada kebutuhan untuk berdoa bagi pengampunan dan kekudusan. Ini bukanlah kesempurnaan absolut, tetapi sebuah kesempurnaan dalam kasih.

Ketiga, Open-Theisme. Para penganut Open-Theisme adalah
Greg Boyd, Clark Pinnock, William Hasker, dan John E. Sanders. Doktrin ini mengajarkan bahwa Allah itu Mahakuasa dan berada di mana-mana (omnipresence), tetapi berbeda dalam natur masa depannya. Artinya, bagi penganut ajaran ini, masa depan tidak secara sempurna diketahui karena manusia masih belum membuat keputusannya, dan oleh karena itu, Allah mengetahui masa depan di dalam kemungkinan daripada kepastian. Bagi mereka, Allah itu berdaulat karena Ia tidak menetapkan masing-masing pilihan manusia, tetapi lebih tepatnya bekerja sama dengan ciptaan-Nya untuk menyebabkan kehendak-Nya. Bagi para penganut ajaran ini, kehendak bebas adalah jawaban terbaik dari masalah kejahatan.



Perbandingan (Persamaan dan Perbedaan) Calvinisme Vs Arminianisme
Antara Calvinisme dan Arminianisme, ada dua persamaan, yaitu mereka sama-sama mengakui kerusakan total manusia dan mereka juga mengakui efek substitusi dari penebusan.

Perbedaan-perbedaan Arminianisme Vs Calvinisme :
· Natur pemilihan : Arminian mengajarkan bahwa pemilihan menuju kepada keselamatan kekal memiliki syarat iman di dalamnya. Sedangkan doktrin Calvinis adalah pemilihan yang tanpa syarat, artinya keselamatan tidak dapat diperoleh, sehingga pemilihan ini bersifat tanpa syarat.
· Natur anugerah : Arminian mempercayai bahwa melalui anugerah Allah, Dia memulihkan kehendak bebas berkenaan dengan keselamatan bagi semua manusia, dan setiap individu, oleh karena itu, mereka mampu baik untuk menerima Injil melalui iman atau menolaknya melalui ketidakpercayaannya. Sedangkan Calvinis mengajarkan bahwa anugerah Allah mampu untuk memungkinkan keselamatan diberikan hanya kepada umat pilihan dan secara tidak dapat ditolak memimpin kepada keselamatan.
· Luasnya jangkauan penebusan : Arminian mengajarkan bahwa penebusan itu universal, sedangkan Calvinis mengajarkan bahwa penebusan ini bersifat terbatas hanya pada umat pilihan-Nya. Meskipun demikian, baik Arminian maupun Calvinis mempercayai bahwa undangan Injil bersifat universal.
· Ketekunan dalam iman : Arminian percaya bahwa keselamatan masa depan dan kehidupan kekal dijamin dalam Kristus dan dilindungi dari semua kuasa eksternal tetapi itu bersyarat apabila mereka tetap di dalam Kristus dan dapat hilang melalui kemurtadan. Sedangkan Calvinis tradisional percaya di dalam doktrin ketekunan orang-orang kudus, yang mengatakan bahwa karena Allah memilih beberapa orang kepada keselamatan dan Ia jugalah yang sesungguhnya membayar untuk dosa-dosa khusus mereka, maka Dia menjaga mereka dari kemurtadan dan bahwa mereka yang murtad adalah mereka yang tidak pernah dilahirbarukan.



Kritik Terhadap Presuposisi Arminianisme dan Jawaban/Tantangan Calvinisme (dari Alkitab)
Setelah kita memperhatikan persamaan dan perbedaan antara Calvinisme dan Arminianisme, maka dengan prinsip Alkitab yang integratif, jujur, setia, kokoh dan bertanggungjawab dalam perspektif Calvinisme/theologia Reformed, kita akan memperhatikan tiga kelemahan fatal Arminianisme dan solusi/jawaban serta tantangan Calvinisme berkenaan dengan doktrin yang mereka ajarkan.
Pertama, Arminianisme tidak mengerti arti dosa dan anugerah Allah secara benar. Keseluruhan doktrin Arminian menginsyaratkan bahwa mereka tidak mengerti arti dosa secara benar dan tuntas. Seorang bapa gereja mengajarkan bahwa anugerah Allah harus dimengerti berbarengan dengan dosa manusia yang begitu parah. Arminian memang benar mengajarkan bahwa manusia itu rusak total, tetapi kerusakan total yang dimengertinya tidak pernah tuntas. Maksudnya, ia mengerti rusak total seperti yang dipahami oleh Calvin, tetapi kerusakan total ini dibantu oleh anugerah Allah yang memberikan kehendak bebas kepada mereka untuk menerima atau menolak anugerah Allah. Kalau namanya anugerah Allah, maka itu adalah 100% pemberian dari Allah, tidak ada satu jasa baik manusia, tetapi Arminian agak aneh mengerti anugerah Allah, yaitu Allah menganugerahkan kehendak bebas manusia dahulu untuk meresponi anugerah Allah. Hal ini tidak pernah diajarkan Alkitab. Di dalam 1 Korintus 12:3, Allah melalui Paulus dengan jelas mengajarkan, “Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorangpun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: "Terkutuklah Yesus!" dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: "Yesus adalah Tuhan", selain oleh Roh Kudus.” Dengan jelas, Alkitab mengajarkan bahwa seseorang dapat mempercayai Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat hanya melalui Roh Kudus yang telah melahirbarukan mereka. Mengutip ayat yang pernah diajarkan oleh Pdt. Dr. Stephen Tong, definisi orang Kristen dapat dijumpai pada 1 Petrus 1:2, “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya.” Setelah Allah memilih beberapa orang untuk menjadi anak-anak-Nya, maka Bapa mengutus Roh Kudus untuk menguduskan mereka dan memimpin mereka untuk taat kepada Kristus. Lagi-lagi, Roh Kudus memimpin umat pilihan-Nya untuk percaya dan taat kepada Kristus. Tidak ada satu pengajaran Alkitab yang mengajarkan bahwa Allah memberikan kehendak bebas kepada manusia dahulu baru Ia mengutus Kristus untuk menebus dosa !

Kedua, Arminianisme memberhalakan kehendak bebas manusia. Dari doktrin-doktrin Arminian, meskipun tetap mengakui kerusakan total manusia, ia tetap tidak mau mengakui kelemahan manusia, melainkan ia tetap ingin menonjolkan peran serta manusia dalam keselamatan. Inilah bukti ketidakjujuran dan ketidakkonsistenan seorang penganut Arminian dalam menegakkan doktrin kerusakan total manusia. Mereka menegakkan kerusakan total manusia, tetapi di sisi lain, dengan alasan anugerah Allah yang memberikan kehendak bebas manusia, maka Arminian melegalkan manusia bebas untuk memilih Allah atau tidak. Ini adalah suatu ketidakmasukakalan. Ketika Allah memberikan anugerah-Nya, Ia tak mungkin memberikan anugerah-Nya berupa kehendak bebas untuk memilih Allah, sekaligus menolak-Nya, itu bukan anugerah-Nya. Kata anugerah berarti karunia yang diberikan Allah kepada manusia yang tak mampu. Sedangkan ketika manusia menolak Allah, itu TIDAK perlu anugerah Allah yang memberikan kehendak bebas manusia, karena itu sudah merupakan natur manusia berdosa : menolak Allah. Lagi-lagi, ini logika yang tidak masuk akal ! Sebaliknya, Calvinisme (maupun Lutheran) yang berpegang teguh pada Alkitab mengajarkan bahwa kehendak bebas manusia sejati adalah kehendak untuk tidak berdosa (tentu, termasuk tidak menolak Allah), tetapi hal ini sudah dirusak oleh dosa, sehingga kehendak bebas manusia yang berdosa hanya satu, yaitu bebas untuk berdosa (tetapi tidak pernah bebas untuk tidak berdosa). Oleh karena itu, Roh Kudus mengefektifkan penebusan Kristus di dalam hati setiap umat pilihan-Nya untuk taat kepada Kristus dengan melahirbarukan mereka, sehingga mereka bisa bertobat dan percaya di dalam Kristus. Iman di dalam Calvinisme (theologia Reformed) adalah anugerah Allah di dalam Kristus melalui Roh Kudus, sehingga dalam hal ini, kehendak bebas manusia ditundukkan mutlak oleh Roh Kudus. Dengan demikian, tidak ada kehendak bebas manusia yang boleh berkeliaran baik untuk menerima atau menolak Allah. Setelah Roh Kudus menundukkan kehendak bebas umat pilihan-Nya, maka mereka dengan sendirinya melalui bantuan Roh Kudus yang menguduskan mereka secara progresif, mereka memiliki tanggung jawab untuk memuliakan Allah. Kata “kehendak bebas” agaknya kurang tepat digunakan, karena seolah-olah menunjukkan bahwa manusia bebas berkehendak, sehingga kata yang lebih tepat digunakan adalah “tanggung jawab”.

Ketiga, Arminianisme tidak pernah mengerti doktrin kedaulatan Allah. Berbeda dari Calvinisme yang dengan teliti dan jelas mengerti doktrin kedaulatan Allah, maka Arminian tidak pernah mengerti kedaulatan Allah, sehingga banyak doktrinnya aneh, tidak masuk akal dan yang lebih penting lagi, bertentangan dengan Alkitab dalam beberapa hal : (1) Arminianisme mengajarkan bahwa pemilihan Allah berdasarkan iman manusia. Artinya, mereka mengajarkan bahwa Allah memilih seseorang setelah Ia melihat bahwa seseorang yang dipilih-Nya itu akhirnya memutuskan untuk beriman di dalam-Nya. Ajaran ini jelas bertentangan dengan Alkitab. Ketika Allah memilih Yakub dan menolak Esau, maka Allah tidak terlebih dahulu melihat perbuatan baik Yakub, melainkan Ia memilih Yakub karena Ia berdaulat dan mengasihi Yakub bahkan sebelum melihat perbuatan baik Yakub. Dengan tepat, Pdt. Sutjipto Subeno pernah memberikan tafsiran tentang hal ini bahwa di mata manusia, Yakub terlihat jelek, menipu hak kesulungan dan menukarkannya dengan semangkuk sup kacang merah, sedangkan Esau terlihat baik, karena tidak pernah menipu, tetapi di mata Allah, itu berbeda total. Kalau Arminian benar, maka yang seharusnya dipilih Allah adalah Esau, bukan Yakub, tetapi Alkitab mengajarkan hal yang bertolak belakang dengan paham Arminian. Ini membuktikan ketidakbenaran ajaran ini. Bukan hanya itu saja, kelemahan doktrin aneh ini adalah kebergantungan Allah pada manusia. Sangat aneh sekali, Arminian mempercayai bahwa Allah memberikan anugerah-Nya kepada manusia untuk memiliki kehendak bebas (meskipun hal ini tentu salah), tetapi di sisi lain, mereka mempercayai bahwa Allah tidak bisa apa-apa tanpa manusia yang terlebih dahulu bertindak (percaya). Dengan kata lain, di satu sisi, ia mengakui anugerah Allah, di sisi lain, ia mengakui otoritas manusia di atas anugerah-Nya. Doktrin ini sangat kacau dan membingungkan, terlebih lagi tidak berdasarkan Alkitab ! (2) Arminianisme mengajarkan bahwa penebusan Kristus berlaku universal. Ayat Alkitab yang selalu mereka gunakan dalam hal ini adalah “Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Petrus 3:9b) Ayat ini tidak salah, tetapi yang salah adalah pengutipan di luar konteks. Seperti yang dibiasakan oleh banyak pemimpin gereja Karismatik/Pentakosta yang gemar mengutip ayat Alkitab di luar konteksnya, maka pengikut setia Arminianisme tidak mengerti konteks dan latar belakang surat 2 Petrus ini. Seperti surat-surat Paulus lainnya, surat 2 Petrus jelas ditujukan oleh Petrus hanya bagi orang-orang Kristen saja, bukan bagi semua orang, sehingga ketika Petrus mengajarkan bahwa Ia menghendaki supaya semua orang berbalik dan bertobat, kata “semua orang” jelas menunjuk kepada semua orang Kristen. Kelemahan kedua adalah ayat ini dikutip di luar konteksnya. Ayat 9b tidak mungkin bisa dilepaskan dari ayat 1-9a, di mana ayat-ayat tersebut jelas menyatakan bahwa Petrus sedang menghibur orang-orang Kristen yang mengalami penderitaan dari para pengejek, penghiburannya ini mengatakan bahwa orang-orang Kristen harus tenang, karena Allah menghendaki mereka semua berbalik dan bertobat dengan tidak lagi termakan oleh bujuk rayu para pengejek itu. Sedangkan, Calvinisme mengajarkan bahwa penebusan Kristus hanya berlaku bagi umat pilihan-Nya. Hal ini ditegaskan oleh Tuhan Yesus sendiri sebanyak tiga kali, yaitu di dalam Yohanes 6:37, “Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang”, ayat 39, “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.”, dan ayat 44, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman.” Sesuai konteks, ketiga ayat ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi, dan orang-orang Yahudi pada waktu itu marah sekali kepada-Nya. Mengapa mereka marah ? Karena secara esensial, mereka sebenarnya bukanlah orang-orang yang dipilih Allah untuk datang kepada Kristus, sehingga mereka terus berusaha mencari kesalahan-kesalahan Kristus, bahkan ketika tidak menemukan kesalahan Kristus, mereka tetap menyalahkan-Nya di hadapan pengadilan Herodes dan Pilatus (persis seperti yang dilakukan oleh penganut agama terbesar di Indonesia ini). Yohanes 3:16 harus dibarengi dengan mengerti Yohanes 6:37,39 dan 44 yang lebih jelas mengajarkan bahwa HANYA umat pilihan-Nya yang telah dipilih oleh Bapa dari sejak kekekalan mampu datang kepada Kristus. (3) Arminianisme mengajarkan bahwa anugerah Allah dapat ditolak. Artinya, mereka mempercayai bahwa Allah berinisiatif di dalam keselamatan dengan menganugerahkan penebusan Kristus kepada semua orang (ini salah), tetapi anugerah ini tidak bersifat tidak dapat ditolak (dapat ditolak), karena Ia juga memberikan kehendak bebas kepada manusia untuk menerima atau menolak anugerah keselamatan ini. Lebih lanjut, anehnya mereka mengajarkan bahwa kehendak bebas manusia ini dibatasi oleh kedaulatan Allah, tetapi Allah secara berdaulat memberikan kepada semua manusia kesempatan untuk menerima atau menolak Injil Kristus. Kelemahan fatal pertama adalah mereka mempercayai anugerah Allah sebagian, sehingga anugerah Allah harus menunggu respon manusia, jika tidak, Allah tidak akan memberikan anugerah itu. Perhatikan poin (1) di atas. Kelemahan fatal kedua adalah dengan tidak bertanggungjawab, mereka mengajarkan bahwa kehendak bebas tetap dibatasi oleh kedaulatan Allah, tetapi mereka menyatakan bahwa kedaulatan Allah mengizinkan manusia untuk bebas memilih apakah mereka mau menerima atau menolak Injil Kristus. Kedaulatan Allah artinya Allah itu Mahakuasa, tidak bergantung pada siapa dan apapun juga, Kekal, Mahaagung, Mahabijaksana, dll. Tetapi hal ini tidak pernah dimengerti oleh Arminian sehingga mereka mengajarkan bahwa kedaulatan Allah itu berarti Allah yang bergantung pada respon manusia, tidak Mahakuasa (atau Mahakuasa bersyarat), tidak kekal (hal ini diajarkan oleh Open-Theisme, lihat penjelasan di bagian Open-Theisme), tidak Mahaagung, kurang bijaksana, dll. Semua atribut Allah di dalam Arminian didegradasi dan semua natur manusia berdosa ditinggikan. Silahkan pikirkan sendiri, apakah ini ajaran Alkitab yang bertanggungjawab?! (4) Arminianisme mengajarkan bahwa keselamatan sejati di dalam Kristus bisa hilang. Artinya, orang-orang Kristen sejati dapat kehilangan keselamatan dengan cara mereka murtad. Di sini, kita harus membedakan dengan jelas antara orang Kristen sejati dengan orang “Kristen” palsu. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa banyak anak Tuhan yang masih indekos di dalam dunia (artinya mereka belum waktunya untuk percaya di dalam Kristus dan menjadi pengikut-Nya), sebaliknya banyak anak setan yang masih indekos di dalam gereja. Pernyataan kedua inilah yang dimaksud dengan orang “Kristen” palsu. Orang “Kristen” palsu adalah orang “Kristen” yang ikut-ikutan pergi ke gereja, ikut katekisasi, belajar doktrin, dll, tetapi Roh Kudus tidak pernah berdiam di dalam hatinya, sehingga secara fenomena kelihatan hampir sama dengan orang Kristen sejati, tetapi secara esensial, kita dapat membedakannya. Perhatikan, ketika ada orang “Kristen” yang mengagungkan dirinya lebih pintar daripada orang lain (padahal kenyataannya TIDAK demikian), maka kelihatan, orang itu adalah orang “Kristen” palsu (mirip seperti penganut Arminian yang mengagungkan otoritas manusia di atas kedaulatan Allah), dll. Jika demikian, orang “Kristen” palsu yang tidak pernah termasuk umat pilihan-Nya, jelas PASTI kehilangan keselamatan, artinya dapat murtad. Sejarah membuktikan hal ini. Seorang penyanyi Indonesia yang bernama Broery Marantika (atau Broery Pesolima) dikabarkan gemar pindah agama, dari Kristen, pindah Islam (karena menikah dengan istri yang beragama Islam), lalu jadi Kristen lagi (karena menikah dengan istri yang beragama Kristen). Contoh lain lagi, seorang artis Dian Sastrowardoyo yang seorang Kristen Katolik menjadi Islam. Bahkan, yang lebih aneh lagi, beberapa “pendeta” dari gereja Pentakosta ada yang menjadi Islam (karena katanya, mereka menemukan “kebenaran”). Kemurtadan ini jelas menunjukkan bahwa mereka meskipun kelihatan aktif di gereja, melayani “tuhan”, dll, tetapi mereka tak pernah merupakan umat pilihan-Nya dan mengerti esensi keKristenan sejati yang jauh lebih agung daripada semua agama dunia yang antroposentris (self-centered). Sedangkan, orang Kristen sejati yang adalah umat pilihan Allah TIDAK mungkin kehilangan keselamatannya. Mengapa ? Karena Allah yang adalah pemula keselamatan (yang memulai keselamatan), Ia jugalah yang akan mengakhiri keselamatan itu dengan sempurna. Allah yang berdaulat adalah Allah yang Kekal dan Pemelihara, maka Ia memelihara setiap tindakan-Nya sendiri. Jika tidak demikian, maka Allah tidak layak disebut Allah, atau Allah tidak ada bedanya dengan manusia. Adakah contoh akan hal ini? Saya belum bisa memastikan, tetapi saya berani mengatakan bahwa salah satu contohnya adalah seorang artis Indonesia, Nafa Urbach. Dulu, Nafa Urbach adalah seorang Kristen, tetapi karena diasuh neneknya (kalau tidak salah), ia menjadi Islam. Puji Tuhan, kira-kira 1-2 tahun yang lalu, Tuhan membawa dia kembali dan dia menjadi Kristen kembali. Meskipun pernah kelihatan murtad, Tuhan memukul orang pilihan-Nya lagi untuk kembali kepada Kristus. Ini adalah bukti pemeliharan Allah pada umat pilihan-Nya. (5) Arminianisme sangat membahayakan karena Arminianisme mengakibatkan Clark H. Pinnock, dkk menegakkan doktrin Open-Theisme yang mengajarkan bahwa Allah itu Mahakuasa dan berada di mana-mana, tetapi hal ini tidak berlaku pada natur masa depan-Nya. Artinya, meskipun Allah itu Mahakuasa, Ia tidak Mahakuasa dalam menentukan masa depan. Mari kita perhatikan ketidakkonsistenan diakibatkan ketidakmengertian Pinnock dan para penganut Open-Theisme ini. Allah yang Mahakuasa adalah Allah yang mampu melakukan apapun yang tidak bertentangan dengan natur-Nya yang Mahakudus, Mahaadil, Mahakasih dan Berdaulat. Ketika Allah adalah Allah yang Mahakuasa, apakah Ia juga tidak mampu mengatur masa depan ? Apakah itu tanda Allah yang Mahakuasa ? Yang lebih celaka lagi, para penganut doktrin aneh ini mengajarkan bahwa Allah bekerja sama dengan manusia di dalam menentukan kehendak-Nya, sehingga bagi mereka, kehendak bebas manusia lah adalah jawaban terhadap segala masalah kejahatan. Mereka percaya bahwa Allah itu Mahakuasa, tetapi anehnya “Allah” (atau ilah) mereka yang Mahakuasa itu tidak bisa apa-apa, sehingga harus bekerja sama dengan manusia ciptaan-Nya sendiri untuk menentukan kehendak-Nya. Mungkin, itu adalah “ilah”nya kaum dualis (“Kristen”) yang hanya berkuasa di dalam hal-hal supranatural (metafisika) saja, dan tidak di dalam hal-hal natural (fisik). Yang lebih aneh, seorang penganut Arminian dari golongan Katolik Roma, yaitu seorang Pastur Katolik mengajarkan bahwa Allah mengubah keputusannya dan tidak jadi menghukum Niniwe karena mereka bertobat melalui pemberitaan murka Allah oleh Yunus. Sepintas jika diperhatikan, ajaran ini tidak salah, karena Alkitab mengatakan demikian, tetapi jika diteliti lebih dalam, ajaran ini berbahaya, karena ajaran ini selanjutnya akan mengatakan bahwa Allah bisa mengubah keputusan-Nya (tergantung kehendak manusia). Alkitab memang mengatakan bahwa Niniwe tidak jadi dihukum karena mereka bertobat setelah mendengar berita murka Allah dari Yunus, tetapi hal ini tidak berarti Allah bisa mengubah keputusan-Nya. Hal ini harus dipahami dari perspektif manusia yang terbatas, sama seperti ketika kita memahami perkataan “menyesallah Allah” di dalam Kejadian 6:6, di mana di dalam perspektif manusia, Allah seolah-olah berubah, tetapi kenyataannya, Allah tidak pernah berubah di dalam natur-Nya (tetapi dinamis di dalam relasi-Nya dengan manusia). Dengan kata lain, pemilihan Allah mendahului pertobatan manusia. Bagi Prof. Dr. Louis Berkhof di dalam bukunya Teologi Sistematika : Doktrin Allah, di dalam beberapa hal, Arminianisme mirip dengan Deisme yang mengajarkan bahwa setelah Allah mencipta alam semesta, maka Ia membiarkan alam itu berjalan sesuai dengan hukum alam. Sebagai kesimpulan, saya mengatakan bahwa Arminianisme adalah Deisme terselubung dan Dualisme terselubung di dalam ke“Kristen”an, maka tidak heran, ajaran ini begitu digemari oleh banyak orang “Kristen” yang tidak mengerti Alkitab secara integratif, jujur, setia dan bertanggungjawab.



Penutup
Setelah menjelaskan tentang semangat Reformasi di dalam diri Dr. John Calvin dan musuh Kebenaran, Jacobus Arminius, sadarkah kita bahwa kedaulatan Allah itu sangat penting dan menjadi dasar dari tindakan kita sehari-hari untuk memuliakan Allah ? Di zaman postmodern yang mengilahkan hak asasi manusia/kehendak bebas manusia, masihkah ada Calvin-Calvin kecil yang meneriakkan gereja dan dunia untuk kembali kepada Kristus, Alkitab dan kedaulatan Allah, BUKAN kepada humanisme/otoritas manusia (seperti Pelagius, Thomas Aquinas, Desiderius Erasmus maupun Jacobus Arminius dan para pengikut mereka) ? Kehadiran Gerakan Reformed Injili yang membakar lagi semangat theologia Reformed ditambah api semangat penginjilan kiranya dapat memberkati dan mencerahkan kita tentang dua mandat dari Allah yaitu mandat budaya (menebus budaya dunia dengan prinsip-prinsip Alkitab dengan dasar kedaulatan Allah) dan mandat Injil (penginjilan baik secara verbal maupun perbuatan). Sekali lagi, biarlah peringatan Rasul Paulus ini menjadi pelajaran bagi kita, “...sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.” (Galatia 1:8)

Kiranya Tuhan memberkati kita melalui perenungan Firman-Nya sehingga kita makin lama makin bertumbuh di dalam anugerah dan firman-Nya. Soli Deo Gloria. Solus Christus.




Daftar Kepustakaan :
Arminianism. (2007). Retrieved on October 30, 2007 from http://en.wikipedia.org/wiki/Erasmus.
Cornish, Richard W., Dr. (2007). Lima Menit Sejarah Gereja. Bandung : Pionir Jaya dan NavPress.
Hoffecker, W. Andrew, Ph.D. dan Gary Scott Smith, Ph.D. (Ed.). (2006). Membangun Wawasan Dunia Kristen (Volume 1 : Allah, Manusia dan Pengetahuan). (Peter Suwadi Wong, Trans.). Surabaya : Momentum Christian Literature.
John Calvin. (2007). Retrieved on October 28, 2007 from
http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_Luther.
Kuyper, Abraham, Dr. (2005). Ceramah-ceramah Mengenai Calvinisme. (Peter Suwadi Wong, Trans.). Surabaya : Momentum Christian Literature.
O’Collins, Gerald, S.J. dan Edward G. Farrugia, S.J. (1996). Kamus Teologi. Yogyakarta : Kanisius.
Palmer, Edwin H., Th.D., D.D. (2005). Lima Pokok Calvinisme. (Elsye, Trans.). Surabaya : Momentum Christian Literature.
Tong, Stephen, Dr. (1991). Reformasi dan Teologi Reformed. Jakarta : Lembaga Reformed Injili Indonesia (LRII).