01 November 2007

Roma 3:25-26 : KRISTUS SEBAGAI SUMBER KESELAMATAN

Seri Eksposisi Surat Roma :
Kasih dan Keadilan Allah-8


Kristus Sebagai Sumber Keselamatan

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 3:25-26.

Setelah Paulus memaparkan tentang jalan keluar satu-satunya bagi penyelesaian dosa itu di dalam Kristus, ia mulai memfokuskan pada Pribadi Kristus sebagai Sumber Keselamatan manusia.

Pada ayat 25a, Paulus memulai fokusnya pada Pribadi Kristus dengan mengatakan, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.” King James Version menerjemahkannya, “Whom God hath set forth to be a propitiation through faith in his blood,” Kata “pendamaian” pada terjemahan Bahasa Indonesia kurang tepat, karena King James Version menerjemahkannya propitiation/propisiasi yang dalam bahasa asli (Yunani)nya bisa berarti korban (victim). Ada tiga prinsip tentang penebusan Kristus, yaitu substitusi (kematian Kristus menggantikan kematian kita karena dosa), rekonsiliasi (Kristus menjadi Jalan Pendamaian antara Allah dengan manusia) dan propisiasi (Kristus meredakan murka Allah). Pada arti ketiga inilah, Paulus hendak menjelaskan bahwa Kristus menjadi korban untuk meredakan murka Allah. Di dalam Perjanjian Lama, Allah memerintahkan umat Israel untuk mempersembahkan binatang yang disembelih sebagai korban (ada darah) bagi penebusan dosa mereka, korban itu lah adalah tipologi dari Kristus yang akan diutus Bapa kemudian. Dan menariknya, bukan binatang yang diperkenan Allah, tetapi karena ada darah yang tercurah yang mengakibatkan pada zaman Perjanjian Lama, orang Israel yang berdosa diampuni, karena, “...tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.” (Ibrani 9:22) Demikian pula, Kristus diutus karena Ia telah ditetapkan oleh Allah sejak semula untuk menjadi korban meredakan murka Allah dengan darah-Nya yang menggantikan korban binatang di zaman Perjanjian Lama. Untuk meredakan murka Allah, mengapa harus Kristus melalui darah-Nya sebagai satu-satunya yang mampu melakukannya ? Mengapa bukan para nabi Allah atau melalui agama lain ? TIDAK. Kristus saja yang mampu meredakan murka Allah, karena Pribadi Kristus adalah 100% Allah dan 100% manusia. Kalau melalui para nabi Allah yang tetap adalah manusia, manusia (meskipun suci) tak mungkin mampu menggantikan dosa manusia lain dan bahkan meredakan murka Allah, karena para nabi sendiri pun masih bisa berbuat dosa. Alkitab mencatat bahwa banyak nabi yang diutus oleh Allah tetap masih berbuat dosa, misalnya Musa yang tidak taat ketika Allah memerintahkan untuk menyuruh batu untuk mengeluarkan air untuk diminum oleh orang Israel. Begitu juga dengan Yunus yang sempat tidak taat kepada perintah Tuhan lalu melarikan diri dari panggilan Allah. Semuanya ini menunjukkan para nabi Allah sendiri tidak mampu meredakan murka Allah, karena mereka sendiri tetap harus dimurkai-Nya. Oleh karena itu, Kristus satu-satunya yang layak meredakan murka Allah, karena Ia murni adalah Pribadi Allah. Hanya Allah saja yang bisa mengampuni dosa manusia. Tetapi bagaimana Allah bisa mengampuni dosa manusia ? Tidak ada jalan lain, Kristus yang adalah Allah juga adalah manusia untuk berinkarnasi dan menebus dosa manusia dengan cara disalib dan mati di Kalvari. Allah tidak mungkin mati, sehingga Kristus harus mengambil natur manusia juga (tanpa meninggalkan natur Ilahi-Nya) sehingga Ia dapat mati dan juga kematian-Nya mampu meredakan murka Allah. Penebusan Kristus seharusnya menjadi perenungan kita khususnya menjelang hari Jumat Agung ini (bagian ini ditulis pada tanggal 22 Maret 2007). Sudahkah kita beriman di dalam Kristus yang telah meredakan murka Allah bagi kita ? Kita yang seharusnya dimurkai Allah sudah ditanggung di dalam penebusan Kristus.

Lalu, mengapa Kristus harus meredakan murka Allah ? Kristus meredakan murka Allah untuk menyatakan keadilan-Nya (atau menurut bahasa Yunani : dikaiosune berarti kebenaran-Nya yang adil) kepada manusia baik yang hidup di zaman dahulu maupun di zaman sekarang (ayat 25b dan 26). Mari kita membahas dua poin ini.
Pada ayat 25b, Kristus meredakan murka Allah untuk menyatakan kebenaran-Nya yang adil kepada manusia yang hidup di zaman dahulu (“Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.”). Pada zaman dahulu (Perjanjian Lama), Allah membiarkan dosa tetap ada, bahkan Ia tidak menghukum semua manusia ke dalam neraka, karena kesabaran-Nya. Tetapi ini tidak berarti Allah tidak pernah menghukum bangsa Israel sama sekali. Allah pernah menghukum bangsa Israel, tetapi di dalam keadilan-Nya, Ia tetap mengasihi mereka, ketika mereka berbalik dan bertobat kepada-Nya. Tetapi sayangnya karena kebebalan hati mereka, mereka hanya sebentar bertobat, lalu setelah itu mereka kumat lagi, dengan tidak taat kepada-Nya. Tetapi terus-menerus di dalam keadilan-Nya, Ia tetap mengasihi mereka. Itulah yang disebut Paulus dengan istilah “kesabaran-Nya” di dalam ayat ini. Bagaimana dengan kita ? Kita mungkin sudah bertahun-tahun menjadi orang Kristen, tetapi seringkali menyepelekan dosa. Dosa bagi kita hanya sebuah kesalahan yang bisa ditolerir dengan alasan Allah itu Mahakasih dan Maha Pengampun. Itu bukan citra diri orang Kristen yang bertanggungjawab. Alkitab mengajarkan keseimbangan yaitu Allah itu Mahakasih sekaligus Mahaadil. Ketika kita berdosa, ingatlah Allah memang mengasihi kita yang berdosa, tetapi tidak berarti Ia membiarkan kita terus-menerus. Di dalam kasih-Nya, Ia tetap mendisiplin kita dengan menghukum seperti yang dinyatakan oleh Rasul Yohanes, “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Wahyu 3:19). Tindakan mendisiplin yang Allah kerjakan justru merupakan tanda kasih dan kepedulian-Nya kepada kita. Justru ketika Allah diam dan tidak menegur kita, berwaspadalah dan mulailah kita mengoreksi apakah dosa yang sudah kita lakukan begitu besar dan banyak, sehingga Allah diam. Ketika Allah diam (the silence of God), sadarlah, bertobatlah dan kembalilah kepada-Nya sebelum murka-Nya tiba pada kita. Itulah citra diri orang Kristen yang dewasa dan bertanggungjawab.
Lalu, kebenaran-Nya yang adil juga dinyatakan pada kita yang hidup di saat ini untuk menyatakan, “Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.” Kalau pada ayat 25b, Allah menunjukkan kebenaran-Nya yang adil kepada mereka yang tidak percaya, maka pada ayat 26, Allah yang sama tetap menunjukkan kebenaran-Nya yang adil kepada mereka yang percaya di dalam Kristus. Apakah wujud kebenaran-Nya yang adil kepada umat pilihan-Nya yang percaya itu ? Wujudnya adalah pembenaran Allah di dalam Kristus bagi mereka yang telah dipilih-Nya. Sungguh suatu mukjizat besar, ketika kita sebagai manusia sebagai manusia yang berdosa yang layak dibinasakan, tetapi kita yang sudah dipilih-Nya dibenarkan di dalam Kristus. G. I. Williamson di dalam bukunya Pengakuan Iman Westminster menyatakan dua prinsip tentang pengimputasian di dalam Kristus, yaitu, pertama, dosa-dosa manusia pilihan-Nya dilimpahkan/diimputasikan di dalam Kristus, sehingga kita yang seharusnya menanggung dosa-dosa itu, tetapi Kristus menanggungnya bagi kita. Kedua, setelah Kristus menanggung dosa-dosa kita dengan ketaatan-Nya kepada Bapa sampai mati disalib, maka kebenaran dan ketaatan Kristus ini diimputasikan kepada kita. Kita yang tidak taat dan tidak benar dijadikan taat dan benar oleh karena Kristus sudah melakukannya bagi kita yang tidak pernah akan mampu taat dan benar. Sudah seharusnya semua manusia yang berdosa dihukum dan mati, tetapi karena kasih sekaligus keadilan-Nya, Ia menetapkan beberapa orang dari mereka untuk diselamatkan dan ditebus di dalam Kristus. Apakah ini berarti Allah tidak adil ?! TIDAK. Paulus justru mengajarkan bahwa tindakan keadilan Allah ini benar/right (atau bisa diterjemahkan kudus/holy, adil/just). Kita yang sudah dibenarkan di dalam Kristus sudah seharusnya bersyukur selalu dan juga terus mengerjakan keselamatan kita dengan memberitakan Injil kepada mereka yang belum mendengar Injil Kristus. Itulah bukti bahwa kita percaya kepada (di dalam) Yesus. Seorang yang percaya di dalam (believe in) Kristus berarti orang itu berani mempercayakan dirinya seutuhnya di dalam Kristus atau menTuhankan Kristus di dalam hidupnya. Dengan kata lain, orang Kristen sejati yang termasuk anak-anak Tuhan harus menjadikan Kristus sebagai yang Terutama dan Final di dalam hidupnya. Sedangkan, mereka yang secara KTP mengaku diri “Kristen” tentulah bukan anak-anak Tuhan dan itu ditunjukkan dengan ketidaksudian mereka menTuhankan Kristus tetapi men“tuhan”kan diri mereka sendiri atau men“tuhan”kan filsafat-filsafat dunia berdosa, misalnya dualisme, materialisme, humanisme, dll. Baiklah kita berwaspada dan berusaha membedakan manakah orang yang percaya di dalam Kristus yang telah dibenarkan di dalam Kristus dengan orang yang sebenarnya percaya di dalam dirinya yang tentu tidak pernah memperoleh pembenaran di dalam Kristus.

Hari ini, ketika kita telah merenungkan bagian ini, sadarkah kita bahwa kita (yang termasuk umat pilihan Allah) yang berdosa dan tidak layak ini sudah dilayakkan dan dibenarkan di dalam Kristus ? Lalu, sadarkah kita bahwa kita yang sudah dilayakkan harus menjadi saksi Kristus di dalam hidup kita baik melalui perkataan (pemberitaan Injil) maupun perbuatan kita yang memuliakan-Nya? Ketika kita mau berbuat baik untuk memuliakan Allah, itu merupakan akibat dan tanda sejati dari orang yang sungguh-sungguh percaya di dalam Kristus. Amin. Soli Deo Gloria.

No comments: