12 December 2010

PENDENGAR DAN PELAKU FIRMAN TUHAN (Denny Teguh Sutandio)

PENDENGAR DAN PELAKU FIRMAN TUHAN

oleh: Denny Teguh Sutandio



“Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”
(Rm. 10:17)

“Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.”
(Yak. 1:22)




Sebagai orang Kristen, kita tentu percaya bahwa Alkitab adalah firman Tuhan yang merupakan satu-satunya standar kebenaran bagi iman dan praktik hidup Kristen. Kepercayaan kita ini tentu disertai dengan kehausan mendengar firman Tuhan yang menimbulkan iman (Rm. 10:17). Apakah cukup haus saja? TIDAK. Yakobus menambahkan, “setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yak. 1:19) Kata cepat di ayat ini TIDAK menunjukkan waktu (cepat atau lambat), tetapi menunjukkan suatu kesiapan. Kesiapan ini di sini berbicara mengenai kerelaan hati untuk mendengar firman Tuhan yang mengajar, mengoreksi, dan menghibur kita. Kerelaan hati di sini tentu berkaitan erat dengan kerendahan hati. Seorang yang rendah hati akan “mudah” mendengar firman Tuhan, meskipun firman Tuhan itu menegur dirinya. Contoh, setelah berzinah dengan Batsyeba dan membunuh Uria, suami Batsyeba, raja Daud ditegur nabi Natan (2Sam. 12:1-12), lalu bagaimana reaksi Daud? Marahkah dia? TIDAK. Alkitab mencatat pengakuan yang jujur dari seorang raja yang takut akan Tuhan dan rendah hati, “Aku sudah berdosa kepada TUHAN.” (2Sam. 12:13)

Namun, fakta hari ini adalah banyak orang Kristen TIDAK suka mendengarkan firman Tuhan (khususnya pengajaran dan teguran), lalu menggantikan berita firman Tuhan dengan berita mimbar yang mengajarkan hal-hal yang mengenakkan telinga (2Tim. 4:3-4), seperti: ikut Tuhan pasti kaya, sukses, sehat, bahkan tidak pernah digigit nyamuk, dll. Mengapa? Karena hati mereka telah dikuasai (dan dibutakan) oleh ilah zaman ini (2Kor. 4:4). Lebih tajam lagi, sebenarnya yang mereka sembah selama ini bukan Allah, namun: kelebihan diri (tampan atau cantik), kebaikan diri, uang, jabatan, dll, sehingga tidak heran, ketika firman Tuhan menegur mereka, mereka langsung ngambek. Makin orang itu ngambek, makin terlihat bahwa selama ini yang mereka sembah BUKAN Allah Tritunggal, tetapi ilah-ilah lain.

Pertanyaan selanjutnya, cukupkah kita menjadi pendengar firman Tuhan saja? TIDAK. Karena fakta menunjukkan ada beberapa orang Kristen yang rajin mendengarkan firman Tuhan baik melalui khotbah mimbar di setiap kebaktian gereja maupun melalui seminar, rekaman MP3, DVD, dll, namun mereka makin sombong dan sok tahu. Ketika firman menegur mereka, mereka dengan yakin mengatakan, “Ya, saya tahu” atau “Ya, saya mengerti”, namun di kesempatan berikutnya, mereka mengulangi kesalahan mereka (tanpa merasa bersalah). Mereka lebih mudah percaya dengan teman-teman yang bukan orang percaya, ketimbang mendengarkan firman Tuhan dan teguran dari saudara seiman. Dengan kata lain, makin mendengarkan firman Tuhan, hidup mereka tidak diubah. Mengapa demikian? Karena hati mereka tidak murni. Hati manusia yang sudah tidak murni mengakibatkan sikap mereka juga tidak murni, sehingga tidak heran, makin mereka mengisi rasio mereka dengan pendengaran firman, hati mereka tetap kering dan hidup mereka tetap tidak menunjukkan adanya perubahan signifikan.

Hati yang tidak murni mengakibatkan mereka:
Pertama, meragukan firman Tuhan. Sikap meragukan firman Tuhan bukan hanya sekadar sikap akademis yang meragukan ketidakbersalahan Alkitab, namun juga menyangkut sikap praktis. Beberapa orang Kristen khususnya yang mengamini ketidakbersalahan Alkitab, namun faktanya mereka secara praktik meragukan kebenaran firman Tuhan. Bagi mereka, Alkitab terlalu ideal untuk dijalankan.

Kedua, bersikukuh pada pandangan sendiri. Orang yang di titik pertama secara praktis meragukan firman Tuhan tentu akan mengambil sikap bahwa firman Tuhan tidak bisa diaplikasikan, sehingga ia akan memiliki pandangannya sendiri dan yang lebih fatal, ia bersikukuh (ngotot) dengan pandangannya tersebut. Ia telah, sedang, dan akan menggantikan otoritas firman Tuhan dengan otoritasnya sendiri, meskipun secara perkataan, ia mengamini bahwa Alkitab itu tidak bersalah. Misalnya, Alkitab mengajar kita bahwa Allah itu berdaulat atas segala sesuatu, sehingga kita harus mengaitkan segala sesuatu dengan kehendak Tuhan, orang seperti ini biasanya mengerti firman Tuhan ini, namun secara praktik, ia mengerti kedaulatan dan kehendak-Nya itu sebatas apa yang cocok dengan dirinya. Yang lebih parah lagi, apa pun yang dia lakukan dikaitkan dengan kehendak Tuhan (memakai istilah-istilah “rohani”), padahal mungkin sekali sikapnya itu diizinkan Tuhan agar orang tersebut sadar bahwa sikapnya keliru (refleksi dari khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong pada Natal Akbar Surabaya 2010 pada tanggal 11 Desember). Makin mendengarkan firman, ia makin berdosa, karena ia menafsirkan apa yang tidak diajarkan Alkitab!

Jika demikian, apa yang harus kita lakukan? Sebagai pengikut Kristus, kita harus siap mendengar firman dan siap juga untuk menjalankannya, karena jika tidak demikian, kita menipu diri sendiri seperti seorang yang setelah mengamati mukanya di depan cermin, kemudian lupa bagaimana wajahnya tersebut (Yak. 1:22-24). Namun harus disadari bahwa TIDAK MUDAH untuk menjalankan firman Tuhan, karena saya menyadari bahwa terlalu banyak godaan yang membuat kita tidak menaati firman dan saya juga terus bergumul untuk menjalankan firman Tuhan. TIDAK MUDAH menjalankan firman Tuhan TIDAK berarti TIDAK BISA menjalankannya, karena ketika kita mengatakan TIDAK BISA, itu berarti kita tidak ingin menjalankannya. Namun tatkala kita berkata bahwa kita TIDAK MUDAH menjalankan firman, itu berarti kita bisa menjalankan firman meskipun itu sulit dan hal tersebut dimampukan melalui kuasa Roh Kudus. Dengan kata lain, ada PROSES yang harus kita jalani dan tentunya KOMITMEN dari diri kita untuk menjalankan firman Tuhan. Proses dan komitmen ini memampukan kita untuk mengintegrasikan antara mendengar dan melakukan firman:
Pertama, menyerahkan hati kita secara tulus kepada Tuhan. Kita harus menyadari bahwa problema tidak menaati firman adalah problema hati, sehingga alangkah bijaknya kita pertama kali berkomitmen menyerahkan hati kita secara tulus kepada Tuhan untuk dikoreksi-Nya.

Kedua, setelah mendengar firman, langsung berkomitmen menjalankannya. Orang yang hatinya sudah dimurnikan oleh Allah mengakibatkan ia akan memiliki komitmen yang kudus dan setia menjalankan firman-Nya setelah mendengar firman-Nya. Misalnya, jika firman mengajarnya untuk tidak berzinah, ia akan menyimpan itu di dalam hatinya dan kemudian langsung berkomitmen menjalankannya, bukan malahan mencari-cari alasan untuk tidak taat.

Ketiga, mau ditegur oleh saudara seiman dan berkomitmen untuk berubah. Meskipun kita telah berkomitmen, godaan entah dari dunia atau diri kita membawa kita untuk tidak menaati firman. Oleh karena itu, kita memerlukan saudara-saudara seiman kita yang lebih dewasa untuk menegur dan mengingatkan kita. Orang yang anti teguran membuktikan bahwa orang itu sombong dan sok tahu, lalu menganggap diri sendiri sebagai “Allah” yang tidak mungkin bersalah sedikitpun. Berhati-hatilah terhadap hal ini. Setelah ditegur, apa yang harus kita lakukan? Ada orang yang cepat mengerti dan menerima teguran dari orang lain, namun sayang ia kembali mengulangi kesalahan yang sudah ditegur orang lain tersebut (istilahnya: setelah tobat, kemudian kumat). Di sini, kita perlu belajar untuk BERKOMITMEN untuk mau ditegur jika salah dan setelah itu berubah.

Keempat, berkomitmen untuk hidup berintegritas. Setelah mendengar firman, ditegur oleh saudara seiman, maka kita belajar BERKOMITMEN untuk menjalankan apa yang telah kita percayai dan ketahui dengan sebisa mungkin konsisten, tegas, tidak gila hormat, dan tidak bermuka dua (alias tidak munafik). Itulah tanda hidup berintegritas seperti yang dituturkan oleh Maimunah Natasha, Direktur Eksekutif Nasional dari Haggai Institute di Indonesia, “Pribadi yang berintegritas adalah seorang pribadi yang hidup tanpa menggunakan kedok dalam hidupnya. Ia akan bertindak sesuai dengan ucapan yang dipikirkan, akan sama di depan dan di belakangnya. Ia akan konsisten antara apa yang diimani dan perilakunya, antara sikap dan tindakan, antara nilai hidup yang dianut dengan hidup yang dijalankan. Ia adalah seorang yang matang, tidak kompromi, dan menolak pengakuan untuk dirinya sendiri.”


Bagaimana dengan kita? Maukah kita hari ini berkomitmen menjalankan firman Tuhan, meskipun itu sulit? Maukah kita dipimpin Roh Kudus untuk bisa konsisten menjalankan firman Tuhan? Amin. Soli Deo Gloria.