19 May 2008

Bagian 1

Manusia: Peta Teladan Allah-1


Manusia yang hanya beberapa puluh kilogram ini bisa mendaki gunung yang paling tinggi, menembus laut yang dalam, meluncurkan roket ke ruang angkasa. Manusia adalah satu-satunya makhluk dengan potensi kemungkinan.

Manusia seringkali berusaha untuk memberikan opininya tentang penciptaan atau evolusi. Namun, kita perlu di awal menyadari bahwa Kebenaran Allah sama sekali tidak tergantung pada opini manusia. Sebagaimanapun akademiknya manusia, ia harus tetap tunduk di bawah Kebenaran Allah, tunduk di bawah Firman Allah. Inilah prinsip Theologi Reformed yang sangat mengakui Kedaulatan Allah dan Kebenaran-Nya. Orang Reformed harus rasional, tetapi bukan rasionalis. Kita menggunakan rasio, tetapi tidak memutlakkan rasio. Dan kini kita akan membahas tema di awal Kitab Kejadian, yaitu ‘Manusia sebagai Peta dan Teladan Allah’.


Apa itu Peta dan Teladan Allah?
Satu-satunya kitab yang membicarakan manusia sebagai peta dan teladan Allah adalah Alkitab. Ketika Tuhan menciptakan segala sesuatu, lalu mencipta manusia, Allah menetapkan mencipta manusia menurut peta dan teladan-Nya sendiri. Dengan demikian, manusia menjadi satu-satunya makhluk yang mirip Sang Pencipta.

Apa yang menjadi karya seseorang, itu merupakan refleksi dari peta dan teladannya, dan ketika manusia bekerja, cara kerjanya merefleksikan etos kerjanya. Ketika ia berbicara, ia merefleksikan pikirannya. Kalau saya seorang pendeta yang mata duitan, pasti khotbah saya akan banyak menyinggung tentang uang. Dari cara bergaul kita dengan orang lain, orang akan mengetahui sifat hidup kita. Ini yang disebut sebagai “image imprinted” (gambar tercetak).

Ketika Tuhan mengatakan, “Mari Kita menciptakan manusia menurut peta teladan Kita,” berarti segala kemungkinan terbesar dari Allah yang tidak terbatas dimasukkan ke dalam jiwa manusia, dan manusia adalah wakil Tuhan. Maka kita tidak boleh menghina diri, karena manusia dicipta begitu mulia, begitu bernilai.

Manusia dicipta menurut peta teladan Allah, maka manusia mirip Allah. Mirip Allah jangan dibatasi hanya dalam bentuk fenomenal. Kita bisa mengetahui dari gerak langkah orang, apakah itu langkah anak kita yang kecil, atau yang besar, atau langkah seorang nenek. Ini yang disebut sebagai image of voice (gambar suara). Allah adalah Roh, sehingga Ia bukan materi; jangan membayangkan Allah sebagai materi.


Allah adalah Roh
Kejadian 1:26-27 menyatakan, “Berfirmanlah Allah: ’Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”

Maka diciptakanlah laki-laki menurut peta Allah dan perempuan menurut peta Allah. Ini pertama kalinya sejak awal, mendahului semua agama, menyatakan bahwa laki-laki sejajar dengan perempuan, sehingga tidak boleh menghina perempuan. Di dalam Alkitab, tidak ada alasan pria menindas wanita. Ini sumbangsih besar Alkitab tentang relasi pria dengan wanita.
Lalu, ketika Allah mengatakan, “Marilah Kita…,” yang dimaksud dengan “Kita” bukanlah kerjasama Allah dan manusia, karena manusia belum ada saat itu. Juga bukan dengan Iblis. Ada tafsiran mengatakan Allah berunding dengan malaikat. Itu tidak benar, karena malaikat juga ciptaan. Pengertian “Kita” menunjukkan posisi yang setara di dalam melakukan perundingan dan pengambilan keputusan. Di sini kita melihat bahwa dari sejak awal, Alkitab sudah menyimpan rahasia tentang Allah Tritunggal. Allah yang Esa adalah Allah Tritunggal. Diskusi ini adalah diskusi antara Allah Tritunggal, antara Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus.

Namun tidak benar jika kemudian orang melakukan analogi, karena Allah Tritunggal, maka manusia juga terdiri tiga unsur yaitu tubuh, jiwa, dan roh. Ini bukan versi tritunggal manusia. Tubuh manusia bukan manusia, roh manusia bukan manusia. Jadi ini sama sekali berbeda dari Allah Tritunggal. Kita tidak bisa mengatakan bahwa tangan adalah manusia, kaki adalah manusia, tubuh adalah manusia. Tangan adalah sebagian dari manusia. Bagian merupakan sebagian dari totalitas. Totalitas lebih besar dari bagian-bagian. Allah Bapa adalah Allah, Allah Anak adalah Allah, dan Allah Roh Kudus adalah Allah. Allah Bapa bukan sepertiga Allah. Maka pandangan trikotomis tentang manusia tidaklah tepat.


Peta Teladan
Allah mencipta manusia menurut peta teladan-Nya. Ini merupakan pernyataan di mana Ia mencipta makhluk yang lebih tinggi dari semua yang lain. Allah mencipta manusia sebagai ciptaan yang paling tinggi. Memang manusia kecil jika dibandingkan gajah; dibandingkan dengan banyak binatang lainnya, manusia masih tetap kecil. Tetapi, gajah, yang begitu besar, takut jika melihat manusia. Kualitas manusia jauh lebih besar daripada gajah. Kualitas jauh lebih penting dan bernilai ketimbang kuantitas. Manusia yang hanya beberapa puluh kilogram ini bisa mendaki gunung yang paling tinggi, menembus laut yang dalam, meluncurkan roket ke ruang angkasa. Manusia adalah satu-satunya makhluk dengan potensi kemungkinan. Allah mencipta manusia sebagai ciptaan tertinggi. Ia mencipta manusia menurut gambar dan rupa-Nya, menurut peta teladan-Nya agar segala sesuatu bisa ditaklukkan di bawah manusia.

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mewakili Tuhan Allah. Dengan kuasa, hikmat, kodrat, dan potensi kontrol, manajemen yang kuat, manusia menguasai seluruh ciptaan yang lain. Manusia diberi potensi manajemen, potensi perubahan, potensi urutan, potensi otoritas, potensi pemerintahan dan potensi penguasaan. Ini semua dicantumkan di dalam Kitab Suci.

Itu sebabnya, setiap manusia yang berusaha menaklukkan diri ke bawah kedaulatan Allah dan menelusuri bahwa sumber keberadaan dirinya adalah Allah, akan mengerti tujuan hidupnya. Dari sana ia akan menemukan maksud dan nilai hidupnya. Ia akan semakin jelas akan arti dan fungsi keberadaannya. Ia akan menemukan semua jawaban yang dicari manusia, seperti: Mengapa aku ada? Mengapa aku hadir di sini? Apa maksud dan tujuan hidupku? Apa arti keberadaanku? Apa yang harus aku lakukan dalam hidupku? Semua pertanyaan ini tidak akan mendapat jawaban yang sejati tanpa kita kembali kepada Sang Pencipta.


Uniknya Manusia
Setiap orang dicipta secara individu, unik, dan berbeda. Tidak ada dua orang yang sama. Oleh karena itu, kita harus menemukan keunikan kita. Ketika kita telah menemukannya, kita akan menjadi manusia yang sungguh-sungguh berguna di dalam dunia.

Ketika saya berkhotbah di satu kota, saya mengajak anak saya yang baru berusia dua tahun lebih. Supaya tidak mengganggu ketika saya berkhotbah, saya memberi tugas kepadanya untuk mencari dua helai daun yang sama dari daun-daun yang jatuh di halaman gereja. Setelah selesai berkhotbah, saya bertanya kepadanya, dan dia bisa menunjukkan dua daun yang betul-betul sama. Saya sangat terkejut. Namun, ketika saya minta untuk melihatnya, ia tidak mau memberikan. Akhirnya ketahuan bahwa tangkainya satu ke kanan, satu ke kiri. Tangkai itu ia pegang sehingga tersembunyi di tangannya. Tidak ada dua orang yang sama di dunia ini, karena Allah mencipta setiap orang secara unik. Dan itu adalah keindahan yang Tuhan ciptakan. Betapa hambarnya dunia ini jika semua manusia sama di dalam segala hal.

Ketika kita menyadari dan menemukan keunikan kita, kita bisa memperkembangkan setiap potensi yang ada di dalam diri kita sebaik mungkin. Kita perlu terus merenungkan dan memikirkan keunikan peta teladan Allah yang Tuhan tanam di dalam hidup kita.


Ciptaan sebagai Refleksi Pencipta
Orang menggubah banyak lagu, tetapi lagu yang unik adalah lagu yang begitu diperdengarkan, kita langsung bisa mengenali siapa penggubahnya. Waktu Tuhan mencipta sesuatu, tanda-tanda Tuhan ada di dalamnya. Itu bagaikan tanda tangan-Nya. Anjing yang lincah merefleksikan kelincahan Allah. Demikian juga kerajinan semut, ketekunannya, merefleksikan sifat kerajinan dan ketekunan Allah.

Ikan salmon adalah ikan yang unik. Ia melahirkan anaknya di danau yang berair tawar. Setelah melahirkan, ia mati. Lalu anak-anak salmon akan berenang menuruni sungai menuju laut lepas yang berair asin. Ia bisa merantau sampai lebih dari 10.000 km dari tempat asalnya. Ketika besar lalu hamil, ia bisa mencari kembali danau tempat asalnya. Ia kembali melalui sungai, menaiki air terjun, terkadang sampai terluka, dan terus berjuang sampai kembali ke tempat asalnya. Di situ ia bertelur melahirkan anaknya, lalu mati. Demikian siklus ajaib ini terjadi. Semuanya ini merefleksikan kedahsyatan Sang Pencipta. Ini refleksi bijaksana Tuhan. Allah menanamkan sedikit bijaksana pada binatang tertentu. Dan kodrat-Nya, rencana-Nya, sifat teladan-Nya dikumpulkan diletakkan secara utuh ke dalam satu makhluk yang namanya manusia. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang secara totalitas memperoleh seluruh bijaksana dari Tuhan yang merefleksikan semua rencana Tuhan dan mendapatkan potensi yang melebihi semua. Kondisi ini tidak bisa dijawab oleh hipotesa Evolusi.

Evolusi berpandangan makhluk harus terus berkembang. Jadi kalau manusia itu hasil tertinggi dari evolusi, maka seharusnya manusia bisa berenang, bisa menyelam, punya insang dan juga bisa terbang, punya sayap. Tetapi Tuhan tidak demikian. Manusia terlihat tetap terbatas, namun di dalam keterbatasan itu ada kualitas dan kuasa, karena dicipta menurut peta teladan Allah. Manusia terbatas tetapi berkapasitas cipta. Ia tidak bersayap, tetapi bisa mencipta pesawat terbang, tidak mengeluarkan musik, tetapi bisa merangkai nada dan membentuk harmoni.

Kiranya kita berhenti berbuat dosa, mulai belajar menghargai diri kita, menemukan diri, belajar menggali potensi diri, dan akhirnya menyerahkan diri ke dalam tangan Tuhan. Inilah peta teladan yang akhirnya menjadi teladan bagi peta teladan yang lain. Soli Deo Gloria.

Roma 8:12-17: HIDUP OLEH ROH DAN MENJADI ANAK-ANAK ALLAH

Seri Eksposisi Surat Roma :
Menjadi Manusia Baru-2


Hidup oleh Roh dan Menjadi Anak-anak Allah

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 8:12-17.

Setelah mempelajari tentang pengajaran Paulus kepada jemaat Roma bahwa mereka seharusnya hidup di dalam Roh mulai ayat 9 s/d 11, maka di ayat 12 s/d 17, Paulus menjelaskan kepada kita tentang makna dan penyebab hidup oleh Roh.

Di pasal 8 ayat 12, Paulus mengajarkan, “Jadi, saudara-saudara, kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging.” Ayat ini merupakan kesimpulan Paulus dari penjelasannya di ayat 1 s/d 11 tentang hidup menurut daging vs hidup menurut Roh, tetapi kesimpulan ini akan dikembangkan dan dikaitkan dengan penyebab dari hidup menurut Roh. Kembali, di ayat ini, Paulus mengatakan bahwa kita adalah orang berhutang. Terjemahan King James Version (KJV) dan English Standard Version (ESV) mengartikannya, “we are debtors”, International Standard Version (ISV) dan New International Version (NIV) menerjemahkannya, “we have an obligation”, dan New American Standard Bible (NASB) menerjemahkannya, “we are under obligation” (=kita berada di bawah utang/kewajiban). Paulus sampai pada kesimpulan ini setelah ia pada ayat sebelumnya menjelaskan bahwa Roh Kudus menghidupkan tubuh kita yang fana. Dengan kata lain, setelah tubuh kita dihidupkan oleh Roh Kudus, seharusnya kita berani mengatakan bahwa kita adalah orang yang berhutang. Berhutang kepada siapa ? Geneva Bible Translation Notes (GBTN) menafsirkan bahwa kita berhutang kepada Allah, mengapa ? GBTN menjelaskan, “you have received so many benefits from him.” Ketika kita berbicara mengenai hutang, itu berarti ada sesuatu yang harus kita lunasi dan bayar. Demikian juga, GBTN memaparkan bahwa kita berhutang kepada Allah, karena kita harus membalas cinta kasih-Nya dengan hidup menurut kehendak-Nya. Itu sebabnya mengapa Paulus mengatakan bahwa kita berhutang BUKAN kepada daging, supaya hidup menurut daging. Kalau kita berhutang kepada daging, berarti kita kembali hidup lagi menurut daging dan melawan Allah. Tetapi Paulus mengatakan bahwa kita tidak lagi berhutang kepada daging.

Mengapa ? Ayat 13 menjelaskannya, “Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.” Ketika kita hidup lagi menurut daging, Paulus menekankan ulang bahwa kita akan mati. Dengan kata lain, kematian atau maut adalah ekses/akibat langsung ketika kita hidup menurut daging (Roma 6:23). Mengapa ? Karena hidup menurut daging mengerjakan hal-hal yang menyenangkan kedagingan yang fana dan akhirnya menemui kebinasaan. Lalu, bagaimana supaya kita terlepas dari kematian kekal ? Paulus menjelaskan bahwa kita harus hidup oleh Roh. Apa artinya ? Di ayat 13 dan 14, kita akan mendapatkan 2 definisi hidup oleh Roh. Hidup oleh Roh berarti :
Pertama, hidup yang mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu. Kata “mematikan” dalam KJV diterjemahkan mortify (=membunuh), dalam bahasa Yunaninya thanatoō bisa berarti kill (=menghancurkan, mengakhiri, dll), ESV menerjemahkannya “put to death” (=menghukum mati/membunuh), dan ISV menerjemahkannya “continually put to death”. Dengan kata lain, arti kata mematikan identik dengan membunuh atau menghancurkan atau mengakhiri, menghukum mati, dll. Lalu, kata “perbuatan-perbuatan tubuhmu” diterjemahkan oleh KJV, NASB dan ESV, “the deeds of the body”, ISV, “the activities of the body”, NIV, “the misdeeds of the body”. Dari beberapa terjemahan ini, baik KJV, NASB, ESV dan ISV hampir sama mengartikan aktivitas/perbuatan tubuhmu, tetapi NIV menambahkan kata “mis” yang berarti perbuatan-perbuatan tubuh itu jahat. Meskipun dalam bahasa Yunaninya, tidak ada penambahan kata “jahat”, tetapi penerjemahan NIV dikaitkan dengan konteksnya. Dengan kata lain, hidup oleh/menurut Roh berarti kita membuat mati perbuatan-perbuatan tubuh kita yang jahat ini sehingga perbuatan-perbuatan jahat itu tidak lagi berkuasa atas diri kita. Inilah yang Paulus maksudkan ketika ia mengajar, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2) Ketika kita membuat mati/menghancurkan perbuatan-perbuatan tubuh kita yang jahat berarti di saat yang sama kita tidak lagi hidup serupa dengan dunia ini, tetapi hidup menurut kehendak Allah dengan mengubah pola pikir kita yang mengakibatkan perbuatan, perkataan, tingkah laku, dll kita menjadi beres dan berkenan bagi-Nya. Kita bisa mematikan tubuh kita yang jahat ini sekali lagi karena Roh Kudus yang bekerja di dalam kita. Roh Kudus yang bekerja di dalam hati kita secara terus-menerus (continually) memimpin kita untuk menghancurkan perbuatan tubuh kita yang jahat, karena Roh Kudus mengerjakan apa yang dikehendaki Bapa dan memuliakan Anak (Kristus). Jika Roh Kudus tidak bekerja di dalam hati kita, kita tidak mungkin bisa hidup mempermuliakan-Nya dengan mematikan dosa-dosa kita. Sekali lagi, ini adalah anugerah Allah yang berdaulat. Tidak ada sesuatu pun di dunia yang terjadi tanpa anugerah dan kedaulatan Allah. Roh Kudus yang memimpin kita mematikan perbuatan tubuh yang jahat juga memimpin kita kepada hidup. GBTN menafsirkan hidup sebagai everlasting life (=hidup yang kekal). Dengan kata lain, ketika kita hidup menurut Roh, maka Roh itu akan memimpin kita kepada hidup yang kekal. Di dalam terang theologia Reformed, kita memahami bahwa hidup kekal itu pasti dinikmati oleh umat pilihan-Nya di Surga, di mana sebagai umat pilihan-Nya, kita pasti bersukacita di Surga bersama Bapa dan Anak. Tetapi tidak hanya ketika di Surga, di dunia ini pun, kita diizinkan oleh Tuhan menikmati kehidupan surgawi, yaitu hidup yang bersukacita dan berkelimpahan meskipun harus menghadapi berbagai aniaya, masalah, ujian, pencobaan dan rintangan hidup. Inilah yang dimengerti sebagai paradoks doktrin akhir zaman di dalam keKristenan (aspek already and not yet / sudah dan belum). Secara status, kita memang sudah disucikan, ditebus, diselamatkan dan memperoleh hidup sejati karena kita adalah anak-anak-Nya yang telah ditebus oleh Kristus (aspek already/sudah), tetapi secara kondisi sempurna, kita terus-menerus disucikan dan akan memperoleh keselamatan, penebusan dan hidup sejati ketika kita bersama-sama dengan-Nya di Surga (aspek not yet/belum). Hal inilah yang mendorong kita untuk bersemangat hidup bagi kemuliaan-Nya, karena kita memiliki pengharapan yang pasti bahwa kita pasti bersama-sama dengan-Nya kelak di Surga. Hidup sejati bukan hidup yang tanpa masalah, tetapi hidup sejati adalah hidup yang tetap bersukacita meskipun menghadapi banyak masalah. Hidup bersukacita bukan hidup yang meniadakan kesulitan, tetapi hidup yang berani menghadapi kesulitan, tidak memandang kesulitan sebagai fokus, melainkan Kristus yang harus menjadi fokus kita di tengah-tengah kesulitan hidup. Selain itu, hidup sejati juga hidup yang mampu dan terus berjuang melawan dosa serta terus-menerus berpaut kepada Kristus.

Apa yang mengakibatkan kita bisa hidup mematikan perbuatan tubuh yang jahat ini ? Jawabannya ada di ayat 14, “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” Dengan kata lain, definisi kedua hidup oleh/menurut Roh adalah hidup yang dipimpin oleh Roh Allah. Kita dapat mematikan perbuatan tubuh yang jahat karena hidup kita dipimpin oleh Roh Allah. Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) memakai kata “dibimbing” untuk menjelaskan arti dipimpin. Dipimpin Roh Allah jangan diartikan dikendalikan oleh Roh Allah atau dipaksa oleh Roh Allah. Itu bukan ajaran Alkitab, tetapi ajaran kafir tentang “takdir”. Hidup dipimpin oleh Roh Allah berarti hidup kita dituntun/dibimbing/diarahkan oleh Roh Allah untuk makin menyerupai dan meneladani Kristus dan memuliakan Allah. Rasul Paulus adalah seorang rasul Kristus yang menyerahkan hidupnya dipimpin oleh Roh Kudus. Ia tak mau berjalan sendiri menurut kehendak dirinya, tetapi ia melakukan pengabaran Injil menurut pimpinan Roh Kudus. Contohnya, ketika Paulus hendak memberitakan Injil ke daerah Asia, tiba-tiba Roh Kudus mencegah Paulus (Kisah 16:6), lalu ia mencoba lagi masuk ke daerah Bitinia, tetapi sekali lagi Roh Yesus tidak mengizinkannya (Kisah 16:7). Kemudian, Roh Kudus memimpin Paulus untuk memberitakan Injil ke daerah Eropa melalui penglihatan seorang Makedonia yang berdiri dan berseru kepadanya, “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah kami!” (Kisah 16:9), lalu Paulus menaati penglihatan itu (Kisah 16:10-12). Pdt. Dr. Stephen Tong menjelaskan bahwa alasan Roh Kudus memimpin Paulus untuk memberitakan Injil ke Eropa karena Paulus adalah seorang yang telah menguasai filsafat-filsafat Yunani yang membelenggu Eropa pada waktu itu, sehingga ketika harus memberitakan Injil, ia adalah satu-satunya rasul Kristus yang cukup kompeten memberitakan Injil dan meruntuhkan filsafat-filsafat mereka. Hal ini bisa dilihat dengan jelas ketika Paulus memberitakan Injil di Atena (Kisah 17:16-34). Sebaliknya, Petrus lah yang dikirim memberitakan Injil ke daerah Asia. Coba jika dibalik, Petrus dikirim ke Eropa, maka Petrus akan “kewalahan” menghadapi filsafat-filsafat Yunani di Eropa. Inilah pimpinan Roh Kudus yang dahsyat melampaui akal budi kita. Di dalam sejarah gereja, Dr. Martin Luther dipakai Tuhan untuk meruntuhkan tembok kesalahan gereja Katolik Roma yang pada waktu itu telah menyeleweng dengan menjual surat pengampunan dosa (indulgensia). Pertama-tama, ia tidak mau mendirikan gereja/aliran baru, tetapi ia hanya mau membenarkan ajaran yang salah. Roh Kudus berkehendak lain, Ia memimpin Luther bukan hanya untuk mendobrak ajaran yang salah, tetapi juga mempengaruhi orang-orang Kristen dengan ajaran-ajaran yang beres. Gerakan Reformasi yang kemudian diteruskan oleh John Calvin berkembang sangat pesat bukan hanya di bidang theologia, tetapi juga di bidang politik, etos kerja, sosial, ekonomi, dll, dan Roh Kudus memimpin gerakan ini untuk memuliakan Allah. Selain John Calvin, Roh Kudus memimpin Prof. Dr. Abraham Kuyper menjadi Perdana Menteri Belanda untuk menegakkan theologia Reformed di dalam politik, sosial, hukum dan pemerintahan. Roh Kudus yang sama juga memimpin J. Sebastian Bach dan G. F. Hendel untuk menggubah symphony yang memuliakan Tuhan yang dipengaruhi oleh gerakan Reformasi. Roh Kudus yang sama pula dapat memimpin kita sebagai umat pilihan-Nya untuk hidup bagi Kristus dan memuliakan-Nya. Hidup yang dipimpin oleh Roh Allah adalah hidup yang menTuhankan Kristus dan bukan menjadikan diri sendiri sebagai “tuan”, karena Roh Kudus datang BUKAN untuk memuliakan diri-Nya sendiri, atau diri manusia, tetapi memuliakan Kristus. Hidup yang menTuhankan Kristus berarti hidup yang menjadikan Kristus bukan sekadar sebagai Juruselamat yang menyelamatkan dan menebus dosa-dosa kita, tetapi juga sebagai Tuhan, Pemilik Hidup, Pemerintah di dalam hidup kita. Ini bukan formulasi theologia yang penting, tetapi ini harus dijalankan dan dialami di dalam hidup kita sehari-hari. Ketika kita menTuhankan Kristus di dalam hidup kita, kita pasti menemui hal-hal yang bertolak belakang bahkan melawan natur keberdosaan kita, tetapi itu tidak apa-apa, karena di dalamnya, kita pasti akan menemukan hal-hal yang patut disyukuri. Apa itu ? Kehendak-Nya lebih agung dan mulia daripada kehendak manusia, jalan dan pikiran-Nya jauh melampaui apa yang bisa manusia pikirkan.
Ketika hidup kita dipimpin Roh Allah, pada saat yang sama, kita menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah berarti kita bukan lagi anak-anak iblis yang hidup oleh daging, tetapi kita menjadi anak-anak yang diadopsi oleh-Nya di dalam Kristus. Sungguh suatu anugerah Allah yang dahsyat ketika kita yang berdosa ini diadopsi oleh-Nya dan dijadikan benar hanya melalui iman di dalam Kristus yang merupakan anugerah-Nya.

Lalu, apa hubungan Roh Allah dan anak-anak Allah ? Ada dua pengertian yang mendalam akan hal ini.
Pertama, ayat 15, “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!"” Roh Allah menjadikan kita anak-anak Allah. KJV menerjemahkannya, “ye have received the Spirit of adoption” (=kamu telah menerima Roh adopsi). ESV juga memakai pernyataan yang sama, “the Spirit of adoption”. Roh yang menjadikan kita anak Allah sama dengan Roh adopsi. Roh inilah yang memungkinkan kita memanggil Allah sebagai Bapa kita. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami. Kita berhak memanggil Bapa karena Roh Kudus yang mengadopsi kita untuk menjadi anak-anak Allah di dalam Kristus. Hubungan Bapa dan anak-anak adopsi adalah begitu erat, karena Bapa yang mengutus Anak Tunggal-Nya (Kristus) untuk menebus umat pilihan-Nya sehingga mereka menjadi anak-anak adopsi Allah atau adik-adik adopsi Kristus (Kristus sebagai Kakak Sulung kita). Inilah bukti bahwa selain Allah itu transenden (nun jauh di sana), Allah itu juga imanen, yang menyertai kita (Immanuel). Tidak ada satu agama, filsafat, kebudayaan, ilmu, dll yang berani menjanjikan bahwa Yang Kekal menyertai yang sementara/fana seperti janji Kristus di dalam Matius 28:20b. Ini juga membuktikan bahwa keKristenan jauh melampaui semua filsafat Yunani (dan dunia lainnya), agama, kebudayaan, dll, dan inilah yang seharusnya membangkitkan semangat kita untuk memberitakan Injil kepada mereka yang belum mendengar Injil.

Kedua, ayat 16, “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.” Di dalam ayat ini, ada dua kata “roh”, roh pertama menggunakan huruf besar pada R, yaitu Roh menunjuk kepada Roh Allah/Roh Kudus, dan roh kedua yaitu roh manusia menggunakan huruf kecil pada huruf r yaitu roh. Kata “roh” manusia identik dengan jiwa yang diterjemahkan dari bahasa Yunani pneuma. Kembali, di ayat-ayat sebelumnya kita sudah mengerti bahwa Roh Kudus menjadikan kita anak-anak Allah, lalu pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana kita bisa mengetahui dengan jelas bahwa kita adalah anak-anak Allah ? Jawabannya adalah Roh Kudus itu bersaksi bersama-sama dengan roh/jiwa kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Jadi, Roh Kudus bukan hanya menjadikan kita anak-anak Allah, lalu meninggalkan kita, tetapi Ia juga memberikan kesaksian bersama-sama dengan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Atau dengan kata lain, Roh Kudus meyakinkan jiwa/roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Kesaksian Roh Kudus menguatkan kita bahwa kita telah diterima oleh Allah dan menjadi anak-anak-Nya. Itulah yang kita alami di dalam kehidupan sehari-hari. Doktrin tidak boleh hanya sebagai bahan perdebatan, tetapi doktrin sejati harus dialami di dalam kehidupan sehari-hari. Kita bisa percaya bahwa Roh Kudus yang meyakinkan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah, tetapi kepercayaan ini bukan sekadar berada di dalam rasio kita, tetapi harus kita alami. Sudahkah kita mengalami Roh Kudus yang menginsyafkan kita akan dosa, kebenaran dan penghakiman ? Sudahkah kita dicerahkan Roh Kudus ketika membaca Firman-Nya, Alkitab ? Sudahkah kita dicerahkan dan ditegur oleh Roh Kudus di dalam hati kita ketika kita mulai berdosa ? Ketika Roh Kudus memperhatikan kita dengan menegur kita, itulah tandanya kita adalah anak-anak-Nya yang dipelihara, dipimpin dan dikuduskan-Nya secara terus-menerus untuk makin menyerupai Kristus.

Kemudian, siapakah anak-anak Allah itu ? Pada ayat 17, Paulus menjelaskan, “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” Dari ayat ini, kita dapat menemukan dua arti menjadi anak-anak Allah :
Pertama, anak-anak Allah adalah ahli waris Kerajaan Surga yaitu mereka yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus. Kata “ahli waris” dalam KJV, ESV, ISV, NIV dan NASB diterjemahkan heirs yang berarti pewaris. Kata ini sering dikenakan pada kerajaan, di mana anak-anak raja/kaisar menjadi pewaris tahta ayahnya sebagai raja/kaisar. Ketika disebut anak-anak Allah, itu berarti kita menjadi pewaris Kerajaan Surga yang berhak menerima janji-janji Allah. Apakah janji-janji Allah ? Janji-janji Allah adalah janji-janji dari Allah yang diberikan HANYA kepada umat pilihan-Nya (anak-anak-Nya), yaitu hidup kekal, hidup berkelimpahan (secara rohani), sukacita, kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dll. Itu semua kita terima setelah kita menjadi anak-anak-Nya. Jadi, itu adalah suatu anugerah Allah yang sangat agung dan mulia bagi kita yang berdosa. Anugerah itu harus disyukuri dengan sikap hidup yang memuliakan-Nya. Bukan hanya menerima janji-janji Allah, kita juga menerimanya bersama-sama dengan Kristus, Kakak Sulung kita. Artinya, kita menerima janji-janji Allah karena Kristus telah menerapkan kesetiaan, ketaatan, dan kebenaran-Nya pada umat pilihan-Nya. Marilah kita sebagai anak-anak-Nya hidup di dalam Kerajaan Surgawi meskipun kita tetap berada di dunia.

Caranya ? Adalah dengan : kedua, menderita bersama-sama dengan Kristus supaya dipermuliakan nantinya bersama-sama dengan-Nya. Menjadi anak-anak Allah BUKAN menjadi anak-anak yang manja, hidup serba tercukupi, semua usaha berhasil, tidak ada penyakit, bahkan tidak digigit nyamuk, dll. Itu bukan ajaran Alkitab. Kita diajar bahwa kita adalah anak-anak Allah yang dibentuk oleh-Nya menjadi anak-anak Allah yang dewasa rohani dengan cara ikut menderita bersama-sama dengan Kristus dan dipermuliakan nantinya bersama-sama dengan-Nya. Inilah arti kita menerima janji-janji Allah bersama-sama dengan Kristus. Seringkali, banyak gereja kontemporer menekankan bahwa kita adalah anak-anak Raja yang dipuaskan-Nya, sehingga ketika kita minta apa saja, permintaan kita dituruti, karena kita adalah anak-anak Raja. Inikah ajaran Alkitab ? TIDAK. Alkitab mengajarkan bahwa kita berhak menerima janji-janji Allah ketika kita hidup berpadanan dengan Kristus yang menderita dahulu baru dipermuliakan. Seringkali, kita mau mulia, tetapi tidak mau menderita, mau sukses, tetapi tidak mau gagal. Itu kesalahan kita. Pdt. Dr. Stephen Tong menegaskan bahwa Dr. Martin Luther menekankan dua prinsip : theologia salib dan theologia kemuliaan. Orang Kristen yang tidak menyeimbangkan kedua prinsip ini akan jatuh ke dalam ekstrim yang sia-sia. Misalnya, ada orang “Kristen” yang terlalu menekankan theologia salib, tetapi theologia kemuliaan dibuang, sehingga menjadi orang “Kristen” identik dengan menyiksa diri, terus menderita, dll, tetapi di lain pihak, ada banyak gereja “Kristen” kontemporer menekankan theologia “kemuliaan” tanpa salib, sehingga mengakibatkan jemaat-jemaatnya tidak lagi mengerti arti penderitaan sejati yang menuju kepada kemuliaan. Tidak heran, ketika ada masalah datang, misalnya penyakit, kegagalan, dll, orang-orang yang sudah diindoktrinasi dengan “theologia” kemakmuran akan segera tidak beriman dan beralih agam. Mengapa ? Karena mereka tidak memahami secara komprehensif theologia salib dan kemuliaan. Tanpa salib, tidak ada kemuliaan. Tanpa penderitaan dan pengorbanan Kristus disalib, tidak ada pengharapan hidup kekal dan kemuliaan bagi kita sebagai anak-anak-Nya. Penderitaan dan salib Kristus menjadi pengharapan dan jaminan bahwa kita pasti menang mengalahkan pencobaan seperti Kristus yang mati lalu bangkit. Siapakah orang yang dimuliakan Allah ? Di pasal yang sama (pasal 8) ayat 28-30, Paulus menjelaskan, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” Orang yang dimuliakan-Nya adalah orang yang : telah dipilih-Nya dari semula, ditentukan-Nya dari semula, dipanggil-Nya, dan dibenarkan-Nya. Itu semua menunjuk kepada umat pilihan-Nya yang menjadi anak-anak-Nya. Apakah kita termasuk salah satu di antaranya ? Mari kita mengintrospeksi diri.

Hidup menurut Roh adalah hidup yang dengan berani, setia, jujur dan bertanggungjawab menTuhankan Kristus di dalam setiap aspek hidup kita. Sudahkah dan beranikah kita berkomitmen untuk melakukannya ? Kita bisa melakukannya karena Roh Kudus memimpin hidup kita sebagai anak-anak Allah. Mari kita bersyukur atas segala anugerah-Nya yang begitu agung dan mulia ini dengan hidup memuliakan nama-Nya. Soli Deo Gloria. Amin.

Matius 9:35-38: PENUAI UMAT PILIHAN

Ringkasan Khotbah: 11 September 2005

Penuai Umat Pilihan
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 9:35-38, Yoh. 15:16


Setelah Matius memaparkan seluruh bagian dari implikasi Kerajaan Sorga maka Matius memberikan suatu paparan sebagai suatu jembatan antara implikasi hukum Kerajaan Sorga dengan cara Tuhan memanggil murid-murid-Nya dan yang nantinya dipakai dalam pelayanan pada pasal kesepuluh sampai pasal kedua belas. Maka di sini kita melihat, Matius 9:35-38 mempunyai posisi yang sangat penting, yaitu sebagai titik putar. Kita merasa sudah cukup memahami implikasi Kerajaan Sorga yang telah dipaparkan dalam Injil Matius akan tetapi pemahaman itu tidak cukup sampai disitu, pemahaman itu bukanlah untuk kepentingan diri kita sendiri, yaitu untuk pertumbuhan rohani kita sendiri, tidak, sebab jikalau benar demikian apa bedanya dengan dunia. Bukankah dunia modern mengajar kita untuk bersikap egois?

Tuhan menentang keras konsep egoisme sebaliknya, sebagai warga Kerajaan Sorga, kita harus altruistik, seluruh aspek hidup kita baik yang bersifat materi maupun spiritual haruslah menjadi berkat bagi orang lain seperti yang Tuhan Yesus teladankan. Seorang anak Tuhan yang sejati haruslah melihat dengan cara pandang yang berbeda dari dunia. Ingat, tampilan luar bisa menipu tetapi hendaklah kita melihat dengan mata rohani maka kita akan menemukan jiwa yang lelah seperti domba yang terlantar. Akan tetapi kita tidak boleh cukup puas hanya berhenti sampai di hati yang tergerak oleh belas kasihan saja, tidak, Tuhan ingin hati yang berbelas kasih itu tercermin melalui tindakan nyata dengan demikian seluruh tindakan kita menjadi berkat bagi mereka yang lelah dan terlantar seperti domba yang tak bergembala.

Tuhan mengatakan suatu kalimat yang bersifat paradoks pada murid-murid-Nya, yakni: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu“ (Mat. 9:37-38). Sesungguhnya Tuhan hendak mengajarkan suatu konsep manajemen yang berbeda dengan yang diajarkan oleh dunia. Dunia mengajarkan ketika kita melihat suatu visi maka visi tersebut seharusnya menjadi dorongan bagi kita untuk bekerja dengan sekeras mungkin maka kita akan mendapatkan reward. Manajemen dunia memakai sistem reward and punishment. Hati-hati dengan buku yang berjudul purpose divine life and purpose divine church yang kelihatannya rohani tetapi sesungguhnya mengacu pada manajemen dunia. Sebaliknya, ketika kita melihat suatu visi, yakni tuaian yang banyak tapi pekerja sedikit maka Tuhan tidak menyuruh kita untuk langsung bekerja, tidak, Tuhan ingin supaya kita mengarahkan pandangan pada Tuhan dan meminta kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.

Merupakan suatu kesalahan fatal kalau kita langsung mengerjakan suatu tugas dengan alasan visi dari Tuhan tanpa kita bertanya pada Tuhan terlebih dahulu apakah Tuhan berkenan atau tidak atas pekerjaan kita. Inilah cara manajemen Tuhan bekerja yang menjadi format dari Kerajaan Allah ketika menata seluruh pelayanan-Nya. Mengapa Tuhan memakai cara atau manajemen yang berbeda dengan cara dunia? Karena Tuhan ingin mendobrak sistem manajemen dunia yang salah dan ironisnya, orang menganggapnya sebagai kebenaran. Sistem manajemen yang diajarkan oleh Kristus ini bukan hanya dapat dijalankan di dalam pelayanan saja tetapi sistem manajemen itu dapat kita lakukan di seluruh aspek hidup kita. Sistem manajemen Kristus ini meliputi empat aspek, yaitu:
1. Motivasi Murni
Perhatikan konsep ekonomi yang diajarkan dunia: kalau permintaan barang tinggi sedangkan suplai barang sedikit maka harga harus dinaikkan. Sebaliknya, konsep Kerajaan Sorga justru mengajarkan sebaliknya, yakni semakin banyak orang membutuhkan barang sedang di pasaran barang sangat langka maka harga barang harus diturunkan dengan demikian banyak orang yang memerlukan barang tersebut akan mendapatkannya. Tuhan menegaskan orientasi bukan pada diri sendiri tapi kita harus menjadi berkat dan rela berkorban bagi dunia. Bekerja dalam ladang-Nya Tuhan haruslah menurut pada sistem manajemen Tuhan. Sangatlah mengenaskan, di dunia banyak jiwa yang lelah dan terlantar namun orang justru tidak membawa mereka kepada naungan Kristus Sang Gembala Agung, orang memanipulasi domba yang terlantar ini demi untuk memenuhi kepentingan egoisme sehingga domba yang sudah terlantar ini semakin jauh tersesat. Maka tidaklah heran kalau hari ini banyak orang yang menjadikan gereja layaknya sebuah bisnis dunia yang diolah dengan manajemen dunia yang memberlakukan sistem reward and punishment dimana seluruh pekerjanya digaji dan diperlakukan secara profesional layaknya sebuah perusahaan. Melihat tuaian yang banyak maka Tuhan tidak memerintahkan untuk bekerja sebaliknya Tuhan ingin supaya kita memandang kepada-Nya dan meminta kepada tuan yang empunya tuaian supaya mengirimkan pekerja. Hati-hati, iblis yang licik selalu menggoda manusia supaya menyeleweng dari jalan Tuhan sehingga manusia tidak dapat lagi membedakan Tuhankah atau setankah yang bekerja. Hari ini orang sulit membedakan mana ilalang dan mana gandum hingga suatu ketika nanti, dari buahnyalah akan nampak perbedaannya.

Sadarlah bahwa tuaian ini bukan milik kepunyaan kita sebab kita hanyalah pekerja yang dipakai untuk menggarap pekerjaan Dia. Kalau kita perhatikan di pasalnya yang ke sepuluh maka di sana kita akan melihat cara Tuhan bekerja yang sangat unik yang berbeda dari dunia; Tuhan tidak memakai orang-orang yang siap sedia untuk dipakai, tetapi Tuhan justru memakai orang-orang yang berdoa memohon pada-Nya untuk mengirimkan pekerja. Orang yang demikian ini menyadari posisinya bahwa dia adalah hamba yang harus taat pada Sang Raja dimana tuaian itu bukan milik kepunyaannya melainkan milik Sang Raja. Janganlah sombong dan bermegah diri karena pelayanan yang kita lakukan “sukses“ (menurut ukuran manusia) sebab tidak ada sedikitpun jasa kita, kita hanyalah alat yang dipakai Tuhan untuk mengerjakan pekerjaan-Nya. Asalnya dari Tuhan maka seluruh hasilnya untuk kemuliaan Dia saja. Kalau kita memahami konsep manajemen Kerajaan Sorga ini maka kita akan dipakai Tuhan dengan luar biasa tetapi ingat, kita harus tetap dengan rendah hati melayani Tuhan karena kita menyadari posisi kita sebenarnya hanyalah seorang budak. Sayangnya, hari ini banyak orang yang menjadi sombong, merasa diri hebat, menganggap diri sukses karena berhasil melakukan pekerjaan Tuhan yang besar, orang lupa kalau sebenarnya tuaian itu bukan milik kepunyaannya, orang lupa kalau ia hanyalah seorang budak.

2. Kerja keras
Tuaian yang banyak tetapi pekerja sedikit itu seharusnya semakin memacu kita untuk bekerja melayani Tuhan dengan lebih keras lagi. Sungguh sangatlah mengherankan kalau ada orang yang saling iri dan berebut ketika melayani Tuhan. Hal ini menunjukkan kalau orang tidak melihat visi Tuhan. Pekerjaan Tuhan itu terlalu banyak, pekerjaan Tuhan tidak akan pernah habis-habis untuk dikerjakan bahkan sampai kita mati pun masih banyak pekerjaan Tuhan yang belum dikerjakan. Marilah kita kerjakan pekerjaan yang Tuhan sudah percayakan pada kita itu dengan sebaik dan sekuat mungkin. Jangan takut kita tidak dapat melayani Tuhan karena tidak ada lagi pekerjaan Tuhan dan jangan iri dengan pelayanan yang dikerjakan oleh orang lain dan jangan marah kalau ternyata orang lain mencontoh atau melakukan pelayanan yang sama seperti yang kita lakukan. Kita seharusnya bersyukur pelayanan kita menjadi berkat. Bahkan seandainya tidak orang yang mau mengerjakan pekerjaan Tuhan karena ada pertimbangan berbagai hal, dianggap merugikan misalnya, maka kita pun harus tetap mengerjakannya. Biarlah kita menyadari masih banyak pekerjaan Tuhan di dunia ini yang belum diselesaikan, di luar sana masih banyak orang yang lelah dan terlantar maka jangan langsung bekerja sendiri tetapi mintalah pada tuan yang empunya tuaian untuk mengirimkan pekerja dan ingat, karena masih banyak pekerjaan Tuhan yang harus dikerjakan sedang pekerja sedikit maka kita harus bekerja dengan seluruh tenaga yang Tuhan berikan pada kita.

3. Efektif dan Strategis
Tuaian memang banyak dan pekerja sedikit maka Tuhan ingin supaya kita bekerja dengan sekuat tenaga, bekerja keras tetapi Tuhan juga ingin kita menjadi bijaksana dengan demikian seluruh tenaga dan pemikiran kita menjadi sia-sia, dengan kata lain bekerja sangat keras tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Tidak! Tuhan ingin kita bekerja dengan seefisien mungkin. Kalau pekerjaannya banyak dan pekerjanya banyak maka itu disebut padat karya. Hal ini biasanya dilakukan untuk menghindari banyaknya pengangguran di suatu negara padahal sesungguhnya mereka tidak mempunyai keahlian sehingga pekerjaan yang seyogyanya dapat digantikan oleh mesin harus dikerjakan oleh manusia demi untuk mengurangi pengangguran. Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh mesin tapi dikerjakan oleh manusia maka pekerjaan tersebut bukanlah pekerjaan yang manusiawi karena tidak menggunakan natur manusia. Bukankah manusia jadi setara dengan mesin yang hanya benda mati? Satu hal lagi yang perlu kita perhatikan, pekerjaan banyak – pekerja sedikit bukan berarti kita boleh kerja dengan sembarangan dan serampangan. Itu berarti kita telah mengorbankan pekerjaan dan membiarkan orang lain terlantar tapi di sisi lain kita menikmatinya. Dan hari ini, di dunia modern yang canggih ini banyak orang justru tidak bekerja secara efisien. Orang sudah terikat dengan teknologi sehingga tanpa teknologi orang tidak dapat bekerja.

Selain rendah hati dan bekerja keras, Tuhan juga ingin kita bijaksana. Melayani Tuhan bukan sekedar bekerja membanting tulang tetapi sudah seberapa efisienkah kita bekerja? Sudahkah kita mencapai hasil maksimal seperti yang Tuhan inginkan? Ingat, hasil maksimal atau kesuksesan disini bukan menurut standar manusia tetapi menurut standar Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan menaruh manusia dalam batasan ruang dan waktu supaya kita dapat bekerja mencapai titik maksimum seperti yang Tuhan inginkan. Tuaian banyak - pekerja sedikit seharusnya memacu kita untuk bekerja lebih efisien dan hasil yang didapatkan maksimal. Inilah etos kerja Kristen. Anak Tuhan sejati haruslah mempunyai jiwa etos kerja Kristen dengan demikian kita dapat menjadi berkat bagi dunia.

4. Menuai umat pilihan
Tuaian yang banyak itu kini memasuki masa penuaian. Yang dimaksud dengan tuaian disini adalah orang-orang yang sudah dipilih Tuhan sebelum dunia dijadikan untuk menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya (Ef. 1:4-5). Yang menjadikan tuaian itu matang bukan kita, jadi, janganlah bermegah diri sebab tidak ada sedikitpun jasa kita yang membuat tuaian itu menjadi matang. Kita hanyalah seorang penuai yang bekerja di ladang-Nya Tuhan dan bertugas menuai tuaian yang sudah matang itu. Kita hanyalah alat yang dipakai Tuhan untuk menuai tuaian (harvest) yang sudah matang. Bukan kita yang empunya tuaian tapi Tuhanlah yang empunya tuaian itu yang mengutus kita untuk menuai umat pilihan-Nya. Rahasia tentang umat pilihan ini dibukakan oleh Tuhan Yesus hanya kepada sebelas murid (Yoh. 13:31 – 16:33), yaitu, setelah Yudas diusir pergi karena Yudas bukanlah umat pilihan sejati, bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu; dan Aku telah menetapkan kamu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta dalam nama-Ku diberikan-Nya kepadamu. Sebenarnya, bukan Tuhan tidak pernah memperingatkan Yudas, sebab berulang kali Tuhan Yesus memperingatkan Yudas mulai dari kalimat yang sangat halus (Yoh. 13:21) sampai kalimat yang kasar (Yoh. 13:26-27) dan peringatan itu seharusnya membuat Yudas sadar dan bertobat tetapi kenyataannya tidaklah demikian.

Tuhan yang membuat tuaian itu matang maka tugas kita adalah menuai sebab kalau tidak segera dituai maka tuaian yang sudah matang itu akan menjadi busuk. Jangan ada orang yang memegahkan diri kalau ada orang yang bertobat dan menganggapnya sebagai jasa kita, tidak. Ingat, kita hanyalah seorang penuai yang dipakai Tuhan untuk melakukan pekerjaan-Nya yang agung; kita harus bekerja dengan sungguh dengan sekuat tenaga tetapi bukan serampangan dan sembarangan melainkan harus bijaksana dan efisien dengan demikan dapat mencapai hasil yang maksimal namun di sisi lain, kita harus menyadari itu bukan karena jasa atau hebat kita kalau orang dapat bertobat tetapi Tuhan sudah menetapkannya terlebih dahulu sedang posisi kita hanyalah seorang budak yang harus mempertanggung jawabkan seluruh pekerjaan kita kepada Tuan yang empunya tuaian. Dengan demikian kita dapat dipakai Tuhan menjadi berkat di tengah jaman-jaman yang semakin bobrok ini. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)


Sumber:
http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2005/20050911.htm