13 January 2008

Bab 18 : DIBENTUK UNTUK KELUARGA ALLAH ?? (Analisa Terhadap Bab 15 Buku Rick Warren)

Bab 18
Dibentuk untuk Keluarga Allah ??




Pada bab 18 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari kelimabelas dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.

Pada bab ini, Warren mencoba menjelaskan tentang pentingnya keluarga Allah dan tanggung jawab manusia di dalamnya, tetapi sayangnya beberapa prinsipnya dibangun bukan atas dasar kedaulatan Allah, melainkan kehendak bebas manusia, yang tentu merupakan ciri khas theologia Warren, yaitu Arminian. Mulai bab ini juga, ia memaparkan konsep community yang merupakan salah satu ciri khas masyarakat di abad postmodern tetapi diselimuti dengan istilah “rohani” yaitu “keluarga Allah”. Apakah ini salah ? Tentu tidak, tetapi seringkali community (komunitas) ini tidak dipakai untuk bersekutu mempelajari Firman-Nya, malahan dipergunakan untuk hal-hal lain yang kurang bermanfaat. Mari kita menyelidikinya.
Pada halaman 131-132, Warren mengajarkan bahwa kita dibentuk untuk menjadi bagian di dalam keluarga Allah. Bahkan menurut Warren, Allah sendiri memperkenalkan diri-Nya dengan istilah-istilah keluarga : “Bapa, Anak, dan Roh Kudus.” (Warren, 2005, p. 131). Karena Allah ingin membentuk keluarga, maka menurut Warren, Ia menciptakan kita.

Komentar saya :
Lebih tepatnya, kita diciptakan untuk berkomunikasi dengan Allah. Bisa jadi, kita juga diciptakan untuk menjadi bagian di dalam keluarga Allah. Tetapi kalau sampai mengatakan bahwa Allah menyatakan diri-Nya dengan istilah-istilah keluarga, saya pikir, itu kurang benar. Di manakah posisi Roh Kudus di dalam kaitannya sebagai istilah keluarga ? Trinitas memang adalah teladan untuk menciptakan suatu hubungan yang baik (Warren, 2005, p. 132). Pengajaran Warren ini memang benar. Tetapi tidak berarti Allah menyatakan diri-Nya dengan istilah-istilah keluarga. Itu kurang benar. Allah tetap menyatakan diri-Nya dalam tiga Pribadi tetapi tetap satu Esensi. Sehingga bisa jadi Allah Trinitas menjadi patron atau teladan membentuk suatu keluarga yang baik secara jasmani di dalam dunia ini.

Selanjutnya, ia berkomentar,
Bila kita menempatkan iman kita di dalam Kristus, Allah menjadi Bapa kita, kita menjadi anak-anak-Nya, orang-orang percaya lainnya menjadi saudara-saudara kita, dan gereja menjadi keluarga rohani kita...
Semua manusia diciptakan oleh Allah, tetapi tidak semua orang merupakan anak Allah. Satu-satunya cara untuk menjadi keluarga Allah adalah dengan dilahirkan kembali ke dalamnya... Allah “telah memberi kita kesempatan untuk dilahirkan kembali, sehingga sekarang kita menjadi anggota keluarga Allah” (1 Petrus 1:3b ; Firman Allah yang Hidup/FAYH ; lihat juga Roma 8:15-16).
Undangan untuk menjadi bagian dari keluarga Allah bersifat universal (Markus 8:34 ; Kisah 2:21 ; Roma 10:13 ; 2 Petrus 3:9 ; AITB), tetapi ada satu syarat : iman di dalam Yesus... (Warren, 2005, p. 132)

Komentar saya :
Saya tidak setuju dengan pandangan Warren yang mengatakan bahwa ketika kita menempatkan iman kita di dalam Kristus, maka Allah baru menjadi Bapa kita dan kita menjadi anak-anak-Nya. Pernyataan ini dengan secara implisit (maupun eksplisit) hendak mengajarkan bahwa karena saya beriman, maka Allah baru menjadi Bapaku dan saya menjadi anak-anak-Nya (jika saya tidak beriman di dalam Kristus, otomatis Allah enggan menjadi Bapaku). Ini jelas pandangan theologia Arminian yang dianut oleh Warren. Sebaliknya, theologia Reformed yang jelas berbasiskan kedaulatan Allah akan mengajarkan bahwa Allah telah memilih manusia sebelum dunia dijadikan, Ia menggenapkan karya keselamatan dengan mengadakan perjanjian dengan Kristus yang akan menggenapkan karya Allah Bapa ini dan juga Roh Kudus yang menyempurnakannya dengan melahirbarukan umat pilihan-Nya sehingga mereka dapat percaya di dalam Kristus. Kita menjadi anak-anak-Nya memang ketika Allah menjadi Bapa kita, tetapi itu terjadi bukan karena ketika kita beriman di dalam Kristus. Iman di dalam Kristus hanyalah respon manusia pilihan-Nya terhadap anugerah Allah. Kita menjadi anak-anak-Nya murni karena adanya kedaulatan pemilihan Allah sebelum dunia dijadikan (predestinasi). Tanpa anugerah dan kedaulatan pemilihan Allah sebelum dunia dijadikan, mustahil kita bisa beriman di dalam Kristus. Itulah berita pengajaran Alkitab yang dimengerti dari sudut pandang theologia Reformed yang konsisten !
Kedua, memang tidak semua orang adalah anak-anak Allah meskipun semua manusia diciptakan oleh Allah. Menjadi anak-anak Allah memang harus dilahirkan kembali. Tetapi dilahirkan kembali ini bukan atas inisiatif manusia seperti pengajaran Warren yang lagi-lagi mengutip 1 Petrus 1:3b versi lain yang arti sebenarnya tidak demikian. 1 Petrus 1:3 menurut Terjemahan Baru (TB), “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan,” BIS mengartikannya, “Marilah kita bersyukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus! Ia sangat mengasihani kita, itu sebabnya Ia memberikan kepada kita hidup yang baru, dengan menghidupkan kembali Yesus Kristus dari kematian. Ini memberikan kita harapan yang kokoh.” dan KJV menerjemahkannya, “Blessed be the God and Father of our Lord Jesus Christ, which according to his abundant mercy hath begotten us again unto a lively hope by the resurrection of Jesus Christ from the dead,” Tidak ada satu pengertian yang bisa ditafsirkan bahwa Allah memberi kita kesempatan untuk dilahirkan kembali. Ini jelas pengajaran yang ngawur ! Kalau Allah memberi kita kesempatan untuk dilahirkan kembali, maka berarti kita yang menentukan kapan kita mau dan ingin dilahirkan kembali dan bukan Allah yang menentukan, ini jelas salah dan melawan kedaulatan Allah serta meninggikan manusia yang hendak menyaingi takhta kedaulatan-Nya ! Lalu, kalau Warren menyuruh kita membandingkan dengan Roma 8:15-16, maka kedua ayat ini juga berbicara hal yang sama bahwa Roh Kudus menjadikan kita anak-anak Allah (atau dengan kata lain Roh Kudus melahirbarukan kita), bukan kita yang ingin dilahirkan kembali ! Karena di titik awal, Warren menganut theologia Arminian, maka tidak heran, selanjutnya ia mengajarkan, “Undangan untuk menjadi bagian dari keluarga Allah bersifat universal (Markus 8:34 ; Kisah 2:21 ; Roma 10:13 ; 2 Petrus 3:9 ; AITB),...” Semua ayat Alkitab yang Warren kutip ini dilepaskan dari konteksnya dan memang itulah ciri khas Warren yang suka mengutip ayat Alkitab tanpa memperhatikan konteks, latar belakang kitab dan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya (metode eisegese). Roma 10:13, “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.” Seperti yang sudah ditekankan oleh Pdt. Dr. Stephen Tong dan Pdt. Yung Tik Yuk, S.Th., ayat 13 di dalam Roma 10 ini tidak berarti bahwa hanya cukup berseru kepada nama Tuhan, maka mereka diselamatkan. Itu “injil” palsu dan murahan! Lalu, mengapa Paulus menuliskan ayat ini ? Pdt. Dr. Stephen Tong dan Pdt. Yung Tik Yuk mengajarkan bahwa latar belakang penulisan kitab Roma adalah pada waktu itu jemaat-jemaat di kota Roma sedang mengalami penganiayaan dari kaisar Roma yang melarang orang-orang di Roma memanggil pribadi lain selain Kaisar sebagai Tuhan. Nah, dengan alasan itulah, Paulus menguatkan jemaat-jemaat di Roma untuk tetap menyebut Kristus sebagai Tuhan meskipun harus dibunuh pada waktu itu dan meskipun mereka harus dibunuh, mereka pasti diselamatkan. Pdt. Dr. Stephen Tong sudah mengatakan bahwa ayat ini sering dipakai oleh banyak hamba Tuhan Injili sebagai pedoman untuk memberitakan Injil, padahal latar belakang kitab ini sengaja tidak diperhatikan. Hal ini mirip dengan Rick Warren, suka mengutip ayat Alkitab tanpa melihat seluruh latar belakangnya.

Kemudian, Warren juga mengajarkan tentang manfaat-manfaat menjadi bagian keluarga Allah,
Saat Anda dilahirkan secara rohani ke dalam keluarga Allah, Anda diberi beberapa hadiah hari kelahiran yang mengagumkan : nama keluarga, keserupaan dengan keluarga, hak-hak istimewa keluarga, hubungan akrab keluarga, dan warisan keluarga !...
...
... Meliputi apakah warisan tersebut ? Pertama, kita akan bersama Allah selamanya. Kedua, kita akan diubah sepenuhnya menjadi seperti Kristus. Ketiga, kita akan dimerdekakan dari segala kesakitan, kematian, dan penderitaan. Keempat, kita akan diberi upah dan ditugaskan kembali dalam pelayanan. Kelima, kita akan mendapat bagian dalam kemuliaan Allah... Anda jauh lebih kaya daripada yang Anda sadari.
... warisan kekal Anda tidak ternilai, murni, tetap, dan dilindungi... (Warren, 2005, pp. 133-134).

Komentar saya :
Pandangan Warren ini tidak ada yang salah, tetapi kurang lengkap. Ketika ia berkata bahwa di dalam keluarga Allah, kita mendapatkan warisan atas janji-janji-Nya, ini benar dan sesuai dengan ajaran Alkitab. Tetapi perlu ditekankan bahwa warisan-warisan ini secara sempurna kita terima ketika Kristus datang kedua kalinya yaitu di dalam kekekalan. Sedangkan di dalam kesementaraan ini, kita masih perlu mengalami penderitaan, penganiayaan, dosa, dll. Dengan kata lain, seperti yang diajarkan oleh Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. di dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman, kita sedang hidup di dalam suatu ketegangan antara yang sudah dan yang belum (already and not yet). Kalau sesuatu belum terjadi dan belum kita terima, jangan menganggap bahwa kita sudah menerimanya. Itu ajaran “theologia” kemakmuran yang banyak dianut oleh mayoritas gereja Karismatik/Pentakosta karena tidak mengerti arti already and not yet, lalu mengatakan bahwa sebagai anak-anak “raja”, kita pasti kaya, sukses, berhasil, dll. Ini jelas bukan ajaran Alkitab ! Alkitab mengajarkan bahwa semua warisan janji-janji Allah akan kita nikmati BUKAN pada waktu kita hidup di dunia sekarang ini, tetapi kesempurnaan warisan tersebut kita nikmati di dalam kekekalan di bumi yang baru nanti.

Setelah itu, ia juga mengungkapkan tentang baptisan sebagai lambang hubungan dalam keluarga Allah,
...
Baptisan bukanlah suatu upacara pilihan, yang bisa ditunda. Baptisan mempunyai makna masuknya Anda dalam keluarga Allah...
...
... baptisan melambangkan tujuan Allah yang kedua bagi kehidupan Anda : yaitu mengambil bagian dalam persekutuan keluarga kekal Allah.
Baptisan penuh dengan makna. Baptisan Anda menyatakan iman Anda, menyatakan penguburan dan kebangkitan Kristus, melambangkan kematian Anda terhadap kehidupan lama Anda, dan mengumumkan kehidupan baru Anda di dalam Kristus...
Baptisan tidak menjadikan Anda anggota keluarga Allah ; hanya iman di dalam Kristus yang mengerjakan hal itu. Baptisan menunjukkan bahwa Anda adalah bagian dari keluarga Allah...
Dalam Perjanjian Baru, orang-orang dibaptis begitu mereka percaya...

Komentar saya :
Memang benar bahwa baptisan hanya sekedar lambang atau tanda di mana kita menjadi anggota keluarga Allah. Hal ini juga diajarkan dalam Katekismus Singkat Westminster pasal 94 yang menjawab pertanyaan “Apakah baptisan itu ?” dengan jawaban, “Sakramen baptisan adalah pembasuhan dengan air di dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, yang merupakan sebuah tanda dan meterai bahwa kita dipersatukan dengan Kristus, bahwa kita menerima manfaat-manfaat dari kovenan anugerah, dan bahwa kita terikat menjadi milik Tuhan.” (Meade, 2004, p. 419). Baptisan tidak pernah menyelamatkan, hanya sebagai tanda seseorang diterima menjadi bagian dalam keluarga Allah. Yang menjadikan kita anggota keluarga Allah memang adalah iman di dalam Kristus, tetapi iman tersebut seharusnya dijelaskan bahwa itu adalah anugerah/pemberian Allah kepada umat pilihan-Nya. Sehingga yang menjadikan kita sebagai anggota keluarga Allah murni adalah anugerah Allah yang memberikan iman kepada umat pilihan-Nya.

Terakhir, Warren juga menjelaskan tentang hak istimewa terbesar bagi kehidupan,
... Anda adalah bagian dari keluarga Allah, dan karena Yesus menjadikan Anda kudus, Allah bangga akan Anda ! Masuk dalam keluarga Allah merupakan kehormatan tertinggi dan hak istimewa terbesar yang bisa pernah Anda terima... (Warren, 2005, p. 135).

Komentar saya :
Memang benar bahwa kita adalah bagian dari keluarga Allah karena Kristus menjadikan kita kudus. Tetapi yang menguduskan kita bukan hanya Kristus, tetapi kelahiran baru yang Roh Kudus kerjakan. Hal ini sesuai dengan seluruh berita pengajaran Alkitab. Misalnya, untuk menjelaskan status kita sebagai anak Allah yang telah mengalahkan dunia, Rasul Yohanes mengajarkan prinsip dan alasannya, “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah. Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah kebenaran.” (1 Yohanes 5:6). Demikian pula Paulus juga mengajarkan kepada Titus, “Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita.” (Titus 3:4-7). Kalau Allah telah menguduskan kita, apakah berarti Allah bangga dengan kita seperti yang Warren ajarkan ? TIDAK. Kalau Allah bangga dengan kita, “seolah-olah” mengajarkan bahwa kita ini cukup layak di hadapan-Nya, karena Allah mau menguduskan kita. Ini bukan ajaran Alkitab. Rasul Paulus dengan jelas mengajarkan konsep anugerah dengan tegas, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Efesus 2:8-9). Ketika kita dikuduskan terus-menerus oleh pekerjaan Roh Kudus, bersyukurlah karena anugerah Allah boleh tiba pada diri kita yang sebenarnya tidak layak mendapatkannya. Belajarlah bersyukur atas anugerah Allah dengan mempertanggungjawabkan apa yang telah Ia anugerahkan kepada kita demi kemuliaan-Nya saja.

Bab 17 : KETIKA ALLAH TERASA JAUH ?? (Analisa Terhadap Bab 14 Buku Rick Warren)

Bab 17
Ketika Allah Terasa Jauh ??


Pada bab 17 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari keempatbelas dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.

Pada halaman 121-124, Warren mengajarkan bahwa Allah terkadang menyembunyikan wajah-Nya dari kita ketika kita berada di dalam penderitaan dengan maksud untuk mendewasakan iman kita. Lalu, bagaimana kita dapat tetap memandang Yesus bila kita sedang di dalam penderitaan ?
Pada halaman 124, ia mengajarkan,
Katakan kepada Allah secara persis apa yang Anda rasakan. Curahkan isi hati Anda kepada Allah. Keluarkan semua emosi yang Anda rasakan... Allah bisa menangani kebimbangan, kemarahan, ketakutan, kesedihan, kebingungan, dan keraguan Anda.
Tahukah Anda bahwa mengakui keputusasaan Anda kepada Allah bisa merupakan pernyataan iman ? Mempercayai Allah tetapi sekaligus merasa putus asa membuat, Daud menulis, “Aku percaya, maka aku berkata, ‘Aku sangat tertindas !’” (Mazmur 116:10 ; New Century Version) Ini kedengarannya seperti suatu kontradiksi : aku percaya Allah, tetapi aku hancur ! Keterbukaan Daud sebenarnya menunjukkan iman yang dalam : Pertama, dia percaya kepada Allah. Kedua dia percaya bahwa Allah akan mendengar doanya. Ketiga, dia percaya bahwa Allah akan membiarkannya mengatakan apa yang dia rasakan dan tetap mengasihinya.
Pusatkan perhatian pada keberadaan Allah, sifat-Nya yang tidak berubah... Ingatkan diri Anda tentang apa yang Anda tahu benar untuk selama-lamanya mengenai Allah : Dia baik, Dia mengasihi saya, Dia menyertai saya, Dia mengetahui apa yang saya alami, Dia peduli, dan Dia memiliki rencana yang baik bagi kehidupan saya... (Warren, 2005, pp. 124-125).

Komentar saya :
Pertama, cara yang dipakai oleh Warren dengan mencurahkan isi hati kita kepada Allah dan memusatkan perhatian pada keberadaan Allah, sifat-Nya yang tidak berubah adalah cara psikologi menyembuhkan luka batin seseorang. Itu sama sekali bukan ajaran Alkitab, melainkan ajaran psikologi, yaitu Inner Healing (Kesembuhan Batin) !
Berikut ini adalah penjelasan dari Ir. Herlianto, M.Th. tentang inner healing dan bahayanya,
Dalam Inner Healing dipercaya bahwa penebusan Yesus belum melepaskan manusia secara total, sebab kita masih mewarisi sisa-sisa dosa dan luka batin & fikiran khususnya trauma masa kecil atau disebabkan oleh gangguan roh, itu harus dibersihkan seluruhnya dari diri seseorang dan dianggap hanya dapat dilepaskan melalui pelayanan penyembuhan batin (inner healing) atau penyembuhan ingatan (the healing of the memories). Praktek penyembuhan batin didasarkan kenyataan bahwa banyak orang Kristen masih hidup dengan batin yang sakit karena pengalaman traumatis masa lalu, dan biasanya dianggap karena pelaku belum menghayati arti pengampunan Yesus Kristus, sehingga belum bisa mengampuni yang berakibat timbulnya trauma luka batin. Penyembuhan batin dilakukan dalam tiga langkah, (1) 'konselor mencari peristiwa masalalu yang mendatangkan trauma luka batin pada klien', (2) 'klien diajak membayangkan Yesus atau tokoh spiritual lain untuk hadir dan mengampuni situasi yang menyakitkan itu', dan (3) 'doa pengucapan syukur dipanjatkan untuk kesembuhan batin itu.' Francis MacNutt mengatakan:
"Secara sederhana, ide dibalik inner healing adalah bahwa kita dapat meminta Kristus untuk berjalan balik ke masa silam dimana kita terluka dan membebaskan kita dari bekas luka itu pada masa kini." (Healing, h.186)
Kelihatannya maksud penyembuhan di atas baik karena memang Yesus datang untuk mendatangkan kesembuhan & pengampunan. Yang dipersoalkan adalah dalam mencapai tujuan itu, inner healing mengajarkan metoda 'membayangkan/memvisualisasikan pembimbing spiritual (spirit guide yang bisa Yesus atau tokoh lain) yang dijadikan obat penyembuh,' ini praktek umum di kalangan perdukunan/okultisme, bahkan sering luka batin itu dicari jejaknya pada masa kecil, di dalam kandungan, atau dalam kehidupan sebelumnya. Ini jejak reinkarnasi Hinduisme & Buddhisme yang bercampur baur dengan psikoterapi/psikoanalisis.
(http://www.yabina.org)

Kedua, keputusasaan kita kepada Allah menurut Warren bisa merupakan pernyataan iman adalah pandangan yang tidak bertanggungjawab apalagi mengutip Mazmur 116:10 terjemahan New Century Version (NCV) yang arti aslinya tidak demikian. Mazmur 116:10 dari King James Version (KJV) menerjemahkan, “I believed, therefore have I spoken: I was greatly afflicted:”, versi Terjemahan Baru (TB), “Aku percaya, sekalipun aku berkata: "Aku ini sangat tertindas."”, Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) mengartikannya, “Aku tetap percaya, sekalipun aku berkata, "Aku sangat tertekan."” dan terakhir, English Standard Version (ESV) mengungkapkan, “I believed, even when I spoke, "I am greatly afflicted";” Dari kutipan versi NCV ini dan tafsiran Warren membuktikan bahwa Warren meskipun tinggal di Amerika Serikat ternyata tidak memahami grammar Inggris dengan bertanggungjawab. Perhatikan. KJV menerjemahkan, “I believed, therefore have I spoken: I was greatly afflicted:” Kata therefore memang berarti oleh karena itu, tetapi jika digabungkan dengan pernyataan di dalam KJV ini jelas artinya lain. Kalau therefore harus diartikan oleh sebab itu, mengapa di dalam KJV kalimat setelah therefore menggunakan present perfect tense ? Saya lebih memilih terjemahan BIS, TB dan ESV karena ketiga versi terjemahan ini lebih tepat. Arti sebenarnya dalam ayat ini adalah aku percaya meskipun/sekalipun aku berkata bahwa aku sangat tertindas. Jadi, pemazmur hendak menyampaikan bahwa meskipun dirinya berada di dalam penderitaan, dia tetap beriman di dalam-Nya. Itu arti sebenarnya, bukan wujud iman adalah mencetuskan keputusasaan. Ini jelas berkontradiksi, seperti anggapan Warren sendiri. Kalau benar keputusasaan kepada Allah merupakan pernyataan iman, mengapa Paulus meskipun di dalam penderitaan tidak pernah mengeluh akan penderitaannya, malahan berkata, “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” (2 Timotius 1:12) ? Kalau pandangan Warren benar, mengapa Paulus tidak mengeluh dan berputusasa sebagai wujud imannya meskipun harus menderita ? Marilah kita membangun suatu doktrin jangan dari satu peristiwa Alkitab, tetapi harus diintegrasikan dengan seluruh berita Alkitab. Itu namanya menafsirkan Alkitab dengan bertanggungjawab !

Ia juga mengatakan poin kedua,
Percaya bahwa Allah menepati janji-janji-Nya. Selama masa kekeringan rohani, Anda harus dengan sabar bersandar pada janji-janji Allah, bukan pada emosi Anda, dan menyadari bahwa Dia sedang membawa Anda pada tingkat kedewasaan yang lebih dalam. Suatu persahabatan yang berdasarkan emosi pastilah dangkal.
... Keadaan tidak dapat mengubah karakter Allah. Kasih karunia Allah tetap dalam kekuatan penuh ; Allah tetap memihak Anda, meskipun Anda tidak merasakannya... (Warren, 2005, p. 125).

Komentar saya :
Keadaan memang tidak dapat mengubah karakter Allah dan anugerah Allah tetap dalam kekuatan penuh melimpah di dalam kita. Tetapi ini tidak berarti bahwa Allah memihak kita. Allah memihak kita “seolah-olah” berarti Allah “membutuhkan” kita dan kita lah yang diperlukan, dan bukan Allah. Ini jelas bukan ajaran Alkitab. Allah memang menjaga dan memelihara kita di dalam penderitaan sehingga kita tidak akan sampai murtad, tetapi tidak berarti Allah memihak kita. Pemeliharaan Allah menunjukkan kedaulatan-Nya, bukan membuktikan kebutuhan-Nya akan manusia ! Pemeliharaan Allah juga bukan berarti kita lepas tanggung jawab. Pemeliharaan Allah mengakibatkan kita semakin mengandalkan-Nya. Lalu, bagaimana dengan Roma 8:31, di mana Paulus berkata, “...Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” ? Jangan mencoba menafsirkan ayat ini lalu dicocok-cocokkan dengan ide Warren. Perhatikan ayat ini berkaitan dengan pemeliharan Allah dalam keselamatan, di mana Ia memelihara kita sampai akhir dan ayat ini jelas berpusat kepada kedaulatan Allah saja.

Pada poin terakhir, ia mengungkapkan,
Ingatlah apa yang telah Allah kerjakan bagi Anda. Seandainya Allah tidak pernah melakukan hal lain apapun bagi Anda, Dia tetap layak menerima pujian Anda selama sisa hidup Anda karena apa yang telah Yesus lakukan bagi Anda di atas kayu salib. Anak Allah mati bagimu ! Inilah alasan terbesar untuk menyembah.
...
Yesus memberikan segalanya agar Anda bisa memiliki segalanya. Dia mati supaya Anda bisa hidup selamanya... (Warren, 2005, pp. 126).


Komentar saya :
Tidaklah salah bila Warren mengatakan bahwa Yesus memberikan segalanya agar kita juga bisa memiliki segalanya. Pernyataan ini hanya boleh dimengerti ketika kita mengerti bahwa kita memiliki segalanya dari Allah, oleh Allah, di dalam Kristus dan bagi kemuliaan-Nya. Jangan menafsirkan lebih dari pada itu. Kita bisa memiliki segalanya (dalam arti dibenarkan dan dibebaskan dari dosa) karena kebenaran Kristus dilimpahkan kepada kita sehingga kita dapat dibenarkan karena Kristus telah membenarkan kita dari dosa. Puji Tuhan ! Kristus telah menyatakan kebenaran ini kepada kita di dalam firman-Nya.

Bab 16 : PENYEMBAHAN YANG MENYENANGKAN ALLAH ?? (Analisa Terhadap Bab 13 Buku Rick Warren)

Bab 16
Penyembahan yang Menyenangkan Allah ??




Pada bab 16 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari ketigabelas dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.

Pada halaman 113, Warren mengungkapkan,
Allah menginginkan segenap diri Anda.
Dia meminta segenap hati Anda, segenap jiwa Anda, segenap akal budi Anda, dan segenap kekuatan Anda. (Warren, 2005, p. 113)

Komentar saya :
Allah yang dimengerti oleh Warren adalah Allah yang “menginginkan” seluruh hidup manusia. Ini benar. Allah memang tidak suka bila kita sebagai anak-anak-Nya hidup setengah hati, oleh karena itu seluruh hidup kita harus dipersembahkan kepada-Nya, karena kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kata “menginginkan” pada pernyataan, “Allah menginginkan segenap diri Anda.” terkesan agak sedikit aneh bagi saya. Mengapa ? Karena seolah-olah Allah benar-benar menginginkan manusia untuk berkorban bagi-Nya, jika tidak, Ia bisa sakit hati, lalu “bunuh diri”. Itu bukan Allah kita. Allah kita bukan saja “menginginkan”, tetapi mengharuskan kita sebagai anak-anak-Nya. Apakah kata “mengharuskan” terkesan memaksa ? TIDAK ! Allah tidak pernah memaksa manusia, tetapi Allah selalu mendorong manusia (anak-anak-Nya) bertindak sesuatu untuk memuliakan-Nya. Ketika Allah Roh Kudus bekerja di dalam hati anak-anak-Nya untuk memiliki kehendak baik untuk berbuat bagi kemuliaan-Nya, itu semata-mata karena anugerah Allah saja, dan dorongan itu hanya bisa dikerjakan di dalam hati anak-anak atau umat pilihan-Nya. Kalau kita berbuat baik, bersyukurlah, karena Allah lah yang mengerjakan segala sesuatu termasuk keinginan untuk berbuat baik bagi kemuliaan-Nya sendiri (Filipi 2:13). Perbuatan baik kita keluar sebagai respon yang bertanggungjawab dari iman kita yang bertanggungjawab pula demi kemuliaan-Nya.

Selanjutnya, ia mengajarkan tentang empat karakteristik tentang jenis penyembahan yang menyenangkan Allah,
Allah senang bila penyembahan kita tepat. Orang sering kali ... menyampaikan gagasan mereka tentang jenis Allah yang ingin mereka sembah. Tetapi kita tidak bisa sekadar menciptakan sendiri gambar yang menyenangkan... tentang Allah dan menyembahnya. Itu merupakan penyembahan berhala.
Penyembahan harus didasarkan pada kebenaran Alkitab, bukan pendapat kita mengenai Allah.
“Menyembah dalam kebenaran” (Yohanes 4:23) berarti menyembah Allah sebagaimana Dia dinyatakan dalam Alkitab (Warren, 2005, pp. 113-114).

Komentar saya :
Pandangan Warren dalam hal ini benar, karena banyak orang “Kristen” mencoba mendefinisikan Allah dengan pengertian yang tidak bertanggungjawab dan menyimpang dari Alkitab, misalnya Allah yang selalu pasti memberkati, dll. Itu sama sekali bukan ajaran Alkitab. Alkitab berkata bahwa Allah itu Mahakudus, Mahakasih, Mahaadil, Mahabijaksana, Mahatahu dan Kekal. Penyembahan kepada Allah harus didasarkan pada atribut-atribut Allah ini, sehingga penyembahan kita kepada-Nya bukan sekedar penyembahan secara teori, tetapi benar-benar mengerti siapa yang kita sembah.
Lalu, Warren tepat ketika ia berkata bahwa menyembah dalam kebenaran berarti menyembah Allah sebagaimana yang dinyatakan di dalam Alkitab. Allah yang diajarkan oleh Alkitab tentu berbeda dengan konsep “Allah” yang banyak diajarkan oleh dunia postmodern yang gila ini, di antaranya mereka memiliki konsep “Allah” yang “kasih” sehingga “Ia” tidak akan menghukum mereka yang tidak percaya di dalam Kristus. Itu “Allah” yang sedang diberitakan oleh dunia kita, tetapi hal demikian ditentang oleh Alkitab. Alkitab berbicara dengan jelas bahwa Allah yang Mahakasih, juga Mahaadil, Mahakudus, Mahakuasa, Mahatahu, Kekal dan Mahabijaksana. Semua atribut-atribut Allah ini tidak boleh dilepaskan satu dengan yang lain. Lebih lanjut, Albert Barnes dalam Albert Barnes’ Notes on the Bible menyimpulkan tafsirannya terhadap “menyembah dalam kebenaran” dengan pernyataan, “In the true way of direct access to God through Jesus Christ.” (=di dalam jalan yang benar akan jalan masuk secara langsung kepada Allah melalui Yesus Kristus.) Demikian pula dengan tafsiran Geneva Bible Translation Notes yang mengatakan bahwa ketika Kristus berbicara tentang “dalam kebenaran” berarti itu menunjuk kepada diri-Nya yang menjadi penggenap dari nubuat Perjanjian Lama.

Setelah itu, ia memaparkan poin kedua dari empat karakteristik penyembahan yang menyenangkan Allah,
Allah senang bila penyembahan kita bersifat otentik. Ketika Yesus berkata Anda harus “menyembah dalam roh,” Dia bukan menunjuk pada Roh Kudus, tetapi pada roh Anda. Diciptakan menurut gambar Allah, Anda adalah roh yang berdiam di dalam satu tubuh, dan Allah merancang roh Anda menanggapi Roh Allah.
...
Karena penyembahan meliputi keadaan senang akan Allah, penyembahan melibatkan emosi Anda. Allah memberi Anda emosi sehingga Anda bisa menyembah-Nya dengan perasaan yang dalam, tetapi emosi-emosi tersebut haruslah sungguh-sungguh, bukanlah pura-pura.
... Penyembahan yang menyenangkan Allah sangat berkaitan dengan emosi dan doktrin.
Sekarang ini banyak orang yang menyamakan rasa tergerak oleh musik dengan rasa tergerak oleh Roh, padahal ini tidaklah sama...
Orang-orang Kristen sering kali berbeda tentang cara yang paling tepat atau otentik untuk mengekspresikan pujian kepada Allah, tetapi pendapat-pendapat ini biasanya hanya menunjukkan perbedaan kepribadian dan latar belakang. Banyak bentuk pujian disebutkan di dalam Alkitab, di antaranya membuat pengakuan, menyanyi, bersorak, berdiri sebagai penghormatan, berlutut, menari, membuat sorak sukacita, bersaksi, memainkan alat-alat musik, dan mengangkat tangan (Ibrani 13:15 ; Mazmur 7:17 ; Ezra 3:11 ; Mazmur 149:3 ; 150:3 ; Nehemia 8:6 (AITB)). Gaya penyembahan terbaik adalah penyembahan yang secara paling otentik menunjukkan kasih Anda kepada Allah, berdasarkan latar belakang dan kepribadian yang Allah berikan kepada Anda.
...
Dalam bukunya Sacred Pathways, Gary Thomas menyebut sembilan cara orang-orang mendekat kepada Allah : Kaum Naturalis sangat terinspirasi untuk mengasihi Allah di luar gedung, dengan latar belakang yang alami. Kaum Sensate mengasihi Allah dengan indera (senses) mereka yang menghargai ibadah penyembahan yang indah yang melibatkan pandangan, pengecap, penciuman, dan sentuhan mereka, bukan hanya telinga mereka. Kaum tradisionalis semakin dekat dengan Allah melalui upacara-upacara, liturgi-liturgi, simbol-simbol, dan struktur-struktur yang tidak berubah. Kaum Askese lebih suka mengasihi Allah dalam kesunyian dan kesederhanaan. Kaum Aktivis mengasihi Allah lewat tindakan melawan kejahatan, memerangi ketidakadilan, dan bekerja untuk menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik. Kaum Pemerhati mengasihi Allah dengan mengasihi sesama dan memenuhi kebutuhan mereka. Kaum Antusias mengasihi Allah melalui perayaan. Kaum Kontemplatif (Meditatif) mengasihi Allah lewat pemujaan. Kaum Intelektual mengasihi Allah dengan belajar melalui pikiran-pikiran mereka.
Tidak ada satu pendekatan “yang cocok untuk semua ukuran orang” dalam menyembah dan bersahabat dengan Allah. Satu hal yang pasti : Anda tidak mendatangkan kemuliaan bagi Allah dengan mencoba menjadi orang yang Allah tidak pernah maksudkan untuk menjadikan Anda seperti itu. Allah ingin agar Anda menjadi diri Anda sendiri : “Itulah orang-orang yang Bapa cara : yakni orang-orang yang menjadi diri sendiri secara apa adanya dan jujur di hadapan Dia dalam penyembahan mereka.” (Yohanes 4:23 ; The Message).

Komentar saya :
Saya akan memberikan komentar terhadap pernyataan-pernyataan yang digarisbawahi pada setiap paragraf.
Pertama, “menyembah dalam roh” memang benar seperti yang Warren katakan bukan berarti menyembah dalam Roh Kudus. Perhatikan terjemahan Yohanes 4:23 dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), “Tetapi waktunya akan datang, malahan sudah datang, bahwa dengan kuasa Roh Allah orang-orang akan menyembah Bapa sebagai Allah yang benar seperti yang diinginkan Bapa.” “Menyembah dalam roh” memang tidak berarti menyembah dalam Roh Kudus, lalu oleh beberapa gereja Karismatik/Pantekosta ditafsirkan bahwa itu artinya menyembah dengan menggunakan bahasa roh. Itu tafsiran sesat ! “Menyembah dalam roh” artinya dengan kuasa Roh Kudus kita sebagai anak-anak-Nya dimampukan menyembah-Nya dengan segenap hati/jiwa kita. Matthew Henry dalam Matthew Henry’s Concise Commentary menafsirkannya, “The spirit or the soul of man, as influenced by the Holy Spirit, must worship God, and have communion with him.” (=roh atau jiwa manusia, yang dipengaruhi oleh Roh Kudus, harus menyembah Allah, dan memiliki persekutuan dengan-Nya). Dengan kata lain, Roh Kudus memimpin anak-anak-Nya untuk bersekutu dan memuliakan-Nya dengan segenap jiwa mereka. Kata “roh” ini juga bisa berarti pikiran, dengan kata lain menyembah Allah pun bisa juga dengan menggunakan pikiran yang sudah dikuduskan oleh kebenaran Allah di dalam firman-Nya.
Kedua, Warren benar ketika mengungkapkan, “Penyembahan yang menyenangkan Allah sangat berkaitan dengan emosi dan doktrin.” Penyembahan tidak hanya terkait pada rasa emosional yang menggebu-gebu, tetapi juga meliputi aspek doktrinal. Tetapi Warren meletakkan doktrin setelah emosi, “seolah-olah” emosi lah yang menuntun doktrin di dalam sebuah penyembahan. Ini jelas salah. Di dalam penyembahan sejati, doktrin atau ajaran yang beres sesuai dengan Alkitab lah yang menuntun emosi kita sehingga emosi kita tidak dikuasai oleh iblis, tetapi dikontrol oleh pengertian doktrinal dan rasio kita. Emosi itu tidak salah, tetapi jika emosi itu tidak dikontrol akan sangat berbahaya dan menjadi liar, seperti yang terjadi di banyak gereja Karismatik/Pantekosta yang anti rasio, tetapi sambil berkata demikian sambil memakai rasio.
Ketiga, berkaitan dengan cara penyembahan kepada Allah, Warren berkata, “Banyak bentuk pujian disebutkan di dalam Alkitab, di antaranya membuat pengakuan, menyanyi, bersorak, berdiri sebagai penghormatan, berlutut, menari, membuat sorak sukacita, bersaksi, memainkan alat-alat musik, dan mengangkat tangan (Ibrani 13:15 ; Mazmur 7:17 ; Ezra 3:11 ; Mazmur 149:3 ; 150:3 ; Nehemia 8:6 (AITB)). Gaya penyembahan terbaik adalah penyembahan yang secara paling otentik menunjukkan kasih Anda kepada Allah, berdasarkan latar belakang dan kepribadian yang Allah berikan kepada Anda.” Semua ayat yang Warren kutip itu bukan berarti kita harus menggunakan cara-cara tersebut untuk menyembah Allah. Itu semua tergantung pada konteks budaya pada waktu itu. Konteks budaya yang berbeda mengakibatkan cara menyembah Allah bisa berbeda-beda pula, tetapi tidak berarti gaya penyembahan itu harus disesuaikan dengan latar belakang dan kepribadian yang Allah berikan kepada kita. Gaya penyembahan hanya memiliki satu karakteristik yaitu hanya untuk memuliakan Allah dengan pengertian yang bertanggungjawab. Tidak peduli banyak anak Tuhan dari latar belakang berbeda, prinsipnya hanya satu memuliakan Allah melalui firman-Nya. Dan lagi, perbedaan latar belakang dan kepribadian tidak mengindikasikan bahwa masing-masing orang itu berbeda dan terpisah dalam menyembah Allah, seperti yang Warren ajarkan dengan mengutip ajaran dari Gary Thomas yang membedakan sembilan cara orang mendekat kepada Allah. Dari kutipan ajaran dari buku Gary Thomas, Gary tidak benar-benar mengerti masing-masing arti, misalnya askese, dll. Askese itu berarti bertarak/menyiksa diri, dan tindakan ini dilatarbelakangi oleh filsafat dualisme dari Plato yang mengajarkan bahwa tubuh ini jahat dan jiwa ini baik, sehingga manusia harus terus-menerus bertarak/menyiksa diri (menyiksa tubuh) sehingga kita bisa mencapai kekekalan jiwa. Lalu, benarkah kaum Askese mengasihi Allah dalam kesunyian dan kesederhanaan ? Ini membuktikan Gary Thomas tidak mengerti filsafat dan sok tahu mengajar orang lain ! Apakah askese dibenarkan oleh Alkitab ? Dari dasarnya sudah salah, bagaimana kaum askese bisa menyembah Allah ?! Askese jelas TIDAK dibenarkan oleh Alkitab, karena Alkitab mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia itu segambar dan serupa dengan-Nya, dengan kata lain tubuh, jiwa dan seluruh keberadaan kita (psikosomatis) adalah baik, meskipun telah rusak akibat dosa. Lalu, apa bedanya askese dengan menyangkal diri ? Perbedaan ini terletak pada perbedaan dasar yang mendasari kedua tindakan ini. Kalau askese didasari oleh motivasi ingin membunuh tubuh yang jahat dan segera mencapai kekekalan jiwa yang baik, sedangkan menyangkal diri didasari oleh motivasi ingin memuliakan Allah baik melalui tubuh dan jiwa (seluruh keberadaan kita sinkron dengan kehendak-Nya). “Kesembilan cara yang berbeda menurut Gary Thomas ini” yang benar sebenarnya bukan terpisah, tetapi harus dikerjakan oleh satu orang. Orang Kristen sejati bukan orang Kristen yang terpisah-pisah, misalnya kalau mereka adalah kaum intelektual Kristen maka harus mengasihi Allah dengan belajar melalui pikiran mereka, lalu tidak mempedulikan ketidakadilan, dll. TIDAK. Semua orang Kristen harus mengerjakan apa yang Allah mau di dalam setiap kehidupan baik politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dll untuk kemuliaan Allah (mandat budaya).
Keempat, menurut Warren, di dalam penyembahan, Allah menginginkan kita menjadi diri sendiri. Lagi-lagi, ia mengutip Yohanes 4:23 versi terjemahan The Message, “Itulah orang-orang yang Bapa cara : yakni orang-orang yang menjadi diri sendiri secara apa adanya dan jujur di hadapan Dia dalam penyembahan mereka.” padahal ayat ini tidak berarti demikian. Yohanes 4:23 versi King James Version menerjemahkan, “But the hour cometh, and now is, when the true worshippers shall worship the Father in spirit and in truth: for the Father seeketh such to worship him.” dan versi Terjemahan Baru LAI mengartikannya, “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.” Tidak ada satu katapun yang dapat ditafsirkan bahwa Allah menghendaki kita menjadi diri sendiri secara apa adanya dan jujur di hadapan-Nya dalam penyembahan kita. Pernyataan, “Allah ingin agar Anda menjadi diri Anda sendiri :...” adalah mirip dengan ide humanisme yang mengajarkan bahwa kita harus menjadi diri kita sendiri. Benarkah demikian ? Di satu sisi, ada benarnya, karena Allah menciptakan masing-masing kita unik, tetapi di sisi lain, ajaran ini berbahaya, karena Alkitab yang sama mengajarkan bahwa kita harus meneladani Kristus (Yohanes 13:15 ; 1 Petrus 2:21) dan rasul-Nya, Paulus (1 Korintus 4:6 ; 2 Tesalonika 3:17). Hal yang sama juga terjadi di dalam penyembahan bahwa kita pun harus meneladani Kristus yang menyembah Allah dengan menggenapkan seluruh kehendak Bapa untuk Ia lakukan.

Lalu, pada poin ketiga dari empat karakteristik penyembahan tersebut, ia mengungkapkan,
Allah senang bila penyembahan kita melibatkan akal budi. Allah tidak senang jika orang menyanyikan lagu-lagu tanpa pikiran, memanjatkan doa-doa klise yang rutin, atau mengucapkan “Puji Tuhan,” secara sembarangan karena kita tidak bisa memikirkan hal lain untuk dikatakan pada saat itu. Jika penyembahan tidak melibatkan akal budi, penyembahan itu tidak bermakna. Anda harus melibatkan akal budi Anda.
Yesus menyebut penyembahan yang tanpa akal sebagai “pengulangan sia-sia.” (Matius 6:7 ; KJV) Bahkan istilah-istilah alkitabiah bisa menjadi klise-klise yang membosankan karena digunakan berulang-ulang, dan kita berhenti berpikir tentang maknanya... Itu sebabnya saya mendorong Anda untuk membaca Alkitab di dalam berbagai terjemahan dan parafrase. Hal ini akan memperluas ekspresi Anda dalam penyembahan.
...
Allah juga ingin agar pertemuan-pertemuan ibadah bersama kita menggunakan akal budi...
Sehubungan dengan hal ini, Allah menekankan agar ibadah penyembahan kita bisa dipahami oleh orang-orang yang belum percaya ketika mereka hadir dalam pertemuan-pertemuan ibadah kita... Peka terhadap orang-orang belum percaya yang menghadiri pertemuan-pertemuan ibadah Anda adalah perintah yang alkitabiah. Mengabaikan perintah ini merupakan ketidaktaatan dan ketiadaan kasih... (Warren, 2005, pp 116-118).

Komentar saya :
Pandangan Warren benar ketika ia mengajarkan bahwa penyembahan itu harus melibatkan unsur akal budi. Mengapa ? Karena akal budi juga diciptakan oleh Allah, jadi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memuliakan-Nya. Penyembahan yang tanpa akal budi adalah suatu kesia-siaan. Oleh karena itu, penyembahan sejati harus didasarkan pada kebenaran Alkitab yang memimpin rasio. Bagaimana kita dapat mengerti Alkitab supaya pengertian itu bisa menundukkan dan memimpin rasio kita kepada kebenaran ? Mengerti Alkitab adalah berusaha untuk menafsirkan dan menerjemahkan Alkitab ke dalam pengertian yang mendekati arti aslinya. Dengan kata lain, kita perlu membandingkan berbagai terjemahan Alkitab bahkan kalau perlu menyelidiki arti aslinya (Ibrani dan Yunani). Perbandingan terjemahan memang perlu tetapi motivasinya jelas hanya untuk memberikan kepada kita pengertian tentang kedaulatan, anugerah, dan kehendak-Nya lalu bagaimana kita dapat memuliakan-Nya dengan melaksanakan kehendak-Nya, bukan untuk memuaskan dan mencocok-cocokkan ide-ide “busuk” yang telah kita susun sebelum membaca Alkitab, misalnya, ide humanis, materialis, dll.

Terakhir, ia memaparkan karakteristik terakhir dari penyembahan yang menyenangkan Allah,
Allah senang bila penyembahan kita bersifat praktis. Alkitab berkata, “demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Roma 12:2) Mengapa Allah menginginkan tubuh Anda ? Mengapa Dia tidak berkata, “Persembahkan rohmu” ? Karena tanpa tubuh, Anda tidak bisa melakukan apapun di dunia ini. Dalam kekekalan, Anda akan menerima tubuh baru yang sudah disempurnakan dan lebih baik tetapi sementara Anda di dunia, Allah berkata, “Berikan kepada-Ku apa yang kamu miliki !” Dia hanyalah bersikap praktis dalam soal penyembahan.
...
... Nah, kita biasanya mengaitkan konsep “persembahan” dengan sesuatu yang mati, tetapi Allah ingin agar Anda menjadi persembahan yang hidup. Dia ingin agar Anda hidup bagi Dia !
...
... Anda tidak mungkin meninggikan Allah dan diri Anda sendiri pada saat yang bersamaan. Anda tidak menyembah untuk dilihat oleh orang lain atau untuk menyenangkan diri Anda sendiri. Anda dengan sadar memindahkan fokus dari diri Anda sendiri.
Ketika Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu dengan segenap kekuatanmu” Dia menunjukkan bahwa penyembahan membutuhkan usaha dan tenaga....
Ketika Anda memuji Allah meskipun Anda tidak merasa ingin melakukannya, ketika Anda bangun untuk beribadah saat Anda letih, atau ketika Anda menolong orang lain saat Anda lelah, Anda mempersembahkan kurban penyembahan kepada Allah. Ini menyenangkan Allah.
Matt Redman, seorang pemimpin penyembahan di Inggris, bercerita bagaimana gembala sidangnya mengajar gerejanya tentang makna sesungguhnya dari penyembahan. Untuk menunjukkan bahwa penyembahan lebih dari sekadar musik, sang gembala sidang melarang semua nyanyian di dalam ibadah mereka untuk beberapa waktu sementara mereka belajar menyembah dengan cara lain...
Inti masalahnya adalah masalah hati. (Warren, 2005, pp 118-119).

Komentar saya :
Pertama, penyembahan menurut Warren bersifat praktis, karena Roma 12:1 mengajarkan bahwa Allah menghendaki kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah. Bagi saya, ini bukan praktis. Penyembahan memang urusan hati, tetapi bukan berarti selain hati, tidak usah dihiraukan. Itu salah. Di dalam gereja, misalnya, banyak orang “Kristen” beranggapan bahwa yang penting kita ke gereja memiliki hati yang bersih, lalu mereka menggunakan sandal jepit ketika ke gereja, kaos oblong, dll. Apakah itu beribadah dengan hati yang bersih ?! TIDAK ! Seorang Kristen yang berhati bersih adalah mereka yang seluruh tingkah laku dan keinginannya sesuai dengan hati yang sudah dikuduskan oleh Roh Kudus. Mereka yang memiliki hati yang bersih tentu tidak akan pergi ke gereja dengan menggunakan kaos oblong, sandal jepit, bahkan sengaja terlambat. Itu bukan cetusan dari hati yang bersih, tetapi hati yang busuk dengan topeng perkataan “rohani” : “yang penting hatinya”. Penyembahan tidak pernah praktis, tetapi holistic (menyeluruh), dari hati mempengaruhi pikiran lalu mempengaruhi perilaku, perkataan dan perbuatan kita.
Kedua, penyembahan menurut Warren memang perlu pengorbanan yang membutuhkan usaha dan tenaga. Tetapi ketika Warren berkata, “Ketika Anda memuji Allah meskipun Anda tidak merasa ingin melakukannya, ketika Anda bangun untuk beribadah saat Anda letih, atau ketika Anda menolong orang lain saat Anda lelah, Anda mempersembahkan kurban penyembahan kepada Allah. Ini menyenangkan Allah.”, hal ini jelas salah. Pernyataan ini jelas mengindikasikan bahwa penyembahan dilakukan dengan unsur keterpaksaan, bukan dengan unsur kerelaan hati. Allah menghendaki sikap penyembahan kita itu bukan terpaksa, tetapi dengan kerelaan hati. Allah muak dengan persembahan yang banyak, karena Ia tidak perlu “disogok” dengan persembahan yang bernilai besar. Allah hanya mau perasaan kerelaan hati kita dalam mempersembahkan segala sesuatu. Di dalam memberikan persembahan sukacita, Paulus memperingatkan, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. (2 Korintus 9:7).
Ketiga, penyembahan memang bukan sekedar musik, tetapi kita tidak boleh ekstrim lalu mulai menghilangkan unsur musik di dalam gereja meskipun untuk beberapa waktu untuk menyadarkan jemaat dalam menyembah Allah dengan cara lain. Itu ngawur. Jemaat perlu diajar untuk menyembah Allah dengan cara menjadi saksi Kristus di dalam kehidupan sehari-hari untuk memuliakan Allah. Itu namanya menyembah Allah. Kalau di dalam gereja, kita bisa menyembah-Nya dengan menggunakan musik-musik dan lagu-lagu Kristen yang bermutu dan sesuai dengan Alkitab. Kalau di gereja, untuk mengajarkan jemaat menyembah Allah dengan cara lain, lalu si gembala sidangnya menghilangkan unsur musik untuk beberapa waktu saja, pertanyaan yang muncul, dengan cara bagaimana jemaat menyembah Allah ? Kalau saya boleh menafsirkan, cara ini bisa jadi cara sesat, misalnya, berbahasa roh dengan cara mengeluarkan “roh” kita untuk menyembah-Nya (ini diajarkan oleh banyak worship leader di dalam banyak gereja-gereja Karismatik/Pantekosta, entah dengan motivasi apa di dalam gereja-gereja tersebut perlu dibedakan istilah song leader dengan worship leader), dll. Penyembahan kepada Allah bukan dengan cara tertentu, atau dengan media tertentu (meskipun itu juga perlu diperhatikan tetapi tidak mutlak), tetapi penyembahan kepada Allah berbicara mengenai bagaimana kita bisa menggenapkan Kerajaan Allah di dalam dunia yang berdosa ini seperti Kristus yang telah menggenapkan kehendak Bapa-Nya di dalam dunia ketika Ia berinkarnasi.

Seri Pengajaran Calvinisme-2 : PEMILIHAN TAK BERSYARAT ALLAH BAPA

PEMILIHAN TAK BERSYARAT ALLAH BAPA

oleh : Ev. Antonius Steven Un, S.Kom., M.Div.



Pendahuluan
Predestinasi adalah istilah teologi yang berarti Allah menetapkan memilih sebagian orang berdosa untuk diselamatkan dan menetapkan menolak/membiarkan sebagian lagi untuk dibinasakan. Predestinasi adalah pengajaran Alkitab. Sejumlah ayat yang dapat kita lihat adalah pertama, Yohanes 6:37-38. Dalam ayat ini, Tuhan Yesus menegaskan bahwa Ia datang ke dalam dunia bukan untuk melakukan kehendakNya tetapi untuk melakukan kehendak Bapa yakni untuk menebus mereka yang telah diberikan Bapa kepadaNya.

Kedua, Yohanes 15:16. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa bukan manusia yang memilih Allah tetapi Allah-lah yang memilih, mengevaluasi, menetapkan dan menguasai hidup manusia, menjadikannya anak-anak Tuhan. Ketiga, dalam Kisah Para Rasul 13:48 menegaskan bahwa manusia bisa percaya kepada Allah bukan karena bergantung perasaannya, bukan karena ia mau atau tidak mau, bukan karena ia untung atau rugi tetapi bahwa mereka yang telah ditetapkan Allah untuk hidup kekal akan percaya. Percaya adalah akibat dari penetapan Allah sebelum dunia dijadikan.

Akhirnya, ayat paling terkenal tentang Predestinasi adalah datangnya dari Efesus 1:4. Jelas bahwa pemilihan itu telah dilakukan Allah sebelum dunia dijadikan dan hal itu dilakukan bukan berdasarkan kekudusan manusia tetapi justru supaya manusia memperoleh kekudusan.


Prinsip-Prinsip tentang Predestinasi
Pertama, Predestinasi adalah ajaran Alkitab bukan penemuan baru/inovasi dari John Calvin atau teologi Reformed. Ada ratusan ayat yang menegaskan tentang konsep Predestinasi. Itu sebabnya, jika kita percaya konsep sola scriptura dan tota scriptura maka tidak bisa tidak kita harus membahas dan menerima pengajaran Alkitab tentang Predestinasi. Ada sebagian orang Kristen yang menolak membahas topik-topik tertentu dalam Alkitab dengan alasan bahwa hal itu menimbulkan polemik atau kontroversi. Tetapi jika Alkitab firman Allah maka kontroversi dan polemik bukan lah datang dari Alkitab tetapi dari tafsiran manusia. Alkitab sebagai firman Allah secara total harus dibaca, direnungkan dan ditaati secara utuh tanpa pilah-pilih ayat mana yang kita suka.

Kedua, kita harus mempelajari Predestinasi dengan sikap hati yang benar. Sikap hati yang salah adalah mendekati doktrin ini dengan rasa ingin tahu/kuriositas. Kuriositas tidak boleh menjadi alasan utama mempelajari kebenaran karena kebenaran dipelajari bukan sekedar untuk diketahui tetapi untuk ditaati dan merubah hidup kita. Sikap hati salah yang lain adalah mempelajari predestinas dengan cara spekulasi. Hal ini akan membawa kita jatuh ke dalam kesalahan-kesalahan yang banyak dan tidak seharusnya karena kita memikirkan sesuatu yang tidak dipikirkan Alkitab. Kita juga tidak boleh mendekati doktrin Predestinasi sekedar untuk debat kusir dan kepuasan intelektual. Bukan itu tujuannya. Sikap hati yang benar adalah kita mempelajari kebenaran ini dengan hati yang takut dan gentar di hadapan Allah, karena Allah membukakan rahasia besar kepada kita yang tidak layak ini, dengan merendahkan diri dan belajar untuk taat kepada Allah.

Ketiga, Predestinasi harus dipahami dalam konteks doktrin kerusakan total manusia berdosa. Tanpa konteks ini, kita akan salah mengerti doktrin ini dan menuding Allah yang bukan-bukan. Bahwa manusia sudah rusak total dalam dosa adalah pengajaran Alkitab dan telah kita bahas dalam khotbah tersendiri. Kerusakan total ini mengajarkan bahwa seluruh aspek hidup manusia tanpa kecuali telah tercemar oleh dosa. Doktrin dosa juga mengajarkan bahwa manusia berdosa telah mati secara rohani dan kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata. Kalau begini maka keselamatan tidak mungkin berasal dari usaha manusia. Juga tidak ada kelayakan apapun yang membuat manusia berhak mengklaim anugerah keselamatan dari Tuhan. Jika Tuhan berkehendak menyelamatkan manusia, hal itu tidak harus dan bukan merupakan kewajiban tetapi merupakan belas kasihan Tuhan, kemurahan hatiNya dan kerelaan kehendakNya.

Keempat, Predestinasi tidak mengenal Allah yang kejam dan mengerikan tetapi Allah yang berdaulat, penuh kasih dan keadilan. Bahwa Allah berdaulat total dan penuh memang adalah ciri Allah yang diajarkan Alkitab. Hal ini diajarkan dalam ribuan ayat mulai dari PL hingga PB. Allah tidak pernah lepas kontrol atas apapun termasuk atas alam dan setan seperti yang digambarkan dalam kitab Ayub. Tetapi hal ini tidak berarti Allah kejam dan mengerikan karena Allah adalah kasih dan keadilan. Allah mempunyai belas kasihan dan pengampunan bagi manusia berdosa. Buktinya, Ia dengan rela hati mau memilih sebagian manusia berdosa untuk diselamatkan. Bukti lain, Allah mau memberikan anugerah umum untuk dinikmati oleh orang jahat. Bahkan orang jahat dan diluar Kristus kerap menerima anugerah umum jauh lebih besar dari orang percaya.

Tetapi Allah juga adalah Allah yang adil sehingga Ia menghakimi dan mengadili setiap perbuatan manusia dengan adil dan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada manusia berdosa sesuai dengan besar kesalahannya. Terpujilah Tuhan.

Sumber :
http://griimalang.page.tl/Home.htm



Profil Ev. Antonius S. Un :
Ev. Antonius Steven Un, S.Kom., M.Div. adalah gembala sidang Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Malang yang menyelesaikan studi Sarjana Komputer (S.Kom.) di Universitas Bina Nusantara Jakarta dan Master of Divinity (M.Div.) di Institut Reformed, Jakarta. Beliau aktif melayani dalam Gerakan Reformed Injili di berbagai kota seperti Jakarta, Surabaya, Denpasar, Kupang, Yogyakarta dll. Beliau juga aktif menulis di koran seperti Kompas Jawa Timur dan SINDO (Seputar Indonesia) Sore Jabotabek.