29 June 2014

Resensi Buku-274: MURID RADIKAL YANG MENGUBAH DUNIA (Rev. DR. JOHN R. W. STOTT, C.B.E.)


“Misi” adalah salah satu kata yang sering diperdebatkan dalam Kekristenan. Ada yang menafsirkannya sebagai misi penginjilan, sedangkan yang lain menafsirkannya sebagai misi sosial. Apa kata Alkitab berkaitan dengan misi?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
CHRISTIAN MISSION IN THE MODERN WORLD
(MURID RADIKAL YANG MENGUBAH DUNIA)

oleh: Rev. DR. JOHN R. W. STOTT, C.B.E.

Prakata: Ajith Fernando, D.D.

Penerbit: Literatur Perkantas Jatim, Surabaya, 2013

Penerjemah: Tim Literatur Perkantas Jatim



Di dalam buku ini, Rev. Dr. John Stott mengajar kita tentang prinsip-prinsip misi yang Alkitabiah di zaman modern ini. Prinsip-prinsip tersebut terbagi menjadi 5 poin utama yang akan beliau jelaskan, yaitu: misi, penginjilan, dialog, keselamatan, dan konversi. Di poin 1, Dr. Stott menjelaskan bahwa misi Alkitabiah mencakup misi penginjilan dan misi sosial. Tidak ada dikotomi di antara keduanya. Meskipun tidak ada dikotomi antara misi penginjilan dan misi sosial, Dr. Stott tetap mengingatkan kita bahwa panggilan Kekristenan yang terpenting tetap adalah memberitakan Injil, maka di bab 2, Dr. Stott menjelaskan pentingnya penginjilan di dalam Kekristenan yang meliputi 5 unsur: peristiwa-peristiwa Injil (peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus yang historis sekaligus menentukan dan mendatangkan keselamatan), saksi-saksi Injil (pembuktian keaslian para pemberita Injil mula-mula yaitu para rasul), penegasan-penegasan dari Injil (otoritas Injil), janji-janji Injil (apa yang Kristus tawarkan sekarang dan yang memang Ia janjikan kelak bagi mereka yang percaya kepada-Nya), dan tuntutan-tuntutan Injil (yaitu bertobat). Kemudian, Dr. Stott menjelaskan bahwa penginjilan adalah pemberitaan Injil yang membawa orang kembali kepada Kristus dan men-Tuhan-kan-Nya. Penginjilan bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, termasuk salah satunya melalui dialog. Oleh karena itu, di bab 3, Dr. Stott menjelaskan natur dialog yang benar sesuai dengan Alkitab. Beliau mengajak kita kembali kepada pengajaran Alkitab tentang makna dialog yang sesungguhnya yaitu dialog yang menekankan berita Injil tanpa kompromi dan menolak metode dialog yang terlalu ekstrem yang mengompromikan Injil. Di bagian akhir bab ini, beliau memberi contoh dari beberapa misionaris tentang dialog dengan orang-orang non-Kristen: Hindu, Islam, dan sekuler. 
Di dalam dialog, kita mengajak orang-orang non-Kristen kembali kepada Kristus dan tunduk kepada-Nya. Itulah jalan keselamatan yang akan diuraikan oleh Dr. Stott di Bab 4. Keselamatan bukan hanya sekadar kesembuhan fisik atau pembebasan politik, tetapi yang terpenting adalah pembebasan manusia dari dosa. Itulah yang Alkitab ajarkan. Kemudian, Dr. Stott menjelaskan natur keselamatan yang merupakan proses yang terus berlanjut hingga kekekalan nantinya. Sebagaimana telah dibahas di bab 2, penginjilan bertujuan membawa sebanyak mungkin orang kembali kepada Kristus melalui konversi. Tema konversi ini dibahas Dr. Stott di bab 5. Meskipun banyak orang Kristen dan pemimpin gereja yang menolak konversi (yang diidentikkan dengan proselitisme—menarik masuk seorang yang telah beragama ke dalam agama lain), konversi tetap merupakan istilah yang penting di mana konversi dikaitkan dengan kelahiran baru. Ada 3 kaitan konversi dan kelahiran baru: regenerasi adalah tindakan Allah, sedangkan konversi adalah bagian manusia (kita bisa bertobat karena anugerah Allah); regenerasi adalah sesuatu yang terjadi tanpa kita sadari, sedangkan konversi umumnya disadari; dan regenerasi adalah karya Allah yang langsung jadi, sedangkan konversi adalah sebuah proses. Selain itu, inti dari konversi adalah mengajak orang-orang yang diinjili untuk menTuhankan Kristus dan bertobat, kemudian berpartisipasi di dalam keanggotaan gereja untuk bertumbuh, lalu bertanggung jawab di dalam hal-hal sosial dan budaya manusia, serta melihat karya Roh Kudus di dalam proses konversi. Biarlah buku ini dapat menjadi pedoman bagi kita untuk mengerti misi yang Alkitabiah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan Kristen kita sehari-hari.



Endorsement:
“Tidak ada penulis Injili yang dapat membuat upaya lebih cermat dengan jelas dan berimbang dibandingkan John Stott. Yang disampaikannya secara segar dan mencerahkan.”
World Vision



Profil Rev. DR. JOHN R. W. STOTT:
(alm.) Rev. DR. JOHN ROBERT WALMSLEY STOTT, CBE adalah seorang pemimpin Kristen dari Inggris dan pendeta gereja Anglikan yang tercatat sebagai seorang pemimpin dari gerakan Injili di seluruh dunia. Beliau terkenal sebagai salah seorang penulis terpenting dari the Lausanne Covenant pada tahun 1974. Beliau lahir di London pada tahun 1921 dari Sir Arnold dan Lady Stott. Stott belajar modern languages di Trinity College, Cambridge di mana beliau lulus dengan dua gelar dalam bidang bahasa Prancis dan Theologi. Di universitas, beliau aktif di the Cambridge inter-collegiate Christian Union (CICCU).
Setelah ini, beliau berpindah ke Ridley Hall Theological College (juga the University of Cambridge) sehingga beliau dapat ditahbiskan menjadi pendeta Anglikan pada tahun 1945 dan menjadi pembantu pendeta di the Church of All Souls, Langham Place (1945-1950) (website: www.allsouls.org) kemudian Pendeta (1950-1975). Beliau dipilih menjadi Pendeta bagi Ratu Inggris Elizabeth II (1959-1991) dan Pendeta luar biasa pada tahun 1991. Beliau menerima CBE pada tahun 2006 dan menerima sejumlah gelar doktor kehormatan dari sekolah-sekolah di Amerika, Inggris dan Kanada. Salah satunya adalah Lambeth Doctorate of Divinity pada tahun 1983.

22 June 2014

Resensi Buku-273: PELITA PERJANJIAN YANG TAK TERPADAMKAN (Pdt. Abraham Park, D.Min., D.D.)


Alkitab sebagai firman Allah merupakan satu-satunya kitab suci yang memiliki benang merah historis yang saling terkait. Perjanjian Lama menubuatkan Kristus dan karya keselamatan-Nya yang akan digenapi dalam Perjanjian Baru. Bagaimana kita mengerti benang merah tersebut?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
PELITA PERJANJIAN YANG TAK TERPADAMKAN:
Silsilah Yesus Kristus (I), Abraham-Daud

oleh: Pdt. Abraham Park, D.Min., D.D.

Penerbit:
Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo), Jakarta bekerja sama dengan
Yayasan Damai Sejahtera Utama, Jakarta, 2012

Penerjemah: Pdt. Youn Doo Hee



Dr. Abraham Park membagi buku yang ditulisnya menjadi 5 bagian. Di bagian 1, Dr. Park menjelaskan pentingnya kita mengenal Allah yang Mahakuasa dan Mahabesar itu mengikatkan kovenan dengan umat-Nya mulai dari Nuh hingga kovenan baru dengan Yeremia dan diakhiri dengan datangnya Yesus Kristus yang menggenapi kovenan kekal itu. Kemudian, di bagian 2, beliau menjelaskan tentang silsilah Yesus Kristus yang terdapat dalam Injil Matius dan Lukas yang merupakan rangkuman khusus silsilah dari Adam hingga lahirnya Kristus dalam 3 fase di mana masing-masing fase terdiri dari 14 generasi. Fase pertama dari 3 fase ini dijelaskan mulai dari bagian 3 s/d 5, di mana di bagian 3, Dr. Park menjelaskan garis besar tokoh-tokoh PL dari Abraham hingga Daud. Di bagian 4, Dr. Park menjelaskan tentang sejarah zaman hakim-hakim dengan menjelaskan latar belakang dan ciri-ciri khusus hakim-hakim yang muncul di Israel, kemudian sejarah para hakim, mulai dari Otniel hingga Simson. Setelah zaman hakim-hakim berakhir yaitu ketika nabi Samuel menjadi nabi, Israel beralih ke sistem pemerintahan kerajaan. Nah, di bagian 5, Dr. Park menjelaskan tentang silsilah 2 raja Israel yang paling berpengaruh yaitu Saul dan Daud. Khusus mulai bagian 3 s/d 5, Dr. Park mengaitkan seluruh sejarah PL kepada penggenapan penebusan dalam Tuhan Yesus Kristus. Fase 2 dan 3 silsilah Yesus Kristus akan dibahas Dr. Park di buku beliau edisi lain. Di bagian kesimpulan, dari seluruh penjelasannya di bagian 1 s/d 5, Dr. Park menyimpulkan bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat yang mengikat kovenan dengan umat-Nya. Kovenan itu pasti digenapi dan tidak akan mungkin bisa diputuskan oleh siapa pun. Setelah melihat kaitan PL dan PB, kita melihat betapa dahsyatnya Allah kita yang merencanakan keselamatan dan menggenapinya di dalam Kristus. Tidak ada cacat cela di dalam kovenan-Nya. Biarlah buku best-seller ini dapat menginspirasi kita di dalam memahami karya penebusan Allah di dalam Kristus di dalam PL dan PB dan mendorong kita untuk makin bersyukur atas betapa agung dan dahsyat anugerah, kasih, dan kedaulatan-Nya bagi umat-Nya.



Rekomendasi:
“Buku “Pelita Perjanjian yang Tak Terpadamkan” menjelaskan bahwa penyelamatan umat manusia yang telah direncanakan oleh Allah yang Mahabesar sejak pada mulanya telah tampak di dalam silsilah Yesus Kristus. “Pelita Perjanjian yang Tak Terpadamkan” merupakan penelitian yang berharga yang menerangkan bahwa rencana penyelamatan dari Allah sekarang pun sedang digenapi tanpa berubah.”
Ki-Ho Sung
Mantan Presiden Sungkyul University

“Theologi Pendeta Abraham Park, dalam istilah sederhana, adalah perjanjian dan penebusan. Alkitab adalah sebuah buku perjanjian, dimulai dengan janji mengenai Benih perempuan setelah kejatuhan Adam dan Hawa dalam Kejadian 3:15 sampai pada pemenuhan perjanjian baru dalam Yesus Kristus. Penulis menjelaskan ini secara jelas dalam sejarah kehidupan (melalui silsilah) Yesus Kristus.”
Uskup Kwang-Young Jang
First President of the Bishops Association of the Methodist Church

“Sampai sekarang, tidak seorang ahli theologi maupun gembala-gembala yang pernah mencoba menelusuri ke belakang sejarah Perjanjian Lama melalui penyelenggaraan sejarah penebusan yang terkandung di dalam silsilah Yesus Kristus.”
Dr. Yeong-Su Ye
President of the International Council of Churches and Ministries



Profil Dr. Abraham Park:
Pdt. Abraham Park, D.Min., D.D. yang lahir tanggal 17 Mei 1928 di Sariwon, propinsi Hwang-he, Korea adalah mantan Ketua The General Assembly of the Presbyterian Church of Korea, Hap-dong  Conservative. Beliau menamatkan studi Bachelor of Arts (B.A.) in Biblical Studies di The Presbyterian Generasl Assembly Theological University; B.A. dalam bidang Bisnis dan Ekonomi di Kookmin University; Master of Divinity (M.Div.) di The Presbyterian General Assembly Theological Seminary; dan dianugerahi dua gelar: Doctor of Divinity (D.D.) dari Faith Theological Seminary dan Doctor of Ministry (D.Min.) dari Lael College and Graduate School.

15 June 2014

Resensi Buku-272: THE LIVING CHURCH (Rev. DR. JOHN R. W. STOTT)


Setiap orang Kristen pasti beribadah di gereja setiap hari Minggu. Pertanyaan selanjutnya, apa itu gereja? Bagaimana ciri gereja yang disebut gereja yang hidup?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
THE LIVING CHURCH:
Menanggapi Pesan Kitab Suci yang Bersifat Tetap dalam Budaya yang Berubah

oleh: Rev. DR. JOHN R. W. STOTT, C.B.E.

Penerbit: BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2010 (cetakan ke-3)

Penerjemah: Satriyo Widiatmoko



Di dalam buku ini, Rev. Dr. John Stott mengajar kita tentang ciri-ciri gereja yang hidup yang berdasarkan Alkitab. Hal ini dimulai dari visi Allah untuk gereja-Nya yang diambil dari ciri-ciri gereja mula-mula di Kisah Para Rasul 2:42-47, yaitu: gereja yang belajar, mengasihi, beribadah, dan mengabarkan Injil. Kemudian, Dr. Stott menjelaskan 7 poin utama yang seharusnya dimiliki oleh gereja yang hidup, yaitu: memuliakan Allah yang Kudus melalui ibadah (yang bersifat: Alkitabiah, jemaat—bersama-sama, spiritual, dan moral), misi melalui pemberitaan Injil maupun aksi sosial, pelayanan yang dikhususkan pastoral, persekutuan yang menjadi: warisan kita bersama, pelayanan kita bersama, dan tanggung jawab kita bersama, berkhotbah yang dicirikan 5 paradoks yang seimbang (yaitu: Alkitabiah sekaligus kontemporer, otoritatif sekaligus tentatif, profetis sekaligus pastoral, karunia sekaligus dipelajari, dan pemikiran sekaligus kegairahan), persembahan yang didasarkan pada 10 prinsip yang diambil dari 2 Korintus 8 dan 9, di antaranya didasarkan pada Allah Trinitas (ungkapan rahmat Allah, karunia Roh Kudus, dan diilhami oleh salib Kristus), dan terakhir dampak (pentingnya gereja menjadi garam dan terang bagi dunia sekitarnya, perlunya “senjata” untuk perubahan tersebut, dan pentingnya mempertahankan kekhasan Kristen dalam menjalankan perubahan yaitu Kristus memanggil kita pada: kebenaran yang lebih besar, kasih yang lebih luas, dan ambisi yang lebih mulia). Buku ini ditutup dengan kesimpulan kerinduan Dr. Stott mencari figur Timotius di abad ini yang muda, pemalu, dan rentan yang diajar Paulus dengan 3 seruan di 1 Timotius 6:11-12, yaitu: seruan etis (menjauhi kejahatan), seruan doktriner (berjuang demi kebenaran), dan seruan eksperiensial (membangun relasi pribadi dengan Allah). Pada bagian apendiks, Dr. Stott menyampaikan tiga bab, yaitu: alasan beliau menjadi anggota Church of England, impian beliau tentang gereja yang hidup, dan refleksi beliau di usia yang ke-80 tahun (27 April 2001). Biarlah buku ini dapat mencerahkan hati dan pikiran kita tentang pentingnya gereja yang hidup yang bersumber pada Alkitab, beribadah, memberitakan Injil, dan menjadi garam dan terang bagi dunia sekitar demi hormat dan kemuliaan nama Allah Trinitas yang Kudus.



Endorsement:
“Inilah penyegar yang memberi hidup bagi gereja masa kini. Sejak awal sampai akhir – termasuk catatan-catatan akhirnya yang mengesankan – John Stott menyajikan emas pada setiap halamannya. Buku ini patut dibaca dan didiskusikan – bahkan dikhotbahkan kembali – oleh para pendeta dan pekerja Kristen, baik yang ditahbiskan atau tidak, di setiap tingkat dan di setiap denominasi gereja. Buku ini harus menjadi bacaan wajib, tidak hanya di sekolah theologi atau seminari Alkitab seluruh dunia, tetapi juga – karena cara penyampaiannya yang sederhana – harus menjadi bacaan di setiap rumah tangga dan persekutuan di mana umat Tuhan dapat ditemukan.”
Richard Bewes
Mantan Rektor All Souls Church, Langham Palace

“Satu buku lagi dari John Stott yang dapat dianggap sebagai telaah baku untuk topik yang dibahasnya. Kelebihan dari buku-buku Stott adalah tidak hanya menyajikan pengajaran Alkitabiah mengenai suatu topik secara komprehensif, tetapi juga mempertimbangkan situasi nyata dewasa ini. Seperti biasa, buku Stott adalah bacaan yang penuh inspirasi dan menyegarkan.
Dewasa ini, ada banyak kebingungan di antara orang Kristen tentang bagaimana seharusnya mereka “bertindak sebagai gereja” dalam masyarakat postmodern ini. Saat bergumul dengan hal ini, kita selalu harus berangkat dari dasar-dasar Alkitabiah kehidupan gereja dan kemudian menerapkannya pada suatu kebudayaan. Buku ini menyajikan aspek-aspek pokok yang seharusnya tampak dalam gereja di setiap masa, dan menyajikannya sedemikian rupa sehingga mudah diterapkan dalam kebudayaan kita dewasa ini.”
Ajith Fernando, Th.M., D.D. (HC)
Direktur Nasional Youth for Christ, Sri Lanka, dosen di Colombo Theological Seminary dan Lanka Bible College, visiting lecturer di Tyndale Seminary (Canada) dan Trinity Evangelical Divinity School (US), dan wakil ketua dari South Asia Graduate School of Theology; alumni Asbury Theological Seminary dan Fuller Seminary.

“Inilah Stott yang klasik, dengan kualitasnya yang khas: telaah Alkitabiah yang setia dan tekun; kejernihan bak kristal; penerapan masa kini yang menantang dengan banyak pukulan; kebijaksanaan yang luar biasa – termasuk memelihara keseimbangan Alkitab tanpa harus menghindari ketajamannya.”
Vaughan Roberts
Rektor St. Ebbe’s Church, Oxford



Profil Rev. DR. JOHN R. W. STOTT:
(alm.) Rev. DR. JOHN ROBERT WALMSLEY STOTT, CBE adalah seorang pemimpin Kristen dari Inggris dan pendeta gereja Anglikan yang tercatat sebagai seorang pemimpin dari gerakan Injili di seluruh dunia. Beliau terkenal sebagai salah seorang penulis terpenting dari the Lausanne Covenant pada tahun 1974. Beliau lahir di London pada tahun 1921 dari Sir Arnold dan Lady Stott. Stott belajar modern languages di Trinity College, Cambridge di mana beliau lulus dengan dua gelar dalam bidang bahasa Prancis dan Theologi. Di universitas, beliau aktif di the Cambridge inter-collegiate Christian Union (CICCU).
Setelah ini, beliau berpindah ke Ridley Hall Theological College (juga the University of Cambridge) sehingga beliau dapat ditahbiskan menjadi pendeta Anglikan pada tahun 1945 dan menjadi pembantu pendeta di the Church of All Souls, Langham Place (1945-1950) (website: www.allsouls.org) kemudian Pendeta (1950-1975). Beliau dipilih menjadi Pendeta bagi Ratu Inggris Elizabeth II (1959-1991) dan Pendeta luar biasa pada tahun 1991. Beliau menerima CBE pada tahun 2006 dan menerima sejumlah gelar doktor kehormatan dari sekolah-sekolah di Amerika, Inggris dan Kanada. Salah satunya adalah Lambeth Doctorate of Divinity pada tahun 1983.

08 June 2014

Resensi Buku-271: KINGDOM OF GOD (Pdt. Rainer Scheunemann, Th.D.)


Di dalam keempat Injil dalam Alkitab kita, kita menjumpai berbagai jenis sastra di dalamnya, yaitu: narasi umum, narasi mukjizat, perumpamaan, dll. Salah satu jenis sastra yang sulit kita mengerti dalam Injil adalah perumpamaan, karena perumpamaan-perumpamaan yang Yesus beritakan itu berkaitan dengan konteks dan latar belakang Yahudi pada waktu itu. Bagaimana kita dapat mengerti arti perumpamaan itu sesuai dengan konteks dan latar belakangnya? Apa aplikasinya bagi kita di zaman sekarang?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
KINGDOM OF GOD:
TAFSIRAN PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN TUHAN YESUS:
Membangun Karakter Kehidupan Anak-anak Kerajaan Allah

oleh: Pdt. Rainer Scheunemann, Th.D.

Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta, 2012 



Sebelum membahas isi dari perumpamaan Tuhan Yesus, Pdt. Rainer Scheunemann, Th.D. menjelaskan metode penafsiran perumpamaan Tuhan Yesus. Di bab 1 ini, Dr. Scheunemann menjelaskan beberapa metode penafsiran perumpamaan Yesus yang keliru yaitu metode alegoris dari para bapa gereja, lalu menjelaskan prinsip penafsiran perumpamaan yang tepat dengan membagi klasifikasi (arti) perumpamaan Tuhan Yesus dan konteks mula-mula (dan konteks Injil) ketika perumpamaan ditulis. Setelah menjelaskan pendahuluan ini, Dr. Scheunemann baru menjelaskan tentang hal Kerajaan Allah, mulai dari realitas kerajaan Allah (hakikat, awal, perkembangan, dan penggenapannya) hingga terakhir yaitu panggilan untuk mengambil keputusan. Sembilan bab ini berisi segala hal berkaitan dengan Kerajaan Allah mulai dari fakta tentang Kerajaan Allah, kasih dan anugerah bagi orang yang terhilang, norma Kerajaan Allah, doa, ketaatan, sikap dalam menyongsong kedatangan Allah yang kedua kali nantinya, dan panggilan untuk mengambil keputusan. Masing-masing bab berisi tafsiran perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus dalam keempat Injil lengkap dengan analisa konteks dan latar belakangnya beserta aplikasi praktisnya bagi orang Kristen di zaman ini. Biarlah buku ini dapat menjadi berkat bagi kita dalam studi Alkitab tentang perumpamaan-perumpamaan Tuhan Yesus.



Profil Dr. Rainer Scheunemann:
Pdt. Drs. Rainer Scheunemann, M.Div., Th.D. meraih gelar Master of Divinity (M.Div.) dari German Theological Seminary, Giessen, Jerman dan gelar Doktorandus Theologie (Drs. Theol.) dan Doctor of Theology (Th.D.) dari Evangelical Theological Seminary, Leuven, Belgia. Sejak tahun 1995, beliau telah mengajar di Sekolah  Tinggi Theologi (STT) GKI I. S. Kijne, Jayapura dalam bidang Biblika, Misiologi, Pertumbuhan Jemaat, dan Sejarah Filsafat Barat. Selain itu, beliau juga melayani sebagai pendeta dan mendirikan Sekolah Alkitab Malam GKI di Papua.

02 June 2014

Reformed in Brief-1: KEDAULATAN ALLAH MUTLAK DAN SIGNIFIKANSINYA (Denny Teguh Sutandio)


Reformed in Brief-1
(Seri Pengajaran Theologi Reformed Secara Singkat dan Praktis):

KEDAULATAN ALLAH MUTLAK DAN SIGNIFIKANSINYA

oleh: Denny Teguh Sutandio


Ketika kita mendengar kata “Reformed”, sering kali kita langsung mengaitkannya dengan nama suatu gereja yang menggunakan kata “Reformed”, padahal theologi Reformed tidak terbatas pada gereja yang menyandang kata “Reformed”. Theologi Reformed ditegakkan pertama kali oleh Dr. John Calvin sebagai reformator penerus gerakan Reformasi dari Dr. Martin Luther. Inti theologi Reformed sebenarnya bukanlah predestinasi seperti yang disangka oleh banyak orang, tetapi kedaulatan Allah mutlak. Berdasarkan Alkitab, theologi Reformed mengajar bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat mutlak atas segala sesuatu, sehingga tidak ada satu inci pun di dalam dunia ini yang terlepas dari kontrol-Nya yang berdaulat.
Alkitab mengajar kita bahwa Allah yang berdaulat adalah Allah yang menciptakan dunia ini beserta isinya dan juga manusia (Kej. 1). Selain itu, Ia memelihara alam ciptaan-Nya itu. Manusia sebagai ciptaan terakhir-Nya menjadi ciptaan teragung di mana apa pun yang manusia lakukan termasuk kondisi jatuh ke dalam dosa sudah ada dalam kedaulatan-Nya. Raja Daud mengakui bahwa Allah mengetahui semua keinginan (Mzm. 38:10) bahkan Ia mengetahui semua kesalahan manusia (Mzm. 69:6). Ia pun mengetahui isi hati manusia ketika memilih Daud untuk menggantikan Saul (1Sam. 16:7). Hal ini membuktikan bahwa Ia berdaulat mutlak atas segala sesuatu dan Ia tidak perlu terkaget-kaget dengan segala sesuatu di dunia maupun dalam diri manusia.
Pengakuan Iman Westminster sebagai salah satu pengakuan iman Reformed menyatakan kedaulatan Allah mutlak:
Allah mempunyai seluruh hidup, kemuliaan, kebaikan, kebahagiaan, dari dalam diri-Nya serta tidak memerlukan makhluk apa pun yang telah dijadikan-Nya dan tidak mendapatkan kemuliaan apa pun dari mereka, tetapi hanya memperlihatkan kemuliaan-Nya sendiri di dalam, melalui, untuk dan terhadap mereka. Hanya Dia saja sumber segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu adalah dari Dia; oleh Dia, dan kepada Dia, dan Dia berdaulat mutlak atasnya sehingga dapat berbuat olehnya, untuknya, atau terhadapnya apa saja yang berkenan kepada-Nya. Dalam pandangan-Nya semua hal terbuka dan nyata. Pengetahuan-Nya tak mengenal batas, tak dapat keliru dan tidak tergantung pada makhluk, sehingga bagi-Nya tidak ada yang kebetulan atau tak pasti. Dia mahakudus dalam segala perintah-Nya. Kepada-Nya layak diberikan oleh malaikat, atau kepatuhan apa pun yang berkenaan kepada-Nya untuk menuntutnya dari mereka.
(Pengakuan Iman Westminster Bab 2.II.2)
Namun sayangnya kedaulatan Allah mutlak ini ditentang oleh banyak orang Kristen yang tidak mengerti Alkitab dan bahkan oleh beberapa pendeta yang mengaku diri “Reformed”. Mereka memahami kedaulatan Allah atas segala sesuatu, kecuali dosa dan jodoh. Paham ini jelas bertentangan dengan Alkitab dan logika Kristiani. Mari kita pikirkan dan renungkan. Jika Allah berdaulat atas segala sesuatu, mengapa hal dosa dan jodoh dikecualikan dari kedaulatan-Nya? Jika ada orang Kristen atau bahkan pendeta percaya bahwa dosa dan jodoh di luar kedaulatan-Nya, berarti orang tersebut mengakui bahwa ada pribadi yang lebih besar dari Allah. Jika ada pribadi yang lebih besar dari Allah, masih layakkah Ia disebut Allah yang Mahakuasa? Dapatkah Anda membayangkan Allah yang Mahakuasa namun tidak berkuasa atas dosa dan jodoh? Konsep ini jelas tidak sesuai Alkitab dan logika Kristiani.
Lalu, apa signifikansi kita mengerti kedaulatan Allah mutlak ini?
1.             Kita Tidak Perlu Kuatir Dalam Hidup
Memahami kedaulatan Allah mutlak mengakibatkan kita tidak perlu kuatir akan hidup ini karena kita percaya bahwa ada tangan Allah yang mengontrol segala sesuatu (Mat. 6:25). Ketika kita mengalami kesusahan, percayalah bahwa Allah ada di sana dan akan memberikan jalan keluar sesuai kehendak-Nya yang berdaulat. Dr. John Calvin mengaitkan hal ini dengan sangat bijak, “... sebelum manusia diyakinkan bahwa semua masalah mereka datang karena ketentuan Allah, maka tidak akan pernah terlintas dalam pikiran mereka untuk memohon kepada-Nya kelepasan.”[1] Dengan kata lain, karena kita percaya bahwa adanya masalah itu karena Allah yang menentukan, maka kita dapat memohon kepada-Nya untuk melepaskan kita dari masalah itu. Coba bayangkan jika ada orang Kristen maupun non-Kristen yang tidak percaya kepada kedaulatan Allah kemudian mengalami masalah, apa yang mereka lakukan? Mereka mungkin dapat menghadapinya, tetapi sampai batas mana? Bukankah manusia memiliki keterbatasan? Jika mereka benar-benar tidak memiliki kekuatan lain untuk menghadapi masalah, apa yang akan mereka lakukan? Tidak ada, karena mereka tidak percaya pada Allah yang berdaulat mutlak.

2.             Kita Taat Pada Kehendak-Nya yang Berdaulat
Kita mengerti kedaulatan Allah mutlak dengan tujuan agar kita mengerti bahwa Allah itu adalah Allah dan manusia tetap adalah manusia. Pengertian ini membawa kita taat mutlak di bawah otoritas-Nya. Sayang sekali beberapa orang Kristen Reformed yang sangat mengamini kedaulatan Allah mutlak, namun dalam praktiknya konsep ini hampir tidak diaplikasikan. Ketika orang tua Reformed mendidik anak, apa yang mereka didikkan kepada anak-anak mereka? Benarkah mereka mendidik anak-anak mereka untuk takut akan Allah (Ul. 6:4-9) dan menggumulkan panggilan Allah dalam hidup si anak atau mereka mengikuti prinsip pendidikan orang tua duniawi yang mendidik anak-anak mereka untuk mematuhi orang tua lebih dari Allah? Ketika seorang pemuda/i Reformed sedang menggumulkan untuk masuk jurusan kuliah apa, apa yang ia pikirkan: panggilan hidup yang Allah tanamkan dalam dirinya atau desakan orang tua atau iming-iming dari teman-teman sebaya mereka?
Jika saya boleh share, memahami dan menaati kehendak-Nya yang berdaulat tidaklah mudah, tetapi bukan berarti itu menjadi alasan untuk kita melawan kehendak-Nya. Yang Allah inginkan adalah tekad kita melalui anugerah-Nya untuk terus-menerus taat pada kedaulatan Allah mutlak. Percayalah bahwa meskipun hal ini sulit, namun Paulus mengingatkan kita, “... Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya.” (Flp. 2:13)

Bagaimana dengan Anda? Biarlah artikel singkat ini menyadarkan kita akan betapa agung Allah yang kita sembah yang selanjutnya mengarahkan kita untuk taat mutlak pada kehendak-Nya yang berdaulat dan kasih itu. Amin.





Denny Teguh Sutandio, S.S. yang lahir di Surabaya, 19 Juli 1985 adalah jemaat Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Exodus, Surabaya yang digembalakan oleh Pdt. Yakub Tri Handoko, Th.M. Studi theologi awam bidang Biblika, Historika, dan Doktrin di Sekolah Theologi Awam Reformed (STAR) dari GKRI Exodus dan aktif membaca buku-buku theologi bermutu. Telah menulis beberapa buku dan artikel-artikel doktrin dan praktika.



[1] Seperti dikutip dalam W. Robert Godfrey, “Penghibur Bagi Orang yang Menderita,” dalam John Calvin: Sebuah Hati Untuk Ketaatan, Doktrin, dan Puji-pujian, ed. Burk Parsons, terj. Merry Debora (Surabaya: Momentum, 2014), 93.

01 June 2014

Resensi Buku-270: HOW ON EARTH DID JESUS BECOME A GOD? (Prof. Larry W. Hurtado, Ph.D.)


Yesus Kristus adalah Allah. Klaim Kekristenan yang begitu berani ini ditentang oleh banyak orang dunia. Beberapa orang berargumen bahwa Yesus adalah Allah merupakan konsep yang dianut oleh Paulus yang berbeda dari apa yang Yesus sendiri katakan tentang diri-Nya. Bagaimana membuktikan sejarah bahwa sejak awal orang-orang Kristen menyembah Yesus adalah Allah?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
HOW ON EARTH DID JESUS BECOME A GOD?
(SESUNGGUHNYA YESUS ADALAH ALLAH):
Pertanyaan-pertanyaan tentang Penyembahan Mula-mula Kepada Yesus

oleh: Prof. Larry W. Hurtado, Ph.D.

Penerbit: Gandum Mas, Malang, 

Penerjemah: Jenus Junimen



Di bagian awal bukunya, Prof. Larry W. Hurtado, Ph.D. mengemukakan fakta bahwa banyak orang menganggap bahwa penyembahan kepada Yesus sebagai Allah merupakan ide yang dipinjam dari orang-orang Yunani-Romawi waktu itu. Ada juga yang mengatakan bahwa penyembahan kepada Yesus merupakan bayang-bayang dari Yudaisme yang percaya kepada pengantara antara Allah dan manusia. Berbagai pandangan yang meragukan historisitas penyembahan kepada Yesus sebagai Allah sejak gereja mula-mula dipatahkan oleh Dr. Larry W. Hurtado melalui penyelidikan sejarah. Mulai bab 2 hingga 8, Dr. Hurtado mengungkapkan fakta sejarah bahwa penyembahan kepada Yesus sebagai Allah sudah dilakukan oleh orang-orang Kristen mula-mula. Penyembahan tersebut tidak menjadikan Yesus adalah Allah kedua, tetapi orang-orang Kristen mula-mula tetap percaya kepada satu Allah. Fakta sejarah ini diuraikan oleh Dr. Hurtado melalui eksegese Alkitab dari Filipi 2:6-11. Tindakan penyembahan kepada Yesus sebagai Allah yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi Kristen ini ternyata mendapat tantangan dari orang-orang Yahudi non-Kristen di mana mereka dianiaya, disiksa, dikucilkan, dll. Meskipun demikian, mereka tetap setia dan tidak menyangkal iman mereka. Melalui buku yang ditulis dengan bahasa yang jelas namun sederhana ini, biarlah kita dikuatkan imannya bahwa penyembahan kita kepada Yesus sebagai Allah sudah dilakukan sejak mula-mula. 



Endorsement:
“Larry Hurtado mengubah wajah berbagai studi Perjanjian Baru melalui ketekunannya mencari asal-usul dari penyembahan yang luar biasa terhadap Yesus oleh para pengikut pertama-Nya. Di sini, Hurtado menyajikan berbagai pendapatnya dengan kuat dan jelas sambil menambahkan sebuah bab penting tentang tingginya harga untuk menyembah Yesus yang harus dibayar oleh orang-orang percaya abad pertama dalam sistem keluarga dan sosio-politik mereka.”
Rev. Prof. John A. Koenig, Th.D.
Profesor di General Theological Seminary, New York, U.S.A. yang meraih gelar Bachelor of Arts (A.B.) dari Concordia Senior College; Bachelor of Divinity (B.D.) dari Concordia Seminary (St. Louis); dan Doctor of Theology (Th.D.) dari Union Theological Seminary.




Profil Dr. Larry W. Hurtado:
Prof. Larry W. Hurtado, B.A., M.A., Ph.D., F.R.S.E. yang lahir di Kansas City, Missouri pada tahun 1943 adalah Profesor Emeritus bidang Theologi, Literatur, dan Bahasa Perjanjian Baru di University of Edinburgh, Skotlandia. Beliau menyelesaikan studi Doctor of Philosophy (Ph.D.) di Case Western Reserve University pada tahun 1973. Buku-buku lain yang ditulisnya, yaitu: Lord Jesus Christ dan At the Origins of Christian Worship (dua-duanya diterbitkan oleh Eerdmans). Blog pribadinya: http://larryhurtado.wordpress.com/