01 March 2009

Resensi Buku-68: TUHAN MERANCANGNYA UNTUK KEBAIKAN (Rev. R. T. Kendall, D.Phil., D.D.)

...Dapatkan segera...
Buku
TUHAN MERANCANGNYA UNTUK KEBAIKAN

oleh: Rev. R. T. Kendall, D.Phil., D.D.

Penerbit: Nafiri Gabriel dan SMART Center, 2005

Penerjemah: Meiliana Purnama.





Deskripsi singkat dari Denny Teguh Sutandio:
Hidup Kristen adalah hidup yang terus-menerus bertumbuh makin mengenal Allah dan kehendak-Nya. Pertumbuhan itu dapat terjadi ketika Allah Roh Kudus memimpin hidup kita setiap waktu. Ketika Allah memimpin hidup kita, ada banyak hal yang Tuhan ingin persiapkan bagi kebaikan kita demi kemuliaan-Nya sendiri. Tetapi kadang kala, apa yang Tuhan rancangkan itu terkadang susah dipahami secara nalar manusia. Sering kali manusia tidak menginginkan pembentukan Tuhan ini, karena bagi kita, itu tidak baik dan menyakitkan. Tetapi percayalah, setiap rancangan Tuhan bukanlah rancangan yang mencelakakan, tetapi rancangan yang penuh damai sejahtera bagi anak-anak-Nya dan terlebih lagi itu memuliakan Tuhan. Hal itulah yang dialami Yusuf. Yusuf adalah seorang yang dahulu manja, menerima segala yang baik dari ayahnya, Yakub, namun segala kelakuannya tidak disenangi oleh saudara-saudaranya. Karena Tuhan ingin memakainya, Yusuf yang dahulu manja ini harus mengalami pembentukan dari Tuhan yang begitu panjang, keras, dan lama, yang mengakibatkan di setiap momen hidupnya, ia terus belajar apa artinya mengerti dan mengenal kehendak Allah bukan hanya secara kognitif, tetapi secara realitas pengalaman hidup. Setelah mengalami pembentukan Tuhan dalam waktu yang panjang dan dengan cara yang keras (misalnya, difitnah, diperlakukan tidak adil, dll), akhirnya Tuhan menampilkan sosok Yusuf sebagai sosok pemenang yang membawa pengaruh dan berkat bagi lingkungan sekitar di mana ia hidup, mulai dari saudara-saudaranya, ayahnya (Yakub), bahkan sampai seluruh kerajaan Mesir di mana ia menjadi Perdana Menteri di sana. Kisah ini dibahas secara jelas dan mudah dimengerti di dalam buku Tuhan Merancangnya untuk Kebaikan yang ditulis oleh Rev. Dr. R. T. Kendall.

Secara pribadi, pada waktu dan setelah saya membaca buku ini, ada banyak berkat dan teguran yang Tuhan cerahkan di dalam hati dan pikiran saya, misalnya tentang: pimpinan Tuhan, pertobatan, pengampunan, kerendahan hati, memulai sesuatu yang baru di dalam Tuhan, dll. Saya menjadikan buku ini sebagai cermin hidup akan apa yang saya alami dari dahulu sampai sekarang. Biarlah buku ini juga menjadi pelajaran yang berharga bagi kita bukan hanya untuk makin mengerti Allah secara kognitif (theologi), tetapi juga mengalami-Nya di dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga nama Tuhan makin terus dipermuliakan selama-lamanya. Tuhan yang telah memakai Yusuf, biarlah Tuhan yang sama memakai kita demi kemuliaan-Nya saja. Biarlah hati dan hidup kita terbuka akan rancangan dan pimpinan-Nya yang indah itu.






Profil Rev. Dr. R. T. Kendall:
Rev. R. T. Kendall, D.Phil., D.D. lahir pada tanggal 13 Juli 1935 di Ashland, Kentucky, U.S.A. Beliau adalah Pendeta Senior di Westminster Chapel. Beliau menyelesaikan studi Bachelor of Arts (A.B.) di Trevecca Nazarene University of Nashville, Tennessee pada tahun 1970; Master of Divinity (M.Div.) di Southern Baptist Theological Seminary, Louisville, Kentucky, U.S.A. pada tahun 1972; Master of Arts (M.A.) di University of Louisville, Louisville, Kentucky, U.S.A. pada tahun 1973; Doctor of Philosophy (D.Phil.) di Oxford University, U.K. pada tahun 1977; dan Doctor of Divinity (D.D.) di Trevecca Nazarene University pada tahun 2008. Beliau menikah dengan Louise Wallis pada tanggal 28 Juni 1958 dan dikaruniai dua orang anak: putra: Robert Tillman II (TR), yang menikah dengan Annette, dan putri: Melissa Louise.

Roma 13:11: UTANG KASIH-3: Dibangunkan dari Tidur

Seri Eksposisi Surat Roma:
Aplikasi Doktrin-13


Utang Kasih-3: Dibangunkan dari Tidur

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 13:11.



Di ayat 10, Paulus menjelaskan tentang kasih yang tidak berbuat yang tidak bernilai kepada sesama. Apakah konsep itu hanya berhenti di situ? Tidak. Konsep Paulus di ayat 10 dilanjutkan pengajarannya di dalam bentuk aplikasi melalui ayat 11 s/d 14.


Di ayat 11, ia mengajarkan, “Hal ini harus kamu lakukan, karena kamu mengetahui keadaan waktu sekarang, yaitu bahwa saatnya telah tiba bagi kamu untuk bangun dari tidur. Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya.” Paulus tidak berhenti di tataran konsep saja, ia melanjutkan dengan mengajar jemaat Roma (dan kita) untuk melakukan apa yang telah diajarkannya di ayat 10. Oleh karena itu, ia mengatakan, “Hal ini harus kamu lakukan, ...” New International Version (NIV) menerjemahkannya secara langsung, “And do this, ...” (=Dan lakukan ini). Di dalam bahasa Yunani, pernyataan ini tidak ditemukan. Paulus bukan hanya menyuruh jemaat Roma (dan kita) untuk melakukannya, ia juga mengajar kepada kita untuk mengerti waktu. NIV menerjemahkannya, “understanding the present time.” (=mengerti waktu sekarang). Kata “waktu” di dalam ayat ini di dalam bahasa Yunani kairos berarti waktu yang tidak terulang (waktu tertentu). Dengan demikian, kita harus melakukan kasih yang berbuat sesuatu yang bernilai kepada orang lain pada waktu sekarang yang tidak akan terulang. Pengertian waktu yang tak akan berulang mengakibatkan kita memiliki suatu hasrat ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan hati Tuhan dengan mengasihi sesama. Bukan hanya mengasihi sesama, kita pun diajar untuk mempergunakan waktu yang ada karena hari-hari ini adalah jahat. Hal ini diajarkan Paulus di Efesus 5:16, “dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Berarti, kita bukan hanya sibuk mengasihi sesama, tetapi kita juga tetap harus berwaspada dengan segala tipu muslihat sesama kita atau segala kejahatan lainnya. Kewaspadaan kita ini ditandai dengan saatnya kita bangun dari tidur kita. NIV Spirit of the Reformation Study Bible memberikan referensi Efesus 5:14. Di Efesus 5:14, Paulus mengajarkan, “Itulah sebabnya dikatakan: “Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.”” Ayat ini berada di dalam konteks bahwa kita hidup sebagai anak-anak terang. Dengan kata lain, ada beberapa prinsip yang kita bisa pelajari dari konsep “bangun dari tidur”, yaitu:
Pertama, bangun dari tidur berarti kita tidak lagi tertidur. Seorang yang tidur adalah seorang yang paling “nyaman,” tidak tahu kondisi luar, dll. Bahkan karena terlalu nyaman, orang yang tidur bisa mendengkur (ngorok). Itu membuktikan bahwa orang yang sudah tertidur benar-benar menikmati tidurnya dan melepaskan semua bebannya. Ketika orang yang tidur itu dibangunkan, mungkin orang yang tidur itu tidak rela bangun, tetapi jika memang kondisi sangat penting (misalnya, kebakaran), orang yang tidur itu pasti bangun. Begitu jugalah yang dimaksudkan Paulus. Paulus mengatakan bahwa kita saatnya sudah dibangunkan dari tidur (struktur bahasa Yunani menggunakan bentuk pasif pada kata “bangunlah”). Ini berarti kita bukan bangun dari tidur sendiri, tetapi kita dibangunkan. Dibangunkan oleh siapa? Tentu Roh Kudus melalui Paulus yang kita baca suratnya ini merupakan sarana membangunkan kita dari tidur. Di sini, Alkitab dan Roh Kudus menjadi sarana yang membangunkan kita dari tidur. Di zaman Perjanjian Lama, Tuhan memakai para nabi-Nya untuk menyadarkan orang Israel yang tertidur rohani. Ketika orang Israel mulai murtad dan meninggalkan Allah, Ia memanggil para nabi-Nya untuk menyampaikan seruan pertobatan bagi Israel. Di Abad Pertengahan, Kekristenan suam-suam kuku. Di zaman itu pula, Tuhan membangkitkan Dr. Martin Luther untuk membangunkan orang Kristen yang tertidur. Di zaman modern di mana manusia mulai mengilahkan rasio, Tuhan membangkitkan para hamba-Nya, dari Dr. Abraham Kuyper, Dr. Francis A. Schaeffer, dll untuk membangunkan orang Kristen yang ikut arus rasionalisme pada waktu itu. Bagaimana dengan kita? Kondisi Kekristenan di zaman postmodern sudah begitu tertidur. Banyak dari mereka sudah mulai terbuai dengan berbagai fenomena yang menggejala yang menipu mata jasmani mereka. Mereka pergi ke gereja dengan motivasi ingin melepaskan semua beban mereka (persis seperti ketika seseorang tidur). Sudah saatnya orang Kristen dibangunkan dari ketiduran. Orang Kristen dan hamba Tuhan sejati bertindak sebagai pengingat dan orang yang membangunkan orang Kristen lain ketika mereka mulai tertidur dengan fenomena-fenomena yang mengelabui mereka. Sudahkah kita membangunkan orang Kristen lain dengan memberitakan firman Tuhan kepada mereka dengan bertanggung jawab?

Kedua, bangun dari tidur berarti kita benar-benar bangun. Bukan hanya tidak tertidur, kita harus benar-benar bangun dari tidur. Artinya, kita bukan hanya tersadar, tetapi kita benar-benar bangun dan melakukan sesuatu yang berguna. Bayangkan, jika Anda baru bangun dari tidur, tentu Anda akan mengusap-usap mata dahulu. Ketika kita mengusap-usap mata, itu baru menunjukkan kita tersadar. Itu belum cukup. Kita harus benar-benar berdiri dari tidur, lalu melakukan sesuatu, misalnya mandi atau makan. Ini adalah langkah kedua kita bangun dari tidur. Di zaman Perjanjian Lama, setelah Tuhan mengutus para nabi-Nya untuk menyampaikan berita pertobatan, Ia juga yang membangkitkan nabi-Nya yang lain untuk meneruskan para nabi-Nya sampai pada waktu Kristus diutus. Setelah Tuhan memakai Dr. Luther untuk menyadarkan Kekristenan yang telah tertidur dengan rutinitas Katolik Roma, Ia juga membangkitkan para reformator lainnya, seperti Dr. John Calvin, Ulrich Zwingli, Dr. Theodore Beza, dll untuk benar-benar bangun dari tidur dan meneruskan api reformasi untuk menyadarkan Kekristenan tentang pentingnya firman Tuhan dan anugerah Allah bagi keselamatan. Di zaman postmodern, Tuhan memakai hamba-hamba Tuhan yang bertanggung jawab, salah satu di antaranya Pdt. Dr. Stephen Tong untuk menyadarkan Kekristenan akan superioritas firman Tuhan (Alkitab) di dalam Kekristenan. Tuhan yang sama juga membangkitkan saya dan kita sebagai orang Kristen yang betul-betul mengerti pimpinan Tuhan meneruskan panggilan menegakkan Kekristenan yang kembali kepada Alkitab. Ini semua membuktikan bahwa kita benar-benar bangun dari tidur. Kita benar-benar bangun dari tidur di dalam kerohanian ketika kita benar-benar mempelajari kebenaran firman Tuhan dengan menggali Alkitab. Sudah siapkah kita melakukannya?

Ketiga, bangun dari tidur berarti kita menjadi terang Allah bagi dunia. Bukan hanya benar-benar bangun dari tidur, kita dituntut untuk menjadi terang Allah bagi dunia. Mengapa kita tidak hanya cukup benar-benar bangun dari tidur? Karena ketika kita hanya benar-benar bangun dari tidur, kita hanya sibuk mengurusi diri kita. Bayangkan, ketika bangun dari tidur, kita hanya langsung mandi atau makan, itu belum menunjukkan kita benar-benar bangun. Tanda kita benar-benar bangun dari tidur adalah kita melakukan sesuatu bagi orang lain, misalnya membantu orang lain, dll. Di dalam kerohanian pun, hal ini juga berlaku demikian. Tuhan tidak menginginkan kita bangun dari tidur hanya sekadar kita sibuk belajar theologi, Alkitab, dll saja, tetapi Ia menginginkan kita untuk bersaksi bagi-Nya. Dengan kata lain, kita dituntut untuk menjadi saksi terang-Nya di dunia di mana kita hidup. Bagaimana kita bisa menjadi saksi terang-Nya? Di Efesus 5:14, Paulus memberikan teladan bahwa kita bisa bangkit berdasarkan kebangkitan Kristus, artinya seperti Kristus yang bangkit dari kematian, kita pun harus bangkit dari hidup kita yang lama yang mati (bdk. Ef. 5:11), lalu biarlah cahaya Kristus itu menyinari kita sehingga kita menjadi pancaran sinar-Nya yang agung itu. Dengan kata lain, ketika kita men-Tuhan-kan Kristus di dalam segala aspek kehidupan kita, di saat itu pula, kita menjadi saksi terang-Nya di dunia ini. Ketika kita sudah menjadi pancaran sinar-Nya, di saat itu pulalah kita benar-benar menunjukkan bahwa kita sudah bangun dari ketiduran rohani kita. Bagaimana dengan kita? Masihkah kita tertidur rohani? Masihkah kita mau dibujuk oleh berbagai ajaran yang tidak bertanggung jawab? Sudah saatnya kita: BANGUN DARI TIDUR dan menjadi saksi terang-Nya di dunia yang berdosa ini.

Lalu, mengapa kita dibangunkan dari tidur kita? Paulus melanjutkan alasannya, “Sebab sekarang keselamatan sudah lebih dekat bagi kita dari pada waktu kita menjadi percaya.” NIV menerjemahkannya, “because our salvation is nearer now than when we first believed.” (=karena keselamatan kita lebih dekat SEKARANG daripada ketika kita pertama kali percaya). Di dalam terjemahan NIV, kita lebih jelas melihat perbedaan waktu. Di frasa pertama, digunakan present tense (sekarang), sedangkan di frasa kedua, digunakan past tense (lampau). Dari sini, kita mendapatkan pengajaran bahwa kita dibangunkan dari tidur karena Tuhan memelihara keselamatan kita sampai akhir. Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkan bahwa keselamatan ini bukan keselamatan temporal, tetapi keselamatan spiritual dan kekal (eternal). Di sini, Tuhan mau kita melihat proses keselamatan yang Allah kerjakan di dalam setiap aspek kehidupan kita. Keselamatan bukan hanya pada saat kita percaya, tetapi keselamatan itu terus-menerus sampai penyempurnaan kelak. Di sini, kita melihat adanya providensi (pemeliharaan) Allah di dalam keselamatan umat pilihan-Nya. Konsep ini menyadarkan dan mendorong kita untuk terus-menerus mengerjakan utang kasih yang kita miliki, yaitu melakukan sesuatu yang bernilai kepada sesama kita (bdk. Rm. 13:10). Orang yang sudah, sedang, dan akan diselamatkan pasti memiliki suatu kerinduan terus-menerus untuk menjadi berkat bagi sesamanya. Mengapa? Karena ia telah mengalami anugerah penebusan Kristus yang menyelamatkan yang diteruskan sampai pada akhirnya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita yang berada di dalam proses penyelamatan Allah menyalurkan kasih Allah kepada sesama kita?


Biarlah perenungan satu ayat ini saja membuat kita sadar bahwa setelah kita dibangunkan dari tidur, kita memiliki tanggung jawab sebagai anak Tuhan untuk meneruskan dan memancarkan kasih dan sinar Kristus kepada sesama kita. Kiranya Roh Kudus memampukan kita untuk melakukannya demi kemuliaan nama Allah Tritunggal. Amin. Soli Deo Gloria.

Matius 13:31-35: THE GROWTH OF THE KINGDOM (Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.)

Ringkasan Khotbah: 15 April 2007

The Growth of the Kingdom
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 13:31-35


Sungguh merupakan suatu anugerah kalau kita dapat memahami hal kerajaan sorga melalui perumpamaan yang Tuhan Yesus paparkan. Kerajaan sorga itu seperti seorang penabur yang menaburkan benih firman dan orang yang menerima benih itu digambarkan dalam empat macam tanah. Tuhan Yesus juga membukakan bahwa sebagai warga kerajaan sorga mengalami banyak tantangan yang menjepit sebab ketika benih baik itu ditabur, iblis juga ikut menaburkan benih yang buruk namun semua itu tidak akan berlangsung lama sebab akan tiba waktu-Nya, lalang akan dibuang dan dibakar. Anak Tuhan yang sejati ialah orang yang mendengar firman dan mengerti dan ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat. Yang menjadi pertanyaannya adalah yang dimaksud dengan berbuah banyak ini apakah secara kualitas ataukah kuantitas?
Melalui perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi ini kembali Tuhan Yesus membukakan tentang situasi pertumbuhan Kerajaan Sorga. Namun tidak banyak orang yang mengerti hal ini, hanya mereka yang dipilih saja yang dapat memahami tentang rahasia kerajaan sorga. Merupakan pandangan yang salah kalau orang beranggapan perumpamaan itu untuk memudahkan kita mengerti tentang hal Kerajaan Sorga. Sebab sesungguhnya kalau kita mau tajamkan yang ia anggap mengerti itu tidak sesuai dengan pengertian Tuhan, orang berpikir menurut asumsi diri dengan cara dan struktur berpikir yang humanis, materialis dan egois. Pengertian yang benar itu akan kita dapatkan ketika kita melihat dari sudut pandang Tuhan. Manusia sangatlah terbatas yang bisa salah, kita bukan kebenaran sejati. Sadarlah, pola pikir kitalah yang harus berubah seturut dengan pola pikir Tuhan dan semua itu tidak dapat kita lakukan sendiri, hanya Tuhan sajalah yang memampukan sehingga kita dapat memahami tentang kerajaan sorga.
Bentuk biji sesawi ini sangat kecil hanya menyerupai titik hitam namun perhatikan, kalau ditanam ia akan menjadi sebuah pohon sehingga burung dapat bersarang. Demikian pula halnya dengan ragi, jumlah yang sedikit dapat membuat adonan mengembang sedemikian rupa. Tidaklah mudah memahami konsep paradoks antara kualitatif dan kuantitatif di tengah dunia yang humanis materialis. Biarlah kita sebagai anak Tuhan peka, jangan terjebak dengan cara iblis yang sengaja membawa kita supaya masuk dalam pemikiran yang bersifat kuantitatif. Dunia hanya melihat secara fenomena sebaliknya Tuhan melihat apa yang menjadi esensi. Perhatikan, mulai dari cara berpikirnya saja sudah beda dan hal ini akan mempengaruhi seluruh aspek. Pola pikir akan berakibat pada banyak aspek. Melalui perumpamaan ini, Tuhan Yesus mengajak kita untuk melihat suatu pergumulan yang sangat berat, yakni hidup menjadi seorang Kristen bukanlah sesuatu yang sifatnya besar atau “wah“ di titik pertama.
1. Mulai dari yang kecil
Kerajaan Sorga dimulai dari sesuatu yang kecil, biji sesawi yang bertumbuh menjadi sebuah pohon. Demikian pula halnya seperti ragi, ketika ia bercampur dengan adonan maka sulit untuk melihatnya tapi kita dapat melihat dan merasakan adanya ragi. Dari sini, Tuhan Yesus mau mengajarkan bahwa Kekristenan itu harus dimulai dari hal yang kecil, start with a very small beginning, start with a very humble beginning. Inilah cara Kerajaan Sorga. Berbeda dengan dunia yang selalu memulai dengan sesuatu yang besar dan “wah.“ Kerajaan Sorga bukanlah sesuatu yang sekedar teori. Tidak! Sang Raja itu memberikan teladan indah. Tuhan Yesus membangun kerajaan-Nya dimulai dari 12 murid. Mereka hanyalah orang biasa; secara militer mereka tidak mempunyai kekuatan senjata, secara kapasitas mereka tidak mempunyai kemampuan dan mereka bukanlah orang yang berkuasa. Inilah standar prosedur Kerajaan Sorga yang memulai dari sesuatu yang kecil akan tetapi bukan berarti sesuatu yang kecil itu selamanya kecil. Tidak! Adalah wajar, kalau kita merasa takut. Hari itu, para murid pun juga merasa takut apalagi mereka harus berhadapan dengan pemerintahan Romawi yang besar. Berulang kali Tuhan Yesus mengajarkan pada mereka bahwa kerajaan sorga harus dimulai dari hal yang kecil namun berulang kali pula mereka masih berpikir dengan cara dunia. Para murid ini semakin merasa kecil dan takut dan memuncak ketika Tuhan Yesus naik ke sorga meninggalkan mereka. Mereka bersembunyi dan menutup rapat semua pintu dan jendela sampai Roh Kudus turun, mereka kembali mempunyai kekuatan untuk bertindak dan hari itu, 3000 orang bertobat dan jumlah merekapun bertambah namun penganiayaan kembali menceraiberaikan mereka. Tanpa sadar, sesungguhnya mereka tidak kecil, pada saat yang sama jumlah mereka terus bertambah besar bahkan hingga hari ini, kekristenan telah tersebar ke seluruh dunia. Inilah pertumbuhan Kerajaan Sorga. Pertumbuhan Kerajaan Sorga dimulai dengan semangat jadi biji sesawi – mulai dari kecil kemudian bertumbuh menjadi besar namun pada saat yang sama kita tetap merasa kecil.
Biarlah prinsip “memulai sesuatu dari kecil“ ini teraplikasi dalam seluruh aspek hidup kita. Perhatikan, ketika kita merasa besar dan nyaman disana Tuhan kembali mengajarkan untuk kembali dari kecil. Sejarah membuktikan pada jaman Raja Constantine, ia menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi negara maka semua itu tidak lebih hanyalah sebuah pohon palsu. Secara identitas Kristen tetapi tidak demikian dengan perilaku dan pemikirannya. Jadi, jelaslah tidak ada yang namanya kristenisasi sebab secara esensi, iman tidak dapat dipaksakan. Jaman itu menjadi masa kegelapan kekristenan, terjadilah perang salib maka kekristenan mulai dari kecil kembali. Demikian pula pada jaman Kerajaan Romawi dimana kekristenan menjadi mayoritas maka saat itu muncul pula banyak ajaran bidat. Hingga Marthin Luther memakukan 95 dalil, orang baru disadarkan untuk kembali pada Firman. Orang Kristen kembali dianiaya dan mereka memulai kembali dari kelompok kecil. Ketika Kekristenan kembali dari kuantitatif maka Kekristenan mulai rusak dan hancur.
Ingat, ini Kerajaan-Nya maka kita harus mengikut cara kerja Tuhan yang empu-Nya Kerajaan Sorga. Lalu sebagai minoritas bagaimana kita dapat bertahan di tengah mayoritas? Pada saat kondisi yang paling lemah, Tuhan itu menjadi pembela kita. Kita semakin mengandalkan kekuatan Tuhan. Setiap kali kita melangkah kita menyadari tangan Tuhan memimpin. Sangatlah disayangkan, hari ini banyak orang yang tidak menyadari akan hal ini, orang memakai cara dunia yang kelihatan besar secara fenomena namun sesungguhnya, keropos di dalam dan secara perlahan, kita menjadi hancur. Hati-hati, iblis sengaja menawarkan segala yang nampak wah secara fenomena namun berakhir dengan kebinasaan. Ingat, Tuhan ingin segala sesuatu dimulai dari kecil dan jangan takut sebab Ia akan beserta.
2. Mengembangkan kualitas yang ada dalam diri
Perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi membukakan tentang pengembangan Kerajaan Allah dimulai dari inner quality yang Tuhan tanam. Berbeda dengan dunia, kita seringkali mengharapkan dukungan dari pihak luar supaya kita menjadi besar. Merupakan suatu kegagalan fatal kalau kita mengandalkan kekuatan dunia untuk membuat Kekristenan berkembang menjadi lebih besar. Kekristenan menunjukkan perkembangan itu dimulai dari inner quality. Biarlah kita selalu berprinsip get your own respect dengan demikian orang melihat kualitas internal yang ada dalam diri kita. Jangan remehkan sesuatu yang kecil sebab biji sesawi atau ragi yang kecil itu justru berpotensi besar sehingga siapapun yang ada di dekatnya akan terpengaruh dan menjadi berkembang. Inilah konsep paradoks yang Tuhan ingin setiap kita memahaminya; di satu sisi kita kecil tetapi mengandung potensi yang besar. Anak Tuhan sejati seharusnya memiliki potensi, kualitas intelektualitas, kepekaan, moralitas dan cara kerja yang lebih baik dibandingkan dengan dunia sebab semua kualitas internal ini Kristus berikan kepada setiap anak-Nya.
Dua hal yang menjadi kelemahan manusia berdosa, yaitu: 1) orang yang selalu menginginkan hal-hal yang besar dan untuk memulai hal ini, orang berpikir hal yang besar akibatnya orang menjadi sombong, 2) orang yang selalu merasa kecil dan menjadi minder sehingga ia tidak mempunyai kekuatan untuk bertindak. Seberapa paradokskah kita memahami bahwa kita kecil tetapi di lain pihak, kita mempunyai potensi besar? Alkitab membukakan bahwa manusia bukanlah siapa-siapa, kita kecil tetapi di tangan Tuhan kita akan menjadi besar. Namun perhatikan, ketika kita menjadi besar, bukan kita yang besar tetapi Tuhanlah yang besar dan kita hanyalah alat di tangan-Nya, hal itulah yang memungkinkan kita menjadi besar. Betapa indah hidup kita ketika hidup dipimpin oleh Tuhan sebaliknya, hidup itu akan menjadi kacau ketika kita mulai melawan. Bayangkan, apa jadinya sebuah lukisan kalau kita melawan, kita ikut menggambar ketika ada tangan lain, tangan seorang pelukis ahli yang menuntun kita; pastilah lukisan itu tidak menjadi lukisan yang indah sebaliknya ketika kita berserah total, membiarkan tangan kita dituntun oleh sang pelukis maka lukisan itu menjadi sangat indah. Demikian juga halnya hidup kita di tangan Tuhan. Secara fenomena, kita tampak kecil, orang lain seringkali meremehkan tetapi di tangan Tuhan, barang yang kecil itu mempunyai potensi besar. Hidup dalam Kerajaan Allah harus merombak seluruh konsep pemikiran duniawi kita seturut dengan pemikiran Allah sehingga kita menjadi alat-Nya di tangan-Nya.
Sangatlah disayangkan, masih banyak orang Kristen yang masih ingin memakai cara dunia sekaligus cara Tuhan. Sikap seperti itu justru menjadi penghambat bagi Tuhan yang mau bekerja atas kita. Orang yang merasa diri hebat, mampu mengembangkan diri sendiri justru akan mematikan potensi diri sendiri. Sudahkah hidup kita dipimpin oleh Tuhan ataukah justru sebaliknya, hidup kita tidak lebih dipimpin oleh iblis. Potensi yang ada di dalam diri kita tidak tergantung dengan apa yang di luar. Inilah gambaran Kerajaan Sorga yang dibukakan oleh Tuhan Yesus melalui perumpamaan biji sesawi dan ragi. Kerajaan Sorga dimulai dari sesuatu yang kecil kemudian menjadi besar. Kalau kita menyadari hal ini maka kita tidak mudah goyah oleh segala tantangan yang ada di dunia karena kita tahu, Tuhan yang memampukan kita, Tuhanlah yang memberikan potensi. Maukah kita taat untuk dibentuk dan menjadi alat di tangan Tuhan?
Dalam kehidupan Kekristenan, di satu pihak golongan karismatik selalu ingin memulai dengan sesuatu yang besar, orang ingin mendapatkan hasil yang besar dan spektakuler akibatnya orang tidak dapat membedakan lagi apakah itu pekerjaan Tuhan ataukah pekerjaan iblis. Namun di pihak lain, orang terlalu minder sehingga ia tidak dapat merasakan pimpinan Tuhan, tidak pernah merasakan kuasa Tuhan, tidak pernah mengalami bagaimana Tuhan bekerja dengan sangat heran dan membuat kita takjub. Lihatlah bagaimana Tuhan memimpin dan memampukan kita yang kecil dan lemah sehingga kita mampu melakukan pekerjaan besar; Tuhan telah memberikan potensi pada kita. Adalah pendapat yang salah kalau pimpinan Tuhan ini hanya khusus untuk para pendeta atau penginjil. Tuhan menegaskan pimpinan dan penyertaan itu diberikan pada setiap anak Tuhan yang mau taat pada-Nya. Jangan mendualismekan antara hidup dalam Tuhan dengan hidup di tengah dunia dan panggilan Tuhan bukan dikhususkan untuk suatu profesi saja tetapi untuk setiap umat Allah. Ketika kita berserah total pada-Nya maka kita akan melihat dan merasakan bagaimana Tuhan bekerja sangat heran atas kita, kita sendiripun akan dibuat takjub oleh perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib atas kita.
3. Menjadi berkat bagi orang lain
Kerajaan Sorga seperti biji sesawi yang kecil namun ketika ia tumbuh ia akan menjadi sebuah pohon dimana semua burung dapat bernaung di dalamnya dan seperti halnya, ragi ia akan membuat sebuah adonan itu berkembang. Inilah misi Kerajaan sorga yaitu menjadi berkat bagi dunia. Cara kerja Tuhan berbeda dengan cara dunia. Biarlah setiap kita yang menjadi warga kerajaan-Nya meneladani Kristus Sang Raja yang datang bukan untuk dilayani tetapi melayani; Ia datang untuk menjadi tebusan bagi manusia berdosa. Hendaklah dalam hidup kita selalu mempunyai semangat untuk menjadi berkat bagi orang di sekitar kita, if you work you work to be blessing for other.
Hal ini menjadi panggilan sekaligus misi dari gerakan reformed. Hari ini kalau GRII ada itu bukan untuk diri sendiri tapi untuk menjadi berkat bagi seluruh kota dan seluruh dunia. Setiap hal yang kita kerjakan untuk menjadi berkat bagi orang lain bukan untuk diri sendiri. Hendaklah sebagai anak Tuhan kita meneladani Kristus yang selalu tidak berpikir untuk diri tetapi selalu ingin menjadi berkat bagi orang lain. Inilah prinsip dan jiwa dari Kerajaan Sorga. Hendaklah ketika kita bekerja bukan sekedar untuk uang tetapi lakukan semua itu untuk Tuhan dan menjadi berkat bagi orang lain. Hal ini tidaklah mudah sebab iblis juga turut bekerja, ia akan menjepit anak Tuhan dengan segala tantangan dan penderitaan namun ingatlah, tetaplah bersandar pada Tuhan dan percayalah, Tuhan tidak akan membiarkan anak-anak-Nya dipermainkan oleh dunia, Ia akan membalaskan semua ketidakadilan yang kita dapatkan di dunia. Tuhan menegaskan pembalasan itu adalah hak-Ku. Biarlah dimanapun kita berada, dimanapun kita bekerja, prinsip Kerajaan Sorga, yakni menjadi berkat bagi orang lain itu menjadi prinsip hidup kita dengan demikian nama Tuhan dipermuliakan.
Melalui perumpamaan ini biarlah dibukakan bahwa segala sesuatu harus dimulai dari hal kecil sebab saat kita merasa kecil itulah justru Tuhan membuatnya menjadi besar. Hendaklah kita juga sadar bahwa semua potensi yang ada dalam diri kita itu asalnya dari Tuhan untuk dipakai untuk menjadi berkat bagi orang lain. Kerajaan sorga adalah tempat dimana altruisme dibangun sebesar-besarnya sehingga burung-burung dapat bersarang di dalamnya; menjadi berkat bagi dunia yang gelap. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber: