20 August 2009

PARADOXICAL CHRISTIAN LIFE STYLE (Denny Teguh Sutandio)

PARADOXICAL CHRISTIAN LIFE STYLE:
Analisis Gaya Hidup Kristen dan Panggilan Gaya Hidup Kristen yang Paradoks Di Era Postmodern


oleh: Denny Teguh Sutandio



“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
(Rm. 12:2)





PENDAHULUAN
Alkisah ada dua orang Kristen yang beribadah di gereja yang sama. Sebut saja A dan B. A adalah sosok jemaat gereja ideal. Dia seorang yang aktif pelayanan dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan gereja. Bahkan ia aktif dan gemar membaca buku-buku theologi dan rohani berkualitas. Tidak jarang dia juga aktif berdiskusi theologi bahkan berdebat dengan orang lain tentang doktrin Kristen yang sehat. Meskipun A gemar dengan hal-hal theologi, namun sayangnya ia tidak pandai bergaul dan kaku. Semua dinilai dari perspektif Alkitab, bahkan untuk hal-hal kecil/sekunder sekalipun. Sedangkan B adalah sosok jemaat gereja yang biasa-biasa saja, bahkan boleh dibilang kurang aktif ke gereja. Dia sosok jemaat yang malas pergi ke gereja. Dia lebih sering keluar hang out bersama teman-temannya ketimbang harus belajar doktrin. Bahkan ada yang sampai ekstrim, lebih memilih hang out ketimbang harus beribadah.




VARIASI GAYA HIDUP ORANG KRISTEN
Ilustrasi di atas adalah gambaran dua gaya hidup orang Kristen di zaman ini.
Di satu sisi, ada orang Kristen yang gemar belajar doktrin, namun sayangnya gaya hidupnya sangat kaku (istilah kerennya: jadul—jaman dulu). Mengapa bisa demikian? Karena ia mengamini khotbah pendetanya yang mengutip Roma 12:2 bahwa kita tidak boleh serupa dengan dunia, tetapi harus berubah oleh pembaharuan budi kita. Gara-gara konsep tersebut, maka di dalam pola pikirnya, segala sesuatu di dunia ini pasti rusak dan harus dihakimi menurut perspektif Alkitab. Alhasil, jangan heran, mereka buta terhadap hal-hal duniawi. Jangan tanyakan kepada orang ini tentang Facebook, Friendster, dll. Yang dia tahu bukan Facebook, tetapi book (=buku), hehehe J Bagaimana bisa tahu gaya hidup orang ini? Memang agak susah, tetapi bisa ditebak kok. Adapun ciri-ciri orang ini seperti:
Pertama, tidak mampu membedakan mana yang primer dengan sekunder. Semua hal dianggapnya primer, apalagi menyangkut doktrin. Orang ini akan mendengungkan bahwa esensi lebih penting dari fenomena. Semua doktrin dianggap primer/esensi, sehingga tidak heran jika ada orang yang berbeda doktrin dengannya dalam hal-hal sekunder pun dianggap oleh orang Kristen kaku ini sebagai hal primer. Ambil contoh, baptisan bayi/anak (infant baptism). Alkitab TIDAK melarang praktek baptisan bayi dan TIDAK mengharuskan baptisan bayi. Namun ada seorang pendeta dengan nada emosinya mengatakan di atas mimbar bahwa gereja yang tidak menjalankan baptisan anak itu sesat. Ini contoh orang Kristen yang tidak bisa membedakan mana yang primer dan mana yang sekunder.

Kedua, tidak mampu membedakan mana yang merupakan humor dengan yang serius. Bagi orang ini, semua hal dianggap serius, tidak ada humor. Saya menjumpai ada seorang Kristen yang menguasai banyak bidang doktrin dan hal-hal lain ternyata adalah seorang yang tidak bisa membedakan antara humor dengan yang tidak humor. Sesuatu yang humor dianggap serius dan lebih parahnya dia mendukung argumentasinya berdasarkan Alkitab.

Ketiga, tidak bisa bergaul. Orang model ini jarang bisa bergaul. Saya sudah mendapati orang-orang model seperti ini. Orang model ini biasanya seorang pendiam dan sangat kaku.

Keempat, cara berpakaian. Entah mengapa cara berpakaian orang Kristen seperti ini sangat old fashioned. Kalau orang Kristen ini orang yang sudah tua atau orangtua, itu wajar, namun jika orang Kristen model ini masih muda, maka sangat ketinggalan zaman orang seperti ini. Bayangkan seorang muda Kristen masih menggunakan celana panjang hitam, baju dimasukkan, dll. Bukan berarti kita tidak boleh rapi, tetapi kerapian itu harus disesuaikan dengan konteksnya.


Di sisi lain, ada orang (Kristen) yang malas beribadah (ke gereja), namun gaya hidupnya gaul luar biasa. Ciri-ciri orang (Kristen) seperti ini bertolak belakang dari ciri orang Kristen model A di atas:
Pertama, tidak memerhatikan esensi. Jika orang Kristen model A terlalu mementingkan esensi dan cenderung membuang fenomena, maka orang (Kristen) model B sangat mementingkan fenomena dan cenderung membuang esensi. Baginya, hidup hanya sekali, maka hidup harus dinikmati sebebas-bebasnya. Masa bodoh dengan iman, karakter, komitmen, dll. Prinsip hidupnya: “muda foya-foya, tua kaya-raya, dan mati masuk ‘sorga’” Gaya hidupnya: enjoy aja. Tidak ada ikatan di dalam hidupnya. Mereka bebas melakukan apa yang mereka ingin lakukan. Tidak heran, di zaman postmodern ini, free-sex begitu laku di pasaran bahkan mereka bisa bersuka karena telah melakukan free-sex. Konsep ini jelas tidak beres. Jika semua orang bebas seperti ini, ada beberapa hal yang tidak disadarinya: Pertama, kriteria bebas seperti apa yang ia tetapkan? Kedua, kebebasan seseorang pasti melawan kebebasan orang lain dan pasti terjadi perkelahian di antara mereka.

Kedua, semua hal dianggap humor/tidak serius. Jika di dalam “kamus” hidup orang model A tidak ada humor, maka di dalam “kamus” hidup orang model B semua dianggap humor. Tidak ada jiwa serius apalagi bertanggungjawab atas apa yang dikatakannya. Ya, inilah era di mana tanggung jawab sudah mulai hilang bahkan di kalangan banyak orang “Kristen.” Semua bisa berkata sesuka hatinya tanpa mau mempertanggungjawabkan apa yang dikatakannya.

Ketiga, sangat pandai bergaul. Orang model B ini sangat mudah dan pandai bergaul. Dia memiliki banyak teman/sahabat bahkan dari luar negeri. Dia mungkin seorang yang mudah akrab dengan orang yang baru pertama kali ditemui. Tetapi sayangnya, kita tidak pernah mengetahui apa motivasi sebenarnya dari orang yang sangat mudah/pandai bergaul tersebut.

Keempat, cara berpakaian sangat up-to-dated. Orang model B tidak usah diragukan lagi cara berpakaiannya: sangat gaul, up-to-dated, dan funky. Namun sayangnya, yang ekstrim, mereka berpakaian melampaui batas-batas etika. Hal ini bisa dilihat biasanya pada seorang artis wanita terkenal atau penyanyi pop/dangdut yang berpakaian tidak senonoh. Sebuah berita mengabarkan seorang istri pemimpin gereja besar di Singapore yang adalah seorang penyanyi sekuler mengenakan pakaian yang tidak senonoh yang mempertontonkan payudaranya.


Manakah yang harus dipilih orang Kristen? Orang Kristen jika dituntut untuk memilih, selalu berpikir either … or… Kalau tidak menjadi orang Kristen model A (kepalanya penuh dengan doktrin, namun jadul), maka ia akan menjadi orang Kristen model B. Jika orang Kristen memilih menjadi orang Kristen model A di atas, jangan harap orang dunia bisa bertobat, karena mungkin sekali orang dunia akan melihat keanehan orang Kristen yang benar-benar kaku dan jadul. Sebaliknya, jika orang Kristen memilih model B di atas, mungkin sekali ia cocok dengan orang dunia, namun sayangnya orang dunia yang benar-benar kritis tidak akan menghargai orang semacam demikian, karena orang model B tidak memiliki prinsip hidup bahkan komitmen. Jadi, manakah yang harus kita pilih dengan bertanggungjawab?




PANDANGAN ALKITABIAH TENTANG GAYA HIDUP KRISTEN YANG SEHAT
Jika kita telah melihat ketidakseimbangan gaya hidup “Kristen” di atas, maka sudah saatnya kita melihat apa kata Alkitab tentang gaya hidup Kristen yang sehat. Sebelumnya kita akan menelusuri makna gaya hidup dan dikaitkannya dengan pengajaran Alkitab mengenai gaya hidup Kristen.

Apakah gaya hidup itu? Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) mendefinisikan gaya hidup sebagai, “pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat.” (hlm. 258) Dari definisi ini, kita mendapatkan kesimpulan bahwa gaya hidup berkaitan dengan golongan/kelompok masyarakat. Bukankah ini hal menarik jika kita menggunakannya sebagai saksi Kristus yang menggarami dan menerangi dunia ini? Melalui sekelompok masyarakat Kristen yang memiliki gaya hidup Kristen yang NORMAL/SEHAT, maka kita bisa memenangkan orang banyak demi Kristus. Lalu, bagaimana memiliki gaya hidup Kristen yang NORMAL/SEHAT tersebut? Apakah kita memilih jalan kaku seperti orang Kristen model A atau kita berkompromi seperti orang Kristen model B? Jawabannya: TIDAK. Saya mengembangkan satu istilah: Paradoxical Christian Life Style (Gaya Hidup Kristen yang Paradoks). Artinya, di dalam mengembangkan gaya hidup Kristen, kita TIDAK mengikuti gaya hidup A yang jadul, kaku, dan old-fashioned tersebut, namun kita juga TIDAK mengikuti gaya hidup B yang tidak bertanggungjawab dan kompromi tersebut. Kita mengembangkan satu gaya hidup yang tetap berpusat kepada Allah namun tetap “mendarat” di dunia kita, sehingga kita bisa menjadi garam dan terang bagi dunia berdosa ini.

Roma 12:2 memang mengajar kita bahwa agar kita jangan serupa dengan dunia ini. Frase ini di dalam teks Yunaninya menggunakan bentuk pasif. Artinya, kita TIDAK boleh dipengaruhi dunia ini. Lalu, Paulus mengajar kita untuk memperbaharui akal budi kita agar kita bisa membedakan mana yang kehendak Allah: yang baik, berkenan kepada Allah (=menyenangkan Allah), dan sempurna. Dengan kata lain, di dalam Roma 12:2, Tuhan melalui Paulus menuntut kita memiliki gaya hidup yang berpusat kepada Allah, di mana hati, pikiran, perkataan, dan sikap kita memuliakan Allah. Itu esensi yang harus kita pegang dan tidak boleh dikompromikan. Kita harus mati-matian mempertahankan pola pikir ini bahkan mungkin harus berperang melawan postmodern yang anti-konsep dan semau gue. Tetapi meskipun demikian, kita jangan salah. Kita adalah anak-anak Tuhan yang diutus oleh Tuhan ke dalam dunia, seperti yang dikatakan Kristus sendiri kepada Bapa-Nya tentang para murid-Nya (dan umat pilihan-Nya), “Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” (Yoh. 17:14-17) Perhatikan doa Tuhan Yesus ini. Kristus mengajar hal paradoks seperti yang telah saya paparkan di atas:

Pertama, umat pilihan-Nya BUKAN berasal dari dunia ini sama seperti Kristus bukan berasal dari dunia ini. Berarti, Kristus sedang mengajar kita tentang status kita. Bagi kita yang termasuk umat pilihan-Nya, kita adalah orang-orang yang BUKAN berasal dari dunia ini, karena kita adalah warga Kerajaan Sorga yang dilahirkan dari Roh (bdk. Yoh. 3:3, 5-6). Seorang yang dilahirkan dari Roh secara status telah dilahirbarukan oleh Roh Kudus untuk percaya kepada Kristus, namun secara kondisi, orang ini perlu terus-menerus hidup dipimpin Roh Kudus (Rm. 8:14). Kita bisa melakukan hal ini semata-mata karena anugerah Allah melalui kuasa pencerahan dan pimpinan Roh Kudus tersebut (bdk. Flp. 2:12-13). Orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah mereka yang menyenangi apa yang Allah senangi dan membenci apa yang Allah benci. Itulah definisi paling jitu tentang menyangkal diri dari hamba-Nya, Pdt. Dr. Stephen Tong.

Kedua, meskipun bukan berasal dari dunia, Tuhan Yesus tidak meminta kepada Bapa agar umat pilihan-Nya diambil dari dunia ini. Mengapa? Karena Kristus mengutus mereka untuk menjadi saksi-Nya yang harus mewartakan kasih Kristus kepada banyak orang (Mat. 5:13-16; Kis. 1:8). Dari sini, kita belajar bahwa kita sebagai anak-anak-Nya DIUTUS menggarami dan menerangi dunia. Lalu, bagaimana cara menggarami dan menerangi dunia? Apakah caranya seperti orang Kristen model A tersebut? TIDAK! Jika kita mencontoh orang Kristen model A, orang dunia dijamin tidak akan bertobat, malah mungkin merasa risih dengan keanehan kita. Cara kita menggarami dan menerangi dunia adalah dengan melihat dunia sekeliling kita dengan perspektif kedaulatan Allah. Berarti, prinsip pertama di dalam cara menjadi garam dan terang dunia, yaitu kedaulatan Allah. Prinsip kedua adalah mengamati kondisi dunia kita (secara obyektif). Kita harus mengerti apa yang sedang terjadi di dunia kita. Caranya adalah dengan kita membaca surat kabar, mengakses internet, menonton film/DVD, dll. Misalnya, ditangkapnya teroris yang ternyata bukan Noordin M. Top oleh Densus 88, dll. Jika kita tidak tahu-menahu tentang kondisi dunia sekitar, bagaimana kita bisa menggarami dunia?

Ketiga, meskipun kita diutus oleh Kristus, Ia meminta kepada Bapa agar Bapa melindungi mereka dari yang jahat dengan menguduskan mereka dengan firman-Nya. Berarti, ketika kita diutus menjadi saksi-Nya, kita tidak ditinggalkan begitu saja, Roh Kudus diutus dan Firman Allah diwahyukan untuk memimpin hidup kita terus-menerus agar kita makin taat kepada Kristus dan siap menggarami dan menerangi dunia kita. Dengan kata lain, Alkitab dan Roh Kudus adalah dua sarana/pagar agar kita bisa menjadi garam dan terang dunia dengan teliti, waspada, dan bertanggungjawab. Berarti kita harus memakai semua sarana dunia yang baik untuk memuliakan Allah. Di dalam theologi Reformed, kita mengenal konsep mandat budaya. Seperti ajaran Dr. John Calvin tentang spiritualitas Kristen, kita tidak anti terhadap dunia, namun kita memanfaatkan segala hal di dunia ini untuk memuliakan Allah. Itulah inti pengajaran Alkitab, kita menaklukkan semua pikiran di bawah kaki Kristus, seperti yang Rasul Paulus ajarkan kepada jemaat di Korintus, “Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus,” (2Kor. 10:5) Saya akan memberikan contoh praktisnya. Di dalam zaman sekarang, Facebook sedang ngetren. Apa yang menjadi sikap Kristen? Beberapa orang Kristen yang sangat anti dengan Facebook. Sedangkan banyak orang Kristen yang tergila-gila dengan Facebook. Lalu, bagaimana sikap kita? Ingat, gaya hidup orang Kristen adalah gaya hidup paradoks! Berarti sebagai orang Kristen, kita memiliki misi dan visi tersendiri di dalam mendayagunakan Facebook tersebut. Meskipun tidak harus melulu diisi dengan hal-hal rohani, kita harus menebus Facebook bagi Kristus. Caranya dengan memberitakan Injil dan kebenaran Firman melalui Catatan/Notes di Facebook atau yang lainnya. Hal serupa dengan forum dan milis (Kristen) di internet. Masuklah ke forum dan milis tersebut, beritakan suara kebenaran dari iman Kristen yang beres, supaya nama Tuhan dipermuliakan.




KESIMPULAN
Melalui gaya hidup Kristen yang paradoks:
Pertama, kita TETAP memiliki prinsip hidup yang kokoh dan kuat untuk hal-hal primer sesuai dengan prinsip Alkitab yang konsisten dan menyeluruh, namun kita TIDAK kaku terhadap hal-hal sekunder. Hal-hal seperti baptisan anak, model baptisan (percik, selam, dll), penggunaan Facebook (dan sejenisnya), dll adalah hal-hal sekunder yang TIDAK perlu diributkan bahkan dipertengkarkan. Kita memegang teguh prinsip dasar dan pentingnya, namun kita tetap menghargai unsur-unsur sekunder yang tidak terlalu penting. Saya takut khususnya mereka yang bertheologi Reformed, gemar berdebat untuk urusan-urusan sekunder bahkan memblame sesat/bidat bagi mereka yang menolak doktrin Reformed yang sekunder (misalnya: baptisan anak, dll). Hal itu TIDAK menjadi berkat bahkan mungkin bisa menjadi batu sandungan! Bertobatlah dan jangan menjadi orang Kristen (Reformed) EKSTRIM!

Kedua, kita tetap mempertahankan pentingnya esensi ketimbang fenomena, tetapi TIDAK mengabaikan fenomena sama sekali. Artinya, kita memang melihat esensi lebih penting dan signifikan ketimbang fenomena, namun fenomena tidak boleh dibuang sama sekali. Mengapa? Karena kita adalah manusia yang hidup di DUNIA. Mau tidak mau, suka tidak suka, fenomena tetap perlu. Adalah suatu kegilaan jika ada orang Kristen yang terlalu mementingkan esensi bahkan untuk hal-hal tidak terlalu penting. Misalnya, untuk urusan makan lemper, bakso, dll, ada pendeta yang mengajar bahwa kita harus mementingkan unsur nilai, bukan hanya murah atau mahalnya. Nilai memang harus diperhatikan, tetapi TIDAK berarti setiap detail hidup kita sangat mementingkan nilai, itu GILA namanya! Pdt. Dr. Stephen Tong sendiri yang mengerti nilai TIDAK sampai seekstrim si pendeta itu. Pdt. Stephen Tong kalau makan dan bepergian dengan menggunakan transportasi selalu mencari yang paling murah. Berarti NILAI/ESENSI ada batasnya! Belajar hidup NORMAL sebagai anak Tuhan!



Setelah merenungkan tentang gaya hidup Kristen yang paradoks, bagaimana reaksi kita? Masihkah kita bersikukuh pada pandangan kita yang kaku, kolot, dan jadul tersebut? Ataukah kita rendah hati menerima apa yang Alkitab ajarkan tentang gaya hidup Kristen yang NORMAL/PARADOKS tersebut? Amin. Soli DEO Gloria.