30 August 2009

Roma 16:8-10: SALAM KEPADA SAUDARA SEIMAN-4: Budak

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-10


Salam Kepada Saudara Seiman-4: Budak

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 16:8-10



Setelah menyampaikan salam kepada 3 profesi/jabatan saudara seiman Paulus di ayat 5b s/d 7, kita akan menyelidiki salam Paulus pada 3 ayat berikutnya, ayat 8 s/d 10. Di dalam 3 ayat ini, Paulus menyebut 4 nama, yaitu: Ampliatus, Urbanus, Stakhis, dan Apeles. Nelson Compact Series Compact Bible Commentary menafsirkan 4 nama di dalam 3 ayat ini sebagai nama-nama budak yang umum. Mari kita menyelidiki satu per satu.

Pertama, salam kepada Ampliatus. Paulus hanya menyebut Ampliatus sebagai orang yang ia kasihi di dalam Tuhan. Siapa Ampliatus? Dr. John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible memaparkan bahwa Ampliatus adalah nama Romawi. New International Version (NIV) Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa nama ini adalah nama budak Romawi yang kemungkinan nama Ampliatus muncul di makam di Catacomb of Domitilla, keponakan perempuan dari Kaisar Domitian. Dari keterangan singkat ini, maka mungkin sekali Ampliatus adalah perempuan. Namun dari struktur bahasa Yunaninya, nama Ampliatus menggunakan bentuk maskulin, bukan feminin (bdk. nama Priskila/Priska di ayat 3 yang menggunakan bentuk feminin). Meskipun ada perbedaan tafsiran jenis kelamin Ampliatus, itu bukanlah yang terpenting. Berita yang terpenting adalah Paulus menganggap seorang budak yang bernama Ampliatus ini sebagai orang yang ia kasihi di dalam Kristus. Ini menunjukkan bahwa budak atau pun status seseorang bukanlah menjadi halangan mereka dikasihi, apalagi di dalam Kristus, tidak ada perbedaan status budak dan tuan, meskipun kedua status ini masih ada/tidak dihapus (Kol. 3:11, 22-23). Artinya, umat Tuhan TIDAK perlu melihat perbedaan status di dalam Kristus, namun secara urutan (ordo), hal ini TIDAK berarti budak bisa setara dengan tuan, lalu budak menginjak-injak si tuan. Inilah paradoksikal iman Kristen: SETARA namun BERTINGKAT. Hal ini diderivasikan dari konsep Allah Tritunggal yang SETARA dalam hakikat, namun BERTINGKAT dalam ordo (misalnya, Allah Bapa mengutus Allah Anak, bukan sebaliknya).

Kedua, salam kepada Urbanus. NIV Spirit of the Reformation Study Bible juga menafsirkan bahwa nama Urbanus juga adalah nama budak Romawi. Tidak ada keterangan lengkap di Alkitab mengenai Urbanus, kecuali pemaparan sangat singkat dari Paulus, yaitu Urbanus adalah seorang teman sekerja Paulus di dalam Kristus. Alkitab tidak mencatat profil lengkap Urbanus juga bukanlah hal terpenting. Berita terpenting adalah sosok budak bagi Paulus bukan profesi yang rendah, bahkan Paulus menganggap budak Romawi yang bernama Urbanus ini sebagai teman sekerjanya di dalam Kristus atau dengan kata lain, Urbanus dianggap Paulus sebagai teman sepelayanan Paulus. Berarti, Paulus mengubah status Urbanus dari hamba manusia menjadi hamba Tuhan. Meskipun sama-sama berpredikat “hamba”, namun peralihan status ini berdampak besar bagi hidupnya. Seorang hamba manusia adalah orang yang menghambakan diri kepada manusia yang sama-sama berdosa, terbatas, dan dicipta oleh Allah, namun seorang hamba Allah adalah seorang yang menghambakan diri kepada Allah yang Mahakuasa, Berdaulat, Mahakasih, Mahaadil, dan Mahakudus. Hal serupa juga terjadi pada kita. Kita mungkin adalah hamba manusia dan bahkan hamba dosa ketika kita masih belum diselamatkan, namun di dalam Kristus, kita telah dipulihkan menjadi hamba Allah. Kita tidak lagi menjadi hamba manusia, uang, dll, karena itu terbatas sifatnya. Lalu, bagaimana jika kita bekerja di bawah orang lain? Apakah kita bisa disebut hamba manusia? YA dan TIDAK! YA secara fenomena, tetapi TIDAK secara esensi. YA secara fenomena berarti secara status di dalam masyarakat, jika kita sebagai karyawan/pegawai/staf di bank atau perusahaan apa pun, kita memang berada di bawah otoritas bos/manajer/direktur/dll, namun TIDAK secara esensi berarti meskipun berada di bawah otoritas bos, kita sebagai orang Kristen TIDAK harus mengikuti apa pun kata bos (termasuk hal-hal yang tidak menyenangkan hati Allah). Inilah bedanya kita menjadi hamba Allah di dalam segala aspek kehidupan kita dengan menjadi hamba manusia!

Ketiga, salam kepada Stakhis. Siapa Stakhis? Tidak ada keterangan apa pun di Alkitab. Dr. John Gill memaparkan bahwa nama ini adalah nama Yunani. Robertson’s Word Pictures mengartikan nama ini sebagai bongkol butir padi (bdk. Mat. 12:1). Selanjutnya, Dr. Gill menjelaskan bahwa Stakhis adalah salah seorang dari 70 murid (bdk. Luk. 10:1) yang kemudian menjadi Bishop/Uskup gereja di Byzantium. Hal yang sama terjadi pada Ampliatus, budak Romawi yang Paulus kasihi juga.

Keempat, salam kepada Apeles. Apeles bagi Paulus adalah seorang yang sudah tahan uji di dalam Kristus. “Tahan uji dalam Kristus” diterjemahkan oleh King James Version (KJV) sebagai approved in Christ. Kata approved di dalam bahasa Yunaninya adalah dokimos yang artinya acceptable (dapat diterima). NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa nama Apeles adalah nama yang unik, karena Paulus menggunakan satu kata Yunani untuk menggabungkan dua konsep tentang tested and approved (diuji dan disetujui). Dengan kata lain, Apeles berarti seorang yang sudah melewati ujian dan dinyatakan lulus dari ujian tersebut. Dari hal ini, kita belajar poin ketiga tentang konsep salam Paulus kepada budak, yaitu konsep budak yang menderita di dalam Kristus. Jika di poin pertama, kita belajar bahwa status budak tidak masalah bagi Paulus, bahkan dikasihi Paulus, maka di poin kedua, kita belajar adanya peralihan status budak manusia menjadi budak Allah. Dan di poin terakhir, kita belajar tentang status budak yang menderita dan diterima di dalam Kristus. Berarti, ada perkembangan pelajaran yang ingin Paulus ajarkan. Pertama, status budak itu tetap berharga di mata Allah. Kedua, budak tersebut diubah dari budak manusia menjadi budak Allah. Dan terakhir, budak yang menjadi budak Allah ini bukanlah budak yang hidup nyaman, tetapi harus melewati berbagai macam penderitaan demi imannya dan ia dipastikan menang karena kesetiaannya kepada Allah yang ia layani.

Ketiga pelajaran ini juga menjadi pelajaran bagi kita. Pertama, dulu kita adalah hamba dosa. Kita sebagai manusia yang dicipta, terbatas, dan berdosa (mengutip istilah Pdt. Dr. Stephen Tong) lebih cenderung menghambakan diri kepada dosa daripada kepada Allah. Lalu, Allah memilih kita sebelum dunia dijadikan dan Ia menentukan dan membawa kita kepada penebusan Kristus melalui karya Roh Kudus. Di dalam penebusan Kristus, kita beralih dari status hamba manusia yang diperbudak oleh dosa menjadi hamba Allah yang dipimpin oleh Allah. Kita tidak lagi menyenangi apa yang kita senangi, tetapi apa yang Tuhan senangi. Kesukaan-Nya menjadi kesukaan kita. Tetapi ketika kita menjadi hamba-Nya, itu BUKAN hal mudah. Ada beragam ujian yang Tuhan sediakan untuk menguji dan mendewasakan iman dan seluruh hidup kita. Penderitaan, penyakit, kegagalan, dll adalah sarana yang Tuhan pakai untuk menempa kita untuk terus-menerus makin setia kepada-Nya. Meskipun harus menderita, umat Tuhan bukan kalah di dalam penderitaan tersebut, tetapi pasti menang, karena Allah yang telah mengalahkan dunia tersebut bagi mereka adalah Allah yang memberi kekuatan di kala penderitaan itu mencengkeram hidup mereka. Itulah citra budak Allah. Mengutip Ev. Agus Marjanto Santoso, M.Div. di dalam khotbah di National Reformed Evangelical Convention (NREC) 2008, kita dulu adalah orang berdosa (sin), dipanggil menjadi orang kudus Allah di dalam Kristus (saint), dan setelah ditebus-Nya, kita dipanggil untuk melayani-Nya (servant). Sin -> saint -> servant.

Kelima, salam kepada orang-orang di rumah Aristobulus. Tidak ada keterangan apa pun di dalam Alkitab tentang siapa Aristobulus dan orang-orang di dalam rumah Aristobulus. NIV Spirit of the Reformation Study Bible mengontraskan gaya salam Paulus di ayat 10c ini dan 11 dengan ayat 5, 14-15, di mana ayat 10c dan 11, Paulus tidak memberi salam kepada orangnya langsung, tetapi kepada orang-orang yang ada di dalam rumah orang-orang yang disebut (Aristobulus dan Narkisus). Mengapa Paulus tidak menyampaikan salam kepada Aristobulus, melainkan kepada orang-orang di dalam rumah Aristobulus? Beberapa tafsiran Alkitab yang saya baca meragukan bahwa Aristobulus adalah seorang Kristen. NIV Spirit of the Reformation Study Bible menafsirkan bahwa kemungkinan Aristobulus adalah cucu dari Herodes Agung dan teman dari Kaisar Klaudius. Dengan kata lain, salam Paulus BUKAN ditujukan kepada Aristobulus, tetapi kepada orang-orang yang ada di dalam rumah Aristobulus, yang kemungkinan para budak Kristen. Dari bagian ini, kita mendapatkan pelajaran bahwa Paulus yang memperhatikan empat budak di atas, juga memperhatikan budak-budak lain di bawah pengawasan majikan/tuan mereka. Selain memperhatikan, ia tentu juga mengajar para budak Kristen untuk taat kepada tuan mereka seperti kepada Kristus (Kol. 3:22-23).


Dari 3 ayat ini, kita belajar tentang konsep budak. Tidak ada salahnya dengan konsep budak, yang salah adalah perlakuan terhadap budak (mengutip perkataan Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. dan Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.). Jika konsep budak itu salah, maka kita disebut budak Allah pun juga salah, padahal Alkitab juga mengajar bahwa kita adalah hamba-hamba Allah (Rm. 6:22; Ef. 6:6; 1Ptr. 2:16). Di sini letak kegagalan “theologi” pembebasan ala dunia berdosa yang melawan Alkitab! Sebagai hamba/budak Allah, sudahkah kita benar-benar menjalankan panggilan sebagai budak-Nya yang hanya men-Tuhan-kan Kristus dan menggenapkan kehendak dengan memperluas kerajaan-Nya di bumi ini? Biarlah ini menjadi pelajaran penting bagi kita. Amin. Soli Deo Gloria.