08 April 2012

Resensi Buku-162: THE ENEMY WITHIN (Rev. Kris Lundgaard, M.Div.)

Dosa adalah suatu hal yang berpengaruh dahsyat dalam kehidupan manusia, namun sering kali tidak disadari oleh manusia, bahkan oleh banyak orang Kristen sekalipun. Kuasa dan tipu daya dosa membuat banyak orang Kristen tertipu dan mengira bahwa dosa adalah sesuatu yang remeh, padahal sebenarnya dosa sangat berbahaya. Bagaimana kita sebagai orang Kristen mengerti kuasa dan tipu daya dosa? Lalu, bagaimana orang Kristen mengalahkan dosa itu?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
THE ENEMY WITHIN
(Musuh dalam Diriku: Pembicaraan Terus Terang mengenai Kuasa dan Kekalahan Dosa)


oleh: Rev. Kris Lundgaard, B.A., M.Div.

Penerbit: Momentum Christian Literature (Fine Book Selection), 2010 (cetakan ketiga)

Penerjemah: Rosana Palatehan

Meminjam kerohanian tokoh Puritan, Dr. John Owen yang menyelidiki tentang dosa, Rev. Kris Lundgaard di dalam bukunya Musuh dalam Diriku memaparkan dengan jeli dan tajam tentang dosa. Dimulai dari 4 bab awal mengenai definisi kuasa dosa, dilanjutkan dengan cara bagaimana dosa itu bekerja dan apa yang dikerjakan oleh dosa di dalam hidup orang Kristen, lalu ditutup bagaimana orang Kristen dapat menutup peti mati kuasa dosa itu dengan melihat kepada Kristus. Keunikan dari buku ini, di dalam hampir setiap babnya, beliau memberikan cerita pendek sebagai pendahuluan, dilanjutkan dengan refleksi tentang begitu bahayanya kuasa dosa di dalam hidup orang Kristen, lalu ditutup dengan bagaimana mengalahkan kuasa dosa yang berbahaya itu dengan anugerah salib Kristus. Biarlah melalui buku sederhana ini, kita semakin disadarkan tentang betapa berbahayanya kuasa dosa dalam hidup kita dan betapa kita harus bersyukur bahwa Kristus telah mati disalib dan bangkit demi menebus dosa-dosa umat pilihan-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengalahkan dosa dengan kuasa kebangkitan-Nya.



Rekomendasi:
“Si Puritan John Owen yang luar biasa tetapi sulit untuk dimengerti, telah lama membantu orang Kristen untuk mengetahui adanya dosa yang tinggal di dalam diri, yaitu kedagingan dalam diri mereka sendiri, dan cara untuk mengalahkannya melalui kuasa ilahi. Kris Lundgaard menyajikan ajaran Owen tentang peperangan melawan dosa – tidak lebih, tidak kurang – disajikan dan diperbarui untuk pembaca masa kini, dengan pertanyaan-pertanyaan yang tepat sasaran. Buku ini akan menjadi batu penjuru bagi banyak orang masa kini, seperti karya asli Owen yang telah menjadi batu penjuru di masa lalu. Saya sungguh-sungguh memuji apa yang telah dilakukan Lundgaard.”
Prof. J. I. Packer, D.Phil.
(Profesor bidang Theologi Sistematika Sangwoo Youtong Chee di Regent College, Canada dan editor umum bagi English Standard Version, sebuah revisi Injili dari Alkitab Revised Standard Version; Bachelor of Arts—B.A., Master of Arts—M.A., dan Doctor of Philosophy—D.Phil. dari Oxford University, U.K.)

“Tulisan John Owen dalam Indwelling Sin in Believers dan The Mortification of Sin menurut saya adalah tulisan yang paling menjelaskan hal kekudusan orang Kristen yang pernah ditulis. Akan tetapi gaya penulisan abad ke-17 itu sangatlah berat bagi pembaca masa kini. Dalam Musuh dalam Diriku: Pembicaraan Terus Terang mengenai Kuasa dan Kekalahan Dosa, Kris Lundgaard telah melakukan pekerjaan yang patut dicatat dengan menjadikan ajaran Owen cocok bagi pembaca masa kini. Buku ini bukanlah versi abad ke-20 dari karangan Owen, melainkan karya yang segar, kontemporer, sangat mudah dibaca, dan ditulis sesuai dengan gaya bahasa Lundgaard sendiri, tetapi setia kepada ajaran Owen. Bagi setiap orang yang serius mengenai kekudusan, Musuh dalam Diriku adalah buku wajib.”
Jerry Bridges, D.D.
(Staf di The Navigators; dianugerahi gelar Doctor of Divinity—D.D. dari Westminster Theological Seminary, U.S.A.)

“Kris Lundgaard melakukan hal yang luar biasa. Dia memberikan kepada kita sebagian theologi Puritan yang terbaik dalam bahasa populer. Akan tetapi berhati-hatilah. Gayanya yang mempenetrasi ketika menyingkapkan tipu muslihat dosa akan menantang kita semua melakukan transformasi rohani yang radikal! Suatu pengalaman yang indah untuk bisa membaca karya seorang pengarang yang luar biasa. Kita berharap ia akan memberikan hal-hal yang lebih lagi di masa yang akan datang.”
Rev. Prof. Richard Linwood Pratt, Jr., Th.D.
(Pendiri dan Presiden dari Third Millenium Ministries; B.A. dari Roanoke College, belajar di Westminster Theological Seminary, Master of Divinity—M.Div. dari Union Theological Seminary, dan Doctor of Theology—Th.D. dalam Studi Perjanjian Lama dari Harvard University)

“Kris Lundgaard telah menyajikan kepada kita tulisan yang menyukakan hati. Kebanyakan buku mengenai dosa kurang serius membahas kekudusan Allah atau betapa kurangnya diri saya dalam hal kekudusan tersebut sampai-sampai saya tidak sanggup mengatasi kesalahan saya. Buku ini sungguh berbeda. Buku yang jujur, nyata, dan terlebih lagi, penuh pengharapan. Saya akan menjadi lebih baik dan buku ini akan membantu. Bacalah. Engkau akan bergembira.”
Rev. Prof. Stephen W. Brown, Litt.D.
(Adjunct Professor of Preaching di Reformed Theological Seminary, U.S.A. dan pernah menggembalakan selama 17 tahun di Key Biscayne Presbyterian Church; B.A. dari High Point College; Bachelor of Sacred Theology—S.T.B. dari Boston University School of Theology; dan Doctor of Letters—Litt.D. dari King College)

“Sebagai pembela iman Reformed yang handal, Kris Lundgaard menyajikan rencana lengkap dan jelas dalam peperangan melawan kedagingan. Konfrontasi dan mengalahkan dosa adalah perjuangan yang terus-menerus bagi setiap orang percaya. Buku ini adalah bacaan wajib bagi semua orang yang tidak ingin mengibarkan bendera putih kekalahan terhadap dosa, tetapi yang bertekad untuk mengalahkan dosa itu.”
Rev. Steven J. Lawson, D.Min.
(Pendeta Senior di Christ Fellowship Baptist Church, Mobile, Alabama, Executive Board dari The Master’s Seminary and College, Teaching Fellow di Ligonier Ministries, Visiting Professor di the Ligonier Academy, dan Presiden dari New Reformation Ministries; Bachelor of Business Administration—B.B.A. dari Texas Tech University; Master of Theology—Th.M. dari Dallas Theological Seminary; dan Doctor of Ministry—D.Min. dari Reformed Theological Seminary, U.S.A.)

“Suatu misi mata-mata di belakang garis musuh yang menarik, menjelaskan kekuatan-kekuatan spiritual yang menyerang dan menarik kita dengan menyerbu hati kita sendiri. Lundgaard mempersenjatai kita melawan serangan-serangan ini dengan mengingatkan betapa lemahnya kita ketika kita meyakini bahwa kita mungkin terjatuh. Dalam buku ini, kita menemukan peringatan tegas bahwa tanpa anugerah Allah, kita sebenarnya jauh lebih lemah dari yang kita bayangkan – tetapi Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar daripada roh yang ada di dalam dunia.”
Prof. Bryan Chapell, Ph.D.
(Presiden dan Profesor Theologi Praktika di Covenant Theological Seminary, U.S.A.; Bachelor of Science in Journalism—B.S.J. dalam bidang Jurnalisme, English literature, sejarah Amerika dari Northwestern University, Evanston, IL; M.Div. dalam bidang Theologi Praktika di Covenant Theological Seminary, U.S.A.; dan Ph.D. dalam bidang speech communication dari Southern Illinois University, Carbondale, IL)





Profil Rev. Kris Lundgaard:
Rev. Kris Lundgaard, B.A., M.Div. meraih gelar Bachelor of Arts (B.A.) dari Oklahoma State University, USA dan Master of Divinity (M.Div.) dari Reformed Theological Seminary, Jackson, USA. Beliau pernah melayani selama 8 tahun sebagai pendeta pendamping di University Presbyterian Church in America, Las Cruces, New Mexico.

Renungan Paskah 2012: TUHAN YESUS TELAH BANGKIT! (Denny Teguh Sutandio)

Renungan Paskah 2012

TUHAN YESUS TELAH BANGKIT!

oleh: Denny Teguh Sutandio

I. SETELAH MANUSIA MATI…

Tiga hari sebelumnya kita telah merenungkan bahwa setiap manusia pasti meninggal/mati dan kematiannya itu membuktikan bahwa manusia itu makhluk yang diciptakan, berdosa, dan terbatas. Dan lagi, kematian manusia selalu berpusat pada diri (membayar hutang dosa sendiri), namun tetap ditentukan oleh di luar diri (manusia tidak dapat memprediksi sendiri kapan dia mati dan manusia tidak dapat menentukan cara kematiannya). Pertanyaan selanjutnya yang muncul, jika semua manusia pasti mati, apa yang terjadi setelah manusia mati? Secara umum, fakta mengatakan bahwa orang yang sudah mati tidak mungkin bisa hidup kembali dengan sendirinya. Ini membuktikan bahwa manusia itu merupakan makhluk ciptaan yang terbatas yang tak mungkin bisa menciptakan kehidupan sendiri tanpa Allah yang menciptakannya. Bukan hanya tidak mungkin bisa hidup kembali, manusia yang mati juga akan dihakimi. Hal ini dikatakan oleh penulis kitab Ibrani di Ibrani 9:27, “manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,” Ayat ini mengajar kita bahwa manusia itu mati fisik hanya satu kali dan kemudian ia langsung dihakimi. Tidak ada waktu antara di antara kematian manusia dan penghakiman. Oleh karena itu, adalah salah jika ada orang Kristen yang menganut konsep purgatori atau api penyucian dosa yang mengajarkan bahwa setelah manusia mati, mereka akan dibawa ke purgatori untuk dimurnikan, baru setelah itu masuk Sorga. Ajaran ini TIDAK ada di Alkitab. Jika api penyucian dosa masih ada, bukankah itu berarti penebusan yang Kristus kerjakan di kayu salib itu tidak berfaedah apa-apa? Kedua, jika masih ada api penyucian dosa, marilah kita saat ini berbuat dosa sebanyak mungkin, toh nanti setelah kita mati, kita akan dimurnikan. Buat apa susah-susah bertobat saat ini, jika nanti dimurnikan kembali setelah kita mati? Kembali, Alkitab dengan jelas mengajar bahwa setelah manusia mati, mereka akan dihakimi, entah itu mereka masuk Sorga atau dibuang ke neraka, semua itu tergantung pada IMANnya: apakah ia percaya kepada Kristus atau tidak.

II. SETELAH TUHAN YESUS KRISTUS MATI…

Jika semua manusia mati dan tak mungkin bangkit/hidup kembali, bagaimana dengan kematian Anak Allah? Pada saat Jumat Agung, kita telah merenungkan bahwa kematian Anak Allah sangat bersignifikan mengampuni dosa manusia dan meredakan murka Allah, sehingga barangsiapa yang percaya di dalam-Nya akan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Namun, IA yang telah mati, bukan mati selama-lamanya! Alkitab dan fakta sejarah menyatakan dengan jelas bahwa IA bangkit! Inilah jawaban malaikat Tuhan kepada para wanita yang mengunjungi kubur Tuhan Yesus pada hari Minggu, “Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. (Mrk. 16:6) Ya, IA tidak hanya mati, IA juga telah BANGKIT. IA bangkit berarti IA hidup kembali setelah IA mati. Alam maut tidak menguasai-Nya, karena IAlah yang menguasai segala sesuatu termasuk alam maut. Perhatikan firman-Nya sendiri,

17Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali.

18Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku.

(Yoh. 10:17-18)

IA yang menyerahkan diri-Nya sendiri untuk disalibkan dan mati adalah IA juga yang mengambil nyawa-Nya kembali, sehingga IA bangkit. “Nabi” atau pendiri agama manakah yang sanggup meniru apa yang Kristus kerjakan ini? TIDAK ADA! Ya, hanya Tuhan Yesus Kristus yang sanggup melakukan, karena selain bernatur manusia, IA adalah Anak Allah yaitu Allah sendiri, sehingga IA berdaulat penuh!

III. BENARKAH TUHAN YESUS KRISTUS BANGKIT?

Kita telah membaca dari Injil bahwa Yesus sudah bangkit, pertanyaan selanjutnya, benarkah IA bangkit? Apa saja argumen-argumen yang menolak kebangkitan-Nya? Bagaimana orang Kristen menjawabnya?

A. Keberatan-keberatan Para Skeptis

Para skeptis adalah mereka yang meragukan segala sesuatu, khususnya meragukan apakah Yesus itu bangkit. Biasanya mereka menyajukan keberatan-keberatan di bawah ini:

1. Mahkamah Agama: Mayatnya Dicuri Orang (Mat. 28:13-14; bdk. Yoh. 20:6-7)

Keberatan pertama datang bukan dari orang atheis, tetapi justru dari kalangan agamawan, yaitu para mahkamah agama Yahudi. Ketika mereka diberi tahu oleh penjaga kubur Yesus bahwa Yesus telah bangkit, maka setelah berunding dengan para tua-tua, mereka sepakat menyuruh para serdadu tersebut sambil memberi sejumlah besar uang dengan mengatakan,

13Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur.

14Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan apa-apa.

(Mat. 28:13-14)

Perhatikan keanehan di atas. Mereka yaitu para Mahkamah Agama yang terdiri dari Imam Besar, 24 orang imam kepala, 24 orang tua-tua (wakil kaum awam), dan 22 orang ahli Taurat[1] adalah para agamawan yang mengerti Taurat dan harusnya menjalankan perintah Allah, namun setelah mendengar bahwa Yesus bangkit, mereka bukannya menyatakan Kebenaran, tetapi malah menyuap para serdadu dan memberitakan suatu dusta. Mereka melakukan dosa 2x: menyuap dan berdusta.

Keberatan ini rupanya ditiru oleh orang-orang skeptis di zaman ini sebagai keberatan untuk menyerang Kekristenan. Salah satunya adalah H. M. Reimarus di mana pada tahun 1778, melalui karyanya yang berjudul: The Goal of Jesus and His Disciples, dia mengatakan bahwa setelah kematian Yesus, para murid-Nya tidak bersedia meninggalkan gaya hidup yang telah mereka jalani bersama Yesus, maka mereka mencuri jasad Yesus, menyembunyikannya, dan memberitakan kepada dunia bahwa Dia akan kembali sebagai Mesias, namun mereka perlu menunggu selama 50 hari sebelum memberikan pengumuman ini supaya jasad tersebut, seandainya ditemukan, tidak akan dapat dikenali.[2] Namun sayangnya keberatan ini tidak memiliki dasar historis dan logis yang bisa dipercaya. Mari kita analisa.

Pertama, jika para murid mencuri jasad Yesus, tolong tanya, kapan itu terjadi? Siapa saja yang ikut terlibat dalam pencurian tersebut? Andaikan semua murid ikut terlibat dalam pencurian jasad Yesus, jangan lupa konteks waktu itu adalah kubur Yesus dijaga oleh seorang penjaga (Mat. 27:66). Kata “penjaga-penjaga” dalam terjemahan LAI tersebut salah, seharusnya diterjemahkan “penjaga”, karena kata Yunani yang dipakai κουστωδας (koustōdias) merupakan kata benda bersifat tunggal. Jika mereka semua mencuri jasad Yesus, mereka pasti perlu menggulingkan batu besar yang menutup kuburan tersebut, nah, bukankah suara batu yang digulingkan itu menimbulkan keributan dan membangunkan penjaga yang lagi tertidur? Jika si penjaga yang tertidur itu bangun, pasti ia akan menangkap para murid.

Kedua, andaikan saja mereka lolos dari si penjaga kubur tersebut, maka kita mengerti bahwa biasanya pencuri itu mencuri barang yang ingin dicurinya, kemudian melarikan diri. Misalnya, pencuri ingin mencuri brankas yang berisi uang, tentu saja si pencuri mendongkel brankas tersebut, mengambil uangnya, kemudian meninggalkan brankas tersebut dalam keadaan terbuka pintunya. Adalah suatu keanehan jika ada pencuri yang menutup pintu brankas tersebut dan menguncinya. Itu bukan pencuri namanya. Nah, jika para murid Yesus mencuri jasad Yesus, mungkinkah setelah mencuri jasad Yesus, mereka merapikan kain peluh yang digulung rapi? Bacalah Yohanes 20:6-7 tentang kesaksian Petrus dan Yohanes,

6… Ia melihat kain kapan terletak di tanah,

7sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung.

Ketiga, teori ini aneh, karena jika benar bahwa jasad Yesus dicuri dan disembunyikan oleh para murid, maka para pemuka agama waktu itu cukup mencari jasad Yesus yang disembunyikan tersebut, kemudian mengatakan kepada khalayak ramai bahwa Yesus tidak bangkit, maka seluruh berita Injil pasti gagal. Tetapi apa yang mereka lakukan? Mereka tidak berbuat demikian, malahan mereka makin keras melarang para murid memberitakan Kristus. Memang lucu para pemimpin agama waktu itu.

Keempat, jika para murid menyembunyikan jasad Yesus sampai 50 hari, lalu mereka memberitakan bahwa Kristus sudah bangkit, namun faktanya jasad-Nya masih ada, pertanyaan selanjutnya, mungkinkah mereka yang telah berdusta dapat menyimpan dustanya itu dengan nyawa mereka? Secara psikologis saja, tak mungkin orang yang berdusta bisa mengorbankan nyawa mereka untuk membela dusta tersebut. Stefanus dan Yakobus adalah para martir yang rela mati demi memberitakan Kristus yang disalibkan dan bangkit (Kis. 7:60; 12:2). Rasul Tomas yang dahulu sempat meragukan kebangkitan Yesus akhirnya memberitakan Injil ke India dan mati syahid di sana; rasul Andreas memberitakan Injil ke Yunani dan Asia Kecil, bahkan menyeberang hingga ke pantai utara Laut Hitam dan di Yunani, ia disalibkan pada kayu salib yang berbentuk X karena melalui pelayanannya, istri proconsul di kota Patrae, Yunani menjadi Kristen; rasul Bartolomeus dihubungkan dengan misi di India; Yakobus anak Alfeus memberitakan Injil hingga ke Spanyol; dll.[3]

2. Para “Pemikir”: Kebangkitan Tidak Sesuai dengan Logika dan Sejarah Umum (Kis. 17:32)

Setelah para mahkamah agama Yahudi yang meragukan kebangkitan Yesus, orang kedua yang meragukan kebangkitan Yesus adalah para pemikir Yunani. Ketika memberitakan Injil di Athena, Yunani, Paulus berhadapan dengan para filsuf Epikuros dan Stoa, kemudian mereka membawa Paulus ke sidang di Areopagus untuk mendengarkan pengajaran Paulus yang menurut mereka aneh. Setelah Paulus memberitakan Injil (Kis. 17:22-31) dan berakhir dengan, “membangkitkan Dia dari antara orang mati”, maka ada yang mengejek, sementara yang lain berkata, “Lain kali saja kami mendengar engkau berbicara tentang hal itu.” (Kis. 17:32) Meskipun ada yang bertobat setelah penginjilan Paulus di sana (Kis. 17:34), namun ejekan tersebut membuktikan bahwa bagi mereka, kebangkitan dari antara orang mati adalah suatu hal yang tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan sejarah umum. Mengapa? Karena sepanjang sejarah, semua manusia yang meninggal tak mungkin hidup kembali dan mereka juga tidak percaya bahwa orang yang telah meninggal bisa hidup kembali, karena mereka percaya bahwa kematian adalah terpisahnya jiwa dari tubuh. Jika seseorang meninggal, itu adalah kebahagiaan bagi filsafat Yunani karena di saat itu orang tersebut akan mengalami keselamatan di mana ia telah dibebaskan dari cengkeraman tubuh yang jahat. Dengan kepercayaan inilah, maka bagi orang Yunani yang tidak percaya waktu Paulus memberitakan Injil, pemberitaan Paulus tentang kebangkitan Kristus itu tidak masuk akal.

Sebenarnya secara fakta historis, di dalam Perjanjian Lama, ada manusia yang diangkat hidup-hidup ke Sorga tanpa mengalami kematian, yaitu Henokh, keturunan Set yang mencintai Allah (Kej. 5:24). Di lain pihak, masalahnya orang Yunani mempercayai berbagai ilah/dewa yang tak berpribadi yang tidak berkuasa apa pun, sehingga mereka tidak percaya akan kebangkitan tubuh. Jika mereka percaya pada Allah yang berpribadi, maka sangat masuk akal jika mereka percaya bahwa Allah itu berkuasa membangkitkan tubuh ini. Dengan kata lain, masalah utamanya bukan hanya pada kepercayaan akan kebangkitan dari antara orang mati, tetapi pada Tuhan yang dipercaya. Kepercayaan kepada Tuhan menentukan kepercayaan lainnya.

3. Orang-orang Modern: Para Pelayat Salah Mengunjungi Kubur Yesus (bdk. Mat. 27:57-61; Mrk. 15:45-47; Luk. 23:50-55)

Keberatan ketiga orang yang skeptis adalah mereka tidak percaya bahwa Yesus bangkit dan kuburnya kosong karena mereka percaya bahwa para pelayat yaitu Maria dan para wanita lainnya salah mengunjungi kubur Yesus. Teori “kubur yang salah” ini dipopulerkan oleh seorang ahli dari Harvard, Kirsopp Lake yang menulis buku The Historical Evidence for the Resurrection of Jesus Christ. Menurut Lake, karena di sekitar situ, ada banyak kubur, maka para wanita, yang bermaksud mengunjungi kubur Yesus di hari Minggu pagi, bingung untuk menemukan kubur mana yang merupakan kubur Yesus, lalu ada pria muda yang berdiri di depan pintu yang menunjukkan bahwa mereka tiba di lokasi yang salah dengan mengatakan, “Dia tidak ada di sini” sambil menunjuk ke kubur lain, dia berkata, “Lihatlah tempat mereka menyemayamkan Dia.”[4]

Bagaimana orang Kristen menjawab keberatan di atas?

Pertama, fakta sejarah mengatakan bahwa Yusuf Arimatea bukanlah tokoh rekaan orang Kristen, orang ini ada di dalam sejarah. Yusuf Arimatea yang memiliki kubur di mana Yesus dimakamkan tentu saja mengetahui kubur mana yang dipakainya untuk menguburkan Yesus dan ia pun membaringkan tubuh Yesus di kubur tersebut (Mrk. 15:46; Mat. 27:59-60; Luk. 23:53; Yoh. 19:41). Oleh karena itu, andaikan para wanita yang mengunjungi kubur Yesus itu salah, maka tentu saja Yusuf Arimatea dengan mudah menunjukkannya dan kemudian mengarahkan para wanita itu ke kubur yang benar. Namun Alkitab tidak mencatat tindakan Yusuf demikian. Ini membuktikan keberatan di atas tidak bisa diterima.[5]

Kedua, data Alkitab mengatakan bahwa sebelum mengunjungi kubur Yesus di hari Minggu pagi, para pelayat yaitu para wanita itu telah melihat sendiri kubur di mana Yesus dimakamkan. Perhatikan catatan Injil sinoptik berikut ini. Setelah Yusuf Arimatea membaringkan jasad Yesus di kubur yang dibelinya, maka Markus mencatat, “Maria Magdalena dan Maria ibu Yoses melihat di mana Yesus dibaringkan.” (Mrk. 15:47) Matius juga mencatat hal serupa, “Maria Magdalena dan Maria yang lain tinggal di situ duduk di depan kubur itu.” (Mat. 27:61) Bagaimana dengan catatan sejarawan Lukas? Sama, dr. Lukas mencatat, “Dan perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea, ikut serta dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana mayat-Nya dibaringkan.” (Luk. 23:55) Catatan tambahan lain adalah kubur di mana Yesus dibaringkan “belum pernah dibaringkan mayat” (Luk. 23:53), sehingga para pelayat tentu saja mengetahui kubur mana yang benar-benar baru. Meskipun ketiga catatan di atas tidak 100% sama, tetapi intinya sama yaitu para wanita yang mengunjungi kubur Yesus telah melihat kubur dan tempat Yesus dibaringkan, sehingga tak mungkin mereka bisa salah mengunjungi kubur Yesus!

4. Orang-orang Modern: Yesus hanya pingsan.

Keberatan terakhir dari orang-orang modern adalah Yesus hanya pingsan. Teori ini dipromosikan oleh seorang pakar dari Jerman bernama Paulus yang nantinya dihidupkan popularitasnya oleh Hugh Schonfield melalui bukunya The Passover Plot. Teori ini berpendapat bahwa Yesus hanya pingsan ketika Dia di kayu salib dan kemudian kesadaran-Nya pulih setelah suhu dingin dan mencium bau rempah-rempah yang harum di dalam kubur. Kemudian gempa bumi yang mengakibatkan batu penutup kubur terguling menjauh dari pintu masuk lubang kubur tersebut juga ikut berperan menyadarkannya dan mengakibatkan Ia segera bangun, menanggalkan kain kafan-Nya dan berhasil mendapatkan pakaian gereja seorang tukang kebun (alasan mengapa Maria secara keliru mengira bahwa Yesus adalah si tukang kebun—Yoh. 20:15).

Bagaimana orang Kristen menjawab keberatan ini?

Pertama, keberatan ini jelas tidak sesuai dengan data Alkitab. Di kayu salib, Ia sendiri berkata kepada Bapa bahwa Ia menyerahkan diri-Nya. (Mrk. 15:37; Mat. 27:50; Luk. 23:46; Yoh. 19:30) Bukti bahwa Ia telah mati adalah Injil Yohanes 19:34 mencatat, “tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air.” Prajurit Romawi yang sudah terbiasa menyalibkan orang tentu mengetahui kapankah orang yang disalibkan itu telah mati atau belum.

Kedua, jika memang menurut teori ini, Yesus hanya pingsan dan mulai sadar ketika di dalam kuburan, maka “Ia” keluar dari kubur dan bertemu dengan penjaga kubur tersebut. Bagaimana “Ia” menghadapi si penjaga tersebut? OK, andaikan si penjaga kubur tersebut melarikan diri karena takut gempa bumi, pertanyaan selanjutnya, mengapa “Yesus” yang telah menanggalkan kain kafan-“Nya” kemudian memakai pakaian dari si tukang kebun? Bukankah “Ia” bisa langsung segera menemui para murid di Galilea? Bukankah ini terlihat lebih masuk akal? Setelah “Yesus” yang tiba-tiba hidup setelah pingsan, bagaimana kelanjutan hidup-“Nya”? Apakah “Dia” mati kembali seperti manusia biasa? Kemudian, bagaimana “Dia” yang mati selanjutnya itu bisa menampakkan diri kepada banyak orang sesuai catatan Alkitab? Ini jelas tidak masuk akal.

Ketiga, jika Yesus menurut teori ini akhirnya sadar dari pingsan, lalu memakai pakaian si tukang kebun, mungkinkah “Ia” berkata, “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.” (Yoh. 20:17)? Bukankah seharusnya “Ia” yang menurut teori ini sudah sadar dari pingsan tidak perlu melarang Maria memegang-“Nya” karena Ia belum pergi kepada Bapa?

5. Orang-orang Modern: Halusinasi

Keberatan terakhir orang-orang modern tentang kebangkitan Yesus adalah para murid berhalusinasi bahwa Yesus akan bangkit, mungkin karena mereka sedih dan rindu untuk melihat-Nya. Seorang profesor ahli Perjanjian Baru dari Inggris, William Milligan, seperti dikutip C. Marvin Pate, Ph.D., mengungkapkan lima masalah dari keberatan ini:[6]

Pertama, penampakan Yesus setelah kebangkitan-Nya terjadi secara bervariasi; semuanya tidak dikategorikan dalam satu pola. Prof. Norman L. Geisler, Ph.D. dan Ronald M. Brooks, Th.M. mendaftarkan 12 penampakan setelah kebangkitan Yesus (Yoh. 20:11-14; Mat. 28:9-10; Luk. 24:34; 13-32; 33-49; Yoh. 20:26-29; Yoh. 21; Mat. 28:16-20; Kis. 1:4-9; 1Kor. 15:6, 7).[7]

Kedua, bertentangan dengan teori halusinasi, para murid tidak mungkin memperkirakan Yesus akan bangkit karena mereka pun juga terkejut ketika mendengar berita kebangkitan-Nya. Sejarawan Yunani-Ibrani, dokter Lukas mencatat bahwa setelah para wanita yang telah melihat kebangkitan Yesus memberitakan kepada para murid-Nya, maka “bagi mereka perkataan-perkataan itu seakan-akan omong kosong dan mereka tidak percaya kepada perempuan-perempuan itu.” (Luk. 24:11) Setelah itu Petrus pergi sendiri ke kubur tersebut (Luk. 24:12). Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa meskipun Kristus telah memberi tahukan bahwa Ia akan mati dan bangkit kembali, namun para murid-Nya tidak mengerti waktu itu, sehingga ketika mendengar Yesus bangkit, mereka bingung dan itu ditandai oleh Petrus yang mencoba mengecek sendiri berita yang disampaikan oleh para pelayat/wanita itu. Tomas pun juga pada awalnya tidak percaya bahwa Yesus bangkit (Yoh. 20:25), namun setelah Kristus datang sendiri kepada Tomas, maka ia baru bertobat (Yoh. 20:26-28), lalu disusul firman Kristus, “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” (Yoh. 20:29).

Ketiga, halusinasi tidak mungkin terjadi pada 500 orang sekaligus, kecuali jika mereka sedang teler karena obat; tidak ada bukti bahwa mereka teler. Alkitab mencatat bahwa mereka tidak teler. Bagaimana kita mengetahuinya? Ketika para saksi kebangkitan-Nya memperoleh penampakan tersebut, mereka sedang melakukan aktivitas: sedang dalam perjalanan, berkumpul di sebuah ruangan, mencari ikan, dll. Aktivitas-aktivitas tersebut membuktikan bahwa 500 orang yang mendapat penampakan dari Yesus tidak dalam keadaan teler.

Keempat, halusinasi tidak terjadi seara berkepanjangan apalagi hingga 40 hari. Jika para murid berhalusinasi, adalah aneh jika halusinasi terjadi hingga 40 hari, yang lebih aneh lagi ketika halusinasi terjadi pada diri Paulus yang terjadi beberapa tahun setelah peristiwa kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke Sorga. Meskipun tidak melihat sendiri Yesus yang bangkit, tetapi Paulus mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus yang telah bangkit itu ketika dalam perjalanan menuju Damsyik (Kis. 9:4-6). Apakah Paulus yang dahulu giat menganiaya Jemaat Tuhan juga berhalusinasi ketika mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus yang bangkit? TIDAK mungkin, karena waktu itu, Paulus (dahulu: Saulus) TIDAK berharap bahwa dirinya akan ditemui oleh Kristus sendiri (ingat, waktu itu Saulus ingin membinasakan pengikut Jalan Tuhan atau pengikut Kristus)!

Kelima, penglihatan seperti itu tidak terjadi hanya kemudian berhenti secara tiba-tiba.

B. Argumen-argumen Sesuai Alkitab

Jika kelima keberatan di atas dapat dijawab dengan mudah berdasarkan data Alkitab, pertanyaan selanjutnya, apa yang sebenarnya yang terjadi dengan kebangkitan Kristus sesuai data-data Alkitab? Sesuai dengan data-data Alkitab, Kristus menampakkan diri-Nya kepada:

1. Maria Magdalena, Salome, Yohana, dkk (Mrk. 16:1; Mat. 28:1; Luk. 24:10) yang mengunjungi kuburan Yesus menjadi saksi kebangkitan-Nya di mana:

é mereka mendapat kabar dari malaikat bahwa Yesus telah bangkit (Mrk. 16:6; Mat. 28:5-6; Luk. 24:5-7)

é Maria Magdalena berjumpa dengan Kristus sendiri (Yoh. 20:11-18)

2. Petrus dan Yohanes (Yoh. 20:3-8)

3. 2 orang murid Kristus yang sedang berjalan menuju Emaus (Luk. 24:13-35)

4. Semua murid (Luk. 24:36-49; Yoh. 20:19-23)

5. Tomas (Yoh. 20:24-29)

6. Murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias (Yoh. 21:1-14)

7. 500 orang sekaligus (1Kor. 15:6)

8. Yakobus (1Kor. 15:7)

9. Paulus (Kis. 9:4-6; bdk. 1Kor. 15:8)

Bandingkan data-data di atas dengan penjelasan Norman L. Geisler dan Ronald M. Brooks di dalam bukunya “Ketika Alkitab Dipertanyakan” yang sudah saya kutip di bagian A no. 5.

IV. TUHAN YESUS KRISTUS BANGKIT, MAKA…

Berdasarkan data Alkitab, kita mengetahui bahwa Tuhan Yesus yang telah mati disalib ternyata Dia telah bangkit dari antara orang mati. Apa dampak kebangkitan Kristus?

A. Dampak Bagi Para Murid dan Pengikut-Nya (Fakta Sejarah)

1. Petrus yang dahulu pengecut menjadi pengkhotbah yang berkuasa (Kis. 2:14-40)

Kebangkitan Kristus mengubahkan seseorang yang dahulu penakut/pengecut menjadi seorang pemberani. Hal ini dialami pertama kali oleh rasul Petrus. Kita mengetahui dari kitab-kitab Injil bahwa Petrus adalah orang yang menyangkal Tuhan Yesus sebanyak 3x. Hal itu dilakukannya karena ia takut jika ia mengaku bahwa ia adalah pengikut-Nya, maka ia akan dihukum sama seperti Dia. Namun perubahan yang luar biasa dahsyat terjadi setelah Kristus bangkit, yaitu dengan kuasa Roh Kudus, Petrus yang dipenuhi Roh pada hari Pentakosta berani memberitakan Kristus yang mati dan bangkit kepada 3.000 orang sekaligus (Kis. 2:14-40). Tidak tanggung-tanggung, akibat dari penginjilan Petrus, dr. Lukas mencatat, “Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa.” (Kis. 2:41)

2. Paulus menjangkau dunia bagi Kristus, meskipun harus mengalami penderitaan dan penganiayaan (1Kor. 15:30-32; 2Kor. 11:24-25)

Perubahan yang dahsyat juga terjadi pada rasul Paulus. Dahulu ia adalah seorang penganiaya pengikut Jalan Tuhan (atau pengikut Kristus), namun sejak perjumpaan pribadinya dengan Tuhan Yesus di tengah perjalanan menuju Damsyik, ia dipakai Tuhan luar biasa memberitakan Injil ke seluruh dunia dari ujung hingga ujung, mulai dari paling ujung Timur yaitu Antiokhia dekat kota kelahirannya Tarsus hingga mencapai wilayah Barat yaitu Berea di daerah Yunani. Ia menjadi rasul Kristus dengan perjalanan misi paling luas melintasi negara.

Bukan hanya itu, ia juga harus mengalami penderitaan dan penganiayaan yang berat yang tentu tidak sanggup dialami oleh manusia biasa jika bukan karena Kristus yang telah bangkit itu. Di dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, ia mendaftarkan beberapa penderitaan, kesulitan, dan penganiayaan yang harus ia tanggung:

a) Berjuang melawan binatang buas di Efesus (1Kor. 15:32)

b) Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan” (2Kor. 11:24)

c) “tiga kali aku didera,” (2Kor. 11:25)

d) “satu kali aku dilempari dengan batu,” (2Kor. 11:25)

e) “tiga kali mengalami karam kapal,” (2Kor. 11:25)

f) “sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut.” (2Kor. 11:25)

Misi Paulus demi Kristus yang telah bangkit itu berbeda total dengan misi agama tertentu. Jika misi agama tertentu ditandai dengan pedang, artinya mereka berperang (menganiaya orang lain) demi melebarkan agamanya, maka misi Injil melalui Paulus justru ia yang dianiaya. Tidak ada satu perlawanan fisik yang Paulus lakukan karena ia meneladani apa yang Kristus telah kerjakan dan teladankan baginya yaitu mengasihi orang yang membenci.

3. Para murid Kristus dan misionaris menjadi martir.

Selain Petrus dan Paulus, di poin III A no. 1, kita telah belajar bahwa menurut tradisi, Stefanus dan Yakobus adalah para martir yang rela mati demi memberitakan Kristus yang disalibkan dan bangkit (Kis. 7:60; 12:2). Rasul Tomas yang dahulu sempat meragukan kebangkitan Yesus akhirnya memberitakan Injil ke India dan mati syahid di sana; rasul Andreas memberitakan Injil ke Yunani dan Asia Kecil, bahkan menyeberang hingga ke pantai utara Laut Hitam dan di Yunani, ia disalibkan pada kayu salib yang berbentuk X karena melalui pelayanannya, istri prokonsul di kota Patrae, Yunani menjadi Kristen; rasul Bartolomeus dihubungkan dengan misi di India; Yakobus anak Alfeus memberitakan Injil hingga ke Spanyol; dll.[8] Jika bukan karena Kristus yang telah bangkit, sanggupkah mereka melayani hingga ke negara-negara yang tak mereka kenal, seperti India, dll?

Bukan hanya para murid Kristus yang menjadi martir, para misionaris setelah itu khususnya di abad modern telah diutus memberitakan Injil hingga ke daerah yang terpencil. Di Indonesia, kita mengenal Ludwig Ingwer Nommensen (6 Februari 1834–23 Mei 1918) yang memberitakan Injil di tanah Batak. Ada William Carey (17 Agustus 1761 – 9 Juni 1834) yang berasal dari gereja Baptis khusus memberitakan Injil di India dan mendirikan the Baptist Missionary Society, James Hudson Taylor (21 Mei 1832 – 3 Juni 1905) yang memberitakan Injil di China sekaligus mendirikan the China Inland Mission (CIM) (sekarang: OMF International), Charles Thomas (C. T.) Studd yang lahir di Inggris (2 Desember 1860-16 Juli 1931) yang memberitakan Injil di China dan Afrika (the Heart of Africa Mission; sekarang menjadi: the Worldwide Evangelization Crusade International (WEC International)), dll. Mereka semua memberitakan Injil dengan motivasi ingin memenangkan sebanyak mungkin orang bagi Kristus dengan berita Kristus yang telah mati dan bangkit. Tidak sedikit dari para misionaris yang rela mati dan dibunuh di negara tempat mereka memberitakan Injil. Itu semua karena kasih Kristus yang telah mati dan bangkit.

B. Dampak Bagi Orang Kristen Zaman Sekarang

Sekarang, apa dampak Kristus yang telah bangkit itu bagi kehidupan orang Kristen hari ini?

1. Segala kuasa ada di bawah kaki-Nya (1Kor. 15:24-28; Rm. 8:38-39)

Dampak pertama, karena Kristus telah bangkit sebagai buah sulung dari mereka yang akan bangkit kelak, maka

24…Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan.

25Karena Ia harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya.

26Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut.

27Sebab segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya di bawah kaki-Nya. Tetapi kalau dikatakan, bahwa "segala sesuatu telah ditaklukkan", maka teranglah, bahwa Ia sendiri yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus itu tidak termasuk di dalamnya.

28Tetapi kalau segala sesuatu telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah-Nya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua.”

(1Kor. 15:24-28)

Empat ayat di atas mengajar kita bahwa karena Kristus bangkit, maka Bapa meletakkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus. Apa arti “segala sesuatu”? Di ayat 24, Paulus menjelaskan: pemerintahan, kekuasaan, dan kekuatan. Kata “pemerintahan” di ayat 24 tersebut dalam teks Yunaninya: βασιλεαν (basileian) seharusnya diterjemahkan Kerajaan, karena terjemahan ini lebih tepat dengan konteksnya yang membahas tentang Kristus sebagai Raja (ay. 25). Dan “segala sesuatu” yang harus ditaklukkan di bawah kaki Kristus yang merupakan musuh Allah adalah maut atau kematian (ay. 26).

Di sini kita belajar bahwa ketika Kristus diadili untuk disalibkan, IA tidak mendapatkan keadilan, karena IA diadili oleh pemerintahan/kerajaan dan kekuasaan yang lebih memihak pada suara mayoritas (orang-orang Yahudi) yang menghendaki agar IA disalibkan, kekuatan massa yang mengakibatkan IA harus disalibkan (meskipun penyaliban Kristus terjadi atas kehendak Allah). Namun ketika IA bangkit dari kematian, IA akan mendirikan Kerajaan yang lebih dahsyat dan agung dan akan membinasakan semua kerajaan yang tidak tunduk di bawah pemerintahan-Nya. Tentu hal ini tidak berlaku di zaman sekarang, tetapi akan berlaku kelak di masa depan. Ini semua membuktikan bahwa Kristus yang bangkit adalah Allah yang bertakhta dan berdaulat penuh mengontrol segala sesuatu, sehingga tak ada satu pun di dunia ini yang luput dari kuasa-Nya sebagai Pribadi kedua di dalam Allah Trinitas.

Terakhir, maut pun pasti ditaklukkan di bawah kaki-Nya karena kematian sudah hilang kuasanya tatkala IA bangkit. Paulus mengatakan hal ini dengan jelas,

54….Maut telah ditelan dalam kemenangan.

55 Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?"

56Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat.

57Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.

(1Kor. 15:54-57)

Kebangkitan Kristus menaklukkan maut, lebih tepatnya, menelan kuasa maut. Ketika kemenangan Kristus melalui kebangkitan-Nya menelan maut, itu berarti maut tak lagi menguasai hidup umat-Nya yang telah percaya kepada Kristus. Meskipun umat-Nya nanti akan meninggal di dunia ini, kebangkitan Kristus menjamin mereka yang telah ditebus oleh-Nya akan menuju Sorga yang mulia bersama Bapa. Inilah kepastian jaminan Kristus yang telah bangkit yang tidak mungkin akan diberikan oleh pendiri agama maupun filsuf siapa pun di sepanjang sejarah!

Jaminan kebangkitan-Nya ini mengakibatkan kita dapat berseru seperti seruan Paulus berikut ini

33Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka?

34 Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?

35Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?

36Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan."

37Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.

38Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,

39atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

(Rm. 8:33-39)

2. Umat-Nya juga mengalami kebangkitan tubuh (1Kor. 6:14; 15:12-13, 40-54; Ef. 2:6; Kol. 2:12; 1Tes. 4:14)

Kristus yang telah bangkit akan membangkitkan kita kelak. Paulus mengatakan janji ini, “Allah, yang membangkitkan Tuhan, akan membangkitkan kita juga oleh kuasa-Nya.” (1Kor. 6:14; Ef. 2:6; Kol. 2:12; 1Tes. 4:14) Paulus menguraikan bagian ini lebih jelas lagi

12Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?

13Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan.”

(1Kor. 15:12-13)

Seperti apakah kebangkitan tubuh itu? Paulus menjelaskan bahwa tubuh yang akan kita kenakan kelak adalah pemberian Allah (1Kor. 15:38). Dan tubuh baru yang Allah berikan ini adalah tubuh sorgawi/rohaniah (1Kor. 15:40, 44) memiliki ciri-ciri:

a) Mulia (1Kor. 15:40, 43a)

Ciri tubuh sorgawi pertama adalah mulia. Hal ini dibahas Paulus di ayat 40, “kemuliaan tubuh sorgawi lain dari pada kemuliaan tubuh duniawi.” Perbedaan antara tubuh sorgawi/rohaniah dan duniawi/alamiah ini diperjelas melalui ibarat, “Kemuliaan matahari lain dari pada kemuliaan bulan, dan kemuliaan bulan lain dari pada kemuliaan bintang-bintang, dan kemuliaan bintang yang satu berbeda dengan kemuliaan bintang yang lain.” (1Kor. 15:41) Di ayat 43a, perbedaan antara tubuh sorgawi dan duniawi dijelaskan, “Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan.” Di ayat 43a ini, Paulus tidak sedang mengajarkan bahwa tubuh yang kita miliki sekarang ini hina, lalu kita perlu menyiksanya. Tidak. Paulus tidak sedang mengajarkan penyiksaan diri (askese). Konteks Paulus adalah membandingkan antara tubuh sorgawi vs tubuh duniawi untuk menjelaskan bahwa orang-orang percaya pasti mengalami kebangkitan tubuh dan tubuh itu adalah tubuh sorgawi yang berbeda kualitas dari tubuh duniawi. Selain itu, kedua ayat ini (ay. 40 dan 43a) bukanlah berkontradiksi, tetapi saling berkaitan. Di ayat 40, Paulus menjelaskan bahwa tubuh sorgawi dan duniawi memiliki kemuliaan yang berbeda, nah di ayat 43a ini, Paulus menjelaskan detail bahwa kemuliaan tubuh duniawi ini sebenarnya lebih rendah dari kemuliaan tubuh sorgawi.

b) Kekal (1Kor. 15:42)

Kemuliaan tubuh sorgawi ini dijelaskan lebih lanjut tentang sifat yang berkaitan dengan waktu, yaitu, “Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan.” (1Kor. 15:42) Kata “ketidakbinasaan” dalam ayat ini dalam teks Yunani φθαρσίᾳ (aphtharsia) berarti immortality (kekekalan). Dengan kata lain, tubuh sorgawi yang mulia itu bersifat kekal, tidak bisa dimakan oleh waktu. Kita mengetahui bahwa tubuh jasmani yang kita miliki sekarang sangat dipengaruhi oleh waktu. Makin kita tua, wajah kita makin keriput, namun terus terang saya tidak dapat membayangkan betapa kekalnya tubuh sorgawi yang kita akan memiliki kelak yang tidak bisa dipengaruhi oleh waktu.

c) Kuat (1Kor. 15:43)

Kemuliaan tubuh sorgawi juga dijelaskan tentang sifatnya yang kuat. Jika tubuh jasmani kita bersifat lemah, mudah sakit, maka tubuh sorgawi kita kelak akan menjadi kuat. Prof. David E. Garland, Ph.D. menghubungkan tubuh sorgawi kita yang bersifat kuat ini dengan nats di 2 Korintus 4:16, “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.[9] Sehingga tubuh sorgawi kita tidak akan mengalami sakit-penyakit lagi.

3. Jangan berbuat dosa lagi (1Kor. 15:34)

Selain memiliki hak sebagai anak-anak Allah yang menerima jaminan kepastian keselamatan karena Kristus yang telah bangkit dan kebangkitan tubuh kelak, kita sebagai umat pilihan-Nya memiliki kewajiban yang perlu dilakukan, yaitu, “Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi!” (1Kor. 15:34) Frase “berbuat dosa” di dalam ayat ini dalam teks Yunaninya μαρτνετε (hamartanete) yang merupakan bentuk perintah. Konteks 1 Korintus 15 sedang membicarakan kebangkitan Kristus dan kebangkitan tubuh yang akan dialami oleh orang-orang yang percaya kepada-Nya, sehingga jika kita sudah beriman bahwa Kristus bangkit dan akan membangkitkan kita kelak, maka sebagai respons, Paulus memerintahkan kita untuk tidak berbuat dosa lagi. Bagaimana dengan kita? Biarlah perenungan kita akan momen Paskah tahun ini menjadi refleksi bagi kita sekaligus mendorong tekad kita untuk terus hidup bagi Kristus dan tidak mau berbuat dosa lagi.

V. JIKA TUHAN YESUS KRISTUS TIDAK BANGKIT, MAKA…

Kita telah merenungkan bersama signifikansi kebangkitan Kristus, namun sebaliknya, apa yang terjadi jika Yesus tidak bangkit? Paulus mendaftarkan 3 akibat jika Kristus tidak bangkit:

A. Sia-sialah Pemberitaan Injil dan Iman Kristen (1Kor. 15:14)

Paulus menjelaskan, “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (1Kor. 15:14) Jika Kristus tidak bangkit, maka Paulus mengatakan bahwa maka sia-sia pemberitaan yang ia dan Sostenes lakukan. Kata “kami” di ayat ini jelas merujuk pada Paulus dan Sostenes (1Kor. 1:1). Kemudian, kata “sia-sia” dalam teks Yunaninya: κενν (kenon) berarti kosong tanpa dasar apa pun. Kata Yunani dengan arti ini dipakai di nats Perjanjian Baru lain: Efesus 5:6[10]; Kolose 2:8[11]; dan Yakobus 2:20[12]. Dari studi kata ini, kita belajar bahwa jika Kristus tidak bangkit, maka pemberitaan yang dikerjakan Paulus dan Sostenes itu adalah pemberitaan yang kosong alias tak memiliki dasar apa pun yang jelas. Dengan kata lain, kebangkitan Kristus memberikan isi terhadap pemberitaan yang Paulus dan Sostenes lakukan. Jika Kristus tidak bangkit, maka mereka tidak tahu lagi apa yang perlu diberitakan.

Bukan hanya pemberitaan Paulus dan Sostenes yang kosong tanpa kebangkitan Kristus, iman Kristen pun menjadi iman yang kosong. Iman Kristen tanpa kebangkitan Kristus adalah iman yang kosong karena tidak memiliki dasar dan jaminan yang kuat. Iman yang kosong ini tidak ada bedanya dengan iman lain di luar Kekristenan di mana para pendiri agamanya sendiri meninggal dan tak bisa berbuat apa-apa setelah itu; juga tidak ada bedanya dengan filsafat dan kebudayaan mana saja di mana para filsuf dan budayawan pun semuanya akhirnya akan meninggal dan tidak bisa berbuat apa-apa setelah kematian. Bukankah ini suatu kekosongan yang tak berarti?

B. Paulus: Saksi Allah yang Palsu (1Kor. 15:15)

Selain itu, jika Kristus tidak bangkit, maka Paulus ternyata berdusta terhadap Allah. Frase “berdusta kepada Allah” di dalam teks Yunaninya: ψευδομρτυρες (pseudomartures) berarti orang yang memberi kesaksian palsu. Dengan kata lain, jika Kristus tidak bangkit, maka Paulus ditemukan menjadi kesaksian Allah yang palsu. Dan kita perlu tahu, di Perjanjian Lama, Allah jelas melarang orang bersaksi dusta tentang sesamanya (Kel. 20:16; Ul. 5:20). Kalau Allah sendiri melarang orang berdusta tentang sesamanya, maka Allah yang sama juga melarang orang berdusta tentang Allah, karena dosanya jauh lebih besar. Tidak usah jauh-jauh, nabi yang menyampaikan berita nubuat yang tidak difirmankan Allah saja, Allah berkata bahwa nabi itu harus mati (Ul. 18:20). Ini berarti barangsiapa yang menyebut Allah atau memberitakan sesuatu yang sebenarnya tidak berasal dari Allah, namun mengklaim dari Allah, itu identik dengan bersaksi dusta terhadap Allah dan itu jelas dosa. Jika Kristus tidak pernah bangkit, namun Paulus memberitakan kebangkitan Kristus, maka itu berarti Paulus merupakan saksi Allah yang palsu dan itu merupakan dosa. Konsekuensi logis berikutnya adalah ia bukan rasul Kristus sejati. Jika demikian, maka Kristus yang memanggilnya ketika ia dalam perjalanan menuju Damsyik bukanlah Kristus sejati. Jika Kristus demikian bukanlah Kristus sejati, siapakah Tuhan yang berani mengatakan bahwa IA yang menyilaukan mata Paulus adalah Yesus yang dianiaya Paulus? Puji Tuhan, keberatan di atas dapat dijawab karena Tuhan yang menyilaukan mata Paulus dan mengakibatkan matanya buta ketika dalam perjalanan ke Damsyik itu adalah Tuhan Yesus dan IA itu telah bangkit, sehingga kesaksian Paulus bukanlah kesaksian yang palsu, tetapi kesaksian sejati karena IA sendiri merupakan salah satu saksi kebangkitan Kristus melalui Kristus yang menampakkan diri kepadanya ketika di tengah jalan menuju Damsyik.

C. Manusia Masih Dalam Dosa, Akan Binasa, dan Paling Malang (1Kor. 15:17-19)

Jika Kristus tidak bangkit, maka iman Kristen adalah iman yang kosong, mengapa? Hal ini dijelaskan Paulus di ayat 17-19,

17Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.

18Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus.

19 Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.

Dari tiga ayat ini, Paulus ingin menjelaskan 3 alasan mengapa iman Kristen menjadi kosong jika Kristus tidak bangkit:

1. Orang-orang Korintus (dan kita) masih dalam dosa

Jika Kristus tidak bangkit, maka orang-orang Korintus (dan kita saat ini) masih dalam dosa. Mengapa? Karena Kristus yang tidak bangkit adalah Kristus yang hanya mati dan setelah itu, tidak ada kelanjutannya. Kalau Kristus hanya mati, bukankah itu tidak ada bedanya dengan para pendiri agama, filsuf, budayawan, saintis, guru, dll yang telah dan akan mati? Karena para pendiri agama mati dan tidak ada kelanjutannya, maka tidak heran para pengikut agamanya juga berdoa ingin agar mereka diselamatkan, mengapa? Mereka berdoa agar diselamatkan karena mereka menyadari bahwa para pendiri agama tersebut tidak memiliki jaminan akan hidup kekal. Jika Kristus sama dengan para pendiri agama lain, bukankah orang-orang yang percaya kepada Kristus tetap dalam dosa-dosa mereka yang tak terselesaikan penebusannya?

Kematian Kristus memang berbeda dari kematian semua pendiri agama, karena kematian-Nya menebus dosa manusia, namun kebangkitan-Nya membuktikan bahwa IA bukan hanya sudah selesai menebus dosa manusia, tetapi juga telah mengalahkan kematian yang merupakan upah dosa, sehingga jaminan keselamatan terletak pada kematian dan kebangkitan Kristus sebagai satu paket!

2. Kita akan binasa

Bukan hanya masih dalam dosa, mereka yang percaya kepada Kristus yang tidak bangkit adalah orang-orang yang binasa. Mengapa? Karena mereka akan menuai upah dosa yang adalah maut, sehingga percuma saja mereka percaya kepada Kristus yang hanya mati saja.

3. Kita adalah orang-orang yang paling malang

Terakhir, jika Kristus tidak bangkit, kita bukan hanya akan binasa, tetapi juga merupakan orang-orang yang paling malang. Mengapa? Karena jika Kristus tidak bangkit, namun kita terlalu menaruh pengharapan pada Kristus, maka itu berarti kita menaruh pengharapan pada pribadi yang tidak bisa diharapkan. Saya akan memberikan ilustrasi. Seorang siswa berharap agar gurunya dapat menjelaskan pelajaran yang tidak dimengertinya, namun alangkah malangnya jika siswa tersebut berharap kepada guru yang seharusnya bisa menjelaskan kesulitan pelajaran, namun si guru ternyata tidak bisa. Itulah kemalangan yang akan kita hadapi jika Kristus tidak bangkit.

Namun puji Tuhan, ketiga hal tersebut tidak pernah kita alami, karena fakta membuktikan bahwa TUHAN YESUS KRISTUS SUDAH BANGKIT!

VI. KESIMPULAN DAN TANTANGAN

Jika kita telah merenungkan bahwa Kristus telah bangkit, apa yang menjadi respons kita saat ini? Masihkah kita ngotot bahwa Kristus tidak mungkin bangkit? Fakta-fakta dan logika-logika sudah jelas menyatakan bahwa Kristus telah bangkit dan tidak ada yang perlu diragukan! Demi nama Allah Tritunggal, saya menantang Anda saat ini, setelah membaca uraian renungan ini, maukah Anda pada hari ini juga menerima Tuhan Yesus Kristus yang telah mati dan bangkit sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat pribadi Anda?

Amin. Soli Deo Gloria.



[1] J. Sidlow Baxter, Menggali Isi Alkitab 3: Matius sampai dengan Kisah Para Rasul, terj. Sastro Soedirjo (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996), 91.

[2] C. Marvin Pate dan Sheryl L. Pate, Disalibkan oleh Media: Fakta dan Fiksi tentang Yesus Sejarah, terj. Yeri Ekomunajat (Yogyakarta: ANDI, 2007), 198-199.

[3] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, cetakan ke-11, terj. P. G. Katoppo (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 285-286.

[4] C. Marvin Pate dan Sheryl Pate, Disalibkan oleh Media, 202.

[5] Ibid., 202-203.

[6] Ibid., 206-207.

[7] Norman L. Geisler dan Ronald M. Brooks, Ketika Alkitab Dipertanyakan, cetakan ke-5, terj. Jhony The (Yogyakarta: ANDI, 2010), 147-149.

[8] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, 285-286.

[9] David E. Garland, Baker Exegetical Commentary on the New Testament: 1 Corinthians (Grand Rapids, Mich.: Baker Academic, 2003), 733.

[10] LAI: “hampa”.

[11] LAI: “kosong”.

[12] LAI: “kosong”.