19 December 2007

Resensi Buku-35 : MERUPA HIDUP DALAM RUPA-NYA (Pdt. Yohan Candawasa, S.Th.)

...Dapatkan segera...
Buku
MERUPA HIDUP DALAM RUPA-NYA :
Mengalami Pembentukan Allah Atas Iman dan Karakter Orang Percaya

oleh : Pdt. Yohan Candawasa, S.Th.

Penerbit : Unveilin GLORY, Bandung bekerja sama dengan Pionir Jaya, Bandung, 2005





Menjadi manusia di dalam Kristus sama artinya berada di dalam studio Allah untuk dirupa menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya, Yesus Kristus. Supaya Ia “menjadi yang sulung di antara banyak saudara” ; sama pula artinya dengan berada di dalam bengkel Allah utnuk direparasi dari kerusakan-kerusakan yang menghambat kita berjalan maju dalam rencana-Nya.

Buku ini merupakan kumpulan khotbah yang memberi wawasan tentang apa yang Allah lakukan dalam merupa dan mereparasi kita menuju hidup Kristiani yang lebih tinggi.

Komentar dari Pdt. Buby Ticoalu, D.Min. :
Setiap orang percaya mengalami pergumulan baik di dalam mengenal dirinya maupun di dalam berseikap terhadap Allah. Buku ini mengungkapkan banyak hal akan kebenaran firman Tuhan yang menolong ita untuk mengintrospeksi diri di hadapan Alalh.

“Merupa Hidup Dalam Rupa-Nya” dan “Mendapatkan-Mu dalam Kehilanganku” yang keduanya ditulis oleh Yohan Candawasa, bagi saya adalah dua buku terbaik dalam bahasa Indonesia, yang pernah saya baca untuk menjawab secara Alkitabiah dan realistis apa arti sesungguhnya percaya kepada Tuhan.

Gaya penulisan yang jelas, aplikatif dan komunikatif membuat orang yang membacanya akan dikuatkan dan didorong terus untuk berjalan bersama Tuhan.





Profil Pdt. Yohan Candawasa :
Pdt. Yohan Candawasa, S.Th. dilahirkan pada tanggal 11 Maret 1960. Selulus SMA, beliau melanjutkan studi di Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) Malang, sebagai jawaban atas panggilan Tuhan baginya.
Beliau mendalami studi Biblika dan Eklesiologi yang kemudian dituangkan dalam skripsinya.
Kerinduannya untuk membina jemaat Tuhan dinyatakan selama pelayanan di Gereja Kristen Abdiel Elyon, Surabaya (1985-1987) dan juga Gereja Kristen Immanuel Bandung (1988-1996). Selama pelayanan tersebut, beliau berkesempatan mengunjungi RRC dalam rangka perjalanan misi. Dalam kunjungan tersebut, beliau memperoleh beban pelayanan dari Tuhan untuk menggumuli penginjilan di RRC.
Beliau menikah dengan Stephanie, dan telah dikaruniai seorang putra bernama Yeiel Candawasa.
Tahun 1996-1997 beliau melayani sebagai Gembala Sidang di Mimbar Reformed Injili di Taipei. Kemudia tahun 1998-1999 beliau melayani di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII)-Granada Jakarta.
Mulai tahun 2000 beliau melayani di CCM (Care for China Ministry). Selain itu, beliau juga mengajar di Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia (STTRII) Jakarta.

Matius 8:1-4 : IMPLICATION OF THE KINGDOM

Ringkasan Khotbah : 5 Desember 2004

Implication of the Kingdom

oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 8:1-4


Matius tidak sembarangan menuliskan dan meletakkan kisah tentang orang sakit kusta yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus di bagian pertama dari pernyataan implikasi Kerajaan Sorga. Di dunia modern, banyak orang hanya mengambil dan memotong sebagian ayat dalam Alkitab tanpa tahu konteksnya secara keseluruhan akibatnya orang jadi salah menafsirkan ayat tersebut. Seperti halnya kalau orang mengambil sebagian kalimat dari perkataan kita dimana sebelumnya ia tidak tahu konteks pembicaraan secara keseluruhan lalu ia menyampaikannya pada orang ketiga maka hal tersebut bisa berakibat positif atau negatif, yaitu kita akan merasa tersanjung atau kita akan merasa terfitnah. Ketika kita sedang terlibat pembicaraan dengan seseorang maka setiap kalimat yang keluar pasti bukanlah kalimat yang sekenanya. Setiap kalimat yang keluar pasti ada latar belakang atau motivasi tertentu dan pastinya juga kerangka/cara berpikir kita turut aktif di dalamnya.
Jadi, kalau seseorang bisa mempunyai ide negatif maka janganlah kita cepat menghakimi dan menyalahkannya tetapi hendaklah kita mempertanyakan pada dia dengan jelas dan secara runtut kalimat seperti apa yang ia dengar dengan demikian dapat jelas apa yang menjadi konteks pembicaraan. Hati-hati karena kalimat yang diambil di luar dari konteks dapat digunakan oleh orang-orang tertentu yang memang berniat buruk dan ingin menjatuhkan untuk melakukan intrik-intrik dan fitnah. Orang itu sudah terlebih dahulu mempunyai keinginan dan pemikiran lalu mencari cara untuk menjatuhkan kita dengan mencopot sebagian kalimat dari pembicaraan untuk mendukung niat buruknya. Sebaliknya orang yang suka pada kita maka dengan cara yang sama, sebagian kalimat kita akan digunakan untuk memuji-muji diri kita. Disini kita melihat subyektifitas diri sangat berperan besar.
Untuk dapat mengerti Firman Tuhan dengan benar, kita harus melihat konteksnya secara keseluruhan sehingga kita tidak terjebak dalam konsep pemikiran kita dimana di dalamnya mengandung berbagai macam keinginan nafsu. Orang hanya membaca ayat-ayat yang disuka dan mengabaikan ayat-ayat yang tidak sesuai dengan konsep pemikirannya. Suatu anugerah kalau kita dapat memahami Firman Tuhan, ingat, itu bukan karena kepandaian kita. Untuk dapat memahami ayat demi ayat yang ada dalam Injil Matius maka kita harus membacanya secara keseluruhan, yakni dari pasalnya yang pertama hingga pasal dua puluh delapan. Sebab perikop yang sama, jika kita bandingkan dengan Injil yang lain, Injil Lukas misalnya maka kita akan menjumpai kronologi yang tidak sama. Ingat, Injil Matius ditulis bukan berdasar kronologi waktu tetapi disusun berdasarkan tema. Itulah sebabnya Matius meletakkan kisah tiga mujizat kesembuhan, yaitu bagaimana Kritus Sang Raja itu turun dan menyembuhkan pada posisi pertama dari bagian implikasi Kerajaan Sorga.
Di dunia modern ini, banyak orang yang salah mengerti tentang konsep mujizat karena melepaskannya dari konteks implikasi Kerajaan Sorga. Banyak hamba Tuhan yang salah mengerti tentang mujizat, mereka mengaku dapat membuat mujizat kesembuhan dan menggunakan “mujizat kesembuhan“ untuk kepentingan pribadi, tentu saja banyak orang yang suka, orang sakit mana yang tidak mau sembuh apalagi kalau sakit yang diderita adalah sakit fatal yang sukar disembuhkan? Manusia mana yang tidak tergiur ketika mendengar mujizat kesembuhan dimana dengan cara yang mudah dan tanpa biaya pula. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah mujizat tersebut merupakan mujizat sejati dari Tuhan? Perhatikan, mujizat yang palsu tidak pernah menyembuhkan dan membebaskan manusia secara esensi. Iblis tidak pernah memberikan mujizat kesembuhan dengan motivasi jujur dan gratis, pasti ada harga yang harus dibayar. Licik adalah salah satu sifat jahat si iblis. Berhati-hatilah jangan mudah tergoda dengan cara licik iblis yang selalu berusaha menggoda manusia supaya jatuh ke dalam jeratan dan belenggunya. Tuhan Yesus dengan tegas berkata,“ Perhatikan, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapapun....“ (Mat. 8:4) ini sangatlah signifikan, yakni supaya orang mengerti konsep mujizat sejati dengan demikian orang tahu untuk maksud dan tujuan apa ia disembuhkan. LAI menerjemahkan dengan kata “ingatlah“ padahal bahasa aslinya adalah hora yang lebih tepat kalau diterjemahkan dengan “perhatikan atau look at“, yakni sesuatu yang harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh jadi, bukan sekedar ingatlah, remember. Dan banyak orang yang mengabaikan kata “perhatikan“ dan menganggapnya biasa. Tidak! Firman Tuhan berbeda dengan konsep manusia karena itu Tuhan Yesus menegaskan, “Perhatikan....“ Tuhan ingin supaya kita melihat implikasi Kerajaan Sorga dengan tepat, yakni Allah Sang Raja yang berdaulat itu sedang bekerja menghadirkan Kerajaan Sorga di dunia. Namun orang tidak dapat melihat hal itu, orang hanya melihat sembuhnya, orang hanya melihat berkatnya saja.
Kita dapat melihat perbedaan antara anak Tuhan dan anak Iblis dari cara mereka meresponi suatu mujizat. Kita sering mendengar kesaksian yang berkata, “Puji Tuhan, dulu aku sakit dan sekarang aku sembuh.“ Perhatikan dibalik kata-kata ini sesungguhnya bukan Tuhan yang dimuliakan namun dirinyalah yang dipermuliakan dan secara tidak langsung ia juga ingin mengatakan bahwa kita pun bisa mengalami hal yang sama, yaitu disembuhkan. Bukankah sikap sombong ini serupa dengan iblis. Malaikat jatuh ke dalam dosa dan menjadi iblis karena kesombongan dirinya, ia ingin menjadi seperti Tuhan. Sifat ini muncul pada manusia yang berafiliasi pada iblis dan kita tidak akan menjumpai sifat ini pada anak Tuhan sejati. Ketika Tuhan Yesus memerintahkan supaya orang kusta ini tidak menceritakan tentang kesembuhannya pada orang lain tentulah bagi si orang kusta ini sangatlah berat. Bayangkan, kalau kita yang mengalami sakit kusta sekian lamanya kita diasingkan dan menderita tapi kini sembuh tentu kita ingin menceritakannya kepada orang lain, bukan? Mujizat bukan sarana promosi atau tempat kita untuk pamer. Mujizat merupakan pernyataan karya kedaulatan Allah. Mujizat bukan untuk kepentingan manusia tapi demi untuk kemuliaan nama-Nya. Inilah bedanya setan dengan Tuhan kalau membuat mujizat. Mujizat yang dilakukan setan tidak gratis, secara fisik disembuhkan namun secara rohani kita masuk dalam kebinasaan kekal.
Kita tidak pernah menyadari dan kita tidak pernah tahu apa akibatnya kalau kita bercerita, seperti bagaimana perasaan orang lain yang mempunyai sakit yang sama tetapi belum juga disembuhkan. Di dunia ini masih banyak orang sakit dan yang tidak dapat disembuhkan lalu kalau kita bersaksi, “Puji Tuhan, aku telah disembuhkan“ maka bayangkan bagaimana perasaan orang yang menderita sakit ketika mendengar kesaksian tersebut padahal kesembuhan yang dialami tersebut belum jelas dari Tuhan atau iblis. Orang yang menderita sakit tentu akan merasa kecewa dan akhirnya menjadi marah dan menganggap Tuhan itu jahat dan tidak adil. Mujizat Tuhan tidak diberikan pada setiap orang. Tuhan memberikan mujizat pada mereka yang imannya kurang supaya imannya semakin kuat dan pada mereka yang mempunyai iman lebih baik, Tuhan memberikan kemungkinan untuk dia menghadapi tantangan. Layaknya seorang bayi yang lemah dan bergantung pada orang lain dimana untuk melakukan semua hal ia membutuhkan orang lain. Kita yang sudah dewasa tidak bisa iri pada seorang bayi, bukan? Dengan mujizat, orang seharusnya melihat kemuliaan dan kedaulatan Tuhan Sang Raja. Sangatlah disayangkan, hari ini mujizat justru dimanipulasi sedemikian rupa demi untuk kepentingan diri. Orang semakin salah kaprah dalam mengerti mujizat.
Ironisnya, orang berani mengklaim bahwa kalau kita tidak disembuhkan maka itu berarti kita yang salah karena kurang beriman dan banyak dosanya. Bahkan ada yang lebih berani lagi mengatakan bahwa anak Tuhan pasti tidak akan pernah sakit. Salah! Orang Kristen dan rasul pun bisa sakit bahkan Tuhan Yesus sendiri juga mengalami kesakitan yang luar biasa. Ingat, jika seseorang mendapat mujizat kesembuhan maka bukan berarti kita atau orang lain yang sakit juga harus mengalami mujizat yang sama. Tidak! Itulah sebabnya Tuhan Yesus melarang orang kusta ini berbicara pada orang lain. Jadi, jikalau anda pernah mengalami mujizat kesembuhan atau mujizat apapun juga itu maka kita harus lebih berhati-hati supaya tidak bicara pada sembarang orang. Mujizat terbesar yang terjadi dalam diri kita adalah kesembuhan rohani bukan kesembuhan jasmani. Dengan sembuhnya fisik bukan berarti kita akan hidup selamanya karena manusia pasti mati. Mujizat terbesar adalah pertobatan kita, yaitu saat kita menyadari dan mengakui bahwa kita adalah manusia berdosa dan kita mau bertobat, kembali pada Tuhan dan mau hidup taat pada Tuhan. Seorang yang memang bertobat dengan sungguh maka dengan rendah hati dan hati yang hancur ia datang di hadapan Tuhan. Anugerah Tuhan bukan menjadikan kita sombong tapi justru seharusnya menjadikan kita tahu bagaimana berespon dengan tepat.
Tuhan melarang orang kusta ini untuk bercerita pada orang lain namun Tuhan memerintahkan supaya ia pergi, memperlihatkan diri kepada imam dan mempersembahkan persembahan seperti yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka. Kalau kita membaca ayat ini sekilas saja maka kita akan salah menafsirkan. Perjanjian Baru tidak boleh kita lepaskan dari Perjanjian Lama. Dengan demikian kita tahu bahwa seseorang yang dinyatakan tahir haruslah mematuhi berbagai macam peraturan dan harus memenuhi berbagai macam persyaratan. Proses pentahiran itu tidaklah mudah. Sebelum dinyatakan tahir, seorang kusta tidak boleh masuk dalam Bait Allah maka imam yang harus keluar dan menghampirinya karena kuatir kalau-kalau ia belum sembuh benar. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh orang kusta sebelum dinyatakan tahir adalah ia harus membawa dua ekor burung tekukur, satu ekor disembelih lalu darahnya dipercikkan pada orang kusta itu sebagai tanda pentahiran sedang satu ekor lagi dilepaskan sebagai tanda Tuhan mengampuni dosa. Semua prosedur tersebut dilakukan di luar Bait Allah. Dan orang kusta ini harus tinggal selama delapan hari di luar perkemahan setelah didapati ia betul-betul tahir barulah kemudian ia boleh masuk ke dalam Bait Allah sambil membawa dua ekor domba jantan yang tidak bercacat dan satu ekor domba betina. Persembahan domba ini pun harus melewati beberapa prosedur yang tidak kalah rumitnya.
Semua prosedur yang rumit ini mempunyai arti yang sangat dalam. Darah domba jantan merupakan lambang darah Kristus yang menyembuhkan dan minyak yang tercurah menjadi lambang curahan berkat Tuhan, yaitu anugerah Tuhan mendahului semua hal yang dialami. Semuanya dapat kita lihat dalam kitab Imamat pasal 14. Beratnya prosedur yang harus dikerjakan seharusnya menyadarkan kita betapa besar pengorbanan Kristus yang harus dialami demi untuk menebus dan menyucikan manusia dari dosa. Namun prosedur yang demikian ini tidak ada satu orang pun yang melakukannya. Hari ini, orang hanya melihat kesembuhannya saja lalu merasa diri hebat karena mempunyai iman yang besar dan kemudian menjadi sombong. Mujizat adalah Kristus memulihkan hubungan kita yang telah terputus dengan Bapa. Respon orang kusta ini berbeda, ketika Tuhan Yesus menyembuhkannya, ia menyadari siapa dirinya yang sesungguhnya sehingga dengan rendah hati ia datang pada imam. Kita seharusnya menyadari, kalau dulu kita hanyalah manusia berdosa yang hina namun karena anugerah-Nya kini, kita bisa menjadi warga Kerajaan Sorga dan disebut anak-anak Allah. Kita harus hidup taat dan mau menyenangkan Tuhan saja. Respon seperti inilah yang seharusnya muncul dalam diri anak Tuhan yang telah mengalami mujizat. Namun, setelah disembuhkan dan mengalami mujizat, orang justru makin menuntut Tuhan supaya terus memberkati dan kemudian ia menjadi sombong.
Matius menulis tentang mujizat bukan supaya orang menjadi gila mujizat lalu menuntut Tuhan supaya melakukan mujizat juga pada kita. Tidak! Dan Matius juga tidak bermaksud memamerkan kuasa Tuhan sehingga orang dapat berpikir kalau kita datang dan mengikut Dia maka hidup kita akan enak. Bukan! Alkitab juga tidak mengajarkan kita supaya memberitahukan pada orang lain sehingga memungkinkan kita menjadi sombong. Tidak! Ketika kita mengalami sesuatu bersama Tuhan, itu merupakan suatu anugerah dan kita patut bersyukur, kita harus melihat pada Tuhan, yakni Kristus, Sang Raja sedang mengimplikasikan Kerajaan Sorga di tengah dunia. Betapa indah hidup kita kalau hidup kita berpusat pada Kristus, melihat Kristus sebagai Tuan, Pemilik alam semesta yang memelihara hidup kita. Tak terasa kita sudah memasuki akhir tahun 2004, hendaklah kita mengevaluasi diri, sudahkah kita men-Tuhan-kan Kristus dalam hidup kita? Tantangan dunia semakin hari semakin berat lalu apa yang harus kita kerjakan supaya nama Tuhan semakin dipermuliakan? Disitulah peranan anak Tuhan sangat diperlukan, peranan gereja, peranan iman Kristen, yaitu menjadi garam dan terang dunia. Kekristenan bukan menjawab tantangan jaman namun lebih dari itu Kekristenan harus menantang jaman dan jangan takut dan kuatir karena kita mempunyai Tuhan yang hidup; Dia akan memberikan kekuatan pada kita dalam menghadapi tantangan dunia sehingga kita tidak terseok-seok dalam menapaki tahun demi tahun di depan yang tantangannya semakin berat. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Roma 4:16-17 : IMAN : ANUGERAH DAN JANJI ALLAH

Seri Eksposisi Surat Roma :
Fokus Iman-5


Iman : Anugerah dan Janji Allah

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 4:16-17.

Setelah Paulus membandingkan konsep iman dan hukum Taurat sebagai prinsip dibenarkan lalu memaparkan tentang kegagalan Taurat sebagai syarat untuk dibenarkan, maka Paulus mulai menjelaskan lebih dalam lagi bahwa anak-anak Tuhan dibenarkan bukan hanya dibenarkan melalui iman tetapi iman yang dianugerahkan dari Allah.

Pada ayat 16a, Paulus mengatakan, “Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia,” Kata “Karena itulah” dalam terjemahan King James Version (KJV) dan International Standard Version (ISV) adalah therefore (=oleh karena itu). Kata ini menunjukkan bahwa ayat 16 ini merupakan konklusi dan penegasan kembali dari Paulus bahwa kita dibenarkan melalui iman yang adalah anugerah Allah. Lalu, kalimat pada ayat 16a ini dalam terjemahan KJV adalah, “Therefore it is of faith, that it might be by grace;” Dalam terjemahan ini, kita mendapatkan pelajaran bahwa janji Allah bagi Abraham (telah dijelaskan pada ayat 13-15) adalah janji pembenaran oleh iman bagi anak-anak-Nya dan janji Allah ini murni adalah/karena anugerah Allah. Jadi, iman itu sendiri adalah anugerah Allah. Prinsip ini juga diajarkan oleh Paulus di dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Di dalam kedua ayat ini, Paulus lebih tajam lagi melihat dan mengajar bahwa karena manusia dibenarkan melalui iman yang dianugerahkan Allah, maka tidak ada seorangpun yang boleh memegahkan diri karena perbuatan baiknya. Oleh karena itu, semua tindakan Allah adalah tindakan aktif dan tindakan manusia adalah tindakan reaktif/pasif sekaligus “aktif” yang pasif. Artinya, di dalam sejarah keselamatan dan kehidupan umat-Nya, Allah selalu bertindak pertama (aktif), yaitu merencanakan (Allah Bapa), menggenapi (Allah Putra/Tuhan Yesus Kristus) dan menyempurnakan keselamatan (Roh Kudus). Lalu, manusia pilihan-Nya selalu bertindak reaktif terhadap tindakan Allah yaitu dengan iman. Tindakan reaktif ini pun atas inisiatif karya Roh Kudus di dalam hati orang-orang yang telah dipilih oleh Allah sejak kekekalan. Maka segala sesuatu yang terjadi di dalam keselamatan kita adalah murni 100% karya Allah, sehingga kita patut bersyukur kepada-Nya karena Dia adalah satu-satunya Pribadi yang patut dipuji, disembah dan disandari untuk selama-lamanya.

Lalu, di ayat 16b, Paulus melanjutkan, “sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham.” Janji Allah yaitu dibenarkan melalui iman berlaku bagi semua keturunan Abraham. Siapakah keturunan Abraham ? Terjemahan KJV menerjemahkan “semua keturunan Abraham”, “to the end the promise might be sure to all the seed;” Kata “seed” di dalam KJV ini dalam bahasa Yunaninya adalah sperma yang secara khusus berarti remnant (sisa). Sehingga ayat ini seharusnya berkata bahwa akhir janji Allah berlaku bagi sisa-sisa/keturunan Abraham. Mengapa harus sisa, sedangkan terjemahan Indonesia menerjemahkan “semua” ? Kata “semua” bisa disalahtafsirkan dan diartikan semua orang tanpa kecuali, padahal pengertian Alkitab secara menyeluruh mengajarkan bahwa hanya beberapa orang dibenarkan melalui iman. Jadi, bukan semua orang tanpa kecuali yang menerima janji Abraham, tetapi orang-orang yang telah dipilih Allah sejak semula. Sisa-sisa keturunan Abraham ini dijelaskan Paulus bukan hanya mereka yang hidup dari Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Orang-orang Yahudi pada waktu itu tetap percaya bahwa hanya mereka yang dapat mewarisi iman dan berkat Abraham. Tetapi Paulus merombak seluruh paradigma mereka, bahwa yang mewarisi iman dan berkat Abraham bukan hanya terbatas pada orang-orang Yahudi tetapi semua orang dari berbagai bangsa, suku, ras yang menerima iman Abraham.

Apa alasan janji Allah juga berlaku bagi semua orang dari berbagai bangsa, suku dan ras ? Karena, “Abraham adalah bapa kita semua,” Kata “semua” dalam bahasa Yunani bisa berarti semua secara keseluruhan (whole), atau berarti setiap (every). Dengan kata lain, Abraham menjadi bapa/orangtua yang mempersatukan kita semua (umat pilihan) di dalam iman Abraham. Yang sangat disayangkan adalah beberapa penganut “theologia” religionum atau “Kristen” tauhid yang mempercayai ketunggalan Allah menyalahtafsirkan ayat ini lalu mereka berani mengajarkan bahwa Yahudi, Kristen dan Islam adalah agama Abrahamik yang sama-sama menyembah “Allah” yang sama. Ajaran ini sudah menyeleweng dari Alkitab dan sangat menyesatkan. Lalu, apa arti ayat ini yang mengajarkan bahwa Abraham adalah bapa kita semua dan janji Allah diberikan juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham ? Paulus di dalam suratnya kepada jemaat Galatia pasal 3 ayat 7 mengatakan, “Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham.” Dengan kata lain, sebagaimana Abraham dibenarkan Allah melalui iman, maka mereka yang hidup dari iman adalah anak-anak Abraham. Iman seperti apakah yang dipegang oleh Abraham ? Jelas, iman kepada Allah Trinitas. Apakah Trinitas sudah diajarkan di dalam Perjanjian Lama ? Bukankah banyak orang “Kristen” hari-hari ini (khususnya para pemuja “Kristen” Tauhid/“theologia” religionum mengatakan bahwa konsep Trinitas tidak ada di dalam Alkitab, maka lebih baik kita memakai konsep ketunggalan Allah daripada ketritunggalan Allah ? Ajaran ini sangat tidak bertanggungjawab. Dari kitab Kejadian 1:26, kata “Kita” yang disebut dua kali dalam terjemahan LAI (disebut tiga kali dalam terjemahan KJV, English Standard Version/ESV dan Bahasa Indonesia Sehari-hari/BIS) sudah menunjukkan ketritunggalan Allah. Jadi, barangsiapa yang beriman di dalam Allah Trinitas seperti Abraham maka mereka disebut anak-anak Abraham. Bagaimana dengan orang-orang Islam yang mati-matian menegakkan Tauhid/Allah yang satu pribadi, apakah mereka termasuk keturunan Abraham ? TIDAK ! Karena mereka tidak mempercayai Allah Trinitas. Lebih dalam lagi, Paulus mengajarkan, “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.” (Galatia 3:13-14) Kembali, berkat Abraham dan janji Allah kepada Abraham yaitu dibenarkan melalui iman dapat dinikmati oleh umat pilihan-Nya bukan karena jasa baik mereka, tetapi atas inisiatif dua Pribadi Allah, yaitu Kristus yang telah menebus kita dari kutuk Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita dan Pribadi Roh Kudus yang mengefektifkan karya penebusan Kristus ini di dalam diri umat pilihan-Nya. Dan dua Pribadi Allah ini otomatis didahului oleh rencana kekal Allah Bapa yang merencanakan keselamatan. Sehingga, “Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.” (Galatia 3:29) Konklusi terakhir dari Paulus ini mengajarkan hal yang mendalam yaitu ketika kita milik Kristus atau dipilih oleh Allah untuk diadopsi menjadi anak-Nya di dalam Kristus, maka kita pun adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah. Janji Allah itu dipaparkan Paulus di dalam Galatia 3:8 yaitu semua bangsa akan menerima berkat dan itu dinyatakan secara jelas serta diterima oleh kita yang hidup sekarang. Jadi, janji Allah hanya dapat digenapi oleh Allah sendiri tanpa perantaraan siapapun dari dunia dan kita sebagai anak-anak-Nya harus mempercayai bahwa janji Allah itu ya dan amin.

Abraham adalah bapa semua bangsa adalah sesuai dengan Kejadian 17:5, “...engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa.” yang dikutip di dalam Roma 4:17 dengan mengganti kata “sejumlah besar bangsa” menjadi “banyak bangsa”. Penggantian ini tidak mengubah arti. Kata “telah” menunjukkan bahwa Allah mengganti nama Abram menjadi Abraham bukan karena ia telah berbuat sesuatu yang menyenangkan Allah, tetapi Allah telah menetapkan Abraham menjadi bapa banyak bangsa. Di sini, theologia Reformed selalu memandang Allah adalah inisiator pertama segala tindakan dan keselamatan manusia. Abraham yang telah ditetapkan menjadi bapa banyak bangsa diucapkan “di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.” (Roma 4:17) Di sini, kita mendapatkan penjelasan yang tuntas dari Paulus bahwa Allah yang berjanji kepada Abraham adalah Allah yang hidup dan berkuasa, sehingga tidak ada satu janji-Nya yang gagal atau meleset. Dengan kata lain, janji Allah sangat berkaitan erat dengan sifat dan Pribadi Allah yang jujur, bertanggungjawab, Mahakuasa, Hidup dan Kekal. Sehingga kita sebagai anak-anak-Nya tidak perlu kuatir akan janji-Nya bagi kita. Janji Allah Putra juga dinyatakan kepada kita ketika memberitakan Injil yaitu bahwa Ia akan menyertai kita selama-lamanya (Matius 28:20). Penyertaan-Nya adalah janji-Nya yang dapat diandalkan, sehingga janji-Nya ini harus menjadi sumber dan pedoman hidup bagi kita ketika kita mengerjakan tugas panggilan-Nya di dunia ini. Paulus di dalam suratnya kepada Timotius yang kedua mengungkapkan, “Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah… Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” (2 Timotius 1:8,12) Ketika menulis suratnya kepada Timotius, Paulus sedang berada di dalam penjara (lihat 2 Timotius 1:8), tetapi ia tetap dapat menguatkan Timotius tentang pentingnya pemberitaan Injil, pengajaran dan pendidikan bagi jemaat Tuhan sebagai seorang pelayan Tuhan (2 Timotius 4:1-5). Mengapa Paulus dapat memiliki kekuatan ini ? Karena ia percaya bahwa Allah itu kekal, jujur dan setia yang berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadanya hingga pada hari Tuhan. Dengan kata lain, Paulus percaya bahwa Allah itu setia pada janji-Nya dan memelihara janji-Nya yang telah diberikan kepada Paulus hingga pada hari Tuhan. Sebagaimana janji Allah menguatkan iman dan pelayanan Paulus, bagaimana dengan kita ? Apakah kita masih tetap berpegang pada janji Allah yang pasti akan digenapi ? Ketika kita berpegang pada janji Allah, itu membuktikan bahwa kita beriman dan setia kepada dan di dalam-Nya meskipun penderitaan mengancam dan menggoda kita.

Sudah saatnya kita sebagai orang Kristen tidak lagi tertipu oleh rayuan gombal dari dunia dengan sederetan filsafat dan buaian psikologinya, tetapi kita sebagai orang Kristen dan anak Tuhan harus tetap berpegang pada janji Allah yang kekal dan setia, karena Allah kita adalah Allah yang berdaulat mutlak. Maukah kita berpegang teguh pada janji Allah ? Amin. Soli Deo Gloria...