05 September 2008

MENGIKUT YESUS (Pdt. Rudie Gunawan, S.Th.)

MENGIKUT YESUS

oleh: Pdt. Rudie Gunawan, S.Th.
(gembala sidang Mimbar Reformed Injili Indonesia–MRII Kuningan, Jakarta dan Ketua Sekolah Theologi Reformed Injili Jakarta–STRIJ yang meraih gelar Sarjana Theologi–S.Th. dari Seminari Alkitab Asia Tenggara–SAAT Malang)



Nats: Mrk. 10:17-31



Tindakan ‘meminta’ jadi biasa, sejak kecil sampai mati, mulai dari minta makan dengan bahasa tangisan hingga meninggalkan pesan: ‘Kalau mati, dibakar saja supaya tak merepotkan.’ Ada beragam cara dan bentuk permintaan. Hidup akan jadi kaku dan dingin tanpa relasi tersebut. Sepanjang hidup, ia terlatih meminta. Kalau cara satu gagal, digunakan yang lain.

Permintaan kepada Tuhan tak sekadar minta seperti pada orangtua, guru, dosen, polisi atau yang berotoritas lebih kuat di mana sikap, perkataan dan mimik wajah harus diatur sehingga berkenan, disertai dengan kesediaan hati untuk bayar harga. Tapi manusia seringkali minta karena ada objek lebih tinggi.

Kepada Allah, ia seringkali tak bersikap demikian melainkan malah lebih kurang ajar daripada dengan orangtua. Ia mungkin minta dengan mengancam. Misal¬nya, jikalau permintaan tak dikabulkan atau sakit penyakit tak disembuhkan maka ia tak lagi mau jadi Kristen apalagi mencariNya. Sebaliknya, Tuhan dipermalukan.

Padahal Allah lebih hebat, besar, tinggi, kuat, dan agung. Maka seharusnya sebelum masuk ke bait kudus-Nya, jemaat harus membuka sepatu, seperti yang pernah diajarkan pada Musa.

Banyak orang pindah dari Gereja karena minta kepada-Nya sangat melelahkan dan harus sabar. Cara berpikir seperti itu tak beda dengan orang kaya yang saleh di Mrk. 10:17-27. Mungkin ia cukup berumur, sekitar 40 tahun, sebab katanya di ayat 20, “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku (+ 15-20 tahun).” Pada usia 40 tahun, manusia mulai memikirkan sakit dan kematian. Usaha juga harus mantap karena setelah masa tersebut takkan ada peluang lebih baik.

Tapi caranya tak beda dengan para murid. Ia berkata, “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Mrk 10:17) Namun Tuhan menjawab, “Mengapa kau kata¬kan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain daripada Allah saja.” (ayat 18) Artinya, Ia menegur sekaligus membangun supaya orang tersebut tak basa-basi melainkan langsung mengatakan keinginannya. Sebenarnya Ia mengetahui hatinya yang menganggap diri sendiri baik lalu hendak mengadakan pengesahan. Tapi Ia tetap appreciate.

Ketika minta kepada Tuhan, seharusnya tak boleh menganggapNya sebagai sumber otoritas. Jika tidak, orang Kristen akan terus bermain drama karena kalau tak sesuai keinginan-Nya maka Ia takkan mengabulkan. Padahal di Mat 6:8 Kristus mengatakan, “… Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepadaNya.” Maka di ayat 6 tercatat, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.”
Selain itu juga tak boleh beranggapan Tuhan memberi tanpa resiko. Ketika minta kendaraan, anak tak memikirkan resiko. Juga tak terpikir andaikata harus beli dengan biaya sendiri. Orangtua bijaksana akan menjelaskan bahwa bukan karena sudah lulus SMA ia harus memperoleh SIM. Jikalau dikabulkan, ia harus menanggung resiko karena biaya pemeliharaan dan perbaikan tak murah. Nilainya jadi tak sekadar harga beli saja. Yesus mengatakan bahwa manusia boleh minta tapi sebelumnya harus melakukan beberapa syarat (Mrk. 10:19 & 21).

Banyak Pendeta menggunakan Mrk. 10:21 untuk memeras orang kaya dan membuat mereka ketakutan. Sesungguhnya ayat tersebut bukan untuk mereka melainkan orang yang merasa diri kaya atau mampu.

Tak seorang pun boleh menghina karena semua manusia sebenarnya kaya. Bahkan orang miskin pasti memiliki nilai kekayaan tersendiri diekspresikan dalam bentuk barang. Dan juga tak ada orang mau dihina sebab memiliki dignity/self-confidence yang membuatnya survive. Kalau ada kesempatan, ia pasti membalas orang yang menghinanya. Semakin merasa susah, ia makin menanamkan dalam diri bahwa masih memiliki kemampuan. Maka banyak cerita mengisahkan tentang orang kaya yang awal mulanya miskin sehingga harus melalui perjuangan berat. Tapi motivasi hanya Tuhan yang tahu.

Permintaan harus disertai reason (alasan) jelas, bukan untuk sekarang tapi kelak. Seharusnya para murid langsung pandai setelah mendengar khotbah Yesus. Namun mereka malah berpikir untuk gerakan yang masih baru, dibutuhkan orang kaya semacam itu karena belum ada di kelompok Tuhan. Orang tersebut sangat saleh, secara sosial terkenal, dan financially kuat.

Isi hati para murid tercatat di Mrk. 10:28 dan lebih jelas lagi di Mat. 19:27, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” Itu merupakan ungkapan kekecewaan mereka. Sesungguhnya inti permasalahannya ialah perolehan yang mendorong mereka minta.

Biasanya orang tak mempermasalahkan cara, entah mengelabui, merampas, dll. Namun perikop tersebut menekankan tujuan. Misalnya, untuk memperlengkapi diri hingga hidup lebih nyaman atau menambah sesuatu yang sebenarnya telah ada. Namun yang kedua membuat seseorang diperbudak oleh keinginannya sendiri. Maka ia tak boleh berhenti hanya untuk sekadar fun karena itu berarti bermain dengan dosa.

Yesus tak menggugurkan keinginan orang tersebut. Ia juga tak mengurungkan niat memberi hidup kekal pada mereka yang minta. Ia sangat mengasihinya (Mrk. 10:21). Tapi ia pergi karena kecewa. Rupanya tak hanya orang kaya terhormat itu yang mengalami kendala dalam menerima Kristus. Para murid juga demikian.

Problem Kingdom terjadi sejak awal Injil ditulis untuk menunjukkan bahwa para nabi dan raja terkecoh tentang Allah karena sifatNya tak sesuai pemikiran mereka. Padahal Dialah Sang Penguasa dan Pencipta. Klimaksnya ketika Nabi Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel diutus untuk mengatakan bahwa mereka harus menyerahkan diri ke Babel (Yer. 25:11). Padahal saat itu mereka berjaya. Maka Yesaya dipasung sedangkan Yeremia diikat lalu dimasukkan ke sumur karena terjadi konflik dalam pikiran mereka. Berulangkali pula Yeremia mengalami konflik diri (Yer. 20:7-18). Tapi semua itu merupakan proses transforming di mana perubahan harus terjadi. Predestinasi dan kedaulatan-Nya sulit dimengerti kecuali pernah mengalaminya.

Tuhan sangat mengerti manusia. Maka Ia melayani pertanyaan seperti Mat. 19:27. Seharusnya para murid yang mengikuti-Nya selama 2,5 tahun tak boleh bertanya semacam itu sebab telah menyaksikan keajaiban dan kehebatan Anak Allah. Semestinya mereka langsung bersembah sujud dan mengucap syukur.

Petrus memang mantan orang besar yaitu bandar ikan dengan 3 perahu. Ikan yang ditangkapnya adalah kesukaan Kaisar. Ia juga yang tertua di antara para murid. Maka ia representatif ketika bertanya seperti di Mat. 19:27. Kenyataan tersebut merupakan permainan emosi, motivasi dan logika bagi mereka.

Setelah mendengar jawaban Yesus (Mrk. 10:29-31), Petrus baru menyadari, bukan karena Tuhan dan Injil ia meninggalkan semuanya. Kristus telah mengetahui bahwa kalkulasi masih terlalu kuat dan erat mengikat pikiran mereka. Sehingga berpikir akan mendapat posisi dan keuntungan. Konsep tersebut tak pernah berhenti hingga diselesaikan oleh tulisan para Rasul.

Seringkali manusia sulit memilih antara harta dan Yesus karena merasa masih hidup di dunia. Penyebab utama sebenarnya ialah karena Injil membongkar dan membuat hidupnya bertumbuh hingga timbul kerelaan untuk meninggalkan yang lama. Injil tak menghukum melainkan sangat revolusioner (mengembalikan pada yang asli) sekaligus memberitahukan berita yang sungguh membahagiakan tapi ia malah ketakutan hingga tak mudah menerimanya. Di Mat 6:24 Ia menegaskan, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” Perikop tersebut membicarakan prioritas.

Kemudian dilanjutkan, “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu,...” (Mat. 6:25) Kalau pengajaran tersebut berhenti hanya di ayat ini, berarti Kristen gagal membangun kembali. Ayat tersebut sebenarnya mengatakan bahwa hendaklah rasa kuatir diarahkan secara tepat. Maka kebenaran harus dicari terlebih dulu. Ia tak menghapus perasaan tersebut melainkan membuat perbandingan (ayat 26-30) untuk menunjukkan bahwa sebenarnya tak perlu kuatir berlebihan. Kekuatiran itu natural karena mendorong manusia untuk mencari nafkah.

Para murid sebenarnya juga ragu menerima Tuhan karena lebih miskin daripada Yohanes Pembaptis yang berkharisma dan masih termasuk keturunan imam besar Zakaria. Kebanyakan pengikut Yohanes ialah soldiers. Tapi ia mati muda karena dimusuhi banyak orang. Sedangkan Yesus hanyalah keturunan tukang kayu dari Nazaret. Padahal Dialah Mesias. KehadiranNya secara fisik dan fenomenal sangat meragukan (Yes. 53:2-3). Tapi ketika mendekati, mendengar serta memperhatikan Firman dan kebesaran jiwaNya, manusia takkan ragu lagi untuk terus ikut Dia dalam suka duka.

Di Mrk. 11:28 tercatat para imam bertanya untuk menjebak-Nya, “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepadaMu, sehingga Engkau melakukan hal-hal itu?” Sebab 3 partai politik Yahudi (Farisi, ahli Taurat dan Saduki) saling memperebutkan kekuasaan. Ketika Ia menjawab bahwa kuasa-Nya dari Allah, jawaban tersebut dianggap pelecehan. Padahal Ia berkata yang sebenarnya.

Mrk. 10:31 menegaskan bahwa para pengikut-Nya akan memperoleh semua dengan adil. Akan ada pembagian, perhatian dan pemeliharaan yang adil. Amin.


(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)


Sumber:
Ringkasan khotbah Pdt. Rudie Gunawan di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya tanggal 16 Juni 2002.