26 March 2008

Resensi Buku-48: PERANG DENGAN KATA-KATA (Rev. Prof. Paul David Tripp, D.Min.)

...Dapatkan segera...
Buku Resources for Changing Lives
WAR OF WORDS : Getting to the Heart of Your Communication Struggles
(PERANG DENGAN KATA-KATA : Mengenali Inti Pergumulan dalam Komunikasi Anda)


oleh: Rev. Prof. Paul David Tripp, M.Div., D.Min.

Penerbit : Momentum Christian Literature, Surabaya, 2004

Penerjemah: Peter Ivan Ho





Deskripsi singkat dari Denny Teguh Sutandio :
Allah menciptakan kita sebagai makhluk sosial, artinya kita memerlukan orang lain. Di dalam relasi kita dengan orang lain, salah satu yang amat menentukan adalah komunikasi. Secara tidak sadar, ketika berkomunikasi, kita cenderung mengeluarkan kata-kata yang tidak hormat, kasar, mengumpat, dll. Itu semua diakibatkan oleh dosa. Sebagai umat pilihan Allah yang telah ditebus oleh Kristus, kata-kata kita di dalam komunikasi tidak boleh lagi mengikuti dosa dan iblis, tetapi harus meneladani Kristus yang membimbing kita di dalam proses untuk berkomunikasi seperti yang dikehendaki Allah bagi kita. Dengan kata lain, kita adalah duta Allah di dalam hal komunikasi untuk menyampaikan kebenaran Allah yang dipenuhi dengan kasih dan damai sejahtera Allah. Hal inilah yang disampaikan oleh Dr. Paul David Tripp di dalam bukunya tentang komunikasi yang menebus ini. Beliau melihat permasalahan komunikasi sampai ke esensinya (yaitu dosa) dan membangun komunikasi yang benar bukan berdasarkan teknik-teknik psikologi dan pengembangan diri, tetapi murni berdasarkan Alkitab yang dieksposisi dengan teliti yang diimplikasikan di dalam pengalaman hidupnya sehari-hari.







Profil Rev. DR. PAUL DAVID TRIPP :
Rev. Prof. Paul David Tripp, M.Div., D.Min. adalah konselor di Christian Counseling and Educational Foundation di Glenside, Pennsylvania, Amerika dan juga direktur dari Changing Lives Ministries. Beliau meraih gelar Master of Divinity (M.Div.) dari Philadelphia Theological Seminary dan gelar Doctor of Ministry (D.Min.) dari Westminster Theological Seminary. Beliau juga adalah seorang profesor Theologia Praktika (Konseling) di Westminster Theological Seminary dan pembicara seminar yang terkenal dan telah menulis banyak artikel untuk Journal of Biblical Counseling dan buku Age of Opportunity : A Biblical Guide to Parenting Teens (terjemahan Indonesia : Masa Penuh Kesempatan : Suatu Bimbingan Alkitabiah bagi Orangtua Para Remaja). Dr. Tripp dan istrinya, Luella tinggal di Philadelphia dan memiliki empat orang anak, yaitu : Justin, Ethan, Nicole dan Darnay.

Roma 6:20-23: HAMBA DOSA VS HAMBA KEBENARAN-2: Akibat dari Status dan Kondisi yang Diubahkan

Seri Eksposisi Surat Roma :
Manusia Lama Vs Manusia Baru-8


Hamba Dosa Vs Hamba Kebenaran-2 :
Akibat dari Status dan Kondisi yang Diubahkan


oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 6:20-23.

Setelah mempelajari tentang status dan kondisi yang diubahkan di dalam diri orang percaya di ayat 15 s/d 19, maka selanjutnya kita akan mempelari tentang akibat dari status dan kondisi yang diubahkan tersebut di empat ayat terakhir di pasal 6 ini.

Pada ayat 20, Paulus melanjutkan pembahasan tentang status hamba dosa, yaitu, “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.” Ketika kita menghambakan diri di bawah dosa (atau dosa menjadi tuan hidup kita), pada saat yang sama kita bebas dari kebenaran. Kata bebas berarti terlepas atau tidak terikat, lalu kebenaran di dalam ayat ini menggunakan kata Yunani dikaiosunē yang artinya kebenaran keadilan. Dengan kata lain, ketika kita mentuankan dosa, kita tidak terikat dengan kebenaran atau tidak ingin/mau menjalankan kebenaran keadilan. Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkannya, “...tidak dikuasai oleh kehendak Allah.” Gevena Bible Translation Notes memberikan catatan kaki pada bagian ini, “Righteousness had no rule over you.” (=Kebenaran keadilan tidak memiliki kekuasaan atasmu.) John Gill di dalam tafsirannya John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkan bebas dari kebenaran sebagai tidak memiliki kebenaran/tidak ada kebenaran. Dari beberapa pengertian di atas, kita mendapatkan beberapa pelajaran penting tentang status hamba dosa, yaitu :
Pertama, ketika kita mentuankan dosa, kita tidak memiliki kebenaran keadilan. Ketika kita melihat di dalam penciptaan, kita mengetahui bahwa Allah menciptakan manusia segambar dan serupa dengan-Nya. Dengan kata lain, manusia menyandang gambar Allah sekaligus sifat-sifat Allah yang dikomunikasikan (communicable attributes of God), misalnya kebenaran, keadilan, kejujuran, kesetiaan, dll untuk menaklukkan dan memelihara alam semesta ini (Kejadian 1:28 ; 2:15). Di dalam theologia Reformed yang ketat, hal ini disebut mandat budaya, artinya kita mendapatkan perintah/mandat dari Allah untuk mengelola sekaligus memelihara alam semesta untuk memuliakan Allah. Tetapi sayangnya, manusia yang dipercayakan hal ini tidak bertanggungjawab, sehingga mereka mempermainkan tanggung jawab melalui Hawa yang lebih menaati perkataan iblis untuk makan buah pengetahuan baik dan jahat ketimbang taat mutlak kepada Allah yang melarangnya untuk makan buah tersebut. Di dalam kondisi inilah, dosa mulai mengintip dan masuk ke dalam manusia, dan mengakibatkan manusia tidak lagi mengindahkan kebenaran keadilan dari Allah. Hal ini terlihat dari Kain yang marah kepada Habel karena persembahan Kain tak diterima oleh Allah. Kemarahannya ini berpuncak pada tindakan pembunuhan Kain (Kejadian 4:8), padahal Allah telah memperingatkannya (Kejadian 4:6). Di sini, kita melihat Kain adalah bukti selanjutnya setelah Hawa bahwa dosa membuat orang yang mentuankannya tidak lagi menghiraukan kebenaran keadilan sejati dari Allah.
Kedua, ketika kita mentuankan dosa, kita tidak dikuasai oleh kehendak Allah. Mengutip contoh Kain, dosa membuat Kain tidak lagi dikuasai oleh kehendak Allah untuk berbuat baik, meskipun Allah telah memperingatkannya. Dikuasai oleh kehendak Allah adalah keinginan setiap umat pilihan-Nya untuk memuliakan Allah. Tetapi dosa membuat orang yang mentuankannya menjadi gila, memuja diri, menghina orang lain dan terutama menghina serta mengumpat Allah. Para pemuja dualisme, materialisme, humanisme, dll adalah contoh-contoh orang yang mentuankan dosa. Mengapa ? Karena mereka dikuasai oleh kehendak pribadi ketimbang kehendak Allah yang Mahakudus. Ketika hidup kita lebih berorientasi kepada materi, pribadi, nafsu, dll, di saat itulah kita lebih menaati kehendak diri dan materi ketimbang Allah dan di saat itu pulalah kita sedang mentuankan dosa, meskipun kita tidak pernah menyadarinya.

Lalu, Paulus menyambung penjelasan di ayat 20 dengan dampak/buah/akibat dari dosa yang menjadi tuan atas manusia yaitu di ayat 21, “Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian.” Kata “buah” di dalam ayat ini diterjemahkan John Gill sebagai, “profit, pleasure, satisfaction, or comfort” (=keuntungan, kesenangan, kepuasan, atau kesenangan hidup/hiburan/ketenangan). Dengan kata lain, Paulus hendak menanyakan bahwa ketika kita mentuankan dosa, apa keuntungan, kesenangan, kepuasan atau kesenangan hidup/ketenangan yang kita peroleh ? Ini bukan berbicara tentang utilitarianistik yang mengajarkan bahwa segala sesuatu harus berguna/menguntungkan, kalau tidak, tidak usah dikerjakan. Ini berbicara mengenai esensi hidup dan dampak. Paulus menjawab pertanyaan itu dengan dampak beruntun. Jawaban Paulus ini berbeda dengan jawaban abad postmodern. Postmodern yang mengilahkan relativisme menjawab bahwa ketika kita mentuankan dosa, hidup kita enak, menyenangkan, dll karena hidup kita tidak dikekang. Banyak orang postmodern mengimplikasikan filsafat mereka ini dengan mengatakan bahwa menjadi orang Kristen itu susah, karena tidak boleh sembahyang di depan kubur, tidak boleh dugem (dunia gemerlap), tidak boleh mabuk, tidak boleh free-sex, dll. Benarkah demikian ? TIDAK. Paulus menjawab dan menantang dunia postmodern dengan dampak dan akibat beruntun dari orang yang mentuankan dosa yaitu :
Pertama, merasa malu sekarang. Dosa mengakibatkan orang yang mentuankannya menjadi malu. Banyak orang postmodern mengatakan bahwa dosa itu menyenangkan, tetapi sayangnya mereka tak menyadari bahwa itu sesuatu yang memalukan. Mengapa malu ? Malu ini harus diukur dari standar kedaulatan Allah. Artinya, ketika manusia berdosa, seharusnya orang normal akan merasa malu di hadapan Allah yang Mahakudus. Mengapa ? Karena dirinya tak sebanding dengan Allah yang Mahakudus. Coba kita berdiri di depan presiden (meskipun tetap manusia berdosa), kita akan sangat malu sekali misalnya ketika kita sembarangan duduk atau berlaku tak sopan. Tetapi herannya, di hadapan Allah yang Mutlak Suci, kita tidak memiliki malu. Pdt. Sutjipto Subeno mengatakan bahwa hal ini adalah pembalikkan posisi. Artinya, kepada siapa yang seharusnya kita malu, kita tidak pernah malu (bahkan memalukan ; bahasa kerennya : malu-maluin), sebaliknya kepada siapa yang seharusnya kita tidak usah malu, kita malahan malu sekali. Inilah dosa kemaluan yang sebenarnya memang memalukan di hadapan Allah. Hal ini bisa diimplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika kita berdosa seperti free-sex, bicara kotor, dll, kita seharusnya merasa malu, karena tidak seharusnya kita yang diciptakan menurut peta teladan Allah yang Mahakudus malahan berbuat hal-hal yang menyakitkan hati-Nya.
Kedua, kematian. Kemaluan ini lama-kelamaan, jika tidak disembuhkan (artinya orang yang malu tersebut harus bertobat), akan mengakibatkan kematian. Di dalam ayat ini, Paulus mengatakan bahwa kematian itu kesudahannya atau (tujuan) akhir (goal/end). Artinya, kematian itu upah/ongkos yang seharusnya diterima oleh orang yang mentuankan dosa dan tidak mau bertobat sungguh-sungguh. Hal ini dijelaskan Paulus di ayat 23a dengan mengatakan, “Sebab upah dosa ialah maut;” Dosa mengakibatkan bukan hanya merasa malu, tetapi juga kematian kekal/neraka. Dan ketika kita dimasukkan ke dalam neraka, tidak ada lagi pengharapan kita dapat diselamatkan, karena di saat itu kita sudah berada di dalam kematian kekal yang sama sekali tak berpengharapan. Ketika kita diperkenankan Tuhan untuk menyadari dosa-dosa kita saat ini, segeralah bertobat dan kembalilah kepada Tuhan Yesus Kristus, karena Ia adalah Allah yang mengasihi orang yang berdosa dan tetap menghukum mereka yang tidak mau bertobat.

Karena tidak ada lagi pengharapan bagi orang yang mentuankan dosa, maka Paulus memberikan solusi satu-satunya, yaitu di ayat 22, “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.” Agama-agama postmodern (di luar keKristenan yang sejati) mengajarkan bahwa amal/perbuatan baik mampu menawarkan solusi bagi permasalahan dosa atau mengurangi dosa. Bahkan di abad pertengahan, Gereja Roma Katolik mempopulerkan surat indulgensia untuk membangun gedung gereja Basilica St. Petrus dengan mengajarkan bahwa ketika jemaat mencemplungkan uang ke dalam kantong persembahan, maka jiwa orang-orang yang mereka kasihi langsung berpindah dari api penyucian (purgatori) ke “Surga”. Pada saat itu, orang-orang tergila-gila dan akhirnya tanpa berpikir panjang (mirip dengan orang postmodern yang anti-rasio) mereka berlomba-lomba mencemplungkan uang sebanyak mungkin agar jiwa orang-orang yang mereka kasihi dapat diselamatkan. Pada saat itu, Dr. Martin Luther melawan ajaran gila itu dan mengadakan reformasi dengan mengajarkan salah satunya adalah keselamatan itu murni adalah anugerah Allah melalui iman, bukan melalui amal/perbuatan baik. Di saat itu pulalah, seluruh gereja Reformasi dan Reformed/Calvinisme mengajarkan pentingnya anugerah Allah tanpa membuang unsur perbuatan baik sebagai akibat dari pembenaran melalui iman. Kembali, sebagai solusi terhadap dosa, Paulus mengatakan bahwa kita dimerdekakan dari dosa. Kata “dimerdekakan dari dosa” tentu bukan berarti kita yang memerdekakan sendiri dari dosa dengan amal/perbuatan baik, karena pernyataan ini mengandung arti bahwa ada Pribadi yang memerdekakan kita (pernyataan ini memakai bentuk pasif). Dimerdekakan dari dosa mengandung arti kita tidak lagi terikat oleh kuasa dosa (dosa tidak lagi menguasai kita), atau kita tidak lagi mentuankan dosa. Lalu, pertanyaan selanjutnya, siapakah yang mampu memerdekakan kita dari dosa ? Nabi ? Rasul ? Pemimpin agama ? TIDAK ! Mereka semuanya sama-sama berdosa, bahkan seorang pemimpin agama dari agama terbanyak di Indonesia mengajarkan bahwa umatnya mendoakannya agar dirinya sebelum mati diterima di sisi“-Nya”. Ini membuktikan manusia seberapa “agung”, tetap saja berdosa dan tak berpengharapan. Lalu, bagaimana ? Di ayat 23b, Paulus menjelaskan, “karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Tidak ada jalan lain, Allah dari Surga harus menyelamatkan manusia yang berdosa. Caranya ? Caranya adalah Allah Bapa mengutus Allah Anak, Putra Tunggal-Nya, yaitu Tuhan Yesus Kristus untuk menebus dan menyelamatkan manusia berdosa. Hal ini disebabkan karena kasih-Nya yang begitu besar bagi dunia (Yohanes 3:16) sekaligus bukti keadilan-Nya yang Mahakudus untuk memisahkan siapa yang termasuk umat pilihan-Nya yang percaya di dalam Kristus dan siapa yang memang sudah ditentukan-Nya untuk dibinasakan (otomatis sebagai lawan dari umat pilihan-Nya, yaitu umat reprobasi/kaum tertolak) yang terbukti dengan menghujat Kristus. (Yohanes 3:18-19)

Setelah Allah menganugerahkan keselamatan di dalam Kristus bagi umat pilihan-Nya, dampak apa yang terjadi ?
Pertama, pengudusan. Di ayat 22, Paulus mengajarkan bahwa setelah kita dimerdekakan dari dosa, kita beroleh buah yang membawa kita kepada pengudusan atau pemurnian (Yunani : hagiasmos ; Inggris : purification). Dengan kata lain, anugerah keselamatan dari Allah di dalam Kristus bagi umat pilihan-Nya memungkinkan umat-Nya tidak lagi berkanjang di dalam dosa, tetapi hidup kudus di dalam proses menuju kepada kesempurnaan Allah. Kita bisa hidup kudus karena Roh Kudus di dalam hati kita mencerahkan, menguduskan dan mengingatkan kita terus-menerus akan Firman Allah. Tetapi tidak berarti kita tidak ada inisiatif. Kita dapat inisiatif untuk hidup kudus karena Allah Roh Kudus yang memunculkan inisiatif tersebut. Puji Tuhan ! Tanpa-Nya, kita tak dapat berbuat apa-apa. Kedua, kita bisa kudus karena kita melihat Pribadi Allah yang Mahakudus. Hal ini diajarkan oleh Rasul Petrus di dalam 1 Petrus 1:16 dengan mengutip Imamat 11:44-45 ; 19:2, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Dengan kata lain, penebusan Kristus yang diefektifkan oleh Roh Kudus memungkinkan kita yang dahulu gemar terhadap dosa berbalik arah menjadi gemar akan kebenaran Allah dan menjadi kudus secara progresif. Ini disebabkan karena penebusan Kristus mengembalikan citra diri manusia berdosa kepada posisinya semula yaitu sebagai gambar dan rupa Allah yang mengerjakan kekudusan, kesetiaan, kejujuran, kebenaran, keadilan, kasih, kebaikan, dll.
Kedua, hidup yang kekal. Di ayat 22, Paulus menjelaskan bahwa setelah kita dikuduskan, kita nantinya beroleh hidup yang kekal. Berbeda dari akibat status hamba dosa yang mengakibatkan kita mati kekal, maka sebagai hamba kebenaran, kita nantinya akan hidup kekal di dalam Tuhan Yesus Kristus. Artinya : pertama, keselamatan umat pilihan-Nya dijamin oleh Allah sampai akhir. Dengan kata lain, ketika Allah telah memilih umat-Nya, Ia pula yang menyediakan keselamatan di dalam Kristus dan mengefektifkan karya penebusan Kristus itu melalui karya Roh Kudus di dalam hati umat pilihan-Nya serta memelihara keselamatan itu sampai akhir. Ini merupakan bukti providensia (pemeliharaan) dan kesetiaan Allah kepada umat-Nya. Adalah ajaran yang sangat konyol dari “theologia” Arminian yang mengajarkan bahwa keselamatan umat pilihan bisa hilang, karena mereka murtad. Mengapa konyol ? Karena mereka sebenarnya bukan saja menyerang Calvinisme, tetapi juga menyerang Allah dengan mengajarkan bahwa Allah itu “kewalahan” (kurang kuasa) ketika manusia mau murtad dan melawan Allah sekehendak hatinya. Dapat disimpulkan, Arminianisme menempatkan manusia sebagai pusat otoritas dan Allah sebagai “kacung/pembantu” manusia di dalam keselamatan. Kedua, hidup yang kekal berbicara mengenai kebangkitan tubuh. Kita bisa tetap mati secara fisik (di dalam kuburan), tetapi kita akan dibangkitkan secara fisik pada hari Kristus datang kedua kalinya. Di saat itu, kita mengalami hidup kekal yang 100% murni tidak bisa dipengaruhi oleh dosa, nafsu, dll, karena tugas kita di sana adalah hanya memuji Allah. Injil Yohanes 3:16 juga mengajarkan bahwa barangsiapa yang percaya kepada-Nya (Kristus) tidak akan binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Bukankah ini merupakan suatu jaminan kekal bagi kita yang dipilih-Nya dari semula untuk percaya di dalam Kristus ? Sudahkah kita mengimaninya ?

Hari ini, setelah kita merenungkan keempat ayat ini, adakah hati kita tergerak untuk sekali lagi hidup bagi Allah dengan berfokus pada Kristus ? Adakah kita berkomitmen untuk tidak lagi menggemari dosa, tetapi sebaliknya menggemari Firman Allah dan Kebenarannya serta hidup kudus ? Itulah citra diri hamba Kebenaran yang telah ditebus Kristus dari hidup yang sia-sia. Soli Deo Gloria. Amin.

Matius 9:14-17: THE METAPHORE OF THE KINGDOM (Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.)

Ringkasan Khotbah : 19 Juni 2005

The Metaphore of the Kingdom
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 9: 14-17


Adalah tugas setiap kita, anak Tuhan yang sejati untuk menyatakan kebenaran sejati di tengah dunia yang kacau; terang adalah terang dan gelap adalah gelap, terang dan gelap tidak dapat bersatu. Namun posisi ini menjadi paradoks sebab dunia tidak suka adanya perbedaan, dunia ingin mempersatukan segala hal yang bertentangan. Maka pada awal abad ke-20 muncul aliran filsafat yang menentang Kekristenan, yakni humanis materialis dimana manusia adalah pusat dari segala sesuatu dan mencari materi itu sebagai sasaran hidup. Dalam bukunya, Robert Tiyosaki menegaskan sekolah tidak terlalu penting sebab apalah artinya sekolah atau menuntut ilmu tinggi kalau orang tidak dapat mencari uang dan akhirnya hidup miskin. Inilah dunia berdosa dimana dunia lebih menghargai orang kaya tapi hidupnya tidak karuan daripada orang yang miskin tapi hidupnya benar. Ironis, bukan? Dunia materialis telah mencengkeram hidup manusia sedemikian hebatnya dan tanpa sadar intelektualitas kita dimatikan, makin lama manusia menjadi makin bodoh.
Semangat humanis materialis telah mencengkeram manusia sedemikian rupa sehingga manusia tidak menyadari bahwa ada hal yang lebih penting dan utama yang harus kita kerjakan yang menyangkut kekekalan, ada kebahagiaan sejati yang bisa kita dapatkan lebih daripada kebahagiaan yang ditawarkan oleh dunia, ada hal yang lebih bernilai daripada uang, yaitu kalau kita hidup bersama Kristus di dalam Kerajaan Sorga. Untuk hal itulah, Kristus datang menyatakan keagungan dan kualitas Kerajaan Sorga namun dunia tidak suka dengan hal ini maka dengan segala cara dunia mencoba menghancurkan iman Kristen, yakni dengan menggunakan dua macam pendekatan:
1. Humanis Materialis Rasional
Sejak jaman Tuhan Yesus, di kalangan orang Yahudi sendiri sudah ada perbedaan; ada orang yang menamakan diri sebagai pengikut Saulus, ada orang yang menamakan diri sebagai pengikut Paulus, dan masih banyak lagi. Pengikut Saulus berbeda dengan pengikut Paulus; pengikut Saulus akan dimusuhi ketika mereka berbalik menjadi pengikut Paulus. Pertanyaannya adalah kalau gereja itu bersatu bisakah gereja itu mempunyai kesamaan doktrin, mengutamakan Firman di atas semua kebenaran? Ternyata tidak, keesaan gereja yang dibangun hanya nampak secara fenomena saja, sebab di dalamnya Firman tidak menjadi yang utama. Kebenaran Firman merupakan kebenaran mutlak, namun dunia modern telah menyelewengkan kebenaran Firman. Karena itu, Kristus menegaskan kain yang belum susut tidak dapat ditambalkan pada baju yang tua karena akan mencabik baju yang tua itu sehingga makin besarlah koyaknya begitu juga dengan anggur baru tidak dapat diisikan pada kantong kulit atau kirbat tua karena kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur (Mat. 9:16-17).
Konsep ini sangat penting untuk kita mengerti, menjadi “baru“ di sini artinya bukan reparasi tetapi dicipta ulang, new creation. Orang menjadi Kristen melalui pertobatan dan ada kelahiran baru sehingga ada perubahan esensi dalam diri kita, yakni merekonstruksi seluruh pola pikir kita. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan akal budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm. 12:2). Pembaharuan disini adalah pembaharuan total dalam seluruh pola berpikir kita. Jiwa inilah yang seharusnya ada dalam diri setiap anak Tuhan dan menjadi dasar kesatuan. Namun, faktanya tidaklah demikian hari ini gereja justru bersatu dengan dunia.
2. Humanis Materialis Emosional
Perbedaan teologi di kalangan Kekristenan sendiri masih ada dan sulit dihilangkan sebab masing-masing gereja mengklaim dirinya yang paling benar maka muncullah suatu pandangan bahwa kita adalah satu sehingga tidak perlu melihat orang berasal dari gereja manapun sebab kita merupakan satu kesatuan oikumene. Gereja memakai pendekatan emosional salah satunya melalui puji-pujian. Kebenaran sejati tetaplah kebenaran sejati yang harus diberitakan. Perbedaan seharusnya tidak membuat kita saling memusuhi antara saudara seiman tetapi perbedaan itu justru memotivasi kita untuk lebih memahami kebenaran sejati dan memacu kita untuk belajar Firman lebih dalam lagi. Hari ini orang tidak mau belajar Firman tetapi berani berkhotbah. Sebagai contoh, kata “kasih“ dalam bahasa aslinya, bahasa Yunani ada empat istilah dimana keempatnya mempunyai pengertian berbeda: 1) eros atau exclusive love, 2) storge atau posessive love, 3) filia atau brotherly love, 4) agape atau unconditional love. Itu baru satu kata, yaitu “kasih“ padahal di Alkitab akan kita jumpai kata-kata yang memerlukan penjabaran karena tidak sesuai dengan bahasa aslinya, misalnya kata “kebenaran“ mempunyai dua pengertian, yakni: truth dan righteousness. Teologi mempengaruhi keseluruhan konsep berpikirnya.
Tanpa disadari hal itu telah menjadikan orang telah menjadi bidat; orang ingin mencampur hitam – putih, terang – gelap, kebenaran sejati – kebenaran dunia. Ingat, pencampuran ini tidak akan menjadikan dunia menjadi lebih baik, tidak, sebab justru akan berakibat pada kehancuran. Kain baru tidak mungkin untuk menambal kain lama begitu juga dengan anggur baru tidak dapat ditaruh pada kirbat tua. Ironisnya, humanis materialis ini berkembang pesat dan menjadi mayoritas tapi meski mayoritas toh mereka menjadi takut melihat kebenaran yang minoritas. Melalui ilustrasi kain lama – kain baru, kirbat tua – anggur baru, Kristus ingin memaparkan suatu kebenaran, yaitu adalah mustahil mencampurkan segala hal yang harmoni atau serasi dengan semua hal yang sifatnya disharmoni atau tidak serasi. Gerakan ini muncul kembali di awal abad ke-20 yang disebut dengan gerakan postmodernisme, jiwa pemberontakan itulah yang menjadi ciri dari gerakan ini, segala sesuatu yang teratur rapi dan harmoni mulai diacak-acak. Salah satunya di bidang seni lukis, Picasso yang tadinya seorang pelukis aliran naturalis – impresionis maka pada tahun 1907 terjadi perubahan drastis, lukisan yang tadinya indah kini berubah bentuk menjadi acak-acakan, aliran ini dinamakan aliran cubisme. Dalam perkembangannya, cubisme membuat orang masuk dalam dunia abstrak. Orang-orang humanis mulai merasa tidak puas dengan semua yang mereka capai dan mereka mulai menuju pada dekonstruksi awal. Tak terkecuali dengan ajaran Kekristenan orang merasa hidupnya mulai diatur, orang tidak suka ketika hidup diatur untuk menjadi indah maka tidaklah heran kalau orang kemudian menentang kebenaran Firman. Kebenaran yang seharusnya bersifat obyektif kini berubah menjadi subyektif.

I. True Matching.
Konsep disharmoni telah menguasai manusia dan ini menjadi cita-cita manusia berdosa. Tuhan mencipta dari disharmoni menjadi dunia dengan indah dan harmoni namun iblis tidak suka dengan hal ini maka ia mulai menggoda manusia dan manusia melawan Tuhan. Disharmoni menyebabkan kehancuran maka sebagai anak Tuhan kita harus berani menyatakan kebenaran Kristus sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat dicampur dengan kebenaran dunia. Harmoni adalah true matching dalam esensi sehingga membentuk suatu keutuhan yang bersinambung. Hati-hati, iblis mencoba untuk menggoda kita supaya masuk dalam konsep disharmoni. Ketika orang Yahudi menanyakan pada Tuhan Yesus kenapa mereka puasa sedang murid-murid Yesus tidak puasa sesungguhnya mereka menuntut adanya suatu kesamaan konsep namun yang mereka lihat sebagai kesamaan sesungguhnya itu hanya bersifat fenomena belaka karena esensi sesungguhnya tidaklah sama. Sama-sama kain tetapi kain yang lama dan kain yang baru tidak sama karena justru akan merusak. Kalau sifat dasar dari dua atribut ini tidak sama maka itu akan menimbulkan perpecahan. Manusia lebih suka hal-hal yang secara fenomena sama karena hal itu mudah dicapai namun juga mudah hancur berbeda halnya kalau orang harus menyamakan esensi pastilah banyak terjadi benturan tetapi justru itu nantinya akan menjadi kuat. Harmoni mencapai suatu titik maximum ketika kita mencapai true matching.

II. True Container
Anggur baru tidak dapat ditaruh ke dalam kirbat tua, jadi, wadah itu sangat penting karena wadah menentukan isinya. Wadah yang tidak tepat akan menyebabkan pencemaran atau kerusakan pada isinya begitu pula kalau isi sudah busuk akan sayang, kalau ditaruh ke dalam wadah yang bagus. Seorang yang mempunyai pengertian doktrin teologi dengan baik dan benar namun lingkungan tempat ia berada rusak maka seperti kirbat tua yang itu akan sukar menyesuaikan dengan anggur baru. Orang yang mengerti kebenaran Firman haruslah berada di tempat yang benar dengan demikian terjadi matching position dengan mengharmoni-sasikan semuanya. Ajaran Yudaisme yang memegang prinsip Perjanjian Lama tidak akan dapat langsung berubah menjadi Kristen, yakni dengan menambah Perjanjian Baru sebab isinya memang beda. Tuhan Yesus sudah membukakan hal ini melalui ilustrasi yang ia kisahkan itulah sebabnya Kekristenan harus berdiri sendiri. Tuhan Yesus tetap berdoa, Ia tetap pergi ke synagoge tapi Ia tidak bergabung dalam kumpulan orang Yahudi dan orang Farisi karena ada separasi. Iman yang sejati membutuhkan wadah yang sejati. Di dalam gereja Tuhan hal ini perlu kita sadari. Ingat, gereja bukanlah tempat kita untuk mencari keuntungan tetapi gereja adalah tempat dimana iman kita dipertumbuhkan, gereja adalah tempat kita taat kepada Allah. Pertanyaannya adalah siapa yang berhak mendirikan wadah baru? Para bidat menyadari hal ini, mereka membentuk wadah yang baru dan semangat ini berkembang pesat namun ironis, anak Tuhan sejati tidak berani menegur mereka yang menyelewengkan kebenaran Firman. Ketika ada seorang bidat kembali pada kebenaran sejati maka terjadilah separasi. Ada disharmoni dalam harmoni dunia lalu harmonisasi dunia yang disharmoni mencoba melawan harmoni yang asli menjadi disharmoni yang baru.


Tuhan Yesus mempunyai keabsahan membentuk harmonisasi yang baru karena:
1. Etika Kerajaan Sorga lebih agung dari etika dunia. Kebenaran yang dinyatakan oleh Kristus mempunyai nilai yang tinggi dari dunia sebab semua yang bernilai rendah tidak berhak menegakkan sesuatu yang baru. Maka hari ini, dunia menciptakan sesuatu yang baru dengan kualitas yang lebih rendah dari yang sebelumnya dan hal ini sangat disukai oleh mayoritas pada umumnya. Orang demi untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan menarik minat mayoritas maka degradasi kualitas diturunkan. Dunia modern telah rusak, orang hanya berpikir secara pragmatis, yaitu mementingkan diri sendiri dengan mendapatkan keuntungan. Anak Tuhan harusnya menjadi terang Kristus yang bercahaya di tengah dunia yang gelap ini dengan demikian dunia disadarkan dan kembali pada jalan kebenaran sejati. Kekristenan seharusnya mempunyai jiwa dan kualitas yang berbeda dari dunia. Seorang yang mengaku Kristen tetapi hidupnya serupa dengan dunia maka ia tidak layak disebut Kristen.

2. Sifat dinamis positif. Kekristenan memberikan dinamis positif yang berbeda dari semua terpaan negatif dunia. Kristus harus menegakkan Kekristenan karena iman Yahudi sudah menegasi seluruh prinsip kebenaran Firman. Orang Yahudi tidak taat pada Firman tetapi taat pada aturan yang mereka buat. Dunia bergerak dengan cepat namun bersifat negatif maka sebagai anak Tuhan, kita berbeda kita juga harus berproses tapi harus menuju ke arah yang positif. Celakanya, hari ini banyak anak Tuhan yang ikut ke dalam arus dunia yang negatif, orang lebih suka hal-hal yang berkualitas rendah, orang lebih suka mendengar cerita ilustrasi dan lelucon daripada kebenaran Firman yang agung, musik gerejawi yang agung mulai ditinggalkan dan orang lebih menyukai musik-musik yang berkualitas rendah. Tuhan menegaskan anak Tuhan haruslah hidup suci, jujur dan harus berbeda dengan dunia namun hari ini banyak orang yang mulai menyepelekan moralitas dan menurunkan sampai ke tingkat yang rendah dan akhirnya menjadi sama dengan dunia. Kristus ingin supaya kita bergerak secara dinamis menuju ke arah yang positif, menuju pada titik tertinggi, yakni menjadi serupa Kristus. Janganlah engkau merasa lelah untuk mau terus diproses dan dibentuk dan untuk mencapai pembentukan yang sempurna ini kita harus rela berkorban. Jangan pernah kalah oleh dunia sebab dunia tidak akan pernah merasa lelah untuk menggoda kita agar menjadi serupa dengan dirinya. Jangan kita membodohkan diri dengan menurunkan kualitas iman Kristen. Orang Kristen justru harus berkualitas tinggi beda dengan dunia dan harus dinamis bergerak menuju arah yang positif.
Kita telah memahami sekarang bahwa separasi yang Kristus ajarkan memang tidak dapat dicampur dengan dunia. Orang Kristen berbeda dengan dunia namun hal itu jangan menjadikan kita menjadi sombong dan membenci orang lain yang berbeda, tidak, justru tugas kita membawa mereka masuk ke dalam kebenaran iman sejati. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber:

ABOUT MANA, CHI & FALSE SPIRITUALITY (Ev. Jeffrey Lim)

About Mana, Chi and False Spirituality
Artikel singkat terusan dari Spiritual War in Games

oleh: Ev. Jeffrey Lim
(mahasiswa program Master of Divinity di Institut Reformed, Jakarta)


Di dalam Alkitab ada peristiwa yang luar biasa yaitu mengenai manna yang adalah roti dari surga. Pada waktu bangsa Israel keluar dari Mesir dan mengembara di padang gurun, maka Tuhan Allah memberikan mereka manna untuk dimakan. Manna ini adalah lambang pemeliharaan Allah dan juga lambang dari penyediaan kebutuhan jasmani dan rohani mereka. Di dalam dunia spiritual alternatif Kekristenan ada konsep “Mana” tetapi konsep manna ini berbeda dengan konsep Alkitab mengenai makanan jasmani. Konsep mana di dalam dunia kekafiran berbeda dengan konsep Firman. Konsep mana dalam dunia kafir ini banyak diajarkan di dalam Games dan Film-film.

Apakah mana di dalam konsep kafir ?
Mana adalah kuasa magic supranatural yang dapat dimiliki mahluk spiritual. Mana terdapat dimana-mana. Mana terdapat di alam semesta. Mana terdapat di tempat-tempat yang tertentu yang aura spiritualnya lebih besar. Bahkan alam semesta mengandung mana. Di dalam banyak Games yang berbau paganisme atau okultisme atau magic-magic, maka mana adalah salah satu kemampuan dari sang hero untuk melepaskan magic. Banyak kemampuan yang dimiliki Hero seperti stamina, strength, agility, speed, parry, intelligence, dodge, stealth, vitality, luck, throwing, climbing, magic, Communication. Ada kapasitas dan isi yang bisa diisi di dalam tiap kemampuan tetapi yang paling penting adalah darah dan mana. Darah adalah kehidupan sedangkan mana adalah kuasa magic..

Yang menarik adalah mengenai mana. Di dalam banyak Games seperti Zelda, Quest for Glory, Ragnarok, Heroes Might and Magic, Advanced Dungeon and Dragon, Ultima, dll maka terdapat unsur-unsur yang mirip di dalam setiap hero yang ada. Mereka mempunyai darah, dan mereka mempunyai mana. Sisa variannya bervariasi.

Konsep apa sebenarnya yang ingin diajarkan oleh orang yang membuat Games ini?
Yang jelas adalah konsep kebohongan. Konsep kebohongan bahwa manusia dapat mempunyai kuasa supranatural yang bisa dilepaskan (magic). Konsep kebohongan ini didasarkan pada beberapa konsep yaitu :
1. Manusia adalah mahluk spiritual
Pengertian manusia sebagai mahluk spiritual adalah berbeda dengan pengertian konsep Gambar dan Rupa Allah yang adalah mahluk spiritual. Disini manusia mahluk spiritual digambarkan bahwa manusia itu ada roh dan juga seperti alam semesta dan roh-roh lainnya. Sebagai mahluk spiritual manusia mempunyai mana di dalam dirinya.

2. Dunia alam semesta ini juga bernuansa spiritual
Alam ini mengandung spiritual. Alam ini mengandung mana. Unsur dan substansi dari alam ini sama dengan manusia.

3. Manusia bisa mengambil kuasa dari alam
Manusia bisa mengambil mana dari alam dan memakainya untuk kepentingannya.

4. Manusia bisa memanipulasi mana untuk kepentingannya
Mana atau kuasa magic ini bisa digunakan oleh manusia untuk melakukan banyak hal.

5. Manusia ada di dalam langkah makin lama makin mahir di dalam pengalaman hidupnya dan skillnya.
Ini dibuktikan di dalam games bahwa hero meningkat dari level 1 sampai level 99. Manusia makin lama makin divine. Manusia mengalami evolusi spiritualitas. Semua proses evolusi spiritualitas ini ada di dalam banyak konsep bahkan di dalam buku Self-Help seperti 8 Habits oleh Stephen R. Covey.

6. Di dalam alam semesta ini tidak ada Allah pencipta langit dan bumi. Yang ada hanyalah kuasa dan roh-roh yang dapat dimanipulasi.

Di dalam games Barat maka Darah dan Mana adalah 2 hal yang paling penting bagi Hero. Tetapi bagaimana dengan Games di Timur. Misalnya Games dari Return of Condor Heroes (Yoko), Games dari Heaven Sword and Dragon Sabre (Thio Bu Kie), Games dari Smiling Proud Wanderer (Ling Hu Cong), dan Games-games silat lainnya. Mereka ada konsep lain yang bukan mana tapi adalah chi. Tetapi sebenarnya hal ini secara mendasar adalah hal yang sama. Chi adalah kekuatan yang bisa diledakkan untuk berkelahi.

Konsep Chi ini juga banyak diajarkan di dalam buku-buku silat baik secara novel maupun buku-buku tenaga dalam. Di dalam buku-buku karya Kho Ping Hoo, Chin Yung seperti Shooting Eagle Heroes, Return of Condor Heroes, Heaven Sword and Dragon Sabre, dll, sebenarnya mereka mengajarkan bahwa di dalam diri manusia itu ada chi dan bisa digunakan untuk Sin Kang (Tenaga Sakti ) atau Lwee Kang (Tenaga Dalam). Konsep chi ini di dasarkan bahwa kosmos atau alam semesta mengandung chi. Bahkan manusia dapat mengambil chi dari alam semesta. Chi adalah mana di dalam dunia China. Dan chi ini dapat dihimpun di tan tian (bawah pusar) untuk kekuatan sakti.

Lalu bahaya apakah yang bisa terjadi dengan adanya konsep-konsep kebohongan seperti ini ?
1. Manusia diajarkan untuk bertumbuh menjadi supranatural dan sakti dengan kekuatannya sendiri
2. Manusia diajarkan meditasi mengosongkan pikiran dan mengisi diri dengan kuasa mana atau chi. Ketika manusia kosong maka ada sesuatu yang masuk dan itu adalah kuasa kegelapan.
3. Manusia diajarkan spiritualitas palsu dimana spiritualitas berasal dari dalam diri dan bukan dari luar diri yaitu Allah. Ini adalah esoteric (eso = dalam) spiritualitas dan bukan exoteric (exo = luar) spiritualitas.
4. Manusia diajarkan menyatu dengan alam. Ini adalah konsep kekafiran yang jahat.
5. Manusia dikacaukan konsepnya mengenai Tuhan pencipta langit dan bumi. Tuhan menjadi tidak ada. Yang ada hanyalah alam semesta dan kuasanya.

Alkitab membahas di dalam Roma 1 mengenai manusia yang menyembah alam semesta :
Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman. Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih. Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar. Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan. Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya. (Roma 1:18-32)

Spiritualitas yang sejati hanya terdapat di dalam pengertian yang benar yang dikristalisasikan di dalam pengakuan iman rasuli.

Aku percaya kepada Allah,
Bapa yang mahakuasa,
Khalik langit dan bumi.

Dan kepada Yesus Kristus,
AnakNya yang tunggal, Tuhan kita,
yang dikandung daripada Roh Kudus,
lahir dari anakdara Maria,
yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus,
disalibkan, mati dan dikuburkan,
turun ke dalam kerajaan maut,
pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati,
naik ke sorga,
duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang mahakuasa,
dan akan datang dari sana
untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

Aku percaya kepada Roh Kudus;
gereja yang kudus dan am;
persekutuan orang kudus;
pengampunan dosa;
kebangkitan daging;
dan hidup yang kekal. Amin.


Jeffrey Lim
limpingen@gmail. com
Jakarta, Insitut Reformed
25 Maret 2008


Soli Deo Gloria


Jeffrey Lim
Blog :
http://limpingen. blogspot. com



Sumber:
http://groups.yahoo.com/group/METAMORPHE


2. Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran.
3 Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya.
4 Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.
5 Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!
(2 Timotius 4:2-5)

SPIRITUAL WAR IN COMPUTER GAMES (Ev. Jeffrey Lim)

Spiritual War in Computer Games
Seri artikel singkat

oleh: Ev. Jeffrey Lim
(mahasiswa program Master of Divinity di Institut Reformed, Jakarta)



Jaman sekarang salah satu hiburan anak-anak, remaja dan pemuda yang paling digemari adalah games. Orang bermain games mencoba untuk menghibur diri dan juga untuk hobby dan untuk menghilangkan kejenuhan. Di dalam games itu terdapat banyak konsep yang ditawarkan. Sadarkah Anda bahwa terjadi peperangan rohani dan peperangan konsep di dalam permainan games? Sadarkah Anda bahwa ada konsep yang hendak ditawarkan oleh games-games? Sadarkah bahwa dunia kegelapan sedang mengajari anak-anak, remaja-remaja bagaimana mereka menjadi penganut paganisme?

Salah satu games yang paling digemari beberapa saat yang lalu adalah Ragnarok. Games ini kelihatannya indah yaitu semua orang di internet bermain dan bisa berhubungan satu sama lain di dalam dunia games. Dunia ini dunia virtual community. Kelihatannya luar biasa semua jenis orang bisa berkumpul di internet dan menjadi satu di dalam dunia ini. Di dalam dunia ini ada karakter-karakter yang dimainkan dan karakter-karakter ini bisa bermacam-macam. Anda bisa seorang pencuri, Anda bisa seorang magician, Anda bisa seorang elf, Anda bisa seorang knight, Anda bisa seorang swordman, Anda bisa seorang laki-laki atau perempuan. Intinya sama yaitu Anda terus bermain di dalam dunia ini. Kemudian sadarkah bahwa sekitar Anda adalah alam semesta yang berkilauan cahayanya dan mengandung unsur spiritual. Dunia sekitar Anda adalah spiritual. Dan Andapun adalah mahluk spiritual. Anda bisa mengeluarkan magic. Anda membutuhkan manna sebagai kekuatan untuk magic. Manna itu bisa Anda manipulasikan dan keluarkan jurus-jurus. Dan kemudian kerohanian dan kekuatan Anda dapat bertingkat dengan seiringnya pengalaman. Anda bisa bertumbuh dari level 1 ke level 2 sampai ke level yang tidak terbatas. Anda bisa menjadi allah. Dan yang menarik dibawah kaki setiap hero Anda terdapat lingkaran pentagram yang menyala-nyala.

Ada konsep apa yang ditawarkan oleh permainan ini?
1. Konsep alam semesta adalah Spiritual
Perhatikanlah bahwa alam semesta ini adalah berkilau-kilau dan warna yang ditampilkan adalah terang berkilauan memikat seperti mengandung kekuatan atau kuasa.

2. Konsep Anda adalah Spiritual being
Di bawah Anda adalah pentagram. Pentagram ini adalah bintang 5 sisi yang banyak menjadi lambang dari paganisme atau occultisme. 5 sisi ini melambangkan bahwa ada 5 unsur elemental alam semesta yang adalah ultimat yaitu air, api, udara, tanah, logam. Alam semesta adalah bersifat spiritual dan Anda juga spiritual dan menyembah alam semesta. Kemudian Anda bertumbuh dari level 1 yang masih bodoh. Tidak peduli apapun karakter Anda (elf, archer, knight, swordman), Anda terus bertumbuh jadi mahluk yang lebih baik. Anda hendak menjadi demigod ataupun god. Ini adalah proses divinisasi.

3. Anda bisa memanfaatkan kuasa alam atau manna
Manna adalah sesuatu kuasa yang dapat Anda manfaatkan untuk mengcasting magic. Di dalam diri Anda terdapat manna yang bisa dimanipulasikan. Anda berkuasa.

4. Konsep bahwa Anda dan alam semesta adalah Satu
Akhirnya Anda dan alam semesta adalah satu. Anda mahluk spiritual dan alam semesta adalah makrokosmos yang besar. Manna terdapat di dalam alam semesta dan Anda bisa meraihnya. Tetapi akhirnya di dalam hidup anda, Anda akan bersatu dengan makrokosmos itu.


Semua konsep yang dipaparkan itu adalah konsep paganisme. Konsep kekafiran. Konsep okultisme dan konsep satanisme. Konsep ini berusaha untuk merasuki setiap pribadi yang memainkannya. Saya berargumentasi kenapa hal ini berbahaya :
1. Kebanyakan manusia di dunia ini adalah kosong. Mereka membutuhkan dan haus akan satu spiritualitas. Dan games menawarkan spiritualitas melalui konsep-konsepnya.
2. Banyak orang yang ingin games menghibur diri tetapi akhirnya bukan menghibur diri namun mengikat diri ke dalam penghiburan yang bersifat candu. Ada kisah nyata seseorang pergi ke warnet dan 2 hari berada di sana tidak makan. Kemudian waktu keluar dari warnet anak itu mati lemas. Betapa tercandunya mereka dengan games.
3. Games ini walaupun bersifat virtual dan bukan realita tetapi membawa pikiran ke dalam realita kingdom of darkness.
4. Banyak orang yang main games ini jatuh ke dalam penyembah setan, okultisme, dan mempengaruhi moral mereka.
5. Di dalam games ini maka konsep kebenaran mulai dicuci dan diracuni konsep kebohongan.

Adapun konsep-konsep Kekristenan yang hendak dihancurkan adalah :
1. Tuhan dan ciptaan adalah berbeda
2. Manusia adalah gambar dan rupa Allah yang harus mengabdi kepada penciptaNya
3. Manusia bukan Allah
4. Allah bukan manusia
5. Alam semesta bukan Allah
6. Alam semesta adalah ciptaan Tuhan
7. Spiritualitas manusia adalah menjadi hamba Tuhan, bukan menjadi allah
8. Manusia harus menyembah Tuhan

Sebetulnya masih banyak games-games yang menawarkan konsep-konsep paganisme seperti: Zelda, Quest for Glory, Ultima, Heroes Might and Magic, Advanced Dungeon and Dragons. Setiap games yang ada tanda pentagram, ada manna, ada magic semua ini harus Anda hati-hati.

Kiranya artikel yang singkat ini boleh menjadi berkat bagi kemuliaan nama Tuhan.

Untuk membaca mengenai Paganisme, baca buku: Spirit War oleh Rev. Prof. Peter Jones, Ph.D.

Materi ini tidak ada di sana tetapi Spirit War berusaha melihat secara filosofis dan realita peperangan rohani dan kebangkitan paganisme.

Lain waktu bahas mengenai film-film seperti Saint Seiya, Star War, etc. Semua mengajarkan hal yang ada kesamaan tetapi ada perbedaan. Intinya we are in spiritual war.


Jeffrey Lim
limpingen@gmail.com
Jakarta, Insitut Reformed
Terinspirasi ketika mengikuti kuliah Dr.. Peter Jones, Dosen Westminster Theological Seminary

25 Maret 2008



Sumber: http://groups.yahoo.com/group/METAMORPHE