10 May 2012

Bagian 2: Alkitab Berotoritas (Denny Teguh Sutandio)


APAKAH ALKITAB ITU?
Bagian 2: Alkitab Berotoritas

oleh: Denny Teguh Sutandio



Karena diwahyukan oleh Allah, maka dengan sendirinya, Alkitab itu berotoritas. Artinya, Alkitab itu memiliki otoritas atau wibawa penting dalam iman dan praktik hidup Kristen. Dari mana otoritas Alkitab itu? Apa signifikansi otoritas Alkitab tersebut? Mari kita membahasnya.
A.           Sumber Otoritas Alkitab: Allah
Alkitab itu berotoritas bukan karena Alkitab yang memiliki otoritas di dalam dirinya sendiri, tetapi karena Allah yang mewahyukan Alkitab itulah menjadi sumber otoritas Alkitab. Oleh karena Allah itu berotoritas, maka otomatis firman-Nya yaitu Alkitab juga berotoritas. Oleh karena Allah itu Sumber Kebenaran, Keadilan, dan Kejujuran, maka apa yang difirman-Nya di dalam Alkitab pasti berisi kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Di sini, kita melihat kaitan erat antara Alkitab dan Allah. Ketika kita berani menuduh Alkitab salah, maka itu artinya kita menuduh Allah yang mewahyukan Alkitab itu salah. Jika Allah itu salah, maka logikanya kita sebagai manusia benar. Pertanyaan selanjutnya, apa hak kita sebagai manusia yang telah berdosa ini menganggap diri “benar” dan menuduh Allah salah? Jika kita berani menuduh Allah itu salah, beranikah kita menggantikan Allah sebagai Pencipta sekaligus Pemelihara alam semesta ini? Jangankan mencipta alam, kita sebagai manusia lebih sering merusak alam atau ekstrem lain menyembah alam. Kita sendiri tidak becus bersentuhan dengan alam, lalu dengan hak apa kita bermimpi mau menggantikan Allah?
Prof. Wayne Grudem, Ph.D., D.D. mengemukakan,
Semua kata di dalam Alkitab adalah kata-kata Allah. Oleh sebab itu, tidak mempercayai atau menaatinya sama dengan tidak mempercayai atau menaati Allah sendiri.[1]
Lebih jelas lagi, Prof. Wayne Grudem, Ph.D., D.D. mengungkapkan poin penting berikut ini,
Jika Alkitab mengiyakan sesuatu yang bertentangan dengan fakta, maka Alkitab tidak dapat dipercaya. Dan jika Alkitab tidak dapat dipercaya, maka Allah sendiri juga tidak dapat dipercaya. Mempercayai bahwa Alkitab menegaskan suatu yang salah sama dengan tidak mempercayai Allah sendiri. Tidak mempercayai Allah sendiri berarti menempatkan diri Anda sebagai otoritas yang lebih tinggi dengan pengertian yang lebih dalam terhadap topik itu daripada Allah sendiri.[2]

B.            Signifikansi Otoritas Alkitab
Jika Alkitab berotoritas karena sumber otoritas itu berasal dari Allah, maka apa signifikansinya bagi kita?
1.             Alkitab: Otoritas dalam Menafsirkan Alkitab
Karena sumber otoritas Alkitab adalah Allah, maka biarkanlah Allah menjelaskan arti firman-Nya di dalam Alkitab. Bagaimana caranya? Selain kita harus meminta Roh Kudus menerangi hati dan pikiran kita ketika kita membaca Alkitab, kita perlu menggunakan Alkitab itu sebagai otoritas mutlak dalam menafsirkan Alkitab. Artinya, biarkan Alkitab menjelaskan dirinya sendiri. Caranya adalah dengan kita memperhatikan dengan saksama apa maksud penulis Alkitab menulis hal tersebut, apa konteks historisnya, dll. Jika kita kurang mengerti maksud pengajaran tertentu di dalam suatu kitab karena si penulis Alkitab kurang lengkap membahas pengajaran tersebut di dalam suatu kitab, maka di kitab lainnya, penulis yang sama atau penulis yang berbeda akan membahasnya secara lebih jelas.
Semua hal tersebut ada di dalam prinsip-prinsip dasar maupun khusus dalam menafsirkan Alkitab. Prinsip-prinsip menafsirkan Alkitab TIDAK dimaksudkan membatasi firman-Nya, tetapi sebagai dasar kita dapat mengerti maksud asli penulis sesuai dengan konteks historis yang sebenarnya.

2.             Alkitab: Otoritas dalam Membangun Doktrin dan Praktik Hidup Kristen yang Beres
Selain sebagai otoritas dalam menafsirkan Alkitab, maka Alkitab juga menjadi otoritas mutlak dalam membangun semua pengajaran iman Kristen yang beres. Oleh karena itu, doktrin Alkitab (Bibliologi) merupakan doktrin terpenting di dalam seluruh theologi sistematika.[3] Di dalam Bab 1, halaman 1, paragraf 1 dalam bukunya “Kebenaran yang Memerdekakan”, Prof. Wayne Grudem, Ph.D., D.D. mengungkapkan,
Pandangan apa pun yang bisa dipertanggungjawabkan mengenai suatu keyakinan Kristen seharusnya didasarkan pada apa yang Allah katakan tentang keyakinan tersebut. Dengan demikian ketika kita mulai membahas tentang serangkaian keyakinan dasar Kristen, sangatlah tepat jika kita memulainya dengan membahas dasar dari kepercayaan-kepercayaan ini – firman Allah atau Alkitab.[4]
Di dalam buku “Systematic Theology: An Introduction to Biblical Doctrine”, Dr. Wayne Grudem menempatkan doktrin Alkitab mendahului doktrin Allah sebagai pembahasannya.
Dari pola pikir ini, maka kita berani menyimpulkan bahwa kesalahan banyak orang Kristen dalam membangun iman dan praktik hidup Kristen terletak pada kesalahan cara pandang terhadap Alkitab. Mungkin sekali, mereka memandang Alkitab tidak berotoritas atau meskipun mereka mempercayai Alkitab sebagai firman Allah yang berotoritas, iman mereka hanya berhenti di tataran pengakuan mulut, namun tidak diaplikasikan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi orang Kristen untuk menempatkan Alkitab sebagai satu-satunya sumber bagi doktrin dan praktik hidup Kristen. Lalu, bagaimana caranya menempatkan Alkitab sebagai satu-satunya sumber bagi doktrin dan praktik hidup Kristen?
a)            Otoritas Alkitab dalam Membangun Doktrin Kristen
Karena Alkitab adalah satu-satunya sumber iman Kristen, maka dari Alkitab lah, kita harus membangun ajaran Kristen yang bertanggung jawab. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan menyelidiki Alkitab dari PL hingga PB secara tuntas dan komprehensif. Dengan penyelidikan Alkitab secara akurat, maka kita dapat membangun sebuah doktrin Kristen yang utuh dan tidak terpecah-pecah. Sebuah doktrin Kristen yang terpecah-pecah dikarenakan doktrin tersebut dibangun di atas dasar bagian Alkitab tertentu, namun mengabaikan bagian-bagian Alkitab yang lain, akibatnya orang Kristen tersebut menekankan satu doktrin tertentu, lalu mengabaikan doktrin yang lain.
Misalnya, iman Kristen orthodoks percaya bahwa Allah itu 3 pribadi di dalam 1 esensi Allah atau yang disebut Allah Tritunggal. Doktrin ini bukan doktrin yang sembarangan dicetuskan oleh para bapa gereja, tetapi dibangun di atas dasar Alkitab yang jelas. Di dalam PL, konsep ini memang samar-samar, tetapi di dalam PB, konsep ini cukup jelas, meskipun tidak mengeluarkan istilah “Tritunggal.” Di dalam PB, kita membaca firman Kristus sendiri tentang amanat agung,
19Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,
20dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat. 28:19-20)
Ketika kita membaca ayat 19 di atas khusus yang digaris bawahi, kita mendapatkan frase “nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Kata “nama” dalam ayat ini dalam teks Yunaninya: νομα (onoma) merupakan kata benda yang berfungsi sebagai objek langsung (akusatif) dan berbentuk tunggal. Kemudian, penyebutan “Bapa dan Anak dan Roh Kudus” dalam teks Yunaninya:
το πατρς κα το υο κα το γου πνεματος
(tou patros kai tou huiou kai tou hagiou pneumatos).
Kata Yunani το (tou) berarti kata sandang Sang (Ing.: the), lalu kata κα (kai) berarti dan. Sehingga dari teks Yunani, dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: Sang Bapa dan Sang Anak dan Sang Roh Kudus. Penempatan kata Sang di depan masing-masing Pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus menunjukkan bahwa ketiga pribadi ini berbeda. Oleh karena itu, sudah sangat jelas, penyebutan ketiga pribadi Allah menunjukkan bahwa pribadi Allah bukan satu, tetapi tiga.
Konsep ini diulang kembali oleh Rasul Paulus di dalam suratnya yang kedua kepada jemaat Korintus, Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian. (2Kor. 13:13) Teks Yunani versi GNT (Greek New Testament) berbunyi demikian:
χρις το κυρου ησο Χριστο κα γπη το θεο κα κοινωνα το γου πνεματος μετ πντων μν.
(Hē kharis tou kuriou Iēsou Khristou kai hē agapē tou Theou kai hē koinōnia tou hagiou pneumatos meta pantōn hymōn)
Kembali, kata Yunani το (tou) muncul kembali di depan masing-masing ketiga pribadi Allah, namun di ayat ini, urutannya terbalik dari Matius 28:19.
Rasul Petrus menyebut 3 pribadi Allah ini untuk menjelaskan siapakah orang Kristen sebenarnya, yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darah-Nya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu. (1Ptr. 1:2)
Dari tiga bagian Alkitab PB ini, maka tidaklah salah ketika kita mengambil kesimpulan bahwa Allah Tritunggal yaitu 3 pribadi Allah yang berbeda namun satu hakikat adalah ajaran Alkitab yang menyeluruh.

b)            Otoritas Alkitab dalam Membangun Praktik Hidup Kristen
Selain untuk membangun doktrin Kristen, Alkitab juga berotoritas dalam membangun praktik hidup Kristen. Artinya, segala sesuatu berkenaan dengan praktik hidup Kristen entah itu kerohanian, etika, kehidupan sosial, pendidikan, politik, ekonomi, hukum, dll harus dibangun di atas dasar Alkitab yang berotoritas. Di sini, kita belajar poin penting bahwa iman Kristen bukanlah iman yang hanya berkonsentrasi pada doktrin, tetapi juga berimplikasi pada kehidupan manusia sehari-hari. Poin ini juga mengajar kita pentingnya integrasi antara iman Kristen dengan semua aspek kehidupan, sehingga kita menjadi anak-anak Tuhan yang hidup berintegritas dan berintegrasi antara iman dan aspek kehidupan.
Bagaimana cara menempatkan otoritas Alkitab dalam membangun praktik hidup Kristen? Sebelumnya, kita harus memperhatikan prinsip penting terlebih dahulu: Alkitab memang menjadi pedoman bagi tingkah laku Kristen yang sehat, namun Alkitab TIDAK mengatur seluruh aspek kehidupan kita hingga detail, misalnya, apakah kita boleh berbisnis MLM (Multi Level Marketing), dll, karena budaya kita berbeda dari budaya Alkitab. Dari prinsip ini, kita belajar bahwa berkenaan dengan aspek kehidupan praktis Kristen, Alkitab hanya memberikan prinsip-prinsip dasar dan penting, selanjutnya sebagai aplikasi praktis, orang Kristen dapat menarik implikasinya masing-masing sesuai dengan prinsip dasar Alkitab tersebut. Perbedaan cara pandang terhadap implikasi dari prinsip dasar Alkitab itu tidak menjadi masalah dan bisa didiskusikan. Oleh karena itu, perbedaan pandangan apakah wanita boleh ditahbiskan menjadi pendeta atau tidak seharusnya tidak perlu menjadi bahan perdebatan, sehingga antar gereja saling berselisih hanya gara-gara masalah tersebut. Berhentilah berdebat hanya karena masalah sekunder bahkan tersier!


[1] Wayne Grudem, Kebenaran yang Memerdekakan, 1.
[2] Ibid., 5.
[3] Di dalam beberapa buku theologi sistematika, ada yang menempatkan doktrin Allah sebagai doktrin terpenting, baru kemudian menyusul doktrin Alkitab. Namun bagi saya, doktrin Alkitab adalah doktrin yang terpenting, karena dari Alkitab, kita baru dapat mengenal Allah secara khusus.
[4] Wayne Grudem, Kebenaran yang Memerdekakan, 1.