08 February 2009

Resensi Buku-66: SANG PUTERA DAN SANG BULAN (Curt Fletemier)

...Dapatkan segera...
Buku:
SANG PUTERA DAN SANG BULAN:
Kristen dan Islam

(Edisi Revisi)

oleh: Curt Fletemier

Penerjemah: Yusuf dan Tanti

Penerbit: Sonrise Enterprise





Penjelasan singkat dari Denny Teguh Sutandio:
Di dalam dunia ini hanya ada perbedaan konsep dan agama, yaitu konsep dan agama yang berpusat kepada Allah (Theosentris) Vs konsep dan agama yang berpusat kepada manusia (antroposentris). Bagaimana membedakannya? Roma 11:36 memberikan dasar pembedanya yaitu agama yang berpusat kepada Allah adalah agama yang berasal dari Allah, oleh Allah, dan hanya untuk Allah saja, sedangkan agama yang berpusat kepada manusia tentu sebaliknya, yaitu: dari manusia, oleh manusia, dan bagi manusia (meskipun mereka menggunakan nama “Allah”, bagi mereka, “Allah” tidak lebih hanya tempelan religius). Titik pembeda inilah yang mengantarkan kita untuk menelusuri lebih tajam lagi buku ini yaitu perbedaan total antara Kristen dan Islam. Beberapa “theolog” yang liberal atau semi-liberal telah menyamaratakan semua agama dengan ajaran bahwa semua agama itu benar dan membawa manusia ke “sorga.” Bahkan beberapa orang “Kristen” bahkan “pemimpin gereja” masih berpikir bahwa Allah yang disembah oleh semua agama (khususnya Kristen dan Islam) itu sama. Benarkah demikian? Curt Fletemier melalui bukunya Sang Putera dan Sang Bulan menjelaskan kepada kita perbedaan total antara Kristen dan Islam. Perbedaan ini mencakup konsep Allah yang dipercaya antara Kristen dan Islam itu MUTLAK BERBEDA! Begitu juga halnya dengan Kristus Vs Mohammad, Alkitab Vs Qur’an, dan Kasih yang diajarkan Kekristenan Vs Perang yang diajarkan Islam. Kesemuanya itu mengajarkan bahwa agama yang berpusat kepada Allah (Theosentris) adalah agama yang berasal dari Allah dan tidak mungkin ada kontradiksi di dalamnya karena mengutip perkataan Ev. Ivan Kristiono, M.Div. bahwa di dalam Allah, tidak ada kontradiksi, sedangkan agama yang berpusat kepada manusia adalah agama yang berasal dari manusia (meskipun mengklaim dari “Allah”) dan tentunya banyak terdapat kontradiksi di dalamnya (Pdt. Dr. Stephen Tong menyebutnya self-contradictory). Sekarang, pilihan ada di tangan kita. Biarlah Roh Kudus memakai buku ini bagi orang Kristen untuk membawa kita lebih mencintai Kristus dan Alkitab melalui anugerah-Nya. Dan juga biarlah Roh Kudus yang sama melalui buku ini menyadarkan orang-orang non-Kristen untuk membawa mereka bertobat dan kembali kepada Kristus melalui anugerah Allah.


Pengantar dari Buku:
BUKU YANG AKAN MEMBUAT IMAN KITA LEBIH KUAT SUDAH BEREDAR!
Saudara akan membaca:
· Lebih dari 50 ayat “Al”-Qur’an yang diambil dan diperbandingkan langsung dengan ayat-ayat Alkitab, sehingga terlihat perbedaan-perbedaan besar dalam pengajarannya.
· Alasan mengapa kita dapat mengetahui bahwa Injil pertama ditulis hanya 50 tahun setelah kematian Tuhan Yesus, dan bahwa Alkitab yang ada sekarang sama seperti Injil yang ditulis pertama kali.
· Alasan mengapa kita dapat memercayai segala sesuatu yang ditulis oleh delapan Rasul dalam Kitab Perjanjian Baru.
· Bukti-bukti dari Ilmu Pengetahuan yang dapat menunjukkan betapa kelirunya Teori Evolusi.






Profil Curt Fletemier:
Curt Fletemier lulus dari Sekolah Alkitab selama 2 tahun, sebelum akhirnya terjun ke dunia teknik. Setelah memperoleh gelar Insinyur dan bekerja selama 4 tahun di sebuah perusahaan, ia pergi ke Asia sebagai guru bahasa Inggris. Tiga tahun lamanya ia tinggal di negara-negara Islam. Tahun 1996 ia datang ke Indonesia dan melihat kebutuhan besar orang Kristen akan buku yang secara jujur menyajikan perbandingan Islam dan Kristen, lalu mengenal Yesus secara benar. Buku semacam ini sering kali dilarang di negara-negara Islam.

Roma 13:6-7: ALLAH DAN PEMERINTAHAN-2: Otoritas, Integritas, dan Hak

Seri Eksposisi Surat Roma:
Aplikasi Doktrin-10


Allah dan Pemerintahan-2:
Otoritas, Integritas, dan Hak


oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 13:6-7.



Setelah merenungkan prinsip tentang siapakah pemerintah di ayat 1-5, maka kita akan melanjutkan membahas tentang hak pemerintah sebagai otoritas turunan dari Allah di ayat 6-7.

Di ayat 6, Paulus mengatakan, “Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka yang mengurus hal itu adalah pelayan-pelayan Allah.” Sebagai wujud menaklukkan diri kepada pemerintah, Paulus memerintahkan kita sebagai warga negara membayar pajak. Kata “membayar” dalam teks Yunani menggunakan bentuk aktif. Sehingga, dari perkataan ini, kita mendapatkan penjelasan dari Paulus bahwa kita aktif membayar pajak, bukan karena kita disuruh (pasif). Apakah pajak itu? Albert Barnes dalam tafsirannya Albert Barnes’ Notes on the Bible mamaparkan bahwa pajak adalah, “annual compensation, which was paid by one province or nation to a superior, as the price of protection, or as an acknowledgment of subjection… In a larger sense, the word “tribute” means any tax paid on land or personal estate for the support of the government.” (=kompensasi/ganti rugi tahunan, yang dibayar oleh satu propinsi atau bangsa kepada atasan, sebagai harga/biaya perlindungan, atau sebagai pengakuan penundukan/penguasaan... Dalam pengertian yang lebih luas, kata “upeti” berarti pajak apa saja yang dibayar untuk kepemilikan tanah atau pribadi demi dukungan kepada pemerintah.) Jadi, kita membayar pajak sebagai suatu bentuk kita mendukung pemerintah.

Lalu, mengapa kita harus membayar pajak? Tuhan Yesus pernah ditanyai tentang pertanyaan serupa oleh para murid orang Farisi bersama orang-orang Herodian (baca: Mat. 22:17, “Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?"”). Lalu, apa jawab Tuhan Yesus? Di dalam ayat 19-21, Ia menjawab dengan bijaksana, “Tunjukkanlah kepada-Ku mata uang untuk pajak itu." Mereka membawa suatu dinar kepada-Nya. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."” Ia tidak menjawab “ya” atau “tidak”, tetapi Ia memberikan prinsip siapa yang patut menerima. Kaisar patut menerima pajak dari rakyatnya, karena ia adalah para pelayan umum Allah yang bertugas mengelola negara dan Allah sebagai Sumber Otoritas berhak menerima apa yang menjadi hak-Nya yaitu menerima persembahan baik dalam bentuk materi maupun rohani/hidup dari umat-Nya. Di sini, Tuhan Yesus ingin menggabungkan bahwa otoritas berkenaan dengan integritas dan hak. Inilah jawaban Tuhan Yesus tentang alasan membayar pajak. Hal yang sama dijelaskan Paulus di dalam ayat 6 ini yaitu karena mereka yang mengurus hal-hal itu adalah pelayan-pelayan Allah. Dari sini, kita belajar dua prinsip:

Pertama, otoritas pemerintah dikaitkan dengan pajak. Kata “pelayan” di sini dalam bahasa Yunaninya bukan memakai kata diakonos (ay. 4), tetapi memakai kata leitourgos yang artinya pelayan umum (public servant). Dengan kata lain, otoritas pemerintah adalah para pelayan umum Allah. Sebagai para pelayan umum Allah yang mengurus masalah negara, otomatis dia membutuhkan dana keuangan. Pemerintah membutuhkan dana keuangan misalnya untuk memelihara kelangsungan hidup dan kerja para pejabat, listrik negara (PLN), air (PDAM), dll. Oleh karena itu, orang Kristen sebagai warga negara yang baik harus membayar pajak.


Kedua, hak (upah) otoritas pemerintah dikaitkan dengan pajak. Di dalam ayat ini, Paulus bukan hanya membahas bahwa otoritas pemerintah adalah para pelayan umum Allah yang mengelola negara dengan bantuan pajak, tetapi ia juga membahas tentang hak si pemerintah itu untuk menerima pajak. Di ayat ini, Paulus mengatakan bahwa karena pemerintah mengurus masalah negara/pemerintahan, maka pemerintah berhak mendapat pajak. Paulus mengatakan bahwa pemerintah harus pertama-tama menyadari kewajibannya, yaitu mengurus masalah negara/pemerintahan. Terjemahan LAI kurang jelas menerjemahkannya, “Karena mereka yang mengurus hal itu...” New International Version (NIV) menerjemahkannya, “for the authorities are God’s servants, who give their full time to governing.” (= karena otoritas pemerintah adalah para hamba Allah, yang memberikan waktu seluruhnya untuk memerintah.) Analytical-Literal Translation (ALT) menerjemahkannya, “for they are public servants of God attending continually [or, devoting themselves] to this very thing.” (= karena mereka adalah para pelayan umum Allah yang hadir terus-menerus [atau mengabdikan diri mereka] bagi sesuatu yang sebenarnya) Setelah mereka mengurus masalah negara, maka mereka baru mendapat hak/upah yaitu pajak. Jadi, tidaklah benar jika di Indonesia kita menemukan kasus di mana pemerintah mengorupsi pajak, karena pajak bukan untuk dimanipulasi pemerintah, tetapi pajak adalah upah yang diberikan kepada pemerintah yang TELAH menjalankan tugasnya dengan bertanggung jawab. Pemerintah yang tidak bertanggung jawab tidak patut diberi upah! Bahkan penulis Amsal mengatakan, “Dengan keadilan seorang raja menegakkan negerinya, tetapi orang yang memungut banyak pajak meruntuhkannya.” (Ams. 29:4) King James Version (KJV) menerjemahkannya, “The king by judgment establisheth the land: but he that receiveth gifts overthroweth it.” (=Raja oleh keadilannya menegakkan negeri; tetapi dia yang menerima upah menjatuhkan/menggulingkannya–menjatuhkan/menggulingkan negeri.) Di sini, penulis Amsal jeli melihat bahwa raja/pemerintah yang tamak harta/upah dengan mempermainkan pajak akan berakibat fatal, yaitu membuat suatu negara runtuh/jatuh/terguling.


Lalu, di ayat 7, Paulus mengajarkan kesimpulan tentang kewajiban kita sebagai warga negara, “Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar: pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada orang yang berhak menerima rasa takut dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.” Di sini, Paulus membagi 4 macam kewajiban kita sebagai warga negara dengan satu prinsip: membayar kepada semua orang apa yang harus kita bayar. Terjemahan Yunani dalam bagian ini yang tepat adalah “Penuhilah kepada semua (orang) apa yang diwajibkan.” (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 867) NIV menerjemahkannya, “Give everyone what you owe him:...” (=Berikan kepada semua orang apa yang kamu utangi dari dia:...) Berarti di sini, Paulus ingin kita melunasi semua utang kita baik utang materi maupun utang kebaikan/dll. Paulus membagi dua macam utang dalam ayat ini yaitu utang materi dan utang kebaikan. Dua macam utang ini dibagi lagi menjadi dua contoh. Mari kita simak.
Pertama, utang materi. Paulus mengatakan bahwa kita harus melunasi siapa yang kita utangi dalam bentuk pajak dan cukai (dua contoh). Kepada orang yang berhak menerima pajak (kita utang pajak), maka kita harus melunasi/membayar pajak. Kepada orang yang berhak menerima cukai, maka kita harus melunasi/membayarnya. Jadi, di sini, Paulus ingin kita membayar/melunasi pajak dan cukai hanya kepada orang yang BERHAK menerima apa yang kita bayar/lunasi. Kepada mereka yang tidak BERHAK, kita seharusnya tidak memberikan/melunasi. Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen? Sudahkah kita membayar pajak dan cukai kepada pemerintah?

Kedua, utang kebaikan. Paulus mengatakan bahwa kita harus melunasi atau memberikan kebaikan kita dalam bentuk rasa takut dan hormat (2 contoh) kepada mereka yang berhak menerimanya. Kepada orang yang berhak menerima rasa takut (fear), maka kita harus takut. Kepada orang yang berhak menerima hormat, kita harus menghormati. Di sini, Paulus ingin mengajar kita bagaimana bersikap bukan hanya dalam konteks pemerintahan, tetapi juga dalam masyarakat/sehari-hari. Kadang kala orang Kristen membalik posisi ini, yaitu takut dan hormat kepada orang yang tidak patut ditakuti dan dihormati, sebaliknya mereka tidak takut dan hormat kepada yang patut ditakuti dan dihormati. Kepada Tuhan Allah yang patut ditakuti dan dihormati, banyak orang Kristen tidak memiliki rasa takut dan hormat tersebut, bahkan mereka sengaja mengabaikan kehadiran Allah di dalam gereja atau persekutuan, misalnya dengan sengaja (“tidak sengaja”) menerima SMS atau telepon dari HP atau mengobrol atau bersenda gurau ketika khotbah disampaikan. Tetapi anehnya, kalau kepada polisi atau pejabat, mereka langsung takut dan hormat. Ini membuktikan orang Kristen belum mengerti otoritas dan integritas, sehingga mereka salah posisi. Alkitab pada bagian ini menegur kita untuk memiliki pengertian tentang apa arti rasa takut dan hormat kepada otoritas yang memang patut ditakuti dan dihormati. Tuhan Yesus pernah mengajar, “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat. 10:28) Jadi, seharusnya kita lebih takut dan hormat kepada Allah sebagai Sumber Otoritas, ketimbang kita takut dan hormat kepada siapa pun, karena otoritas apa pun di dunia bersumber dari otoritas Allah. Begitu juga dengan sikap hormat kita. Hormatilah Allah lebih dari kita menghormati siapa pun, meskipun begitu, tidak berarti kita tidak menghormati orangtua, pemerintah, dll. Artinya, kita tetap menghormati otoritas di dunia ini, tetapi ingatlah, hormati Allah sebagai Sumber Otoritas tertinggi yang memberikan otoritas kepada manusia tertentu di dunia ini. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita berkomitmen hari ini menundukkan diri kita untuk takut dan hormat lebih kepada Allah ketimbang kepada manusia?


Dua ayat ini mencerahkan kita bagaimana kita harus bertindak terhadap pemerintah, apa yang menjadi kewajiban kita dan apa yang menjadi hak pemerintah. Sudahkah kita siap menjalankan apa yang kita pelajari ini? Amin. Soli Deo Gloria.

Matius 12:46-50: IBU-KU, SAUDARA-KU

Ringkasan Khotbah : 04 Maret 2007

Ibu-Ku, Saudara-Ku
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Nats: Mat. 12:46-50


Hari ini kita masuk dalam bagian akhir yang sangat signifikan dari keseluruhan tema The Lordship of Christ. Namun orang seringkali menganggap bagian akhir sekedar tambahan yang tidak penting. The Lordship of Christ bukan sekedar teori atau doktrin tetapi Ketuhanan Kristus haruslah terimplikasi dalam kehidupan kita. Tuhan Yesus menyatakan siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku (Mat. 12:50). Perhatikan, ayat ini janganlah disalah mengerti berarti orang Kristen boleh membenci atau mengabaikan orang tua, saudara dan segala hal yang menjadi milik kepunyaannya. Tidak! Memang di Alkitab ada beberapa ayat yang “seolah-olah“ mendukung, seperti ada tertulis: “ia yang tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, ... ia tidak dapat menjadi murid-Ku“ (Luk. 14:26). Alkitab tidak mengajar kita menjadi penentang keluarga atau sesama sebab dalam hukum Taurat ada tertulis: hormatilah ayahmu dan ibumu dan tentang hal ini diulang kembali dalam Perjanjian Baru. Jadi, untuk menafsirkan suatu ayat harus dilihat konteksnya secara keseluruhan.
Sadarkah kita kalau kitapun seringkali berpikir dan melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh golongan Farisi dan para ahli Taurat, yakni menafsirkan satu kejadian dan melepaskannya dari konteks keseluruhan. Sebagai contoh, suatu hari ketika Pdt. Dr. Stephen Tong sedang menegakkan kebenaran Firman, tiba-tiba seorang bapak berdiri dari kursi dan bermaksud hendak meninggalkan ruangan, dengan sangat keras Pdt. Dr. Stephen Tong menegur dia. Orang tidak menyadari kalau ini merupakan cara iblis merusak pekerjaan Tuhan. Orang yang tidak peka langsung berpikir negatif terhadap tindakan Pdt. Dr. Stephen Tong. Hati-hati, iblis sengaja memakai kita menjadi alatnya.
Keseluruhan tema Injil Matius 12 adalah the Lordship of Christ maka bagian akhir inipun tidak boleh dilepaskan dari tema. Allah sebagai pemegang otoritas tertinggi dan Kristus adalah Tuhan dan hanya kepada Dia sajalah kita harus menyembah. Sebab segala sesuatu dari Dia, dan oleh Dia dan kepada Dia, bagi Dia kemuliaan sampai selama-lamanya. Hal ini yang diajarkan dan ditekankan Kristus sepanjang pasal 12. Iblis tidak ingin semua orang kembali pada Bapa dan men-Tuhankan Kristus dalam hidupnya, iblis pakai orang yang paling dekat, yaitu ibu dan saudara untuk menghancurkan seluruh konsep pengajaran-Nya. Tuhan Yesus dihadapkan pada budaya timur dimana orang tua berotoritas pada anak.
Kebenaran Allah harus melampaui semua kebudayaan. Allah adalah Tuhan atas budaya. Sesungguhnya, orang tua Tuhan Yesus telah memahami bahwa Allah adalah Tuhan atas budaya, yaitu ketika ibu-Nya mendapati Tuhan Yesus berada di Bait Allah saat berumur 12 tahun, “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?“ (Luk. 4:49). Dalam konsep budaya, ordo duniawi lebih dominan apalagi dalam budaya timur dimana orang yang mempunyai jabatan, orang yang berusia lebih tua, di atas segala-galanya. Prinsip kebenaran tentang Ketuhanan Kristus ini seringkali berbenturan dengan konsep budaya. Akibatnya Kekristenan mulai berkompromi dengan konsep the Lordship of Christ. Alkitab membukakan kebenaran bahwa Kedaulatan Allah itu melampaui segala sesuatu yang ada di dunia ini, the sovereignty of God beyond all things. Kedaulatan Allah haruslah menjadi titik pusat utama. Ada tiga hal besar yang harus kita perhatikan:
1. Connectivity

Orang berpendapat bahwa orang tua atau saudara khususnya yang mempunyai hubungan darah itu lebih mempunyai hak dibandingkan dengan orang lain yang dekat dengan kita. Akibatnya kalau kita lebih mementingkan orang lain daripada orang tua atau saudara kandung maka mereka akan menjadi sangat marah sebab ikatan darah ini secara budaya menjadi ikatan laten. Connectivity bukan didasarkan pada hubungan darah tetapi terletak pada kebenaran dan cinta kasih seperti yang tertulis dalam Amsal 18:24b. Jadi, bukan karena ia mempunyai hubungan darah dengan kita sehingga ia harus lebih dekat dengan kita. Tidak! Hubungan seperti itu adalah hubungan sebatas material karena tidak dibangun diatas konsep yang benar. Perhatikan, kalau saudara kandung atau orang yang mempunyai hubungan darah dengan kita tidak hidup dalam kebenaran sejati dan hidup dalam cinta kasih seperti yang Kristus teladankan maka ia bukanlah saudara. Jadi, relasi disini bukan karena hubungan darah tetapi relasi karena kebenaran dan cinta kasih.Hubungan darah bukanlah jaminan hubungan terjalin baik sebab hari ini banyak orang tua membunuh anak kandung, begitu juga sebaliknya. Realita membuktikan orang yang mempunyai hubungan darah itu justru mencelakakan kita dan orang yang tidak mempunyai hubungan darah itu justru lebih hidup dalam kebenaran bersama bahkan ia lebih mengasihi kita; ia lebih dari sekedar sahabat.
Konektivitas dibangun atas dasar yang seperti apa itu sangat menentukan hidup kita. Kalau konektivitas tidak dibangun di atas kebenaran dan cinta kasih sejati maka relasi yang terjadi sangatlah buruk. Alkitab mau menyatakan konektivitas dengan darah seharusnya menjadikan kita lebih waspada dan lebih peka. Apakah relasi yang sedang kita bangun ini dibangun atas dasar kebenaran dan cinta kasih?
Alkitab sangat menekankan family altar; ibadah bersama di dalam keluarga; ibadah disini bukan sekedar rutinitas seolah-olah sedang membangun spiritualitas. Tidak! Keluarga adalah tempat dimana kebenaran dan cinta kasih yang murni itu dibangun. Dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibuku. Jelaslah bahwa konektivitas yang benar tidak dibangun di atas hubungan darah. Bangunlah konektivitas dengan cara berpikir yang tepat kalau tidak, Lordship of Christ menjadi hancur. Dalam situasi sedemikian sangat besar kemungkinan kita dipakai menjadi alat iblis sehingga hubungan darah itu menjadi rusak karena kita tidak berdiri dalam kebenaran dan cinta kasih. Hendaklah kita waspada dengan akal licik si iblis yang sengaja memakai saudara-saudara atau kerabat dekat kita untuk menjadi pencelaka kita. Janganlah kita berkompromi dengan budaya; kita lebih takut kalau orang tua atau saudara kita tersinggung atau sakit hati dengan perkataan kita menjadikan kita tidak taat pada Allah.
Ingat, kita tidak bisa menaruh satu kaki kita di sorga dan satu kaki di neraka. Men-Tuhankan Kristus berarti menetapkan konektivitas kita. Orang yang mau menyenangkan semua orang maka dia bukan akan menyenangkan semua orang tetapi ia justru akan menjadi terbuang karena ia akan menjadi musuh: 1) musuh Tuhan karena ia tidak setia pada kebenaran, 2) musuh kebenaran, karena semua kebenaran dikompromikan, 3) musuh orang-orang benar, karena orang benar tidak suka pada pengkhianat kebenaran, 4) musuh orang-orang yang tidak benar, karena ia juga merasa dikhianati. Sebagai anak Tuhan, kita harus men-Tuhankan Kristus dalam setiap aspek hidup kita bahkan atas orang tua atau saudara yang mempunyai hubungan darah dengan kita. Hati-hati, jangan masuk dalam permainan iblis yang sengaja menaruh kita diposisi kontroversial, yakni antara budaya dan hidup men-Tuhankan Kristus.
2. Priority
Prioritas merupakan bukti dari konektivitas. Semua akan kelihatan baik dan lancar selama tidak terjadi tabrakan atau selama kita tidak dihadapkan pada dua hal yang mengharuskan kita mengambil pilihan dan menetapkan suatu prioritas. Mana yang menjadi prioritas dalam kehidupan kita, Tuhan atau diri, Tuhan atau uang, Tuhan atau kekuasaan. Adalah mustahil kita menginginkan semua hal menjadi keinginan kita. Kita akan selalu dihadapkan pada suatu pilihan diantara banyaknya pilihan itu yang menuntut kita untuk mengambil keputusan pada waktu dan tempat yang sama. Sejauh manakah Lordship of Christ menguasai hidup kita? Men-Tuhankan Kristus akan sangat mudah diimplikasikan kalau kita tidak mengalami suatu benturan apalagi kalau kita dihadapkan pada suatu situasi yang paling pelik. Celakanya, banyak orang Kristen mengakui Tuhan sebagai yang utama namun fakta menyatakan kalau kita seringkali tidak rela kalau Tuhan diutamakan ketika kita berelasi dengan orang lain.
Tuhan Yesus memberikan teladan indah pada kita, Dia menunjukkan pada kita siapa yang seharusnya menjadi prioritas, yakni Allah. Dalam bagian ini hendaklah kita bijaksana dan peka sehingga kita tidak salah memilih mana yang utama dan mana yang sekunder. Tuhan menuntut keutamaan Tuhan di posisi yang paling utama. Ketuhanan Kristus bukan sekedar teori doktrinal atau sekedar pengetahuan yang mengisi otak kita. Tidak! Lordship of Christ haruslah terimplikasi dalam kehidupan kita. Biarlah kita mengevaluasi diri, sudahkah kita men-Tuhankan Kristus? Apakah dalam setiap keputusan yang kita ambil maupun relasi kita dengan sesama, Kristus menjadi prioritas? Kita telah memahami segala akal licik iblis maka hendaklah kita peka, janganlah kita dipakai iblis sebagai alat untuk menjepit anak kita diantara dua pilihan, yakni antara Tuhan atau orang tua.
Puji Tuhan, di dunia ini ada teologi Reformed yang ketat dengan pengajarannya untuk kembali pada Firman. Dunia sangat pragmatis, tindakan atau perbuatan yang mereka lakukan tidak didasarkan pada sesuatu yang jelas dan pasti sehingga dunia mudah sekali berkelit dan tidak bertanggung jawab atas perbuatan mereka. Sebagai Kristen yang sejati, kita harus taat mutlak Allah dan Ia ingin supaya kita men-Tuhankan Kristus dalam hidup kita. Bukanlah hal yang mudah bagi kita untuk men-Tuhankan Kristus sebab iblis akan mencari segala cara supaya kita jauh dari Tuhan namun janganlah hal itu membuat kita hidup secara dualistik. Hidup kita akan terombang-ambing kalau kita tidak berpijak di dua tempat secara bersamaan. Hanya kembali pada kebenaran sejati dan men-Tuhankan Kristus sajalah hidup menjadi nikmat. Sampai sejauh manakah kita mengimpikasikan Firman? Seorang anak Tuhan sejati pasti mempunyai kerinduan dan bertekad melakukan kebenaran karena baginya yang terpenting adalah Tuhan. Hati nurani itu akan berbicara dan menegur ketika berbuat dosa. Biarlah kita mengevaluasi diri masihkah hati nurani itu berbicara?
Tentu kita dapat merasakan bagaimana perasaan ibu dan saudara-saudara Tuhan Yesus mendengar kalimat tajam yang dilontarkan oleh Tuhan Yesus bahkan Tuhan Yesus tidak menggubris kedatangan mereka. Dalam hal ini Tuhan Yesus dihadapkan pada dua pilihan yang mengharuskan ia memilih suatu prioritas antara Allah atau ibu dan saudara-saudara-Nya. Orang seringkali menuntut Tuhan yang harus mengerti kita. Tidak! Justru manusialah yang harus tunduk pada kebenaraan sejati. Allah yang terutama atau mereka yang justru dibuang dari kebenaran. Prioritas membawa kita kembali pada suatu kebenaran – siapa yang menjadi titik utama. Prioritas berarti meletakkan siapa yang utama di posisi pertama. Alkitab mengajarkan carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semuanya akan ditambah pada-Mu (Mat. 6:33).
3. Authority
Ibu Tuhan Yesus mempunyai keinginan, yaitu bertemu dengan anaknya tetapi di sisi lain, Bapa ingin kebenaran sejati diberitakan. Pertanyaannya otoritas siapakah yang harus diikuti? Hari ini banyak gereja tidak berani menyatakan kebenaran – otoritas Allah yang utama apalagi di dunia timur yang lebih mementingkan otoritas orang tua. Perhatikan, otoritas orang tua hanyalah otoritas turunan; otoritas orang tua ini harus berada satu garis dengan garis otoritas Allah dimana otoritas Allah sebagai otoritas mutlak. Seorang anak hanya boleh taat pada orang tua yang takut akan Allah dan orang tua yang taat pada Allah. Karena ini berarti anak juga taat pada pada Allah. Celakanya, kalau ada otoritas lain yang tidak segaris maka muncullah konflik. Pada saat Kristus sedang menegakkan suatu prinsip kebenaran, yakni Allah sebagai pemegang otoritas mutlak dan Kristus adalah Tuhan, tiba-tiba iblis muncul menawarkan otoritas lain. Tuhan Yesus yang peka akan cara iblis yang licik dengan tegas Ia mengembalikan ke posisi yang asli – satu garis otoritas, yakni Bapa sebagai otoritas tertinggi, Kristus adalah Tuhan maka orang yang melakukan kehendak Bapa, ia saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku perempuan, ialah ibu-Ku.
Dunia Timur salah kaprah mengartikan istilah hormat dan taat. Menghormati berarti kita tidak boleh berbuat kurang ajar pada orang tua dan mentaati harus kita lakukan sejauh orang tua itu tunduk dan taat pada perintah Allah sebagai otoritas tertinggi. Kalau orang tua mulai menyeleweng dari Allah maka anak tidak boleh taat padanya. Kalau orang tua memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, seperti melarang kita untuk tidak menjadi Kristen maka perhatikan, perintah itu tidak boleh ditaati; kita hanya boleh taat otoritas Allah. Inilah implikasi Kekristenan. Allahlah yang terutama dari apapun juga yang ada di dunia bahkan dari orang tua kita. Taat pada orang tua yang menyeleweng dari Tuhan sama artinya dengan kita berkhianat pada Allah. Jadi, hai para orang tua hendaklah kita sadar, kita tidak berhak menuntut anak untuk taat pada kita kecuali engkau takut kepada Tuhan dan setia menjalankan kehendak Tuhan. Sangatlah disayangkan berita kebenaran ini tidak lagi diberitakan di tengah dunia berdosa ini karena sesungguhnya mereka bukanlah seorang anak Tuhan sejati; orang ingin mendapatkan otorisasi pribadi dan tidak mau men-Tuhankan Kristus dalam hidupnya. Orang lebih memilih tidak menjadi pengikut Kristus daripada otorisasi pribadinya terganggu. Tuhan Yesus menuntut kita untuk taat mutlak pada otoritas tertinggi dengan mengimplikasikan Lordship of Christ dalam kehidupan kita.
Seorang penafsir menyatakan seorang yang menjadi juru bicara yang datang kepada Kristus yang menyampaikan kabar tentang kedatangan ibu dan saudara Tuhan Yesus itu telah dipakai menjadi alat iblis untuk membawa berita lain, membawa injil palsu untuk menghancurkan seluruh kebenaran Firman yang sedang dibangun oleh Kristus. Di tengah-tengah orang mendengar pengajaran kristus maka saat itu juga terjadi kontroversial, yakni orang-orang langsung berpandangan negatif dan menganggap Yesus sebagai anak yang tidak hormat pada orang tua. Setan berhasil mempengaruhi manusia untuk tidak taat pada Kristus khususnya para orang tua yang tidak ingin anak-anaknya menjadi pelawan-pelawan orang tua. Setan memakai momen itu menghancurkan seluruh pengajaran Kristus yang ketat yang telah dibukakan sepanjang satu pasal sebelumnnya, hanya dengan bagian kecil di terakhir. Inilah cara iblis. Hati-hati, jangan remehkan seorang penyambung lidah, mungkin kita menganggap peranannya sangat kecil tetapi ia telah berhasil merusak seluruh konsep kebenaran. Orang banyak yang tadinya memandang kepada Allah kini orang dihadapkan pada suatu masalah keduniawian, orang langsung melihat hubungan darah, orang melihat relasi yang ada dalam kesementaraan. Relasi vertikal yang dibangun menjadi hancur. Perhatikan dalam setiap momen dimana kebenaran Firman ditegakkan maka disana iblis juga makin giat bekerja, segala cara dipakai supaya manusia tidak mengikut pada Tuhan. Iblis menyadari musuh yang ia hadapi sekarang, yaitu Kristus Tuhan sangat berat.
Biarlah kita makin tajam, kita mengerti kebenaran, kita peka dengan segala akal licik iblis sehingga kita tidak dipakai menjadi alat sebagai pemberita injil palsu, the devil's advocate di tengah-tengah berita suara Tuhan. Biarlah di tengah jaman yang semakin sulit ini kita dipakai menjadi alat untuk memberitakan Kebenaran Firman dan kita dipakai menjadi saksi-Nya. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber: