12 June 2008

DIRI DAN ANALISA DIRI (Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S.)

Diri dan Analisa Diri

oleh: Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S.

Nats: 1 Kor. 4:6-13.


Pelayanan Rasul Paulus bukan pada jemaat Korintus saja tetapi juga di daerah lain, seperti Roma, Galatia, Efesus dan masih banyak lagi dan setiap jemaat itu mempunyai keunikan tersendiri. Jemaat Korintus, misalnya mempunyai sifat kekanak-kanakan tetapi ironisnya mereka merasa diri sudah dewasa; itulah sifat kanak-kanak yang sangat kekanak-kanakan. Surat Paulus pada jemaat Korintus ini berisi tentang prinsip pelayanan khususnya pelayanan gerejawi sekaligus prinsip kehidupan. Theologi Reformed menyadari akan kebenaran Firman Tuhan ini karena itu antara pelayanan gerejawi dan kehidupan bukanlah hal yang terpisah atau dualisme. Jemaat Korintus seringkali berlaku seperti dewan juri ketika mereka mendengar khotbah. Hal ini menyebabkan jemaat Korintus terpecah empat golongan, yakni golongan Paulus, golongan Apolos, golongan Kefas, dan celakanya ada orang yang menyebut diri dari golongan Kristus. Sepertinya Kristus yang ditinggikan namun sesungguhnya tidaklah demikian, ada kesombongan dalam dirinya.

Masalah yang timbul di Korintus tidak cukup sampai disitu, yaitu jemaat yang terpecah belah tapi juga timbul persoalan yang lain, yaitu percabulan, orang kaya menghina orang miskin, dan masih banyak lagi. Dan Tuhan memakai Paulus orang yang berkerohanian baik pada jaman itu untuk melayani jemaat Korintus yang kekanak-kanakan. Dalam kehidupan pelayanan, terkadang juga Tuhan mempertemukan kita dengan orang yang demikian. Janganlah memandang rendah pada mereka dan janganlah sombong dengan menganggap diri paling rohani karena mengerti banyak doktrin. Paulus hidup bersama-sama dengan jemaat Korintus, ia juga bergumul di dalam interaksi yang sangat sulit itu, yaitu interaksi antara bapa rohani dan jemaat yang kekanak-kanakan baik secara langsung maupun tidak langsung yakni melalui kunjungan ataupun surat. Dalam interaksi itu Paulus tidak hanya menantikan pertumbuhan rohani dari jemaat Korintus namun Paulus pun bertumbuh dalam iman bersama mereka.

Apa yang diajarkan pada jemaat Korintus tidak menjadi sebuah teori tetapi Paulus menjalankannya karena itu ia ingin supaya jemaat Korintus juga belajar dari teladan mereka (1Kor. 4:6). Memang, setiap manusia tidak sempurna termasuk hamba Tuhan sekalipun namun sebelum mengajar hendaklah bahan yang akan kita ajarkan mengajar kita terlbeih dahulu, kita harus menjadikan diri sendiri sebagai bahan pelajaran sebab jika tidak, berarti kita bukan sedang mengajar tapi lebih tepat kalau dikatakan kita sedang menggurui. Dalam hal ini pengajar dapat dibagi menjadi dua bagian: pertama, pengajar dalam pengertian karunia diberikan pada orang-orang yang khusus dalam gereja Tuhan, kedua, pengajar dalam pengertian panggilan secara menyeluruh yakni berlaku bagi setiap orang Kristen setidaknya untuk mendidik anak kita sendiri. Begitu juga dengan penginjilan, tidak setiap orang Kristen diberikan karunia seperti Billy Graham, William Carey atau Stephen Tong namun setiap orang Kristen harus memberitakan Injil.

A wise man teaches because he has something to say but a fool man teaches because he has to say something (seorang bijak mengajar karena dia memiliki sesuatu untuk dikatakan, tetapi seorang bodoh mengajar karena dia harus mengatakan sesuatu). Bagaimana dengan kita? Apakah kita termasuk orang bijaksana ataukah orang bodoh? Firman Tuhan mengajarkan sebelum kita mengajar orang lain maka kita harus terlebih dahulu mengajar diri sendiri. Biasanya, orang yang pandai sukar sekali diajar dan ia cenderung menuntut orang lain untuk teachable sedang dirinya menjadi seorang guru, teacher. Kalau Paulus dan Apolos dapat menjadi seorang pengajar besar dijamannya hal ini karena mereka sendiri adalah orang-orang yang bersedia diajar oleh Tuhan, mereka telah dibentuk oleh Tuhan. Seorang pengajar besar bukanlah seorang berpengetahuan banyak, tidak, great knowledge is not great teacher sebab bukan itu yang menjadi tuntutan Tuhan bagi seorang pengajar. Tuhan menuntut seorang pengajar haruslah memiliki hati yang takut dan gentar terus menerus dan sebelum mengajar hendaklah ia mengajar dirinya sendiri terlebih dahulu.

Mengajar berbeda menggurui. Orang yang menggurui selalu menempatkan diri di posisi atas, I’m the healthy and you are the sickone so let me help you, hi, you’re the sickone. Seorang pengajar harus menempatkan diri sebagai seorang murid dan apa yang diajarkan haruslah merupakan pengalaman rohaninya dibentuk bersama dengan Tuhan. Itulah sebabnya tugas mengajar tersebut sangatlah berat. Yang dimaksud oleh Paulus dengan “ada tertulis... (1Kor. 4:6)” adalah kitab Perjanjian Lama dengan demikian jemaat Korintus ketika mendengar khotbah atau membaca sadar bahwa apa yang sedang mereka dengar atau baca tersebut itu adalah Firman Tuhan. Paulus dalam pelayanannya selalu menekankan konsep tersebut pada jemaatnya; pengajarnya boleh Paulus, Apolos, Kefas bahkan orang lain, semua itu tidaklah penting sebab yang terpenting adalah materi pengajarannya itu sendiri, setia ataukah menyeleweng dari Firman Tuhan. Memang, tidak dapat dipungkiri, para pengajar tersebut sangatlah menarik, misalnya Apolos yang fasih lidah, Paulus yang mempunyai karunia pengetahuan yang luar biasa dan Petrus, seorang guru senior di sidang Yerusalem. Jemaat yang senang dengan pengetahuan akan memilih Paulus, jemaat yang suka dengan pembahasan world view maka ia akan memilih pengajar A, dan seterusnya. Hal tersebut menandakan konsep berpikir kita sangat sempit sebab kita tidak dapat melihat secara integral ajaran Kristen. Paulus melihat jemaat di Korintus ini ingin melampaui apa yang tertulis, dalam pengertian ketika mendengarkan khotbah, mereka tidak memperhatikan esensi Firman itu sendiri tetapi justru memperhatikan hal-hal yang menyangkut diri si pembicara itu sendiri yang sebenarnya hal itu tidaklah penting.

Hari ini banyak orang Kristen lebih memperhatikan hal-hal yang fenomena dan bukan hal yang esensi. Hati-hati jangan tertipu ajaran sesat yang sepertinya meninggikan Kristus padahal nama Kristus hanya dijadikan sebagai label. Menjadi seorang pengikut Kristus bukanlah kekayaan dan kemuliaan duniawi yang didapatkan, tidak, tetapi lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, ... (1Kor. 4:11-13). Itulah sebabnya banyak orang tidak mau menjadi pengikut Kirstus, orang hanya ingin kuasa-Nya, orang ingin menjadi seperti Allah. Itulah sifat manusia berdosa. Alkitab menegaskan barangsiapa hendak menjadi pemimpin maka ia harus menjadi pelayan terlebih dahulu. Tidak banyak orang yang mau melakukan hal ini sebab dituntut suatu penyangkalan diri dan pengorbanan. Jemaat Korintus selalu melihat kebesaran manusia bukan kebesaran Tuhan sehingga mereka masuk dalam keterpecahan dan mereka terjebak dengan spirit exclusivism. Exclusive janganlah disalah mengerti. Predestinasi seharusnya tidak menjadikan kita exclusivism dalam hal ini spiritnya tapi secara iman keyakinan memang kita exclusive tapi ketika kita hendak menjangkau dan mengabarkan Injil pada orang lain, kita tidak boleh exclusive sebab doktrin pilihan bukan dimaksudkan untuk menikmati keterpilihan itu sendiri. Abraham dipilih dari antara sekian banyaknya manusia supaya ia keluar dan menjadi Bapa orang beriman, Bapa segala bangsa. Jadi, Abraham dipilih Tuhan untuk menjadi berkat bagi banyak orang; Abraham bukan dipilih untuk ia menikmati keterpilihan itu di dalam dirinya sendiri.

Tidak dapat dipungkiri, setiap orang pasti mempunyai kelemahan ini, yaitu selalu memegahkan diri. Orang sombong adalah orang yang tidak dapat melihat bahwa semua yang ada padanya asalnya dari Tuhan dan ia tidak memperkenankan Tuhan untuk ikut campur dalam wilayahnya. Gesekan antara saudara seiman yang terjadi dalam pelayanan itu lebih disebabkan karena orang tidak ingin wilayah strukturalnya dicampuri orang lain. Ingat, visi lebih penting dari spirit struktur. Memang, struktur diperlukan untuk membangun spirit tapi hari ini banyak gereja lebih mementingkan struktur dan kehilangan spirit, salah satunya yaitu gereja Reformed di Belanda kini menjadi gereja tradisional. Namun ada pula gereja yang lebih mementingkan spirit dan tidak peduli dengan order. Ekstrim lain sangat mementingkan hirarki namun di satu sisi ada gereja yang lebih mementingkan spirit. Setelah kita memahami prinsip kebenaran, yaitu Firman Tuhan haruslah menjadi yang utama maka jemaat yang dipercayakan untuk kita ajar adalah jemaat Tuhan, bukan jemaat Paulus, jemaat Apolos, atau jemaat lain. Pertanyaannya adalah siapakah kita sehingga Tuhan mau mempercayakan umat-Nya untuk kita ajar? Kedaulatan ada di tangan Tuhan, kita hanyalah seorang hamba yang tidak layak. Kalau kita mulai memegahkan diri dan menganggap semua yang ada pada kita sebagai hasil dari usaha kita, itu berarti kita telah mencuri kemuliaan Tuhan dan Tuhan tidak akan memakai orang yang sombong untuk turut ambil bagian dalam Kerajaan-Nya. D. L. Moody adalah seorang yang rendah hati dan Tuhan berkenan memakainya menjadi berkat bagi dunia. Ia selalu duduk di tempat paling belakang dalam setiap pertemuan dan ia meminta orang lain untuk menjadi pembicara. Tuhan tidak hanya memakai orang-orang yang berintelektual tinggi untuk melayani Dia, tidak, Tuhan juga memakai orang-orang yang sangat sederhana untuk menjadi berkat. Ingat, semua yang kita miliki itu asalnya dari Tuhan dan hanya bersifat sementara. Tuhan berhak mengambilnya kembali. Tuhan juga menguji kita dengan harta yang kita miliki tersebut, bagaimana kita bertanggung jawab dengan harta yang dititipkan Tuhan itu pada kita? Agustinus menegaskan harta benda yang banyak adalah milik orang asing, kalau Tuhan sudah memberikan banyak maka Ia menuntut supaya kita juga memberikannya pada orang lain. Paulus telah memberikan teladan indah bagi kita, yaitu kerendahan hati dalam melayani Tuhan dan Paulus ingin hal itu menjadi teladan bagi jemaat Korintus.

Paulus juga mengontraskan dirinya dengan jemaat Korintus maka dapatlah dibayangkan reaksi dari jemaat Korintus. Mereka sangat terkejut sebab selama ini mereka sangat meninggikan Paulus dan mengira kehidupan Paulus jauh dari segala macam penderitaan namun ternyata dugaan mereka salah kehidupan Paulus berbeda dengan apa yang mereka pikirkan (1Kor. 4:11). Pertanyaannya sekarang adalah apakah salah kalau orang Kristen kenyang, kaya dan menjadi raja? (1Kor. 4:8). Bukankah kehidupan Kristen seharusnya dikenyangkan sebab Tuhan adalah Tuhan yang memelihara? Bukankah seharusnya orang Kristen hidup di dalam kekayaan rohani? Bukankah orang Kristen kelak akan memerintah bersama-sama dengan Kristus sebagai Raja? Semua itu memang benar, already but not yet. Kesalahannya terletak pada kata “telah” (1Kor. 4:8). Kekristenan yang hanya mementingkan aspek already dan mengesampingkan aspek not yet maka itu akan mematikan semangat pergumulannya. Kalau kita merasa diri sudah memiliki doktrin yang benar, sudah menginjili, sudah ada tempat yang nyaman, sudah melakukan panggilan Tuhan maka sampai titik itu kita tidak akan bertumbuh lagi sebab kita sudah merasa diri established padahal masih ada wilayah yang belum kita kerjakan.

Orang yang rendah hati adalah orang yang selalu terus menerus berpikir tentang segala sesuatu yang belum ia kerjakan sedang orang yang congkak adalah orang yang selalu puas dengan apa yang ia kerjakan dan ia bermegah atasnya. Jemaat Korintus ini adalah orang yang congkak mirip dengan jemaat di Laodikia. Kerendahan hati selalu melihat dari sudut perspektif anugerah Tuhan. Paulus adalah orang yang rendah hati, ia melihat bahwa semua yang ia kerjakan adalah semata-mata karena anugerah Tuhan dan ia diberkati Tuhan. Kontras sekali dengan jemaat Korintus yang menganggap diri mulia. Paulus menegur mereka dengan keras, jikalau mereka menempatkan diri mereka mulia maka posisi rasul berada di bawah jemaat dan Kristus ditempatkan di tempat yang paling rendah lagi. Urutannya adalah sebagai berikut: jemaat – Paulus – Kristus. Theologi kemenangan juga membuat hirarki yang serupa, yaitu: Yesus yang berkemenangan dan kita adalah umat pemenang, pendeta – pemenang I, pengurus – pemenang II, jemaat – pemenang III dan orang-orang yang belum percaya – pemenang IV. Alkitab justru mengajarkan sebaliknya siapa yang ingin menjadi pemimpin maka ia harus menjadi pelayan terlebih dahulu.

Prinsip ini sangat tidak disukai oleh manusia berdosa sebab sudah menjadi natur manusia berdosa, yaitu selalu ingin memegahkan diri. Apa yang diajarkan oleh Paulus ini menggoncangkan konsep berpikir mereka yang selama ini salah. Paulus menegur mereka dengan keras bahwa kalau sekarang mereka mulia itu karena ada orang yang hina demikian juga dengan mengajar Firman itu berarti kita sedang melayani Tuhan. Jadi, tatanan ordonya bukan di atas tapi berada di bawah. Konsep paradoks hendaklah kita sadari dengan demikian pelayanan kita dapat menjadi berkat bagi banyak orang. Orang sangat suka dengan kuasa besar tapi pertanyaannya adalah kuasa yang seperti apa? Paulus dengan kuasa yang ada padanya selalu berusaha untuk menjadi berkat bagi orang lain dan justru kebesaran kuasa yang ada pada dirinya menjadikan tontonan bagi dunia, menempati tempat yang paling rendah. Marilah kita kembali pada Firman dan mintalah supaya Tuhan mau berkenan memakai kita menjadi alat-Nya dan menjadi berkat bagi banyak orang. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)



Sumber:
Ringkasan khotbah Pdt. Billy Kristanto di GRII Andhika, Surabaya tgl 20 Maret 2005 di www.grii-andhika.org


Pengoreksi:
Denny Teguh Sutandio.



Profil Pdt. Billy Kristanto :
Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S., Ph.D. (Cand.) lahir pada tahun 1970 di Surabaya. Sejak di sekolah minggu mengambil bagian dalam pelayanan musik gerejawi. Setelah lulus SMA melanjutkan studi musik di Hochschule der Künste di Berlin majoring in harpsichord (Cembalo) di bawah Prof. Mitzi Meyerson (1990-96).
Setelah lulus dari situ melanjutkan post-graduate study di Koninklijk Conservatorium (Royal Conservatory) di Den Haag, a conservatory with the largest early music department in the world (mempelajari historical performance practice). Belajar di bawah Ton Koopman, seorang dirigen, organis, cembalis dan musicolog yang sangat ahli dalam interpretasi karya J. S. Bach. Selain itu juga mempelajari fortepiano di bawah Prof. Stanley Hoogland.
Setelah lulus dari situ pada tahun 1998 pulang ke Indonesia, lalu melayani sebagai Penginjil Musik di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) di Jakarta pada Februari 1999. Pada tahun yang sama memulai study Theologi di Institut Reformed di Jakarta. Lulus pada tahun 2002 dengan Master of Christian Studies. Sejak tahun 2002 sampai sekarang menjabat sebagai Dekan School of Music di Institut Reformed Jakarta serta menggembalakan jemaat Mimbar Reformed Injili Indonesia (MRII) Jerman: Berlin, Hamburg dan Munich. Beliau ditahbiskan menjadi pendeta sinode Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) pada Paskah 2005 dan saat ini sedang menyelesaikan studi doktoral (Ph.D.–Cand.) di bidang musikologi di Universitas Heidelberg, Jerman. Beliau menikah dengan Suzianti Herawati dan dikaruniai seorang putri, Pristine Gottlob Kristanto.