10 April 2011

PRIA SEJATI: Sejatikah?-1 (Ev. Calvin L. Renata, M.Div.)

PRIA SEJATI: Sejatikah?-1
Membedah Theologi Di Balik Gerakan Pria Sejati


oleh: Ev. Calvin L. Renata, M.Div.





LATAR BELAKANG SINGKAT
CHRISTIAN MEN’S NETWORK adalah suatu gerakan yang dipelopori oleh seorang yang bernama Edwin Louis Cole (Ed Cole), di mana visi dari gerakan ini adalah menolong kaum pria untuk menjalani fungsi hidup sebagai suami dan ayah yang seharusnya. Gerakan ini muncul di USA pada kurang lebih tahun 1980-1982 an dan masuk ke Indonesia pada tahun 1999. Di balik segala fenomena yang ada, adalah penting bagi kita untuk mengenali bukan hanya dampaknya bagi gereja-gereja di Indonesia, tetapi juga mengenali theologi dibalik ajaran yang dikenal dengan nama “Pria Sejati” ini.

Untuk itu hal pertama yang harus kita kenali adalah tokoh di balik gerakan ini dan apa yang ia pahami tentang iman Kristen. Pembahasan dalam makalah ini difokuskan bukan kepada aktivitas camp, tokoh-tokoh gereja yang terlibat, pembicara-pembicara camp melainkan kepada Edwin Louis Cole dan apa yang ia tulis dalam kedua bukunya yaitu Menjadi Pria Sejati dan Kesempurnaan Seorang Pria.


EDWIN LOUIS COLE: NABI ALLAH DI TENGAH ZAMAN INI?(1)
Cole dilahirkan di Dallas, Texas, USA. Lahir tahun 1922 dan meninggal 27 Agustus 2007. Cole tinggal di Dallas dengan ibunya sampai umur 4 tahun. Berjangkitnya penyakit Scarlet Fever mengharuskan mereka pindah ke L.A., California. Di sana ia sekolah di Belmont High School di pusat kota L.A. Pada masa perang dunia II ia mendaftarkan diri sebagai pasukan penjaga pantai, di mana ia menemukan Nancy Corbette, sesama sukarelawan yang kemudian menjadi istrinya. Cole aktif dalam street witnessing (kesaksian di jalan), dan dua tahun kemudian ia menjadi pastor di sebuah gereja di California Utara.

Karir rohaninya dimulai sebagai pelayan khusus kaum pria. Ia menjalani dua dekade hidupnya sebagai pekerja rohani termasuk mission trip, penginjilan dan pembicara di TV. Tahun 1977 ia mendirikan Christian Men’s Network sambil tetap melayani sebagai pembicara di dua stasiun TV Kristen. Tahun 1984, ia keluar dan memfokuskan diri pada pelayanan pribadinya. Tahun 1993, ia dan istrinya kembali ke Texas untuk melayani di sana dan tahun 2002 ia divonis mengidap kanker serta meninggal pada tahun yang sama.

Visi yang mulia dan berdedikasi, tapi bila tidak didukung oleh pengenalan terhadap kebenaran dan dasar Firman yang kuat hanya akan membawa kepada kesalahan demi kesalahan bahkan kepada kesesatan. Hal pertama yang harus kita perhatikan dalam buku-bukunya, Cole tidak pernah disebutkan mengenyam pendidikan theologi di seminari tertentu. Seorang hamba Tuhan dituntut untuk mempunyai dasar dan pemahaman tentang Alkitab sebelum dia melayani. Bahkan dalam judul-judul bukunya tidak dituliskan gelar akademis yang ia miliki. Memang gelar bukan segalanya, tetapi ini menunjukkan kompentensi dan kapabilitas seseorang dalam menulis dan berbicara.(2) Bagi saya hanya ada dua kemungkinan. Pertama, Cole seorang yang sangat rendah hati sehingga ia tidak mau menyebutkan di mana ia sekolah Alkitab dan gelar akademis yang ia miliki.(3) Kedua, memang ia tidak pernah sekolah Alkitab sehingga tidak ada yang perlu dituliskan dalam biografinya. Dari dua kemungkinan ini, jika dilihat dari apa yang ia jabarkan tentang pengajarannya lebih menunjuk pada kemungkinan yang kedua, yaitu bahwa Cole tidak pernah mengenyam pendidikan theologi, sehingga ia tidak memahami Firman Tuhan dan kebenarannya dengan utuh. Namun ironisnya, banyak Hamba Tuhan yang telah mendapatkan gelar S2 bahkan S3 malah mengaminkan apa yang diajarkan dalam gerakan ini, tanpa berpikir kritis dan mempelajari dasar theologi gerakan ini. Ini adalah sesuatu yang sangat menyedihkan!

Hal yang tidak terlalu mengejutkan sebagai dampak dari identitas dirinya yang tidak jelas adalah berulang kali Cole menyebut dan mengklaim diri sebagai nabi Allah di tengah zaman ini.
“Sebenarnya perkara ini terlalu keras, terlalu tajam – bahkan untuk seorang nabi pengkotbah seperti saya, yang sudah berkotbah di hadapan ribuan orang. Perkara-perkara yang lalu sepertinya sudah tidak ada apa-apanya lagi bila dibandingkan dengan perkara ini.”(4)
“Edwin Louis Cole adalah pendiri dan pemimpin dari Christian Men’s Network yang telah banyak menyampaikan pesan-pesan nubuat bagi kaum pria dari generasi masa ini.”(5)

Dalam PL memang ada tiga jabatan penting, yaitu Raja, Imam dan Nabi (yang ketiganya bersatu dalam diri Yesus Kristus). Namun harus kita ketahui tiga jabatan ini telah berhenti. Jabatan raja berhenti ketika bangsa Yehuda/Israel berada di dalam masa intertestamental dan dijajah Romawi. Mereka sudah tidak memiliki kerajaan lagi. Jabatan imam berakhir ketika bait Allah diruntuhkan pada tahun 70 AD oleh Romawi dalam peperangan 4 tahun dengan Israel. Sejak itu mereka tidak memiliki lagi imam, yang ada hanya guru (rabbi). Jabatan nabi juga sudah selesai pada saat Allah telah selesai berfirman dan wahyu Allah berhenti.

Masih adakah nabi/rasul pada zaman ini? Rupanya Cole tidak memahami bahwa jabatan nabi/rasul sudah berhenti dengan selesainya wahyu Allah kepada manusia. Bagaimana dengan Efesus 4:11 yang mengatakan “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar.”? John Calvin dalam bukunya Ecclesiastical Ordinances mengatakan dengan jelas bahwa jabatan rasul dan nabi hanya diberikan sebagai dasar pembentukan gereja, sedangkan gereja pada masa pasca Kristus hanya memiliki 4 jabatan di dalamnya:
Fundamental to the Ecclesiastical Ordinances is that Calvin felt that the fourfold office of ministry laid out therein was God-given: “There are four orders of office instituted by our Lord for the government of his Church . . . pastors; then doctors; next elders, and fourth deacons.”(6)
(suatu hal yang mendasar dalam buku Ecclesiastical Ordinances adalah bahwa Calvin merasa hanya ada 4 jabatan yang Allah berikan kepada gereja-Nya: “ada empat jabatan yang didirikan Allah bagi pemerintahan gereja-Nya …pastors (gembala-gembala), kemudian doctors (pengajar-pengajar), kemudian elders (penatua-penatua) dan keempat deacons (diaken-diaken).”

Alkitab menunjukkan bahwa seorang nabi justru beritanya tidak didengar oleh bangsanya. Ia ditolak, dikucilkan bahkan dibenci oleh orang sezamannya. Hal itu terjadi karena ia memberitakan Firman yang tidak disukai oleh orang berdosa. Itulah yang dialami nabi Allah yang sejati, bukan disanjung-sanjung atau diikuti banyak orang. Intinya, tidak ada nabi yang hidupnya enak dan ia adalah orang yang kesepian dalam zamannya.

Lagipula, dalam Alkitab tidak pernah ada nabi khusus bagi kaum laki-laki/wanita yang hanya bicara masalah pria/wanita. Para nabi memberitakan semua Firman Allah baik penghukuman, murka Allah, dosa kepada semua orang baik pria dan wanita. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa seorang nabi dipilih dan dipanggil sendiri oleh Allah. Bahkan seperti nabi Yeremia dan Yohanes Pembaptis dipilih sejak mereka dalam kandungan. Pertanyaannya: kapan Allah memilih Cole menjadi seorang nabi? The Bible does not say anything about Cole! (Alkitab tidak berkata apa-apa tentang Cole). Adalah kesalahan sekaligus penyesatan mengklaim diri sebagai nabi Allah. Selain nabi-nabi yang disebutkan namanya dalam Alkitab, tidak ada nabi lagi pada zaman ini. Saya berani pastikan bahwa Cole bukanlah nabi Allah pada zaman ini.

Apakah bahaya dari mengklaim diri sebagai nabi Allah? Sebagai konsekuensi dari klaim bahwa dirinya seorang nabi Allah, Cole otomatis jatuh kepada kesalahan fatal lainnya, yaitu beranggapan bahwa Allah masih berfirman dan memberikan wahyu-Nya melalui dirinya. Hal ini akan kita bahas pada bab berikutnya.


ED COLE & WAHYU BARU
Mengaku sebagai nabi Allah otomatis akan mengaku menerima wahyu/firman yang baru. Ini adalah konsekwensi logis yang tidak bisa dihindari dan memang inilah yang diajarkan Cole dalam buku-bukunya. Kesesatan demi kesesatan berlanjut terus dalam buku yang ditulis Cole. Perhatikan apa yang ia tuliskan ketika ia sedang berada dalam sebuah pesawat terbang mempersiapkan sebuah khotbah:
“Saya sadar bahwa Roh Allah di dalam diri saya mengilhami dan menuntun pena saya untuk menuliskan sesuatu di dalam buku catatan.”(7)
“Tetapi, di dalam perenungan ini, saya seperti kehilangan kesadaran akan keadaan di sekitar saya. Sesuatu sedang bergolak di dalam roh saya. Saya sadar, hadirat Allah hadir.”(8)

Bahkan dalam prakata edisi revisi buku Kesempurnaan Seorang Pria, ia mengatakan:
“Saya juga telah menambahkan beberapa bab yang tidak hanya menguatkan apa yang telah ditulis pada awalnya, tetapi juga memberikan pewahyuan yang luas dan makna yang lebih dalam pada kebenaran bahwa “Kesempurnaan seorang pria dan keserupaan dengan Kristus adalah hal yang sama.”(9)

Dalam bukunya Menjadi Pria Sejati, Cole berulang kali membicarakan pentingnya wahyu baru bagi kita. Ia bahkan menghubungkan wahyu yang baru dengan gaya ibadah yang baru pula.
“Orang yang telah menerima wahyu tentang Allah akan mengalami suatu aliran baru dalam dirinya sehingga ia akan memiliki suatu ekspresi rohani yang baru pula, termasuk di dalamnya adalah cara penyembahan yang baru dan pujian yang baru juga.”(10)

Selanjutnya ia mengkritik suatu ibadah yang formal berarti semakin jauh dari wahyu Allah. Pemikiran Cole ini didasarkan kepada relasi antar sesama manusia, semakin akrab manusia maka semakin tidak ada formalitas. Perhatikan apa yang ia katakan berikut ini:
“Dalam hubungan antar manusia, formalitas menjadi pertanda adanya jarak dalam hubungan tersebut, sebab dalam hubungan yang intim tidak terdapat lagi bentuk-bentuk formalitas. Jadi, semakin formal bentuk penyembahan yang dilakukan, semakin jauh pula jarak antara si penyembah dengan wahyu yang mula-mula diterimanya. Pada titik yang kritis ini orang harus kembali kepada Tuhan untuk mendapatkan wahyu yang baru. Sebab, “firman” yang baru akan mendorong bangkitnya inspirasi baru dan memangkas kecenderungan yang menuju kepada kemerosotan itu.”(11)

Jadi menurut Cole, supaya manusia dapat dekat/intim dengan Allah, maka ibadah harus tidak boleh dalam bentuk yang formal (kaku/resmi). Ada benarnya, dalam hubungan antar sesama manusia semakin seseorang intim/dekat semakin tidak formal. Kita bisa memanggil langsung nama seseorang, kita bisa masuk rumahnya tanpa permisi, kita bisa ambil makanan dari mejanya tanpa sungkan. Itu sah-sah saja. Pertanyaan saya, bolehkah cara berelasi dengan sesama manusia yang berdosa ini dipakai dan diterapkan kepada Allah yang kudus? bagaimana dengan ibadah Israel sendiri baik ketika di kemah suci (tabernakel) atau bait Allah? Mereka sangat formal, tapi Allah tetap hadir di tengah-tengah mereka. Bagaimana dengan kasus Uza (2Sam. 6) yang memegang tabut Allah supaya tidak jatuh dan rusak, tetapi Allah malah menghukumnya? Uza mati, justru karena melanggar kaidah-kaidah formal yang Allah berikan. Apakah ini berarti semua ibadah dalam sepanjang sejarah gereja yang bersifat formal pasti Allah tidak hadir di dalamnya? Cole harus belajar theologi penyembahan yang lebih Alkitabiah. Keintiman relasi dengan Allah tidak pernah menjadikan umat-Nya menjadi liar dalam hal ibadah. Bagaimana kita beribadah bukan dilandaskan kepada wahyu baru ataupun selera kita melainkan kepada prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam Alkitab.(12)

Selanjutnya, Cole menyatakan bahwa wahyu Allah menggantikan doktrin yang baku. Ini suatu penghinaan terhadap otoritas Alkitab. Cole mengkritik gereja Injili yang menurutnya terlalu kaku memegang doktrin, pengakuan iman dan mengabaikan wahyu dan nubuatan yang baru.
“Doktrin dan kredo menjadi sesuatu yang tidak dapat diganggu gugat lagi, lalu muncul hasrat untuk mempertahankan kedudukan yang ada. Apabila orang tidak berusaha mencari dan mendapatkan wahyu baru yang akan membuahkan suatu kemajuan…Pada titik ini jugalah kehidupan mulai terasa membosankan…Taktik-taktik manusiawi mulai menggantikan hal-hal yang bersifat nubuatan.”(13)

Dan lucunya, Cole memberikan beberapa kritikan tajam kepada pembacanya dan juga kaum Ortodoks/Injili yang percaya bahwa Allah sudah berhenti berfirman:
“Apabila Anda berpuas diri dengan wahyu yang lama tanpa pernah mau mencari atau menerima wahyu yang baru, inspirasi Anda pun akan terhenti, mengeras dan menjadi bentuk institusional yang kaku – selanjutnya Anda akan menjadi manusia yang ‘mengkristal’.”(14)
“Apabila orang menolak wahyu yang baru, maka ia akan terjerumus ke dalam proses kristalisasi. Padahal, Tuhan adalah Allah yang tidak mengenal kemandekan. Dia terus menerus menyatakan diri-Nya untuk memulihkan segala sesuatu sebelum kedatangan Kristus yang kedua kalinya.”(15)
“Orang semacam ini lalu akan meredakan perasaan bersalahnya dengan membenarkan dirinya sendiri, yaitu dengan cara mencemooh gelombang lawatan Roh Allah dan penyingkapan wahyu-Nya yang baru.”(16)
“Oleh karena itu, sebelum dihancurkan Allah, orang-orang semacam ini sebenarnya lebih baik merendahkan diri di hadapan Allah, bertobat, dan meminta wahyu baru dari Allah, sehingga sukacita ilahi itu akan mengisi kehidupan mereka lagi dan hubungan yang benar dengan Allah dapat terjalin kembali dengan baik.”(17)
“Allah menyediakan wahyu bagi Anda!”(18)

Jelas dari kalimat ini Cole anti dengan doktrin dan pengakuan iman yang selama ini dipegang dan diajarkan oleh gereja-gereja Injili/Ortodoks. Dengan statement ini Cole merendahkan otoritas Alkitab yang adalah satu-satunya wahyu Allah tertulis bagi kita. Ia lebih suka menerima wahyu baru daripada menerima Alkitab sebagai otoritas dalam pengajarannya.

Ini bertentangan dengan prinsip Sola Scriptura. Dalam Belgic Confession, salah satu pengakuan iman Reformed yang penting pada artikel 7 tentang The Sufficiency of Scripture, dikatakan, “for since it is forbidden to add to substract from the Word of God (sebab itu dilarang menambahkan atau mengurangi Firman Allah).”(19) Hal ini tidak mengherankan sebab ketika Anda membaca doktrin-doktrin yang diajarkan Cole, Anda akan menemukan penyimpangan bahkan penyesatan karena ia tidak mau terikat kepada doktrin dan pengakuan iman yang dianggapnya baku (kaku). Statement di atas menunjukan betapa dangkalnya cara berpikir Cole. Ia tidak memahami sejarah gereja dengan baik mengapa muncul doktrin dan apa pentingnya doktrin dan pengakuan iman dalam sepanjang sejarah gereja. Tanpa doktrin/pengajaran Tuhan Yesus dan para rasul gereja tidak akan berdiri di dunia ini. Tanpa pengakuaan iman yang dibuat bapak-bapak gereja, gereja akan melenceng dari doktrin yang asali. Mengenai pentingnya Alkitab/doktrin dan pengakuan iman, perhatikan kalimat yang dikatakan Alister McGrath dalam bukunya The Genesis of Doctrine berikut ini:
“Henry Scott Holland summarized the situation with admirable clarity: we cannot now, in full view of the facts, believe in Christ, without finding that our belief includes the Bible and the Creeds.”(20)
(Henry Scott Holland meringkas suatu situasi/permasalahan dengan kalimat yang jelas: berdasarkan fakta-fakta yang ada, kita tidak dapat percaya kepada Kristus, tanpa menemukan bahwa keyakinan iman kita juga termasuk Alkitab dan pengakuan-pengakuan iman).

Perlu Anda ketahui bahwa pemikiran Cole yang anti kepada doktrin dan pengakuan iman ini jelas bukan cara berpikir theologi Reformed/Injili. Tidak ada gereja Reformed atau Injili yang anti dengan doktrin yang benar dan pengakuan iman. Doktrin dan pengakuan iman adalah pondasi gereja yang tidak boleh dirubah, karena merubah doktrin berarti membongkar kekristenan itu sendiri.
Terakhir, Cole juga menghubungkan wahyu baru dengan pertumbuhan kerohanian seseorang.
“Tidaklah salah apabila manusia begitu menggebu-gebu dan bersemangat akibat pertobatan yang baru dialaminya. Wajar juga bila seseorang sangat tergetar oleh kemenangan rohani yang diperolehnya. Tetapi, semuanya itu hendaknya tidak membuat manusia lupa untuk kembali kepada Allah guna mendapatkan lagi wahyu yang baru.”(21)

Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa pertumbuhan rohani seseorang didapat dari wahyu yang baru, melainkan kembali kepada Firman Allah yang sudah lengkap. Dalam peristiwa Pentakosta, di mana ada 3000 jiwa yang bertobat, tidak pernah dikatakan orang yang bertobat diperintahkan untuk mencari wahyu baru sebaliknya: Kisah Para Rasul 2:42, “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.”
Sepanjang bab 9 dalam bukunya Menjadi Pria Sejati, Cole memakai istilah-istilah “wahyu”, “inspirasi” dengan tidak bertanggung jawab. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Cole sendiri tidak memahami iman Kristen dengan baik. Ia berbicara panjang lebar tentang wahyu dengan pemahaman yang salah total sehingga menghasilkan tulisan yang juga menyesatkan pembacanya. Dalam penjelasannya tentang Alkitab, Cole hanya menyinggung isi Alkitab tanpa menegaskan hakekat Alkitab itu sendiri. Dengan kata lain Cole tidak pernah menyatakan bahwa Alkitab adalah firman Allah yang sudah selesai diwahyukan. Inilah pengertian Cole tentang apa itu Alkitab:
“Alkitab adalah sebuah kitab sejarah, puisi, amsal, silsilah, hukum, nubuatan, pengajaran dan riwayat hidup. Salib merupakan topik utama dari Alkitab. Dalam Perjanjian Lama ada taurat, sejarah, puisi dan nabi-nabi. Dalam Perjanjian Baru ada Injil, sejarah, surat para rasul dan Wahyu.”(22)

Cole juga lupa bahwa tidak setiap saat Allah memberikan wahyu-Nya. Pada masa intertestamental (masa antara PL – PB) Allah tidak berfirman 400 tahun lamanya. Jika Allah bisa berhenti berfirman pada masa itu, mengapa Allah tidak bisa berhenti berfirman pada saat ini ketika Alkitab sudah menjadi kanon dan lengkap?


PENOLONG YANG LAIN ala COLE
Dengan memerankan diri sebagai nabi maka jangan heran Cole merasa mendapat pimpinan ‘langsung’ dari Roh Kudus. Berulang kali ia menyatakan pimpinan Roh Kudus yang berbeda dengan kebanyakan orang lain. Perkataan Cole dalam bukunya ini, kembali mengingatkan saya kepada Montanus, bapak gereja yang sesat yang terus menerus mendapatkan pimpinan bahkan wahyu secara khusus dari Roh Kudus. Ini seperti efek domino, ketika seseorang menganggap diri sebagai nabi, ia akan merasakan pimpinan Roh Kudus berbeda dari orang lain. Inilah yang Cole katakan:
“…saya merasakan Roh Kudus membisikkan kepada saya untuk juga menjangkau orang lain. Menyatakan perintah Allah kepada bangsa-bangsa lain, kepada setiap orang yang percaya dan yang belum percaya di mana pun mereka berada, dikotakota, di desa-desa dan di dalam persekutun-persekutuan.”(23)
Tetapi, Roh Kudus melangkah masuk, dengan tenang, dan hening, Ia membisikkan sebuah kalimat di dalam hati saya: “Bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu.”(24)
“Sebagaimana mereka berdoa, makin tampaklah bahwa yang berbicara adalah Roh Kudus – dan saya menerima pesan tersebut sebagai tujuan yang Allah berikan kepada saya.”(25)

Dengan apa yang ia katakan ini sebenarnya Cole telah melecehkan kehadiran Alkitab. Memang dalam PL khususnya, Allah berbicara langsung kepada nabi-Nya. Namun itu sebelum Alkitab dikanonkan. Setelah Alkitab menjadi kanon, Roh Kudus bekerja dan berbicara melalui Firman. Roh Kudus dan Firman tidak bisa dipisahkan.
“For Calvin, Word and Spirit belong inseparably together. The Spirit does not witness apart from the Word ; The Word without the work of the Spirit has no power or efficacy.”(26)
(Bagi Calvin, Firman dan Roh Kudus tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Roh Kudus tidak bersaksi terpisah dari Firman. Firman tanpa pekerjaan Roh Kudus tidak memiliki kuasa atau efektifitas).

Mengapa para reformator menghubungkan Roh Kudus dan Firman dalam pemikiran mereka? Karena mereka sudah melihat gejala seperti ini di dalam zaman mereka.
“On the other hand, some of Calvin’s contemporaries, ‘fanatics’ he called them were so enamoured of the Spirit that they saw little need for the written Word. Hence, “these rascal tear apart those things which the prophet joined together with an inviolable bond” (Inst. 1.9.1).(27)
(Pada sisi yang lain, beberapa orang sezaman Calvin yang ia panggil ‘fanatik’ sangat tergila-gila dengan Roh Kudus sehingga mereka tidak terlalu membutuhkan Firman. Mereka ini merusak apa yang dipersatukan oleh para nabi dengan ikatan yang seharusnya tidak boleh dirusak (Inst 1.9.1)).

Bukan itu saja, Cole dengan jelas menyetujui bahwa fenomena-fenomena dalam ibadah yang ecstatic adalah lawatan Roh Kudus. Ia berkata:
“Dengan gerakan yang tiba-tiba, tangan beberapa pria terangkat ke atas, dan mereka mulai menangis dan menjerit di dalam pujian dan penyembahan kepada Allah. Roh Kudus melawat kapel yang terletak di daerah pegunungan itu…”(28)

Cole menunjukkan konsistensinya bahwa ibadah yang benar harus berdasarkan kepada wahyu yang baru. Inilah yang disebut ibadah yang intim dengan Allah. Seperti yang saya telah jelaskan di atas, rupanya ini telah menjadi suatu trend dalam camp pria sejati. Anda seharusnya bisa menilai sendiri apa yang salah dengan ibadah seperti ini. Cole melanjutkan pengalamannya dengan Roh Kudus dalam pristiwa lainnya.
“Suatu ketika saya sedang melayani seorang pendeta di Chicago, tiba-tiba Roh Kudus mengambil alih ‘saat-saat Allah’ itu.”(29)
“Bertahun-tahun kemudian Tuhan kembali menyampaikan firman-Nya secara khusus kepada saya. Ketika itu saya sedang berpuasa dan seperti biasa, pagi itu saya juga berjalan-jalan menyusuri pantai seorang diri di tengah-tengah udara yang masih terasa begitu dingin dan berkabut. Saya kemudian berseru kepada Allah dan Roh-Nya menyampaikan kelima “firman” ini kepada roh saya: “Kuduskanlah dirimu. Beritakanlah firman Tuhan. Jangan ragu akan apa pun. Gunakanlah emas, namun jangan jamah kemuliaannya. Naikanlah doa yang terdapat dalam Kis 4:24.”(30)
“Ketika akhirnya saya merenungkan kejadian itu, saya mendengar suara lembut Roh Kudus berbicara dalam hati dan pikiran saya dan menyampaikan perkataan Yesus.”(31)

Dalam pembicaraannya tentang Roh Kudus, kita melihat bahwa Cole selalu memahami relasinya dengan Roh Kudus dengan cara yang berbau prophetic (kenabian). Ia seolah-olah ingin menunjukkan bahwa dirinya begitu istimewa. Terus menerus mendapat wahyu/firman yang baru. Sekali lagi saya tegaskan bahwa Allah bekerja dengan cara yang berbeda sebelum dan sesudah Alkitab selesai dituliskan. Memang kepada para nabi dan rasul, Roh Kudus menuntun mereka secara langsung (misal: Kis. 16:6). Tetapi harus diingat bahwa Cole bukanlah nabi ataupun rasul. Sebaliknya, dalam Alkitab juga begitu banyak peringatan kepada orang-orang yang merasa mendapat firman/wahyu dari Allah padahal sebenarnya tidak.(32)

Yeremia 23:21, “Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat.”
Yeremia 14:14 Jawab TUHAN kepadaku: “Para nabi itu bernubuat palsu demi nama-Ku! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri.”
Maka orang Kristen sejati harus memiliki kewaspadaan terhadap nabi palsu yang senang mengkalim diri bahwa Roh Kudus berfirman kepadanya. Berhati-hatilah kepada orang seperti ini.


BUKAN YESUS YANG KUKENAL
Dalam bukunya Cole berbicara banyak tentang pribadi Yesus. Cole percaya bahwa Yesus Allah-manusia, misalnya dalam kalimat berikut ini:
“Kenyataan tersebut menghadapkan kita pada suatu pertanyaan yang telah digumuli umat manusia sejak dua ribu tahun silam. Bagaimana kita dapat menghampiri Allah-manusia, Yesus Kristus ini?”(33)
“Dia datang sebagai Anak Allah dan Anak Manusia- ketuhanan yang sempurna dan kemanusiaan yang sempurna bersatu dalam Pribadi Kedua dari Tritunggal. Allah yang sejati dan manusia yang sejati.”(34)

Kalimat di atas tidak ada masalah, karena sesuai dengan pengakuan iman Chalcedon, pribadi Yesus Kristus memang memiliki dua sifat yaitu ilahi dan manusia. Namun kita jangan berhenti hanya kepada kalimat ini saja, dalam aplikasi dan penerapannya Cole selalu menghubungkan Yesus Kristus dengan pemahaman pria sejati secara sangat naïf, misalnya dalam kalimat-kalimat seperti berikut:
“Saya berhenti berbicara dan memberi kesempatan bagi pria yang belum pernah mengambil keputusan untuk menjadi “pria sejati” agar maju dan menyatakan sikap mereka. Sewaktu ratusan pria beringsut maju ke depan, pria-pria yang lain bersorak gemuruh, “Yesus, Yesus, Yesus!”(35)
“Dia adalah “Pria yang sejati”. Oleh karena itu, setiap pria yang menemukan dan mengidentifikasikan dirinya dengan Kristus akan merasa benar-benar mantap juga dengan citra dirinya. Dan, selanjutnya Kristus akan membentuk mereka kembali agar sesuai dengan gambar-Nya yang sempurna itu.”(36)

Hanya karena seseorang maju dan bertobat, ia disamakan seperti Yesus? Dan herannya Cole bangga dengan teriakan-teriakan seperti ini. Adakah di dalam Alkitab orang berdosa yang bertobat lalu disamakan/menyamakan dirinya dengan Tuhan Yesus? Yang ada justru kebalikannya:
Lukas 18:13, “Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.”
Lukas 5:8, “Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.”
Jelas dalam pristiwa yang dibanggakan Cole ini tidak menghormati pribadi Yesus Kristus.(37)

Tidak ada nabi/rasul dalam Alkitab yang mengajarkan bahwa orang yang bertobat diidentifikasi seperti Yesus. Apa yang dibangga-banggakan Cole dengan KKRnya pada saat yang sama sangat melecehkan pribadi Kristus. Demikian pula apa betul setiap orang yang menyamakan dirinya dengan Kristus otomatis jadi pria sejati? Anehnya Tuhan Yesus justru malah mengingatkan agar kita hati-hati dengan orang yang menyamakan dirinya dengan Dia.
Matius 24:23, “Pada waktu itu jika orang berkata kepada kamu: Lihat, Mesias ada di sini, atau Mesias ada di sana, jangan kamu percaya.”
Matius 24:26, “Jadi, apabila orang berkata kepadamu: Lihat, Ia ada di padang gurun, janganlah kamu pergi ke situ; atau: Lihat, Ia ada di dalam bilik, janganlah kamu percaya.”
Ini adalah peringatan terhadap mesias-mesias palsu. Mereka adalah orang-orang yang mengidentifikasikan diri mereka dengan Kristus. Jika Cole benar bahwa setiap pria yang mengidentifikasikan diri mereka dengan Yesus otomatis jadi pria sejati, maka David Koresh adalah pria yang paling sejati, sebab ia menganggap dirinya adalah jelmaan Yesus Kristus.

Pada kesempatan yang lain Cole percaya bahwa kematian Yesus untuk menebus dosa-dosa manusia. Ia mengatakan:
“Itu sebabnya Yesus harus mati untuk menebus dosa-dosa kita, karena kita tidak mungkin menyucikan diri kita sendiri.”(38)
“Untuk menggenapi kehendak Allah, Kristus rela menanggung dosa seluruh dunia di Bukit Kalvari…Dia memikul tanggung jawab atas perbuatan orang-orang yang paling cemar dan tercela, menanggung kesalahan dan aib mereka, dan menanggung hukuman yang seharusnya menimpa mereka, padahal Dia sama sekali tidak berdosa dan tidak bersalah.”(39)

Namun, siapa Yesus yang mati menebus dosa kita ini? Seperti yang telah saya katakan di atas, Cole tidak mau terikat kepada doktrin dan pengakuan iman, maka Yesus yang Cole tuliskan dalam bukunya ini jelas bukan pribadi kedua Allah Tritunggal. Buktinya apa?
Pertama, Cole berulang kali menyatakan bahwa Yesus adalah ciptaan.
“Para pria tersebut tiba-tiba menyadari bahwa menjadi pria sejati artinya adalah menjadi seperti Yesus, satu-satunya Pria yang pernah hidup tepat sesuai dengan kehendak dan tujuan Allah dalam menciptakan diri-Nya.”(40)
“Yesus datang ke dunia sebagai perwujudan gambar Allah. Dia mengetahui dalam citra Siapa diri-Nya diciptakan, serta Siapa yang diwakili-Nya di bumi ini.”(41)

Kedua, betulkah Yesus yang dikatakan Cole tidak berdosa? Kalau memang demikian, mengapa Yesus perlu mengalami kelahiran baru? Perhatikan apa yang ia katakan tentang Yesus:
“Oleh karena kedudukannya sebagai Anak Allah, Yesus memampukan manusia menjadi anak-anak Allah, yaitu dengan cara manusia harus dilahirkan kembali oleh Roh Allah seperti yang telah dialami Yesus.”(42)

Bukan saja Tuhan Yesus perlu dilahirbarukan, Yesus Kristus juga perlu pengampunan. Ini yang dikatakan Cole:
“Ini adalah bagian yang maksimal dari kepriaan Anda. Memberi dan menerima pengampunan adalah tindakan yang menyerupai Kristus.”(43)

Pertanyaan saya kepada Cole, kapan Tuhan Yesus menerima pengampunan? Prinsip ini secara tidak langsung mengatakan bahwa Yesus bisa berdosa/bersalah dan membutuhkan pengampunan. Ajaran dari mana yang menyatakan Kristus seperti ini?
Meskipun Cole berbicara panjang lebar tentang pribadi Yesus, Kristologi Cole memiliki kesalahan yang sangat fundamental bahkan menyesatkan. Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa Yesus adalah ciptaan, Ia adalah Allah yang sama kekal, sama kuasa dengan Allah Bapa. Ia adalah pencipta bukan ciptaan seperti yang dikatakan Cole.
Kolose 1:16, “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.”
Ibrani 1:2, “maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta.”
Yohanes 1:3, “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.”
Alkitab juga tidak pernah mengajarkan bahwa Yesus harus mengalami kelahiran baru seperti kita. Justru sebaliknya, Yesuslah yang mengajarkan doktrin kelahiran baru (Yoh. 3). Bila Yesus harus mengalami kelahiran baru seperti kita, maka Yesus versi Cole adalah Yesus yang bisa berdosa dan ini bukan Yesus yang kita kenal. Inilah konsekwensinya bila Cole berpendapat bahwa doktrin dan pengakuan iman yang selama ini dipegang gereja sepanjang zaman dianggap terlalu kaku. Dalam hal ini tidak berlebihan apa yang Cole ajarkan tentang Kristus dalam bukunya ini mirip dengan ajaran Saksi Yehuwa. Saksi Yehuwa mengajarkan bahwa Yesus adalah ciptaan dan mengalami kelahiran baru (menjadi allah) saat Ia dibaptis. Apa bedanya?


TRITUNGGAL YANG ANEH
Cole berbicara tentang doktrin Tritunggal walaupun hanya singkat. Namun seperti biasanya, ketika berbicara tentang doktrin, ajaran Cole patut dipertanyakan.
“Para theolog menjelaskan tentang kedudukan Allah, Anak dan Roh Kudus dalam Tritunggal Allah, sebagai berikut: Anak = Visioner (pemegang visi), Roh Kudus = Administrator (pengelola), Bapa = Penguasa.”(44)
Pertama, siapa yang dimaksud oleh Cole dengan ‘para theolog’ dalam statement ini? Sebagai penulis, ketika ia mengutip perkataan seseorang ia harus menuliskan sumbernya dengan jelas. Ini adalah suatu pertanggung jawaban akademis. Apa yang Cole maksudkan dengan Anak = visioner? Roh Kudus = Administrator dan Bapa = penguasa? Ia sama sekali tidak memberikan penjelasan apa-apa. Lagipula sejauh saya mempelajari Tritunggal tidak ada theolog siapa pun yang mengajarkan Tritunggal seperti ini selain Cole. Di mana ayat-ayat yang mengajarkan doktrin Tritunggal seperti ini? Jangan-jangan ini karangan Cole sendiri.

Pembahasan tentang Tritunggal adalah sesuatu yang rumit yang tidak mungkin bisa dijelaskan secara tuntas dalam makalah ini. Secara umum, para theolog Reformed dan bapak-bapak gereja membagi Allah Tritunggal menjadi 2 pemikiran: Immanent Trinity (ad intra), yaitu relasi di antara masing-masing pribadi Tritunggal terlepas dari dunia ciptaan. Yang kedua adalah Economic Trinty (ad extra) yaitu apa yang Allah Tritunggal kerjakan dalam dunia ciptaan-Nya (penciptaan, keselamatan, wahyu, dsb). Dari semua pemikiran Allah Tritunggal dalam sepanjang sejarah gereja tidak ada satupun yang berpikiran seperti Cole. Bandingkan dengan pemikiran Gregory of Nyssa yang mewakili pandangan gereja secara umum:
“Gregory of Nyssa’s parsing still makes good sense: “Every operation which extends from God to the creation ... has its origin from the Father, proceeds through the Son, and is perfected in the Holy Spirit.”(45)
(Kalimat Gregory dari Nyssa masih masuk akal: setiap hal yang dikerjakan Allah dalam kaitannya dengan penciptaan … memiliki asal dari Bapa, diteruskan melalui Anak dan disempurnakan dalam Roh Kudus.)

Ini juga menunjukkan bahwa Cole tidak memahami doktrin yang begitu penting ini dengan komprehensif.


DOSA dan PENGAMPUNAN VERSI ED COLE
Cole banyak berbicara tentang dosa dan pengampunan dalam buku Kesempurnaan Seorang Pria. Mari kita kaji apa yang ia ajarkan tentang dosa dan pengampunan. Hal pertama yang cukup mengejutkan kita adalah Cole tidak percaya dosa asal/ turunan (original sin). Ini tulisannya:
“Dosa tidak memiliki sifat turun-temurun.”(46)
Suatu kalimat yang singkat tetapi sangat menyesatkan dan berbahaya. Sepanjang sejarah gereja, gereja yang ortodoks semua percaya bahwa dosa Adam diwariskan/diturunkan kepada setiap manusia yang pernah lahir kedalam dunia ini. Hanya bidat seperti Pelagianisme yang mengajarkan bahwa manusia dilahirkan tanpa dosa asal, manusia baik dan suci pada dasarnya. Bidat lainnya bagi saya adalah Cole sendiri.

Pengakuan iman Westminster yang juga adalah salah satu pengakuan iman resmi gereja-gereja Reformed mengatakan hal yang sebaliknya dari Cole. Pada bab 6 tentang kejatuhan manusia dalam dosa dikatakan:
“They being the root of all mankind, the guilt of this sin was imputed, and the same death in sin and corrupted nature conveyed to all their posterity, descending from them by ordinary generation.”(47)
(Mereka/Adam dan Hawa adalah nenek moyang semua manusia, dosa ini ditularkan, dan kematian dalam dosa serta nature yang tercemar dosa di teruskan kepada keturunan mereka, ditularkan dari mereka melalui kelahiran).

Alkitab dengan tegas mengatakan dalam Mazmur 51:5 bahwa sejak dalam kandungan kita sudah berdosa dan mewarisi dosa. “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.” Demikian pula Paulus dalam Roma 5:12 berbicara dengan jelas bahwa dosa Adam itu diwariskan kepada setiap manusia. “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.”
Alkitab berkata bahwa hanya Tuhan Yesus yang tidak tercemar dosa asal ini. Jika Cole menolak doktrin original sin, bagaimana ia menjelaskan sifat dosa yang ada dalam diri manusia? Dan untuk apa Tuhan Yesus mengharuskan kita dilahir-barukan kembali untuk masuk kerajaan surga? Yang lebih serius, untuk apa Tuhan Yesus mati menebus dosa manusia?

Pemahaman Cole tentang pengampunan dosa juga patut dipertanyakan secara exegesis. Ia mendefinisikan pengampunan dengan pemikiran yang non-Alkitabiah:
“Bila Anda tidak memaafkan dosa yang sudah diperbuat oleh seseorang terhadap Anda, sesungguhnya Anda sedang menanggung dosa tersebut; menahannya. Akibatnya Anda akan membuat kesalahan-kesalahan yang sama terhadap orang lain.”(48)

Cole mengatakan kalimat seperti ini, tapi tidak memberikan dasar ayatnya. Mengapa? Karena memang tidak ada ajaran seperti ini di dalam Alkitab! Ini adalah doktrin ciptaan Cole sendiri. Ajaran ini sama sekali tidak mendorong orang untuk mengampuni, malahan bisa menjadikan si korban yang menanggung dosa pelaku. Untuk memahami logika berpikir Cole, perhatikan contoh kasus sederhana ini.
Misalnya: Amir mencuri uang Agus, tetapi Agus (korban) tidak mau memaafkan Amir (pelaku). Menurut Cole yang menanggung dosa pencurian bukan Amir tapi Agus, karena Agus tidak mau memaafkan Amir. Jadi ujung-ujungnya Agus (korban) benar-benar kasihan hidupnya. Ia sudah kehilangan uang, berdosa karena tidak mau mengampuni dan ditambah lagi menanggung dosanya Amir, karena ia tidak mau mengampuni. Anda bingung? (kalau Anda bingung berarti Anda normal). Dan lebih anehnya lagi, karena Agus tidak mau memaafkan Amir, ia akan tertular jadi pencuri seperti orang yang tidak mau ia ampuni (Amir). Sungguh ajaran yang anehnya luar biasa!

Alkitab dalam terang theologi Reformed mengajarkan hanya ada tiga imputation (pelimpahan). Imputation Pertama adalah dosa Adam kepada keturunannya. Imputation kedua adalah dosa kita ditanggung Yesus Kristus dan imputation ketiga adalah kebenaran Kristus diberikan kepada kita yang percaya kepada Dia (justification by faith). Tidak ada ajaran dalam Alkitab tentang dosa dan pengampunan seperti yang Cole ajarkan dalam bukunya ini. Cole benar-benar mendapat ‘wahyu’ baru.



Catatan kaki:
1. Sumber: Wikipedia Free Encyclopedia dengan topic “Edwin Louis Cole.”
2. Anda juga pasti tidak mau pergi ke “dokter” yang tidak pernah sekolah medis. Anda pasti akan merasa safe ketika pergi ke dokter yang memang benar-benar sekolah medis dan diakui.
3. Kemungkinan pertama sangat kecil atau bahkan tidak mungkin. Manusia dalam dirinya adalah mahluk yang butuh pengakuan. Semua orang yang pernah bersekolah dan memiliki gelar cenderung akan menyebutkannya pada saat ia menuliskan sebuah buku, membuat kartu nama, dsb. Saya sudah membaca banyak buku, tidak ada orang yang memiliki gelar akademis tetapi tidak menuliskannya dalam judul bukunya atau paling tidak dituliskan dalam biografi penulis.
4. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, Edisi Revisi (Jakarta: Metanoia, 2003), hlm. 5.
5. Flip cover sampul halaman belakang buku “Menjadi Pria sejati”
6. Donald McKim (Editor), Cambridge Companion to John Calvin (United Kingdom: Cambridge University Press, 2004), hlm. 156 (Ebook). Bandingkan juga pemikiran Calvin dalam Calvin: Institutes of the Christian Religion 2, Ed. John T. McNeill (Philadelphia: The Westminster Press), hlm. 1057-1061.
7. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, hlm. 5.
8. Ibid., hlm. 2.
9. Ibid, halaman prakata.
10. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, Edisi Revisi (Jakarta: Metanoia, 2006), hlm. 140.
11. Ibid., hlm. 141.
12. Tidak mengherankan didalam camp/ retreat yang diadakan oleh gerakan CMN ini, banyak orang berteriak di tengah-tengah khotbah “123 Yes..Yes..” berulang-ulang. Inikah ibadah yang intim dan berkenan kepada Tuhan?
13. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, hlm. 141-142.
14. Ibid., hlm. 147.
15. Ibid, hlm. 142-143.
16. Ibid., hlm. 143.
17. Ibid., hlm. 143.
18. Ibid., hlm. 150.
19. Ecumenical Creeds and Reformed Confession (Grand Rapids: CRC Publication, 1988), hlm. 82.
20. Alister McGrath, The Genesis of Doctrine (Grand Rapids: Eerdmans, 1990), hlm. 172.
21. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, Edisi Revisi, hlm. 148.
22. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, hlm. 151.
23. Ibid, hlm. 15.
24. Ibid., hlm. 40.
25. Ibid., hlm. 173
26. Donald McKim ,ed. , Reading in Calvin’s Theology (Grand Rapids: Bakerbook House, 1984), Calvin’s view of Scripture by Donald McKim, hlm. 58.
27. Timothy George, Theology of the Reformers (Nashville: Broadman Press,1988), hlm. 197.
28. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, hlm. 7- 8.
29. Ibid., hlm. 168.
30. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, hlm. 135.
31. Ibid., hlm. 270.
32. Kritik ini juga berlaku pada point di mana Cole mengklaim diri sebagai nabi Allah.
33. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, hlm. 8.
34. Ibid., hlm. 64.
35. Ibid., hlm. 9.
36. Ibid., hlm. 47.
37. Ini salah satu contoh dari apa yang Cole katakan bahwa ibadah yang formal berarti jauh dari wahyu Allah. Ibadah yang ia lakukan seperti ini berarti ‘intim’ dengan Allah. Benarkah KKR seperti ini intim dengan Yesus, atau sebaliknya tidak hormat kepada pribadi Yesus?
38. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, hlm. 20.
39. Ibid., hlm. 223-224.
40. Ibid., hlm. 9.
41. Ibid., hlm. 47.
42. Ibid., hlm. 228.
43. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, hlm. 45.
44. Edwin Louis Cole, Menjadi Pria Sejati, hlm. 130.
45. Kevin J. Vanhoozer, Remythologizing Theology: Divine Action, Passion, and Authorship (United Kingdom: Cambridge University Press, 2010), hlm. 269. (Ebook)
46. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, hlm. 46.
47. G.I Williamson, The Westminster Confession of Faith (Philadelpia: P&R, 1964), hlm. 56.
48. Edwin Louis Cole, Kesempurnaan Seorang Pria, hlm. 44.




Sumber: http://gracia4christ.wordpress.com/







Editor dan Pengoreksi: Denny Teguh Sutandio.