16 June 2008

Bagian 2

Manusia: Peta Teladan Allah-2


Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. (Kej 1:26-27)

Kejadian 1:26-27 adalah satu-satunya tempat di dalam permulaan penciptaan yang membicarakan tentang manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah.

Apa Artinya Peta Teladan Allah?
Tidak ada ciptaan lain, yang kepadanya Tuhan menyatakan istilah penting ini. Mungkin kita bisa memikirkan malaikat mempunyai peta dan teladan Allah, tetapi itu tidak ditulis di dalam Kitab Suci, dan malaikat berada di dunia roh, berbeda dengan ciptaan di dalam dunia materi. Ketika Tuhan menciptakan langit dan bumi, di dalam dunia materi, segala sesuatu yang kelihatan, diakhiri dengan penciptaan manusia yang mempunyai peta dan teladan Allah. Manusia mempunyai peta teladan Allah, berati manusia mirip dengan Sang Penciptanya.
1. Sifat Rohani
Kemiripan ini dalam aspek yang bagaimana? Karena Tuhan itu Roh adanya, maka kita harus mengerti dari sifat rohaniah bukan sifat materi. Allah itu bukan materi, Allah itu Roh adanya. Kalimat yang paling penting ini dimunculkan di dalam Yohanes 4:24, “Allah itu Roh adanya, karena itu barangsiapa yang datang menyembah Dia, harus menyembah di dalam Roh dan kebenaran.” Pengertian ini bukan dinyatakan oleh nabi atau rasul, tetapi oleh Tuhan Yesus sendiri. Allah itu bukan materi dan tidak bersifat material, maka kita mengerti sifat peta teladan dari aspek rohaniah. Manusia dicipta dengan kemungkinan sifat rohani yang tidak ada pada makhluk yang lain.

2. Dikotomi dan Trikotomi
Kini kita perlu membedakan dahulu, pemikiran dikotomi dan trikotomi. Dikotomi berarti manusia terdiri dari unsur materi dan unsur rohani. Tubuh itu materi, dan jiwa itu bersifat rohani. Maka manusia mempunyai tubuh, manusia juga mempunyai jiwa. Tetapi ada ajaran yang lain, berdasarkan 1 Tes 5:23, roh, jiwa dan tubuh manusia. Manusia dicipta dengan unsur tubuh, unsur jiwa, dan unsur roh. Ketiga ini menjadi kombinasi seluruh manusia (trikotomi).
Apakah masing-masing mempunyai dasar Alkitab? Ya. Dikotomi mempunyai dasar Alkitab yang sangat jelas. Yakobus mengatakan, tubuh tanpa jiwa itu mati. Alkitab juga mengatakan, pada waktu Elia membangkitkan anak budak, maka jiwanya kembali kepada tubuhnya, dan anak itu hidup kembali. Dengan demikian unsur jiwa yang tidak kelihatan dan unsur tubuh yang kelihatan, merupakan dua unsur yang membentuk manusia. Inilah dasar Alkitab dikotomi. Sedangkan trikotomi mempunyai dasar Alkitab, “Biarlah engkau suci di dalam tubuhmu, di dalam jiwamu dan di dalam rohmu.” (1 Tes 5:23) Maka dari sini mereka menegaskan, seharusnya manusia dibentuk dari 3 bagian, yaitu roh, jiwa, dan tubuh.
Theologi Reformed menyetujui dikotomi, bukan trikotomi. Kenapa? Karena dukungan untuk pemikiran trikotomi hanyalah satu ayat. Di banyak ayat lain, istilah roh dan jiwa keluar, tetapi menggambarkan satu entity yang sama, yaitu bagian yang tidak kelihatan, sedangkan yang disebut tubuh materi ini adalah bagian yang kelihatan. Tubuh fisik adalah bagian yang di luar dan jiwa yang tidak kelihatan ada di dalamnya. Orang trikotomi mengatakan, binatang memiliki jiwa dan tubuh, tetapi tidak mempunyai roh, sedangkan manusia mempunyai jiwa, tubuh, dan roh. Maka jiwa dan tubuh ditambah dengan roh menjadi manusia, sedangkan jiwa dan tubuh adalah binatang biasa saja. Ajaran demikian tidak benar. Pada waktu Allah menciptakan manusia, Dia membentuk debu tanah dan menghembuskan nafas, dan menjadi manusia yang hidup, atau jiwa yang hidup atau roh yang hidup. Maka orang dikotomi berusaha menjelaskan hal ini, yaitu tubuh yang dibentuk ditambah dengan hembusan nafas ke dalam, dua unsur yang membentuk manusia yang hidup. Tetapi orang trikotomi mengatakan bahwa tubuh itu sudah dibentuk dan roh dihembuskan, kemudian timbullah dengan mendadak yaitu jiwa. Tubuh manusia diciptakan Tuhan dan roh itu dihembuskan, dan ketemu menghasilkan jiwa. Jikalau, jiwa adalah hasil kontaknya tubuh dan roh, bagaimana menjelaskan jiwa dari binatang-binatang? Binatang-binatang itu mempunyai jiwa, apakah itu hasil kontak roh dan tubuh, kemudian menjadi jiwa? Tidak ada ajaran Alkitab tentang hal itu. Karena itu Engkau harus percaya, Tuhan menciptakan jiwa untuk masuk ke dalam tubuh binatang-binatang itu, dan jiwa yang dimasukkan itu apakah hembusan nafas Tuhan sendiri?
Istilah “nafas” dari bahasa Indonesia berasal dari bahasa Ibrani “nephes” yang artinya sama dengan “roh.” Sesuatu hembusan dari Tuhan Allah disebut roh, yang dihembuskan ke dalam manusia. Maka kita mengetahui Allah menghembuskan roh ke dalam tubuh manusia, manusia menjadi makhluk yang hidup, orang yang berohani yang hidup, orang yang mempunyai jiwa yang hidup. Lalu apakah kita juga harus percaya Tuhan menghembuskan nafas ke dalamnya? Kalau Tuhan menghembuskan roh ke dalam tubuh binatang, lalu mendapatkan jiwa sebagai hasil kontak, dan menjadi binatang yang mempunyai jiwa, lalu rohnya kemana? Maka hal ini sama sekali tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Theologi Reformed mengatakan, ada jiwa manusia dan ada jiwa binatang, bedanya adalah jiwa manusia adalah jiwa yang mempunyai peta teladan Allah, sedangkan jiwa binatang tidak mempunyai peta teladan Allah. Allah hanya memberikan nyawa kepada dia, Allah hanya memberikan kehidupan yang sangat sederhana kepada binatang-binatang. Tetapi waktu Allah mencipta manusia, Tuhan memberikan peta teladan kepada manusia. Yang membedakan manusia dari binatang adalah bagian yang tidak kelihatan yang membuat manusia begitu berharga, begitu hormat, begitu mulia. Manusia mempunyai jiwa yang mempunyai peta teladan Allah.

3. Tiga Tingkat Manusia
Orang trikotomis memperkembangkan theologi mereka dan membagi manusia menjadi 3 golongan: manusia yang hidup dari kegiatan tubuhnya (sarkikos), manusia yang berdasarkan dari jiwanya (psikhikos), dan manusia yang hidup berdasarkan kegiatan rohaninya (pneumatikos). Mereka menganggap orang Kristen adalah orang yang di tengah, bukan yang tertinggi. Orang yang paling tinggi adalah pneumatikos, yaitu orang Gnostis. Karena orang Kristen hanya berdasarkan pada jiwa saja, bukan berdasarkan pada roh. Atau saya memakai istilah paksaan, orang badaniah, orang rohaniah, dan yang di tengah orang jiwaiah. Maka mereka mengalami kesulitan. Lalu orang yang di tengah ada apanya?
Watchman Nee, pada usia 36 tahun menulis 3 buku yang tebal, judulnya “Spiritual Man” (Orang Rohani). Di dalam tubuh kita ada tulang, ada darah, ada sel, ada daging, ada urat, ada organ-organ (mata, hidung, kuping, lidah, jantung, liver). Tetapi di dalam jiwa ada 3 unsur, yaitu rasio, emosi, dan kemauan.
Bagaimana dengan roh? Roh itu mempunyai apa? Jawabnya ada dua, pertama, roh itu mempunyai suatu perasaan hati nurani yang dikaitkan dengan naluri (daya dasar manusia), dan kedua, mempunyai perasaan agama yang datang kepada Tuhan. Di dalam roh mempunyai God-consciousness, di dalam jiwa mempunyai self-consciousness, dan di dalam tubuh mempunyai world-consciousness.

4. Kelemahan Trikotomi
Kesadaran mengenai dunia materi berada di dalam tubuh, kesadaran mengenai eksistensi diri berada di dalam jiwa, dan kesadaran mengenai eksistensi Allah berada di dalam roh. Ini tafsiran anthropologi orang trikotomi. Pikiran, emosi dan kemauan diletakkan di wilayah jiwa. Benarkah? Apakah roh tidak ada pengetahuan, tidak ada emosi, tidak ada kemauan? Apakah roh tidak mempunyai fungsi intelektualitas, tidak mempunyai fungsi benci-kasih? Allah itu roh atau jiwa? Jika Allah itu Roh, apakah Allah tidak memiliki intelektualitas, emosi, dan kemauan? Di sini Saudara langsung melihat kelemahan konsep trikotomi. Kalau roh itu hanya God-consciousness and moral-consciousness saja, di dalam jiwa manusia ada intelektual, bagaimana mengerti Allah yang adalah kebenaran, Allah tidak ada jiwa, hanya Roh saja? Maka jangan memisahkan secara paksa jiwa dan roh, menurut penguraian trikotomi.

5. Sifat Rohani
Allah adalah Roh, dan di dalam diri Allah ada kebenaran, ada kasih, ada kemauan, dan kehendak untuk melakukan segala perintah di dalam dunia. Intelek yang tertinggi ada pada Tuhan sendiri, emosi yang paling murni ada pada Tuhan sendiri, dan kehendak/perintah tertinggi ada pada Tuhan sendiri.
Di dalam Pengkhotbah 3:21 dikatakan: “Siapakah yang mengetahui, bahwa roh manusia menuju ke atas, dan roh binatang menuju ke bawah?” Ini pertama kali saya melihat Alkitab memakai kata “roh” (LAI: nafas) untuk binatang. Kalau binatang mempunyai roh dan manusia juga mempunyai roh, berarti tidak benar kalau kita mengatakan binatang tidak mempunyai roh, hanya jiwa saja. Karena Alkitab memakai istilah bahasa Ibrani ru’ach, yang berarti “roh.” Ayat ini membuktikan bahwa binatangpun mempunyai roh. Kalau demikian, apa bedanya roh binatang dan roh manusia? Yang disebut ru’ach di situ, adalah bagian yang tidak kelihatan.
Roh manusia dicipta menurut peta teladan Allah, maka roh manusia harus kembali kepada Allah, berdiri di hadapan Dia untuk bertanggung jawab. Sedangkan roh binatang masuk ke dalam tanah dan mereka akan musnah, karena mereka tidak mempunyai unsur kekekalan yang berelasi dengan Tuhan Allah. Binatang setelah mati selesai, tetapi tidak dengan manusia. Manusia dicipta menurut peta teladan Allah, sehingga roh kita harus kembali dan berdiri di hadapan hadirat Tuhan Allah.

6. Unsur ’Peta Teladan Allah’
Pengertian “peta teladan Allah” di sini mengandung beberapa unsur. Pertama, dia mempunyai sifat rohaniah yang mirip dengan Tuhan yang adalah Roh adanya, sehingga roh manusia mirip Tuhan Allah, dan roh binatang tidak. Kedua, roh manusia mempunyai suatu kesadaran yang sungguh-sungguh tentang eksistensi diri. Ketiga, roh yang berpeta teladan Allah mempunyai unsur kekekalan, yang tidak berhenti-henti keberadaannya.
Manusia memiliki kesadaran “aku” (keberadaan diri). Aku itu berbeda dari “aku” yang lain. Ini adalah kemampuan membedakan (discerning power). Kita memiliki kesadaran membela diri, kesadaran menjaga diri, sehingga berpikir dan melakukan banyak hal secara kompleks. Binatang hanya dikendalikan dua kebutuhan dasar, yaitu: makanan dan seks. Manusia sadar bahwa ia harus hidup menurut peta teladan Allah, maka ia harus hidup berbeda, harus menggali kesadaran diri dan apa yang dibutuhkan oleh eksistensi kekal tersebut. Semua sifat yang ada pada Tuhan Allah ada pada kita. Ini merupakan peneroboson di dalam penjelasan peta teladan Allah di sejarah Theologi Reformed. Satu-satunya ayat yang menjelaskan peta teladan Allah ada di Efesus 4:23-24, namun ini hanya menjadi dasar permulaan untuk kita mengerti bahwa kita adalah ciptaan menurut peta teladan Allah. Kiranya Tuhan memberkati kita.

Matius 10:16: DOMBA DI TENGAH-TENGAH SERIGALA

Ringkasan Khotbah : 16 Oktober 2005

Domba di Tengah-tengah Serigala
oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 10:16


Nats Alkitab yang baru kita baca ini oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) ditaruh pada bagian perikop yang baru namun lembaga Alkitab lain, yaitu New International Version (NIV), menaruh nats ini pada perikop sebelumnya. Hal ini menunjukkan kalau nats ini merupakan ayat jembatan sehingga bisa diletakkan di perikop baru atau perikop sebelumnya. Kita telah memahami kalau Tuhan Yesus memilih sendiri para murid dan memberikan jabatan rasul pada mereka maka hal itu janganlah menjadikan kita sombong karena merasa diri eksklusif. Ingat, kalau kita dipilih menjadi murid Tuhan maka itu merupakan suatu anugerah, sebab sesungguhnya kita tidaklah layak, memang siapakah kita manusia berdosa yang bodoh ini sehingga Tuhan berkenan memakai kita untuk turut ambil bagian dalam kerajaan-Nya? Biarlah dengan rendah hati kita tetap melayani Dia. Seorang yang mempunyai kedudukan tinggi sebagai rasul bukan berarti boleh bersantai ria dan tidak bekerja. Tidak! Tuhan Yesus langsung mengutus mereka untuk pergi karena kita telah memperolehnya dengan cuma-cuma maka kita pun harus memberi. Perhatikan, dalam hal ini cara Tuhan Yesus berbeda dengan dunia.
Dalam pengutusan itu, Tuhan tidak mengijinkan para murid membawa emas atau perak atau tembaga bahkan bekal, baju ataupun tongkat. Jabatan rasul justru tidak menjadikan mereka istimewa. Tuhan Yesus ingin mendidik mereka untuk selalu bersandar pada-Nya. Sangatlah disayangkan, hari ini banyak orang Kristen yang tidak mau dididik, orang menganggap didikan Tuhan yang keras itu justru sebagai hukuman. Banyak orang Kristen tidak mau hidupnya dilatih dengan keras oleh Tuhan maka tidaklah heran kalau pelayanan menjadi tempat bagi orang untuk memenuhi keegoisan dirinya; orang hanya mau melayani kalau ada jabatan atau kalau ada keuntungan saja. Salah! Didikan Tuhan itu justru karena Tuhan sayang, bagaimana mungkin buah zaitun dapat menghasilkan minyak kalau tidak diperas? Begitu pula dengan emas haruslah dipanaskan terlebih dahulu barulah nampak kemurniannya. Konsep ini telah disadari oleh Socrates sejak ribuan tahun lalu, hidup yang tidak teruji tidak layak untuk dihidupi. Tuhan ingin setiap kita memahami hal ini dengan demikian kita siap dipakai oleh Tuhan menjadi murid-Nya karena posisi seorang murid disini sangatlah sulit, yaitu seperti domba di tengah-tengah serigala.
1. Domba atau Serigala
Tuhan ingin kita tetap menjadi seekor domba meski ada di tengah-tengah serigala. Pertanyaannya adalah kita termasuk serigala atau domba? Biarlah hal ini menjadi evaluasi bagi diri kita, kita harus memilih salah satu diantaranya, tidak ada pilihan ketiga. Serigala dan domba ini mempunyai karakter yang berlawanan. Sifat manusia berdosa di tengah dunia ini layaknya seperti serigala yang licik dan Tuhan memilih kita seorang manusia berdosa diantara manusia berdosa lainnya untuk dipakai menjadi anak-Nya. Memang, dulu kita adalah manusia berdosa, kita adalah serigala tetapi ketika Tuhan pilih kita menjadi anak-Nya maka kita bukan direparasi tetapi kita dicipta baru, yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang (2Kor. 5:17). Serigala bukan domba dan domba bukan serigala maka tidaklah mungkin serigala berlaku seperti domba atau sebaliknya. Namun realita menunjukkan dunia ini sudah seperti serigala; pada hakekatnya manusia adalah serigala terhadap sesamanya. Maka tidaklah heran kalau konsep utilitarianisme berkembang pesat saat ini karena ajarannya mempunyai kesamaan sifat dengan manusia berdosa, yaitu semangat serigala, wolf spirit.
Konsep utilitarianisme ini pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham namun mendapat tentangan dari banyak pihak sehingga konsep ini tidak sempat berkembang. Teori ini dimunculkan kembali oleh James Mill; ia mendidik anaknya sedemikian rupa untuk menjadi seorang utilitarian sejati maka tidaklah heran kalau anaknya, John Stuart Mill menjadi tokoh utilitarian yang kita kenal sekarang. Utilitarianisme mengajarkan bahwa hidup di dunia, orang dihadapkan pada dua pilihan, yaitu memanfaatkan atau tidak membawa keuntungan bagi dirinya maka ia akan dibuang, seperti pepatah yang berbunyi: habis manis sepah dibuang. Inilah wajah dunia kita yang berdosa dan gejala seperti ini diangkat oleh seorang sosiolog menjadi sebuah issue, yaitu manusia itu serigala bagi sesamanya, homo homini lupus. Manusia dikatakan sebagai serigala karena sifat serigala itu sangatlah licik, yakni tidak berani menghadapi lawan dari depan. Tuhan Yesus tahu akan keadaan dunia yang demikian ini maka konsep homo homini lupus ini bukanlah hal yang baru lagi. Tuhan Yesus menegaskan orang Kristen tidak boleh menjadi serigala tapi anak Tuhan harus menjadi domba di tengah-tengah serigala. Hati-hati janganlah kita cepat mengadopsi pemikiran para filsuf dunia dan langsung menerapkannya di dalam seluruh aspek hidup kita tanpa kita melihat kehidupan pribadi dari sang tokoh karena pada umumnya, teori etika yang dipaparkan para filsuf ini sangatlah indah tetapi kehidupan si pencetus teori tersebut tidaklah seindah teorinya. Inilah manusia berdosa.
Sebagai orang Kristen, kita harus berbeda dengan dunia. Orang yang mengaku diri Kristen tetapi mempunyai karakter sama dengan dunia maka dia bukanlah orang Kristen. Orang Kristen sejati seharusnya ada perubahan konsep dalam dirinya kalau perubahan tingkah laku memang tidak dapat langsung berubah. Masih banyak orang Kristen yang jatuh dalam dosa tapi ada perbedaan yang mendasar antara orang Kristen sejati dan orang yang mengaku “Kristen“ ketika mereka sama-sama jatuh dalam dosa. Orang Kristen sejati pasti tidak mau sama dengan dunia maka ketika ia jatuh, ia akan mempunyai jiwa untuk mau bangkit dan bangkit, ia akan terus berjuang untuk menjadi seekor domba, untuk tidak menjadi serupa dengan dunia, ada perubahan hidup yang terus terjadi dalam hidupnya dengan demikian ia dipakai menjadi alat Tuhan. Berbeda halnya dengan orang yang mengaku diri “Kristen“ maka ia akan berkompromi dengan dosa. Tuhan tidak menuntut kita untuk langsung berubah ketika menjadi anak-Nya, tidak, perubahan tingkah laku itu tidak dapat terjadi secara langsung tetapi perubahan itu terjadi secara step by step, ada proses di dalamnya.

2. Kuasa Pemeliharaan Allah
Kalau menurut teori dunia, kalau seekor domba ditaruh ditengah-tengah serigala maka kemungkinan besar domba itu mati. Namun, ingat, konsep dunia berbeda dengan konsep Tuhan; seekor domba tidak akan mati meski ia ada di tengah-tengah serigala karena ternyata domba ini tidaklah sendirian, ada gembala yang selalu siap melindungi dan menjaga dia dimana gembala ini tidak kelihatan secara kasat mata. Pertanyaannya adalah sadarkah si domba ini kalau sang gembala selalu ada di dekatnya meski ia tidak kelihatan? Sebagai orang Kristen sejati, janganlah kita mau ditipu oleh segala macam ajaran dan mujizat yang mengajarkan bahwa anak Tuhan itu layaknya “superman“ yang dapat mengalahkan berbagai-bagai tantangan yang ada di dunia. Celakanya, ada orang yang berani menyatakan bahwa orang Kristen tidak akan mengalami celaka apalagi mengalami sakit penyakit karena orang Kristen mempunyai kekuatan dan kuasa yang berlebih. Konsep demikian inilah yang membuat orang Kristen justru tidak menjadi kuat dan mudah jatuh.
Tuhan tidak pernah menjanjikan orang Kristen hidupnya akan selalu nikmat dan tidak berkekurangan, tidak, Tuhan juga tidak janji bahwa orang Kristen tidak akan pernah mengalami kesusahan, tidak! Ironisnya, ketika orang mengalami kesulitan kita justru menyalahkan Tuhan dan menganggap Tuhan yang jahat. Tuhan justru menaruh kita di tengah-tengah dunia berdosa yang penuh dengan bahaya ini seperti domba di tengah-tengah serigala namun percayalah, Tuhan Yesus Sang Gembala yang Agung itu tidak akan membiarkan kita mati dicengkeram oleh serigala sebab Tuhan tahu sampai dimana batasan kekuatan kita. Seperti halnya Ayub, Tuhan tahu sampai dimana batas kekuatannya, Tuhan mengijinkan iblis menguji imannya namun Tuhan tidak mengijinkan iblis untuk menjatuhkan imannya apalagi mengambil nyawanya karena nyawa manusia adalah milik kepunyaan Tuhan. Maka jelaslah, hidup kita akan kuat karena berada di bawah kuasa pemeliharaan Tuhan tetapi dipihak lain, kita menyadari bahwa sesungguhnya hidup kita sangatlah lemah maka ini menjadi suatu paradoks namun justru di dalam kelemahanlah kita menjadi kuat. Konsep ini sukar dimengerti oleh dunia. Tuhan Yesus melarang para murid – tidak membawa uang seperser pun bahkan bekal karena Tuhan Yesus hendak mengajarkan pada mereka bahwa sesungguhnya manusia bukanlah siapa-siapa, hidup manusia sangat lemah dan bergantung mutlak pada Tuhan. Karena itu, janganlah menyandarkan diri pada hal-hal materi yang sifatnya duniawi tetapi hendaklah kita bersandar pada Tuhan Sang Pemilik dan yang menciptakan dunia ini.

3. Pandangan dan Ketertarikan
Ketika kita berada di dalam kelemahan, Tuhan mengajarkan pada kita untuk mengarahkan pandangan kita pada Tuhan Yesus Sang Gembala Agung, janganlah kita memandang pada serigala karena arah pandangan itu justru akan membuat kita terjatuh. Hati-hati, dunia ini semakin hari tidak menjadi semakin baik justru semakin rusak, banyak serigala yang siap menerkam sehingga kalau kita tidak hati-hati kita akan terjatuh karena itu, ketika kita berjalan janganlah menengok ke arah serigala supaya kita tidak terjatuh. Janganlah kita terjerat dalam berbagai macam ajaran iblis yang menyesatkan yang mengatakan bahwa dunia ini khususnya Indonesia akan menjadi makmur dan jaya. Tidak! Firman Tuhan menegaskan bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar; manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang (2Tim. 3:1-7). Manusia melihat suatu realita bahwa dunia ini semakin hancur, kita tahu realita kalau ada serigala di hadapan kita namun kita tidak binasa karena kita tahu tangan Tuhan selalu melindungi kita sehingga kita tidak menjadi hancur. Tuhan mengutus untuk kita pergi dan menjadi saksi bagi-Nya hingga ke seluruh dunia dan Tuhan janji, Ia akan beserta senantiasa sampai kepada akhir jaman (Mat. 28:19-20). Hendaklah kita terus menyadari bahwa kita tidak lebih hanyalah seekor domba yang lemah yang diutus di tengah-tengah serigala namun di dalam kelemahan itu, kita mempunyai Tuhan Sang Gembala Agung yang tidak pernah membiarkan kita sendiri. Kita mungkin ada dalam lembah kekelaman, kita berada dalam bayang-bayang maut, kita akan menghadapi bahaya namun gada Tuhan dan tongkat Tuhan itu akan menjadi kekuatan dan penghiburan bagi kita.

4. Cerdik dan Tulus
Memang, orang Kristen tidak lebih hanyalah seekor domba lemah tapi lemah bukan berarti bodoh sehingga mudah dipermainkan. Tidak! Tuhan ingin kita mempunyai pemikiran yang cerdik seperti ular dan perilaku yang tulus seperti merpati. Menurut teks aslinya, istilah “cerdik seperti ular“ disini tidak berkonotasi negatif tetapi ular merupakan gambaran dari seseorang yang mempunyai ketajaman cara pikir sehingga segala keputusan dan tindakan yang diambil tepat. Cerdik dari bahasa aslinya, prominos yang berarti orang yang mempunyai pengertian total dan mempunyai data lengkap dimana semua aspek kemungkinan yang terjadi telah diperhitungkan lalu dapat mengambil keputusan yang jitu pada saat yang dibutuhkan tersebut. Sebagai seorang Kristen sejati janganlah kita mudah dipengaruhi oleh berbagai macam arus dunia tetapi hendaklah kita dapat melihat gejala dunia dengan tajam dengan demikian kita tidak terhempas dan akhirnya tenggelam. Seperti halnya seorang yang terjebak dalam pusaran air maka satu-satunya cara supaya ia dapat selamat adalah harus ada orang lain yang berada di luar pusaran air yang menyelamatkannya sebab dia dapat melihat dimana pusat pusaran dengan demikian ia tahu harus bertindak apa dan dirinya pun tidak ikut masuk dalam pusaran.
Bukanlah hal yang mudah dan sederhana bagi seseorang untuk dapat mengambil keputusan secara tepat dan hal ini tidak dapat terjadi secara instan tapi ada proses belajar dan pergumulan terlebih dahulu barulah dapat diambil suatu keputusan tepat. Janganlah kita mau segala sesuatu dengan cara instan dan menggampang-kan segala sesuatu. Seahli-ahlinya kita berenang kalau kita berada dalam pusaran air dan kita tidak pernah belajar bagaimana mengatasinya maka kita pasti akan terseret arus dan akhirnya mati. Kita tahu permainan dunia maka jangan sekali-kali kita mencoba masuk di dalamnya kalau tidak mau terseret dalam pusaran dunia. Cerdik beda dengan licik. Orang yang licik memakai kecerdikan untuk sifat negatif karena itu, Tuhan menegaskan kita harus cerdik dan tulus, artinya mempunyai motivasi bersih ketika melakukan segala sesuatu. Inilah sifat kebenaran sejati, yaitu tujuan, motivasi dan hasil akhir mengarah pada satu titik dan tidak meleset dari tujuan semula. Sebaliknya dosa (dari kata hamartia) berarti melakukan sesuatu tetapi tujuan selalu meleset dari tujuan semula. Dunia sangatlah licik, katanya tujuan memberi namun sesungguhnya adalah memancing untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, motivasi yang tidak tulus ini dapat kita lihat pada sikapnya ketika kita tidak membalas kebaikannya pasti ia akan marah. Tuhan ingin ketika kita mengerjakan sesuatu dengan hati yang murni dan tulus. Ingat, Tuhan tahu isi hati kita dan suatu saat nanti Tuhan akan menghukum kita. Sebagai anak Tuhan sejati, kita harus mempunyai hati yang tulus maka Tuhan akan berkenan dan kita dapat menjadi berkat bagi dunia. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Sumber:

Roma 8:31-34: PENGHARAPAN ANAK-ANAK ALLAH-4: Lebih dari Pemenang Melalui Iman-1

Seri Eksposisi Surat Roma :
Menjadi Manusia Baru-5


Pengharapan Anak-anak Allah-4:
Lebih dari Pemenang Melalui Iman-1

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 8:31-34.

Setelah mempelajari tentang pengajaran Paulus tentang pengharapan ketiga anak-anak Allah yaitu tentang status mereka sebagai umat pilihan-Nya dan janji-janji-Nya yang mereka peroleh, maka kita akan merenungkan dampak dari adanya pengharapan ketiga anak-anak Allah ini pada janji-Nya yaitu kita sebagai anak-anak-Nya lebih dari pemenang melawan segala ujian dan pencobaan melalui iman yang dianugerahkan Allah.

Pada ayat 28 s/d 30, kita telah merenungkan lima hal berkaitan dengan predestinasi (pemilihan Allah), dan pada saat ini kita akan merenungkan empat ayat tentang dampak dari pemilihan Allah yang merupakan bentuk providensia (pemeliharaan)-Nya ini.
Dengan jelas, Paulus merangkumkan ketiga ayat di atasnya hanya dalam satu ayat yaitu ayat 31, “Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” English Standard Version (ESV) menerjemahkannya, “What then shall we say to these things? If God is for us, who can be against us?” Allah yang telah memilih dan menentukan kita, lalu Dia juga yang memanggil, membenarkan dan memuliakan kita, maka Dia juga lah yang akan menjaga dan memelihara hidup kita setiap hari, sehingga sangatlah tepat ketika Paulus mengatakan bahwa semuanya itu menandakan bahwa Allah di pihak kita (atau terjemahan yang tepat : “Allah berada/ada bagi kita,”) ESV, ISV, dan NIV semuanya menerjemahkan, “God is for us,...” Kata is di dalam bahasa Inggris menunjukkan sebuah Present Tense, artinya itu bukan hanya berlaku sekarang, tetapi juga dahulu, sekarang, dan selama-lamanya. Present Tense misalnya : One plus one is two (1 + 1 = 2). Kata is berarti dari dahulu, sekarang, sampai selama-lamanya, 1 + 1 = 2, berbeda, jika is diganti dengan was (bentuk lampau) atau will be (bentuk akan datang). Kembali, ketika Paulus mengatakan bahwa Allah ada bagi kita, itu berarti dari dahulu, sekarang dan selama-lamanya, Ia bersama-sama dengan kita dengan memimpin hidup kita. Inilah bentuk pemeliharaan-Nya sekaligus menunjukkan finalitas keKristenan. Semua filsafat dan agama dunia apapun tidak ada yang mengajarkan bahwa yang Kekal dapat menguasai dan memimpin yang sementara, karena mereka TIDAK mungkin pernah bisa menghubungkan being dan becoming yang tidak terpecahkan pertama kali oleh filsafat Yunani. Filsafat Yunani mengajarkan bahwa being berarti hal yang TIDAK dapat berubah, sedangkan konsep becoming berarti hal yang bisa berubah. Konsep being diajarkan oleh Parmenides dan becoming diajarkan oleh Heraclitus. Plato mengajarkan bahwa dunia idelah yang benar, sedangkan dunia realita adalah bayang-bayang dunia ide, sehingga hidup manusia haruslah bertarak/menyiksa diri. Sedangkan Aristoteles, murid Plato, mengajarkan bahwa dunia realitalah yang benar, sehingga marilah kita menikmati dunia realita dan tidak mempedulikan dunia ide. Filsuf Immanuel Kant mendikotomikan kedua hal ini, di mana antara dunia ide (nomena) dan realita (fenomena) tidak ada hubungannya. Immanuel Kant mempengaruhi beberapa orang “Kristen” yang mendualismekan antara iman dan ilmu di dalam zaman postmodern ini. Semua filsafat dan agama dunia stagnan dan tidak mungkin bisa menyelesaikan problematika filsafat Yunani, tetapi puji Tuhan, melalui wahyu khusus Allah di dalam Kristus dan Alkitab, sebagai umat pilihan-Nya, kita mampu menghubungkan kedua hal ini. Bapa Gereja Augustinus yang pertama kali menghubungkan antara dunia being dan becoming dengan mengajarkan bahwa Bapa itu being, Roh Kudus itu becoming, dan Kristus menjadi perantara antara keduanya. Meskipun ilustrasi ini kurang begitu tepat, tetapi setidaknya, kita mendapatkan gambaran bahwa keKristenan melampaui semua filsafat dan agama dunia yang palsu yang tidak mampu menyelesaikan problematika filsafat Yunani tersebut. Kembali ke tema, di dalam ayat 31 ini saja, kita mendapatkan gambaran bahwa Allah yang adalah Being ada bagi kita yang becoming. Hal ini tidak berarti Allah mengorbankan natur-Nya, atau manusia tiba-tiba menjadi “allah”. Kedua konsep ini salah. Lalu, apa artinya ? Artinya, Allah yang tidak berubah tidak pernah mengubah natur-Nya, tetapi mengubah hubungan-Nya dengan manusia. Dengan kata lain, ini berarti Allah menuntun jalan hidup manusia menuju kehendak-Nya yang berdaulat. Inilah pimpinan Allah di dalam hidup kita. Hal ini akan kita pelajari di ayat-ayat berikutnya. Lalu, Allah yang ada bagi kita mengakibatkan tidak ada yang sanggup melawan kita, mengapa ? Karena Allah sendiri yang berperang bagi kita. Ini berarti tidak ada musuh Kristen yang sanggup menghancurkan keKristenan sejati, karena ada Allah di balik keKristenan. Ketika orang-orang dari agama mayoritas di Indonesia mencoba menghina Alkitab, Kristus, keKristenan, dll (tetapi memuja agama dan “kitab suci” mereka sendiri), keKristenan tidak perlu membalas mereka, karena Alkitab sendiri mengajarkan bahwa Pembalasan adalah hak Allah. Sekali lagi, ini bukti pemeliharaan Allah dan keadilan Allah bagi umat-Nya. Saya pernah mendapatkan sebuah cerita e-mail dari teman saya bahwa sebelum bencana tsunami di Aceh, orang-orang Kristen yang mengadakan suatu kebaktian di wilayah tersebut diusir oleh masyarakat, sehingga akhirnya orang-orang Kristen beribadah di dataran tinggi, tetapi beberapa saat kemudian, tsunami menyapu Aceh dan akhirnya mereka menyadari kesalahan mereka karena telah mengusir orang-orang Kristen. Benarlah apa yang Paulus katakan bahwa jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita ? Dunia bisa membakar gereja, menganiaya pendeta, dll, tetapi mereka tak akan sanggup melenyapkan keKristenan, karena Allah ada bagi kita yang telah dipilih-Nya dari semula. Haleluya.

Mengapa kita bisa memiliki pengharapan iman tersebut ? Di ayat 32, Paulus menjelaskan alasannya, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” Jawabannya adalah karena pertama, Allah telah mengaruniakan anugerah keselamatan bagi kita di dalam Kristus. Ini berarti Allah yang ada bagi kita adalah Allah yang telah menyediakan keselamatan bagi kita sebagai umat pilihan-Nya di dalam Kristus. Ingat, kata “kita semua” TIDAK menunjuk kepada semua orang berdosa, karena surat ini ditulis Paulus kepada jemaat Tuhan di Roma, sehingga “kita semua” menunjuk HANYA kepada umat pilihan-Nya di dalam Kristus. Kedua, karena Kristus yang telah dikaruniakan Bapa bagi kita, maka kita juga dikaruniakan segala sesuatu bersama-sama dengan Kristus. Alasan kedua ini didasarkan pada alasan pertama. Ini berarti ada tahap kedua pada saat keselamatan yang tidak bisa dipisahkan, yaitu adanya berkat rohani pada saat kita diselamatkan. Dengan kata lain, pada saat kita diselamatkan, kita juga menerima pembenaran dari Allah, hidup baru melalui Roh Kudus, dll. Dengan demikian, tidak benar jika ada ajaran yang mengatakan bahwa setelah kita diselamatkan, kita perlu dibaptis “roh kudus” sebagai second blessing (berkat kedua) setelah keselamatan, karena baptisan Roh Kudus terjadi pada saat kita bertobat dan hal tersebut TIDAK pernah terulang, sedangkan kepenuhan Roh Kudus terjadi berulang kali. Jika saya boleh mengatakan, berkat-berkat rohani sudah menjadi satu paket dari Allah bagi manusia. Hal ini akan diuraikan pada ayat 33 dan 35. Kembali, dengan demikian, pernyataan “segala sesuatu” di dalam ayat ini TIDAK boleh diartikan sebagai berkat-berkat jasmani, lalu kita “mengklaim” Allah untuk memberikan kekayaan dan berkat jasmani lainnya karena Ia telah mengaruniakan Kristus. Konteks ini TIDAK sedang berbicara tentang berkat jasmani, sama seperti ketika Tuhan Yesus mengatakan “hidup berkelimpahan” di dalam Yohanes 10:10b, Ia tidak sedang mengajar tentang hidup berkelimpahan secara materi, karena konteks tidak sedang berbicara tentang hal-hal material. Selanjutnya, Allah yang mengaruniakan segala sesuatu kepada kita adalah mengaruniakan segala sesuatu bagi kita bersama-sama dengan Kristus. Ini adalah hak yang unik. Mengapa ? Karena seluruh anugerah Allah TIDAK dilepaskan dari Kristus, entah itu berkenaan dengan keselamatan, kehidupan sehari-hari, dll. Ketika kita bisa memiliki iman yang sanggup mengalahkan penderitaan, itu berarti iman kita dilandaskan pada Kristus (bukan pada diri kita sendiri). Segala sesuatu yang merupakan anugerah Allah di dalam hidup kita pasti berkaitan dengan Kristus, sehingga segala sesuatu yang kita kerjakan harus berpusatkan pada Kristus dan memuliakan Kristus (Christ-centered life). Hal inilah yang mengakibatkan kita tidak pernah goyah di dalam menghadapi penderitaan, karena hidup kita adalah hidup yang menTuhankan Kristus. Hidup yang menTuhankan Kristus berarti hidup yang menjadikan Kristus sebagai Raja dan Pemilik hidup kita yang mutlak dan kita sebagai hamba-Nya. Di dalam banyak suratnya, Paulus memperkenalkan dirinya lebih sebagai hamba Kristus Yesus (Roma 1:1 ; Filipi 1:1 ; Titus 1:1), dan ia tidak memperkenalkan dirinya sebagai anak Allah di dalam suratnya. Apa signifikansinya ? Signifikansinya adalah Paulus mengerti benar apa artinya hidup menTuhankan Kristus dengan menghambakan diri kepada-Nya. Tetapi sebaliknya, banyak orang yang mengaku diri “Kristen” lebih suka menyebut diri mereka sebagai anak Allah, ketimbang hamba Allah/Kristus. Mengapa demikian ? Karena mereka menjadi “Kristen” bukan untuk menTuhankan Kristus tetapi menjadikan Kristus sebagai “ban serep” yang jika diperlukan langsung tersedia. Bagaimana dengan kita ? Apakah hidup kita sudah menTuhankan Kristus dengan menjadikan-Nya pusat hidup kita ? Apakah kita mau menyerahkan seluruh totalitas hidup, baik kehendak, pikiran, dll kepada Kristus ? Ataukah kita masih mempertahankan egoisitas hidup kita dengan menjadikan kehendak, pikiran, dll kita sebagai “tuhan” yang menggeser takhta Kristus ? Mari kita mengintrospeksi diri kita masing-masing.

Apakah bentuk segala sesuatu yang dikaruniakan Allah bagi kita bersama-sama dengan Kristus ? Ada dua hal, yaitu pembenaran (ayat 33) dan menjadi warga Kerajaan Surga bersama-sama dengan Kristus (ayat 35). Pada bagian ini, kita akan mengerti hal pertama dahulu, baru pada bagian setelah ini, kita akan mengerti hal kedua.
Hal pertama dijelaskan Paulus di ayat 33, “Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka?” Hal pertama yang dikaruniakan Allah bagi kita bersama-sama dengan Kristus adalah pembenaran. Artinya, di dalam pembenaran Allah (Yunani : dikaioō), Ia menjamin bahwa tidak ada seorangpun yang sanggup menggugat siapa yang telah Ia pilih (English Standard Version menerjemahkannya, “bring any charge against God's elect” atau mengajukan tuntutan melawan kaum pilihan Allah) dan tidak ada seorangpun yang sanggup menghukum mereka (arti dari bahasa Yunaninya adalah menjatuhkan vonis kepada mereka). Kedua hal ini berkenaan dengan penghakiman/pengadilan. Di dalam pengadilan, biasanya terdakwa (yang melakukan kriminalitas) didakwa oleh seorang hakim dan dibawakan saksi-saksi untuk memperberat atau memperingan hukumannya. Ketika saksi-saksi yang ada justru menjatuhkan terdakwa, maka terdakwa dijatuhi hukuman yang berat, sedangkan jika saksi-saksi yang ada tidak memberikan bukti tindakan kriminal si terdakwa, maka terdakwa dibebaskan. Selain saksi, ada juga para penuntut, entah itu terdiri dari Jaksa Penuntut Umum, dll. Hal yang sama terjadi dengan proses pembenaran Allah. Artinya, pertama, pembenaran (proses pembenaran) Allah adalah proses pembebasan Allah bagi kita dari dosa-dosa, sehingga di hadapan Allah Bapa, kita tidak lagi dituntut akan hukuman, tetapi di hadapan-Nya, kita dibenarkan melalui iman di dalam anugerah Allah. Karena saksi kita di hadapan Allah Bapa adalah Kristus, maka semua saksi palsu atau tuduhan-tuduhan yang tidak bertanggungjawab tidak mampu melawan kita. Kedua, proses pembenaran Allah mengakibatkan kita tidak lagi dijatuhkan vonis (atau dihukum) karena dosa-dosa kita. Karena kita memiliki saksi di hadapan Bapa yaitu Kristus, maka kita tidak lagi dihukum, seperti yang dikatakan Paulus sendiri di dalam Roma 8:1, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” Ini semua mengakibatkan kita menjadi lebih dari pemenang di dalam segala sesuatu di dalam iman kepada dan di dalam Kristus.

Mengapa kita bisa tidak dituntut di depan pengadilan Allah dan tidak dijatuhi vonis karena dosa-dosa kita ? Jawabannya dijelaskan Paulus di ayat 34, “Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?” Puji Tuhan, Paulus menjabarkan tiga prinsip finalitas keKristenan karena finalitas Kristus yang mengakibatkan kita bisa dibenarkan dan dimerdekakan dari kuasa dosa, lalu akhirnya kita menjadi lebih dari pemenang di dalam iman, yaitu : Kristus yang telah mati, bangkit dan duduk di sebelah kanan Allah.
Kristus yang telah mati berarti karya penebusan dan pengorbanan Kristus telah menebus dan mengampuni manusia yang berdosa. Di pasal sebelumnya, Paulus telah menjelaskan, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.” (Roma 3:25) Di dalam ayat ini, penebusan Kristus di kayu salib bukanlah sebuah karya yang sia-sia (seperti yang diajarkan oleh agama mayoritas di Indonesia), tetapi penebusan Kristus adalah penebusan yang meredakan murka Allah (propisiasi) kepada manusia. Kembali kepada ayat 33, kita bisa menang atas segala sesuatu karena Kristus telah mati untuk menggantikan kita yang seharusnya mati akibat dosa (substitusi), meredakan murka Allah yang harus kita tanggung akibat dosa kita (propisiasi) dan menjadi perantara antara Allah yang Mahakudus dengan manusia yang berdosa (rekonsiliasi). Ketaatan dan kesetiaan Kristus menjalankan karya penebusan di salib diimputasikan kepada kita yang tidak taat dan tidak setia, sehingga kita yang berdosa dijadikan benar oleh karena kebenaran-Nya.
Kristus memang telah mati, tetapi kemudian Ia juga hidup dan bangkit. Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa Ia tidak dikalahkan oleh kuasa maut, tetapi Ia menang atas tiga kuasa yang membelenggu manusia : dosa, iblis dan maut. Kebangkitan-Nya membawa kemenangan bagi umat-Nya untuk mengalahkan : dosa, iblis dan maut, sehingga kita sekali lagi menjadi lebih dari pemenang. Jangan pernah tertipu oleh berbagai ajaran dunia yang mulai meragukan otentisitas kebangkitan Kristus melalui buku-buku seperti The Lost Tomb of Jesus, dll yang mengatakan bahwa Kristus tidak bangkit, tetapi mati suri, Yudas yang menggantikan Yesus (“injil” Barnabas yang dipercayai sebagai “injil asli” oleh Islam untuk melawan keKristenan), dll. Itu semua bohong dan sebuah hasutan iblis untuk menggoncang finalitas keKristenan supaya keKristenan hancur dan kita juga terikat kembali oleh kuasa si bapa dunia berdosa, yaitu iblis. Jangan pernah percaya pada tipu daya si iblis untuk membawa orang-orang Kristen kembali kepada dirinya, iblis. Justru dengan melakukan hal demikian, iblis “menang” dan Kristus “kalah”. Ketika kita menyetujui ajaran-ajaran dunia gila itu, sangatlah terbukti bahwa kita adalah antek-antek iblis yang sedang menghancurkan keKristenan.
Kematian dan kebangkitan Kristus juga memimpin kepada kenaikan-Nya serta diterima-Nya untuk duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Kristus yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa adalah semua karya penebusan Kristus diterima oleh Bapa dan Ia berhak menerima mahkota kemuliaan-Nya kembali. Ini adalah pemuliaan Kristus. Pemuliaan Kristus juga mengakibatkan kita juga akan dimuliakan (Roma 8:30) setelah kita telah dipilih, ditentukan, dipanggil dan dibenarkan. Inilah yang mengakibatkan kita menjadi lebih dari pemenang, karena kita percaya bahwa kita akan dimuliakan oleh Allah di dalam Kristus di dalam kekekalan nantinya. Ketika fokus kita diarahkan pada kemuliaan pengharapan ini, kita tidak akan lagi takut akan hal-hal yang fana, seperti penderitaan, penganiayaan, dll, karena kita percaya pada hal-hal yang bersifat kekal yang TIDAK mungkin dimiliki oleh orang-orang di luar Kristus. Terakhir, Kristus yang telah mati, bangkit dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa itulah yang menjadi Pembela/Perantara bagi kita kepada Bapa. Kata “Pembela” dalam bahasa Yunani berarti memohonkan. Berarti, Kristus yang memohonkan bagi kita kepada Bapa. Mengapa Kristus bisa memohonkan bagi kita kepada Bapa ? Karena Kristus telah mengerjakan seluruh karya keselamatan dari Allah Bapa bagi umat pilihan-Nya. Puji Tuhan ! Tanpa Kristus yang mati, bangkit dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa, kita tidak akan mungkin pernah diselamatkan, dibenarkan apalagi dimuliakan. Bersyukurlah atas semua anugerah Allah yang teragung ini.

Setelah kita merenungkan keempat ayat ini, maukah kita berkomitmen hidup hanya untuk menTuhankan Kristus ? Maukah kita berkomitmen untuk mengarahkan hidup kita hanya kepada-Nya dan bukan kepada dunia, sehingga kita tidak ditipu oleh tawaran dunia yang menyesatkan dengan berbagai ajaran, agama, filsafat dan kebudayaan yang melawan Allah? Ingatlah bahwa kemenangan Kristus memberikan kemenangan bagi umat pilihan-Nya untuk mengalahkan kuasa : dosa, iblis dan maut, sehingga jangan pernah menjadi budak ketiga kuasa ini, tetapi taklukkanlah semuanya karena kuasa kemenangan Kristus. Haleluya. Soli Deo Gloria. Solus Christus.