16 June 2008

Roma 8:31-34: PENGHARAPAN ANAK-ANAK ALLAH-4: Lebih dari Pemenang Melalui Iman-1

Seri Eksposisi Surat Roma :
Menjadi Manusia Baru-5


Pengharapan Anak-anak Allah-4:
Lebih dari Pemenang Melalui Iman-1

oleh: Denny Teguh Sutandio


Nats: Roma 8:31-34.

Setelah mempelajari tentang pengajaran Paulus tentang pengharapan ketiga anak-anak Allah yaitu tentang status mereka sebagai umat pilihan-Nya dan janji-janji-Nya yang mereka peroleh, maka kita akan merenungkan dampak dari adanya pengharapan ketiga anak-anak Allah ini pada janji-Nya yaitu kita sebagai anak-anak-Nya lebih dari pemenang melawan segala ujian dan pencobaan melalui iman yang dianugerahkan Allah.

Pada ayat 28 s/d 30, kita telah merenungkan lima hal berkaitan dengan predestinasi (pemilihan Allah), dan pada saat ini kita akan merenungkan empat ayat tentang dampak dari pemilihan Allah yang merupakan bentuk providensia (pemeliharaan)-Nya ini.
Dengan jelas, Paulus merangkumkan ketiga ayat di atasnya hanya dalam satu ayat yaitu ayat 31, “Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” English Standard Version (ESV) menerjemahkannya, “What then shall we say to these things? If God is for us, who can be against us?” Allah yang telah memilih dan menentukan kita, lalu Dia juga yang memanggil, membenarkan dan memuliakan kita, maka Dia juga lah yang akan menjaga dan memelihara hidup kita setiap hari, sehingga sangatlah tepat ketika Paulus mengatakan bahwa semuanya itu menandakan bahwa Allah di pihak kita (atau terjemahan yang tepat : “Allah berada/ada bagi kita,”) ESV, ISV, dan NIV semuanya menerjemahkan, “God is for us,...” Kata is di dalam bahasa Inggris menunjukkan sebuah Present Tense, artinya itu bukan hanya berlaku sekarang, tetapi juga dahulu, sekarang, dan selama-lamanya. Present Tense misalnya : One plus one is two (1 + 1 = 2). Kata is berarti dari dahulu, sekarang, sampai selama-lamanya, 1 + 1 = 2, berbeda, jika is diganti dengan was (bentuk lampau) atau will be (bentuk akan datang). Kembali, ketika Paulus mengatakan bahwa Allah ada bagi kita, itu berarti dari dahulu, sekarang dan selama-lamanya, Ia bersama-sama dengan kita dengan memimpin hidup kita. Inilah bentuk pemeliharaan-Nya sekaligus menunjukkan finalitas keKristenan. Semua filsafat dan agama dunia apapun tidak ada yang mengajarkan bahwa yang Kekal dapat menguasai dan memimpin yang sementara, karena mereka TIDAK mungkin pernah bisa menghubungkan being dan becoming yang tidak terpecahkan pertama kali oleh filsafat Yunani. Filsafat Yunani mengajarkan bahwa being berarti hal yang TIDAK dapat berubah, sedangkan konsep becoming berarti hal yang bisa berubah. Konsep being diajarkan oleh Parmenides dan becoming diajarkan oleh Heraclitus. Plato mengajarkan bahwa dunia idelah yang benar, sedangkan dunia realita adalah bayang-bayang dunia ide, sehingga hidup manusia haruslah bertarak/menyiksa diri. Sedangkan Aristoteles, murid Plato, mengajarkan bahwa dunia realitalah yang benar, sehingga marilah kita menikmati dunia realita dan tidak mempedulikan dunia ide. Filsuf Immanuel Kant mendikotomikan kedua hal ini, di mana antara dunia ide (nomena) dan realita (fenomena) tidak ada hubungannya. Immanuel Kant mempengaruhi beberapa orang “Kristen” yang mendualismekan antara iman dan ilmu di dalam zaman postmodern ini. Semua filsafat dan agama dunia stagnan dan tidak mungkin bisa menyelesaikan problematika filsafat Yunani, tetapi puji Tuhan, melalui wahyu khusus Allah di dalam Kristus dan Alkitab, sebagai umat pilihan-Nya, kita mampu menghubungkan kedua hal ini. Bapa Gereja Augustinus yang pertama kali menghubungkan antara dunia being dan becoming dengan mengajarkan bahwa Bapa itu being, Roh Kudus itu becoming, dan Kristus menjadi perantara antara keduanya. Meskipun ilustrasi ini kurang begitu tepat, tetapi setidaknya, kita mendapatkan gambaran bahwa keKristenan melampaui semua filsafat dan agama dunia yang palsu yang tidak mampu menyelesaikan problematika filsafat Yunani tersebut. Kembali ke tema, di dalam ayat 31 ini saja, kita mendapatkan gambaran bahwa Allah yang adalah Being ada bagi kita yang becoming. Hal ini tidak berarti Allah mengorbankan natur-Nya, atau manusia tiba-tiba menjadi “allah”. Kedua konsep ini salah. Lalu, apa artinya ? Artinya, Allah yang tidak berubah tidak pernah mengubah natur-Nya, tetapi mengubah hubungan-Nya dengan manusia. Dengan kata lain, ini berarti Allah menuntun jalan hidup manusia menuju kehendak-Nya yang berdaulat. Inilah pimpinan Allah di dalam hidup kita. Hal ini akan kita pelajari di ayat-ayat berikutnya. Lalu, Allah yang ada bagi kita mengakibatkan tidak ada yang sanggup melawan kita, mengapa ? Karena Allah sendiri yang berperang bagi kita. Ini berarti tidak ada musuh Kristen yang sanggup menghancurkan keKristenan sejati, karena ada Allah di balik keKristenan. Ketika orang-orang dari agama mayoritas di Indonesia mencoba menghina Alkitab, Kristus, keKristenan, dll (tetapi memuja agama dan “kitab suci” mereka sendiri), keKristenan tidak perlu membalas mereka, karena Alkitab sendiri mengajarkan bahwa Pembalasan adalah hak Allah. Sekali lagi, ini bukti pemeliharaan Allah dan keadilan Allah bagi umat-Nya. Saya pernah mendapatkan sebuah cerita e-mail dari teman saya bahwa sebelum bencana tsunami di Aceh, orang-orang Kristen yang mengadakan suatu kebaktian di wilayah tersebut diusir oleh masyarakat, sehingga akhirnya orang-orang Kristen beribadah di dataran tinggi, tetapi beberapa saat kemudian, tsunami menyapu Aceh dan akhirnya mereka menyadari kesalahan mereka karena telah mengusir orang-orang Kristen. Benarlah apa yang Paulus katakan bahwa jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita ? Dunia bisa membakar gereja, menganiaya pendeta, dll, tetapi mereka tak akan sanggup melenyapkan keKristenan, karena Allah ada bagi kita yang telah dipilih-Nya dari semula. Haleluya.

Mengapa kita bisa memiliki pengharapan iman tersebut ? Di ayat 32, Paulus menjelaskan alasannya, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” Jawabannya adalah karena pertama, Allah telah mengaruniakan anugerah keselamatan bagi kita di dalam Kristus. Ini berarti Allah yang ada bagi kita adalah Allah yang telah menyediakan keselamatan bagi kita sebagai umat pilihan-Nya di dalam Kristus. Ingat, kata “kita semua” TIDAK menunjuk kepada semua orang berdosa, karena surat ini ditulis Paulus kepada jemaat Tuhan di Roma, sehingga “kita semua” menunjuk HANYA kepada umat pilihan-Nya di dalam Kristus. Kedua, karena Kristus yang telah dikaruniakan Bapa bagi kita, maka kita juga dikaruniakan segala sesuatu bersama-sama dengan Kristus. Alasan kedua ini didasarkan pada alasan pertama. Ini berarti ada tahap kedua pada saat keselamatan yang tidak bisa dipisahkan, yaitu adanya berkat rohani pada saat kita diselamatkan. Dengan kata lain, pada saat kita diselamatkan, kita juga menerima pembenaran dari Allah, hidup baru melalui Roh Kudus, dll. Dengan demikian, tidak benar jika ada ajaran yang mengatakan bahwa setelah kita diselamatkan, kita perlu dibaptis “roh kudus” sebagai second blessing (berkat kedua) setelah keselamatan, karena baptisan Roh Kudus terjadi pada saat kita bertobat dan hal tersebut TIDAK pernah terulang, sedangkan kepenuhan Roh Kudus terjadi berulang kali. Jika saya boleh mengatakan, berkat-berkat rohani sudah menjadi satu paket dari Allah bagi manusia. Hal ini akan diuraikan pada ayat 33 dan 35. Kembali, dengan demikian, pernyataan “segala sesuatu” di dalam ayat ini TIDAK boleh diartikan sebagai berkat-berkat jasmani, lalu kita “mengklaim” Allah untuk memberikan kekayaan dan berkat jasmani lainnya karena Ia telah mengaruniakan Kristus. Konteks ini TIDAK sedang berbicara tentang berkat jasmani, sama seperti ketika Tuhan Yesus mengatakan “hidup berkelimpahan” di dalam Yohanes 10:10b, Ia tidak sedang mengajar tentang hidup berkelimpahan secara materi, karena konteks tidak sedang berbicara tentang hal-hal material. Selanjutnya, Allah yang mengaruniakan segala sesuatu kepada kita adalah mengaruniakan segala sesuatu bagi kita bersama-sama dengan Kristus. Ini adalah hak yang unik. Mengapa ? Karena seluruh anugerah Allah TIDAK dilepaskan dari Kristus, entah itu berkenaan dengan keselamatan, kehidupan sehari-hari, dll. Ketika kita bisa memiliki iman yang sanggup mengalahkan penderitaan, itu berarti iman kita dilandaskan pada Kristus (bukan pada diri kita sendiri). Segala sesuatu yang merupakan anugerah Allah di dalam hidup kita pasti berkaitan dengan Kristus, sehingga segala sesuatu yang kita kerjakan harus berpusatkan pada Kristus dan memuliakan Kristus (Christ-centered life). Hal inilah yang mengakibatkan kita tidak pernah goyah di dalam menghadapi penderitaan, karena hidup kita adalah hidup yang menTuhankan Kristus. Hidup yang menTuhankan Kristus berarti hidup yang menjadikan Kristus sebagai Raja dan Pemilik hidup kita yang mutlak dan kita sebagai hamba-Nya. Di dalam banyak suratnya, Paulus memperkenalkan dirinya lebih sebagai hamba Kristus Yesus (Roma 1:1 ; Filipi 1:1 ; Titus 1:1), dan ia tidak memperkenalkan dirinya sebagai anak Allah di dalam suratnya. Apa signifikansinya ? Signifikansinya adalah Paulus mengerti benar apa artinya hidup menTuhankan Kristus dengan menghambakan diri kepada-Nya. Tetapi sebaliknya, banyak orang yang mengaku diri “Kristen” lebih suka menyebut diri mereka sebagai anak Allah, ketimbang hamba Allah/Kristus. Mengapa demikian ? Karena mereka menjadi “Kristen” bukan untuk menTuhankan Kristus tetapi menjadikan Kristus sebagai “ban serep” yang jika diperlukan langsung tersedia. Bagaimana dengan kita ? Apakah hidup kita sudah menTuhankan Kristus dengan menjadikan-Nya pusat hidup kita ? Apakah kita mau menyerahkan seluruh totalitas hidup, baik kehendak, pikiran, dll kepada Kristus ? Ataukah kita masih mempertahankan egoisitas hidup kita dengan menjadikan kehendak, pikiran, dll kita sebagai “tuhan” yang menggeser takhta Kristus ? Mari kita mengintrospeksi diri kita masing-masing.

Apakah bentuk segala sesuatu yang dikaruniakan Allah bagi kita bersama-sama dengan Kristus ? Ada dua hal, yaitu pembenaran (ayat 33) dan menjadi warga Kerajaan Surga bersama-sama dengan Kristus (ayat 35). Pada bagian ini, kita akan mengerti hal pertama dahulu, baru pada bagian setelah ini, kita akan mengerti hal kedua.
Hal pertama dijelaskan Paulus di ayat 33, “Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka?” Hal pertama yang dikaruniakan Allah bagi kita bersama-sama dengan Kristus adalah pembenaran. Artinya, di dalam pembenaran Allah (Yunani : dikaioō), Ia menjamin bahwa tidak ada seorangpun yang sanggup menggugat siapa yang telah Ia pilih (English Standard Version menerjemahkannya, “bring any charge against God's elect” atau mengajukan tuntutan melawan kaum pilihan Allah) dan tidak ada seorangpun yang sanggup menghukum mereka (arti dari bahasa Yunaninya adalah menjatuhkan vonis kepada mereka). Kedua hal ini berkenaan dengan penghakiman/pengadilan. Di dalam pengadilan, biasanya terdakwa (yang melakukan kriminalitas) didakwa oleh seorang hakim dan dibawakan saksi-saksi untuk memperberat atau memperingan hukumannya. Ketika saksi-saksi yang ada justru menjatuhkan terdakwa, maka terdakwa dijatuhi hukuman yang berat, sedangkan jika saksi-saksi yang ada tidak memberikan bukti tindakan kriminal si terdakwa, maka terdakwa dibebaskan. Selain saksi, ada juga para penuntut, entah itu terdiri dari Jaksa Penuntut Umum, dll. Hal yang sama terjadi dengan proses pembenaran Allah. Artinya, pertama, pembenaran (proses pembenaran) Allah adalah proses pembebasan Allah bagi kita dari dosa-dosa, sehingga di hadapan Allah Bapa, kita tidak lagi dituntut akan hukuman, tetapi di hadapan-Nya, kita dibenarkan melalui iman di dalam anugerah Allah. Karena saksi kita di hadapan Allah Bapa adalah Kristus, maka semua saksi palsu atau tuduhan-tuduhan yang tidak bertanggungjawab tidak mampu melawan kita. Kedua, proses pembenaran Allah mengakibatkan kita tidak lagi dijatuhkan vonis (atau dihukum) karena dosa-dosa kita. Karena kita memiliki saksi di hadapan Bapa yaitu Kristus, maka kita tidak lagi dihukum, seperti yang dikatakan Paulus sendiri di dalam Roma 8:1, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” Ini semua mengakibatkan kita menjadi lebih dari pemenang di dalam segala sesuatu di dalam iman kepada dan di dalam Kristus.

Mengapa kita bisa tidak dituntut di depan pengadilan Allah dan tidak dijatuhi vonis karena dosa-dosa kita ? Jawabannya dijelaskan Paulus di ayat 34, “Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?” Puji Tuhan, Paulus menjabarkan tiga prinsip finalitas keKristenan karena finalitas Kristus yang mengakibatkan kita bisa dibenarkan dan dimerdekakan dari kuasa dosa, lalu akhirnya kita menjadi lebih dari pemenang di dalam iman, yaitu : Kristus yang telah mati, bangkit dan duduk di sebelah kanan Allah.
Kristus yang telah mati berarti karya penebusan dan pengorbanan Kristus telah menebus dan mengampuni manusia yang berdosa. Di pasal sebelumnya, Paulus telah menjelaskan, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya.” (Roma 3:25) Di dalam ayat ini, penebusan Kristus di kayu salib bukanlah sebuah karya yang sia-sia (seperti yang diajarkan oleh agama mayoritas di Indonesia), tetapi penebusan Kristus adalah penebusan yang meredakan murka Allah (propisiasi) kepada manusia. Kembali kepada ayat 33, kita bisa menang atas segala sesuatu karena Kristus telah mati untuk menggantikan kita yang seharusnya mati akibat dosa (substitusi), meredakan murka Allah yang harus kita tanggung akibat dosa kita (propisiasi) dan menjadi perantara antara Allah yang Mahakudus dengan manusia yang berdosa (rekonsiliasi). Ketaatan dan kesetiaan Kristus menjalankan karya penebusan di salib diimputasikan kepada kita yang tidak taat dan tidak setia, sehingga kita yang berdosa dijadikan benar oleh karena kebenaran-Nya.
Kristus memang telah mati, tetapi kemudian Ia juga hidup dan bangkit. Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa Ia tidak dikalahkan oleh kuasa maut, tetapi Ia menang atas tiga kuasa yang membelenggu manusia : dosa, iblis dan maut. Kebangkitan-Nya membawa kemenangan bagi umat-Nya untuk mengalahkan : dosa, iblis dan maut, sehingga kita sekali lagi menjadi lebih dari pemenang. Jangan pernah tertipu oleh berbagai ajaran dunia yang mulai meragukan otentisitas kebangkitan Kristus melalui buku-buku seperti The Lost Tomb of Jesus, dll yang mengatakan bahwa Kristus tidak bangkit, tetapi mati suri, Yudas yang menggantikan Yesus (“injil” Barnabas yang dipercayai sebagai “injil asli” oleh Islam untuk melawan keKristenan), dll. Itu semua bohong dan sebuah hasutan iblis untuk menggoncang finalitas keKristenan supaya keKristenan hancur dan kita juga terikat kembali oleh kuasa si bapa dunia berdosa, yaitu iblis. Jangan pernah percaya pada tipu daya si iblis untuk membawa orang-orang Kristen kembali kepada dirinya, iblis. Justru dengan melakukan hal demikian, iblis “menang” dan Kristus “kalah”. Ketika kita menyetujui ajaran-ajaran dunia gila itu, sangatlah terbukti bahwa kita adalah antek-antek iblis yang sedang menghancurkan keKristenan.
Kematian dan kebangkitan Kristus juga memimpin kepada kenaikan-Nya serta diterima-Nya untuk duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Kristus yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa adalah semua karya penebusan Kristus diterima oleh Bapa dan Ia berhak menerima mahkota kemuliaan-Nya kembali. Ini adalah pemuliaan Kristus. Pemuliaan Kristus juga mengakibatkan kita juga akan dimuliakan (Roma 8:30) setelah kita telah dipilih, ditentukan, dipanggil dan dibenarkan. Inilah yang mengakibatkan kita menjadi lebih dari pemenang, karena kita percaya bahwa kita akan dimuliakan oleh Allah di dalam Kristus di dalam kekekalan nantinya. Ketika fokus kita diarahkan pada kemuliaan pengharapan ini, kita tidak akan lagi takut akan hal-hal yang fana, seperti penderitaan, penganiayaan, dll, karena kita percaya pada hal-hal yang bersifat kekal yang TIDAK mungkin dimiliki oleh orang-orang di luar Kristus. Terakhir, Kristus yang telah mati, bangkit dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa itulah yang menjadi Pembela/Perantara bagi kita kepada Bapa. Kata “Pembela” dalam bahasa Yunani berarti memohonkan. Berarti, Kristus yang memohonkan bagi kita kepada Bapa. Mengapa Kristus bisa memohonkan bagi kita kepada Bapa ? Karena Kristus telah mengerjakan seluruh karya keselamatan dari Allah Bapa bagi umat pilihan-Nya. Puji Tuhan ! Tanpa Kristus yang mati, bangkit dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa, kita tidak akan mungkin pernah diselamatkan, dibenarkan apalagi dimuliakan. Bersyukurlah atas semua anugerah Allah yang teragung ini.

Setelah kita merenungkan keempat ayat ini, maukah kita berkomitmen hidup hanya untuk menTuhankan Kristus ? Maukah kita berkomitmen untuk mengarahkan hidup kita hanya kepada-Nya dan bukan kepada dunia, sehingga kita tidak ditipu oleh tawaran dunia yang menyesatkan dengan berbagai ajaran, agama, filsafat dan kebudayaan yang melawan Allah? Ingatlah bahwa kemenangan Kristus memberikan kemenangan bagi umat pilihan-Nya untuk mengalahkan kuasa : dosa, iblis dan maut, sehingga jangan pernah menjadi budak ketiga kuasa ini, tetapi taklukkanlah semuanya karena kuasa kemenangan Kristus. Haleluya. Soli Deo Gloria. Solus Christus.

No comments: