03 June 2007

"ORANG MISKIN ADALAH SAUDARA KRISTUS!" (Tinjauan Kritis oleh Ev. Jon Hendri Foh)

“Orang Miskin Adalah Saudara Kristus!”
Benarkah Matius 25:31-46 berbicara tentang kepedulian sosial terhadap orang yang kekurangan?

oleh : Ev. Jon Hendri Foh


Upaya melakukan eksegesis secara tepat terhadap Alkitab adalah sarana untuk mencapai pemahaman yang benar tentang berita firman Allah. Penggalian hermeneutis (penafsiran) yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya harus selalu kembali kepada prinsip eksegesis, yang berusaha untuk menggali keluar apa yang tersurat dan tersirat dalam tulisan Kitab Suci. Melalui penelaahan kata-kata dalam bahasa aslinya (word study); Pemahaman yang tepat mengenai tata bahasa (grammatical study); Penelusuran terhadap konteks dari suatu teks, misalnya, latar belakang sosial-budaya-politik, sejarah, tradisi dari komunitas terkait (historical study); dan Penelitian tentang jenis karya sastra Kitab bersangkutan (genre), contohnya, apakah kitab tersebut bersifat nubuatan, puisi, sejarah, surat, dan lain sebagainya (literary study), maka diharapkan bahwa Alkitab dapat berbicara dan menjelaskan dirinya sendiri.
Salah satu kesalahan yang sering kali terjadi ketika membaca Alkitab adalah melakukan hal yang bertentangan dengan prinsip eksegesis, yaitu memasukkan suatu ide dari luar atau pemikiran asing yang sebenarnya tidak ada dalam Alkitab. Tindakan eisegesis ini telah memaksa Kitab Suci untuk mengatakan sesuatu yang pada hakikatnya tidak dikatakannya. Hak Alkitab untuk menyuarakan kebenaran yang ada pada dirinya telah dirampas tatkala proses eisegesis dilakukan. Kitab Suci hanya dipakai sebagai media, layaknya seperti kuda atau kedelai tunggangan, untuk menyampaikan kepentingan si penafsir atau sang pengkhotbah. Sampai pada batas-batas tertentu, hermeneutika secara eisegesis ini dapat menyesatkan karena menghasilkan kesimpulan yang tidak sesuai dan tidak setia kepada berita asli Alkitab.
Sebagai contoh dapat dikemukan misalnya, kelompok saksi Yehovah yang menafsir ulang semua ayat-ayat yang secara eksplisit menyatakan keilahian Kristus (Yohanes 1:1, Filipi 2:6-7, Kolose 1:15-17, Wahyu 3:14, dll). Konklusi yang disepakati oleh mereka tentang identitas Kristus jelas suatu penyesatan. Kristus tidak lagi bersifat ilahi, bukan pribadi kedua dari Allah Tritunggal tetapi hanya manusia istimewa yang merupakan ciptaan pertama dari semua ciptaan lainnya. Golongan yang menganut teologi kemakmuran juga melakukan eisegesis terhadap Alkitab. Mereka memakai kacamata “kesehatan dan kesuksesan” (health and wealth perspective) dalam membaca ayat-ayat firman Tuhan. Cara membaca demikian telah melahirkan keyakinan bahwa orang percaya yang diberkati Tuhan adalah orang yang selalu sehat, yang senantiasa sukses dalam usahanya, yang terus hidup dalam kekayaan dan kelimpahan harta benda. Terhadap yang miskin dan ditimpa kemalangan, sakit-penyakit, dikatakan bahwa mereka ini imannya lemah sehingga tidak diberkati Tuhan. Kacau sekali akibatnya! Sebab itu, kita harus berhati-hati pada setiap usaha penjelasan isi Alkitab yang berdasarkan hermeneutika eisegesis.
Pada kesempatan ini, secara khusus kita akan memperhatikan Matius 25:31-46. Apakah benar bahwa Kristus mengatakan orang miskin itu saudaranya? Apakah benar bahwa ayat-ayat dalam bagian ini menuntut orang percaya untuk mendemonstrasikan kepedulian sosial bagi mereka yang miskin papah?
TAFSIRAN DARI SUDUT PANDANG SOSIAL TERHADAP MATIUS 25:31-46
Matius 25:31-46 ini seringkali dijadikan landasan atau dasar rujukan dalam mengingatkan dan mendorong orang kristen untuk melaksanakan perintah agung Tuhan Yesus yang kedua yakni mengasihi sesama manusia (Mat. 22:39).(1) Myron Augsburger mengatakan bahwa “The passage emphasizes that the Gospel always has social implications,…”(2) [Bagian ini (Mat. 25:31-46) menekankan bahwa Injil selalu berkaitan dengan berbagai implikasi sosial]. Dengan demikian, orang percaya mempunyai kewajiban untuk menunjukkan kepedulian sosialnya terhadap kaum yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi. Mereka yang berstatus sosial rendah karena dibelenggu oleh kemiskinan, berpendidikan minim sebab tidak ada biaya untuk membayar uang sekolah, kekurangan makanan dan minuman, yang hidup di gubuk reyot atau tuna wisma, menjadi pengangguran karena tidak ada kesempatan kerja, dan berbagai kondisi sosial mengenaskan lainnya adalah objek yang patut untuk merasakan kehangatan kasih kristiani secara konkret. Di manakah mereka? Ada dekat di sekitar kita! Namun kerapkali terlupakan dan terlewatkan oleh lawatan kasih para pengikut Kristus.
Secara lebih spesifik, ayat yang dipakai untuk menggugah kesadaran sosial dan mengetuk pintu nurani orang kristen supaya tergerak melakukan tindakan kasih ialah ayat 40 yang berbunyi, “...sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (lihat juga ayat 45). Perkataan Kristus inilah yang menjadi titik tolak lahirnya penafsiran dari perspektif sosial. Di sini terbaca dengan jelas bahwa Tuhan Yesus mengidentikkan diri-Nya dengan mereka yang dililit oleh kekurangan (the needy). Bahkan realita yang lebih menggetarkan hati adalah kaum miskin ini telah diterima dan diakui sebagai saudara oleh Kristus sendiri.(3) Pada saat sekarang ini, Tuhan Yesus adalah satu pribadi yang tidak terlihat secara lahiriah oleh mata jasmani kita. Tetapi itu tidak berarti Ia absen dalam dunia ini. Kristus tetap hadir, dan terlebih penting lagi Ia telah menampilkan kehadiran-Nya di dalam dan melalui keberadaan rakyat jelata yang hidupnya jauh berada di bawah garis kecukupan.
Dengan jiwa yang dipenuhi oleh luapan pergolakan simpati sosial, Tuhan Yesus dapat merasakan kelaparan dan kehausan tatkala orang miskin menderita kekurangan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup mereka. Kristus menjadi orang asing yang tidak memiliki tempat berteduh dalam diri mereka yang “homeless” (tuna wisma). Ia juga menggigil kedinginan di tengah mereka yang tidak mempunyai selembar baju untuk menutupi ketelanjangannya. Yesus mengerang kesakitan di antara pribadi-pribadi yang sedang sekarat di rumah sakit atau tempat-tempat lainnya. Ia juga mengalami kesendirian yang sepi dan kesepian yang tersendiri pada diri orang-orang yang terhukum dalam penjara pengap karena ketidakadilan. Kenyataan pahit dan memilukan hati inilah yang dirasakan oleh Kristus dalam pengalaman pengidentikkan diri-Nya dengan golongan papah. Nyatalah bahwa Ia tidak hanya berkenosis untuk tujuan soteriologis melainkan juga demi untuk misi sosial, yaitu keberpihakan pada golongan yang diremehkan oleh dunia.
Ayat-ayat dalam perikop ini, khususnya ayat 40 dan 45, nampaknya memiliki daya dorong psikologis yang kuat untuk menggedor pintu hati orang kristen agar terbuka, berkomitmen dan terlibat dalam tindakan nyata yang dapat meningkatkan harkat dan martabat kaum prasejahtera melalui perbaikan kondisi kehidupan mereka (pengentasan kemiskinan). Jika orang miskin yang hina karena berada pada posisi terendah menurut skala sosial masyarakat adalah saudara-Nya Kristus dan Ia menjadi akrab dengan pergumulan dan penderitaan mereka, apakah realita ini tidak cukup keras berbicara untuk membuat hati kita tersentuh dan mau berbuat sesuatu yang terbaik bagi-Nya? Siapakah Kristus? Dia adalah Allah, satu pribadi yang maha mulia, di mana segala sujud penyembahan kita tertuju pada-Nya. Ia adalah Juru Selamat yang telah berkorban demikian luar biasa demi untuk menyelamatkan kita dari kebinasaan kekal. Dia adalah Tuan yang sudah menebus kita dengan darah-Nya yang mahal tak ternilai harganya. Namun, sekarang ini, di tengah percaturan dunia ini, Kristus yang adalah Allah, Juru Selamat dan Tuan kita sedang turut menderita melalui kesengsaraan mereka yang serba kekurangan. Hati-Nya diliputi oleh kepedihan melihat kenyataan betapa luasnya petaka kemiskinan telah mendominasi kehidupan umat manusia.
Benarkah kita sungguh-sungguh mengasihi Kristus? Kalau kita mengasihi Dia dengan segenap hati dan sepenuh jiwa, maka, akankah Dia dibiarkan menderita kelaparan dan kehausan? Masakan kita menelantarkan-Nya sebagai orang asing yang tidak punya tempat tinggal? Tegakah kita melihat-Nya gemetar kedinginan karena tidak berpakaian? Tidakkah kita akan melawat-Nya dengan pelayanan yang sebaik-baiknya? Seorang pengikut Kristus sejati pastilah memiliki kerinduan jiwa yang kuat untuk berusaha secara maksimal melakukan hal-hal yang terbaik dalam menyenangkan hati-Nya. Bagaimana caranya? Dengan menunjukkan caring terhadap saudara-Nya, yakni orang-orang miskin. Karena, melalui kenosis sosial-Nya, maka semua tindakan, perhatian dan kepedulian kita terhadap orang miskin pada hakikatnya adalah “…kamu telah melakukannya untuk Aku,” demikian kata Kristus. Namun, apakah hal-hal terindah dan terbaik sudah dialami oleh Kristus? Ternyata tidak! Karena masalah kemiskinan tetap menjadi fakta yang menyolok dalam realita kehidupan saat ini.
BENARKAH MATIUS 25:31-46 BERBICARA TENTANG KEPEDULIAN SOSIAL? 2 CATATAN KRITIS!
Membaca perikop Matius 25:31-46, nampaknya memang akan menimbulkan kesan dalam pikiran kita bahwa bagian ini menuntut agar hati orang kristen tidak beku dalam keegoisan melainkan bisa berdenyut dalam kepekaan sehingga bersedia mengalirkan berkat Allah bagi banyak orang yang membutuhnya. Selain itu, juga supaya tangan kita tidak terlipat dalam ketidakacuhan tetapi giat untuk terbuka atau turun tangan membantu orang miskin. Pendek kata, orang beriman harus mengasihi Allah yang tidak kelihatan itu dengan cara yang nyata terlihat melalui tindakan kasih yang berdampak terhadap masyarakat yang hidup dalam kekurangan. Namun sebelum kita mengamini dan menerima kesan ini menjadi pesan kebenaran, ada baiknya bagian ini dikaji lebih dalam untuk melihat apakah kesan (baca: tafsiran sosial) tersebut dapat dibenarkan menurut penggalian hermeneutis yang mempersilahkan Alkitab berbicara bagi dirinya sendiri.
Ada 2 catatan kritis yang penting untuk diperhatikan dalam menafsirkan perikop ini: Pertama, kita akan meninjau konteks dari Matius 25:31-46. Pemahaman terhadap konteks adalah faktor yang sangat hakiki dalam penafsiran Alkitab. Grant Osborne mengatakan, “The immediate context is the final arbiter for all decisions regarding the meaning of a term or concept”(4) [Konteks terdekat adalah penentu akhir bagi segala keputusan tentang makna dari suatu istilah atau konsep]. Sebab itu, untuk mencapai pengertian yang benar, maka proses interpretasi tidak pernah boleh dilepaskan dari konteks di mana ayat-ayat tersebut berada. Kesalahan eisegesis dapat dihindari bila penafsiran dilakukan dalam kesetiaan pada konteksnya.
Apa yang menjadi konteks dari teks Matius 25:31-46 ini? Pokok penting yang dibicarakan di bagian ini tidak lain adalah mengenai penghakiman terakhir.(5) Tuhan Yesus akan datang sebagai Raja yang menghakimi umat manusia secara universal (ay.31-33). Penghakiman-Nya ini akan menentukan nasib akhir (final destiny) dari segenap kaum keturunan Adam. Hanya ada dua kondisi bagi seluruh manusia yakni masuk ke dalam hidup kekal atau berada di tempat siksaan kekal (ay.46).
Bila konteks dari perikop Injil Matius yang dibahas ini berhubungan dengan peristiwa penghakiman, maka pertanyaan logis selanjutnya yang harus dipikirkan ialah kriteria apa yang Tuhan Yesus pakai untuk memutuskan bahwa seseorang itu layak menikmati hidup kekal di sorga atau pantas mengalami penghukuman kekal di neraka? Berdasarkan inti berita yang diproklamasikan Kristus, maka syaratnya adalah percaya kepada Tuhan Yesus sendiri melalui penerimaan terhadap berita Injil yang Ia kabarkan. Kristus menegaskan, “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya” (Yohanes 3:36).(6) Injil adalah Kristus dalam berita atau pemberitaan yang terfokus pada karya keselamatan yang dikerjakan Kristus melalui peristiwa kematian dan kebangkitan-Nya. Itu sebabnya hanya Injil yang menjadi “…kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya,…” (Roma 1:16).
Dengan landasan pemahaman ini, dapatlah diberikan penilaian bahwa tafsiran sosial terhadap Matius 25:31-46 tidak dapat dibenarkan. Permasalahan seriusnya terletak pada kriteria yang menentukan nasib terakhir setiap pribadi. Jika tafsiran sosial diterima, maka syarat yang menyebabkan seseorang dapat menerima hidup kekal atau hukuman selamanya adalah apakah dia melakukan perbuatan baik (menyediakan sandang, pangan, papan bagi orang miskin) atau tidak.(7) Prinsip “menabur apa yang dituai” menjadi hukum yang beroperasi dalam keselamatan manusia. Semakin banyak seseorang menabur kebaikan yang sebaik-baiknya, semakin besar pula haknya untuk menuai (baca: menuntut) tempat yang mulia di sisi Allah. Hidup kekal tidak lagi menjadi pemberian yang cuma–cuma melainkan upah yang wajib dan harus dilunasi Allah berdasarkan kebaikan perbuatan manusia.
Pada titik ini terlihat adanya ketidakkonsistenan yang parah bila dibandingkan dengan keunikan konsep keselamatan menurut Alkitab, yang mendasarkan keselamatan semata-mata pada kemurahan anugerah Allah melalui iman kepada Kristus (Roma 3:23-24, Efesus 2:8-9, Titus 3:4-7). Menerima tafsiran sosial sebagai kebenaran berarti akan mereduksikan kekristenan menjadi sistem etika agamawi sebab pembenaran karena iman (justification by faith alone) telah digantikan dengan pembenaran karena perbuatan baik (justification by good works). Dalam kaitan ini, R.T. France mengajukan pertanyaan yang tepat, “Was Matthew (or Jesus?) then against Paul?”(8) [Apakah Matius atau Yesus bertentangan dengan rasul Paulus?]. Kita percaya bahwa kebenaran Alkitab tidaklah saling bertentangan satu dengan lainnya. Kebenaran tidak bersifat "self-contradictory" sebab konsistensi merupakan bagian integral dari kebenaran. Karena itu, Matius atau Tuhan Yesus tidak mungkin berlawanan dengan Paulus berkenaan dengan pandangan tentang konsep keselamatan. Kenyataannya, justru penafsiran dari sudut pandang sosial terhadap Matius 25:31-46 inilah yang menyebabkan timbulnya pertentangan tajam dengan keyakinan dasariah iman kristen. Keharmonisan pengajaran Alkitab mesti terpelihara dengan baik. Dan itu berarti, tafsiran sosial harus ditolak.
Kedua, aspek penting lainnya yang akan disoroti adalah istilah “saudara-Ku yang paling hina” (ay. 40,45). Benarkah ungkapan ini menunjuk pada orang miskin? Apakah Tuhan Yesus menghubungkan diri-Nya dengan kaum yang kekurangan? Konteks menentukan makna. Untuk mengerti istilah ini dengan benar, sekali lagi, kita harus kembali ke konteks Matius 25:31-46, yang berbicara tentang penghakiman Tuhan Yesus terhadap seluruh umat manusia berdasarkan respon mereka terhadap diri-Nya, yang dalam hal ini diwakili oleh “saudara yang paling hina.” Hubungan Tuhan Yesus dengan mereka yang disebut sebagai “saudara-Nya” ini tentu sangat erat sekali, hingga nasib akhir segenap manusia tergantung pada penerimaan dan pelayanan terhadap mereka.
Siapakah “saudara-Ku yang paling hina” ini?(9) Mereka bukan orang miskin seperti yang diasumsikan dalam tafsiran sosial, melainkan adalah murid-murid Kristus sendiri. Donald Hagner menjelaskan bagian ini dengan menyatakan bahwa “Jesus thus identified himself fully with his disciples (cf. 1 Cor 8:12; 12:27; Acts 9:5).”(10) [Tuhan Yesus mengidentikkan diri sepenuhnya dengan para murid-Nya]. Mengapa bisa sampai pada kesimpulan demikian? Kita percaya bahwa Alkitab memiliki kemampuan untuk menjelaskan dirinya sendiri. Artinya, ada banyak bagian dari Alkitab yang maknanya dapat diterangi oleh bagian lainnya. Prinsip ini harus diterapkan dalam usaha untuk memahami istilah “saudara-Ku yang paling hina.”
Dalam Injil Matius, pemakaian istilah “saudara-Ku” ini selalu dihubungkan dengan para murid Tuhan Yesus. Pada suatu kesempatan, Kristus bertanya, “Siapakah ibuKu? Dan siapakah saudara-saudaraKu?” Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: “Inilah ibuKu dan saudara-saudara-Ku.” (Matius 12:48-49). Di tempat lain, Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara” (Matius 23:8,1). Setelah mengalami kebangkitan dari kematian, Tuhan Yesus menjumpai para wanita yang mencari-Nya di kuburan dan berkata kepada mereka demikian, “…Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudaraKu, supaya mereka pergi ke Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku” (Matius 28:10). Siapakah yang pergi ke Galilea? “Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka” (Matius 28:16). Berdasarkan realita penggunaan istilah ini oleh rasul Matius, Knox Chamblin berpendapat bahwa “Viewing the term adelphoi in this passage in light of its usage elsewhere in Matthew, I conclude that Matthew, like Jesus before him, refers to disciples.”(11) [Melihat istilah adelphoi (saudara) pada perikop ini (Mat.25:31-46) dari aspek penggunaannya di tempat lain dalam Injil Matius, saya menyimpulkan bahwa Matius, seperti halnya Tuhan Yesus, mengacu kepada para murid]. Jadi, jelaslah bahwa Tuhan Yesus mengidentikkan diri-Nya dengan para murid bukan dengan orang miskin. Pengidentikkan ini ada hubungannya dengan tugas memberitakan Injil. Dalam melaksanakan misi pekabaran Injil, murid-murid menyandang status sebagai wakil Kristus, selaku utusan dan duta Injil-Nya. Beridentitas seperti ini, maka kehadiran murid-murid Tuhan Yesus adalah suatu kehadiran yang disertai dengan berita Injil yang menyelamatkan (the messengers with the message of salvation). “…Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik” (Roma 10:15). Setiap orang berdosa yang hatinya terbuka dan menerima berita keselamatan yang diwartakan oleh para murid adalah sama dengan menyambut Tuhan Yesus sendiri yang hadir melalui pemberitaan mereka. Tuhan kita memang tidak lagi menjadi sosok yang hadir secara jasmaniah seperti saat Ia berinkarnasi 2000-an tahun yang lalu. Namun Ia tidak absen, sebab kehadiran-Nya terwakili melalui keberadaan para murid-Nya. Sistem perwakilan ini ditegaskan oleh Kristus ketika Ia berkata “Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku,…” (Matius 10:40).(12) Karena itu, tidaklah heran bila nasib akhir umat manusia sangat ditentukan oleh sambutan mereka terhadap para murid Kristus yang datang dengan Injil keselamatan-Nya. Bagi yang menerima berita ini, hidup kekal telah tersedia untuk mereka. Sedangkan hukuman kekal akan dialami oleh mereka yang menolak. Hanya pemahaman yang menempatkan murid-murid Kristus sebagai saudara-Nya yang paling hina inilah yang konsisten dengan konteks dari Matius 25:31-46, di mana temanya adalah tentang penghakiman Allah atas setiap insan yang pernah hidup di dunia.
Dari perspektif pengidentikkan ini, kita pun dapat memahami secara benar arti dari tindakan memberi makan, minum, tumpangan, pakaian; melawat ketika sakit dan mengunjungi dalam penjara (Matius 25:35-36). Perbuatan-perbuatan ini adalah bukti kasih dan kepedulian dari orang-orang yang sudah menerima berita Injil terhadap para pemberitanya. Murid-murid Kristus adalah orang yang hidup berdasarkan panggilan Ilahi untuk melaksanakan tugas pemberitaan Injil. Seringkali tugas sebagai duta Kristus membuat hidup para murid akrab dengan kekurangan dan penderitaan. Rasul Paulus adalah contoh riil dalam hal ini. Bacalah 2 Korintus 6:4-10, 11:23-29 untuk mendapat gambaran tentang penganiayaan dan kekurangan yang dialami Paulus sebagai seorang utusan Injil Kristus. Kondisi kehidupan yang serba minim secara lahiriah dan berbagai penindasan juga seringkali dialami oleh hamba-hamba Tuhan di setiap zaman dan di seluruh penjuru dunia. Jika orang berdosa sudah menerima keselamatan melalui iman kepada berita Injil yang di-sampaikan murid-murid Kristus, maka sudah sepantasnyalah rasa syukur mereka atas keselamatan tersebut diwujudnyatakan melalui tindakan kasih yang peduli terhadap kebutuhan para murid. Sam-butan dan perhatian untuk murid-murid Tuhan adalah sama dengan perbuatan yang dilakukan terhadap Kristus. Sebab, Tuhan berkata “…sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25:40).
Apakah istilah “saudaraKu” ini secara eksklusif hanya untuk menunjuk kepada murid-murid pertama Kristus (kesebelas murid ditambah rasul Paulus)? Dalam Matius 12:50, Tuhan Yesus mengatakan, “…siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu.” Dari terang pernyataan Kristus ini, kita dapat mengerti bahwa ungkapan “saudaraKu” ini tidak menyiratkan eksklusivitas, tidak terbatas hanya untuk murid-murid pertama melainkan sebaliknya bersifat inklusif, meliputi siapa saja yang merealisasikan kehendak Allah Bapa. Semua pengikut Kristus yang menjalankan tugas memproklamasikan berita keselamatan bagi dunia yang berdosa adalah murid Kristus, saudara-Nya.
Selain dari Matius 12:50, petunjuk lain mengenai sifat inklusivitas istilah “saudaraKu” juga bisa dilihat dari Kisah Para Rasul. Dalam perjalanannya ke kota Damsyik, Saulus (sesudah bertobat bernama Paulus) yang hatinya dipenuhi kebencian terhadap orang kristen, akhirnya berjumpa secara pribadi dengan Kristus. Di tengah perjumpaan itu, Tuhan Yesus melontarkan pertanyaan, “Saulus, Saulus mengapa engkau menganiaya Aku?” (Kisah 9:4). Kita tahu bahwa Kristus tidak dianiaya oleh Saulus dalam pengertian literal. Jemaat atau murid-murid Tuhan yang tersebar di berbagai tempatlah yang menjadi objek kemarahan Saulus (Kisah 8:3, 9:1-2). Tetapi, hal yang luar biasa ialah Tuhan Yesus mengatakan bahwa Saulus telah menganiaya diri-Nya (Kisah 9:5). Ini menandakan adanya persatuan organis antara orang beriman sebagai tubuh dengan Kristus selaku kepala gereja, sehingga apa yang dialami para pengikut-Nya, realita itu juga yang dialami Kristus sendiri.(13) Dari Kisah Para Rasul ini dapat dilihat bahwa solidaritas Tuhan Yesus dengan para pengikut-Nya sama sekali tidak terbatas hanya untuk murid-murid awal-Nya tetapi mencakup semua orang yang percaya pada-Nya. Kehadiran Kristus telah diwakili di dalam dan melalui eksistensi seluruh pengikut-Nya di semua tempat dan segala waktu. Iman kepada Tuhan Yesus adalah sarana satu-satunya yang memungkinkan setiap orang diangkat menjadi saudara-Nya.
KESIMPULAN
Untuk mengakhiri pembahasan Matius 25:31-46 ini, ada beberapa kesimpulan yang bisa ditarik, di antaranya :
Pertama, dengan mempertimbangkan konteks dari perikop di atas dan menelusuri penggunaan istilah “saudara-Ku” di tempat lain dalam Injil Matius, maka dapat dinyatakan bahwa bagian ini tidak berbicara tentang kepedulian sosial terhadap orang miskin. Tuhan Yesus tidak mengidentikkan diri-Nya dengan orang miskin. Yang benar adalah Tuhan menyatakan keberpihakkan terhadap murid-murid-Nya, merekalah yang menjadi saudara bagi Kristus.
Kedua, sangat penting untuk diingat bahwa pemahaman tentang satu bagian Alkitab tidak boleh bertentangan dengan kebenaran bagian Alkitab lainnya. Jika bertentangan, sudah tentu salah satunya pasti salah. Konsep keselamatan yang diajarkan Alkitab adalah “pembenaran karena atau melalui iman,” sebab itu prinsip “pembenaran karena perbuatan baik” pasti keliru. Dibutuhkan ketelitian dalam membaca dan kesetiaan penafsiran secara eksegesis untuk sampai pada kesimpulan yang bisa sesuai dengan makna sesungguhnya (original meaning) dari suatu perikop.
Ketiga, banyak bagian lain dari Alkitab yang menyuarakan pentingnya kepekaan sosial dan perlunya tindakan kasih orang percaya. Asas-asas kepedulian untuk kemanusiaan bisa dibangun di atas ayat-ayat seperti, Ulangan 15:11, Amsal 14:31, 19:17, Matius 26:11, Galatia 2:10, 6:10, Yakobus 1:27 dan lain-lainnya. Matius 25:31-46 tidak bisa ditafsirkan untuk kepentingan sosial. Pengajaran tentang penerapan nilai-nilai sosial iman kristen berdasarkan Matius 25:31-46 jelas adalah suatu upaya eisegesis yang memaksa bagian ini untuk berbicara tentang hal-hal yang tidak dimaksudkannya. Kesetiaan terhadap konteks telah dilalaikan sehingga selera dan kesan pembaca, bukan pokok pikiran penulisnya, yang menentukan makna dari teks Alkitab. Sungguh suatu kesalahan fatal yang harus selalu diwaspadai!
Terakhir, pesan praktis bagi setiap orang yang mempelajari Alkitab: “Marilah kita terus berusaha untuk menjadi pembaca Alkitab yang alkitabiah,(14) sehingga dapat menghindarkan diri dari membuat kesan (baca: selera) menjadi pesan kebenaran!” •
Footnotes
01/ Lihat situs “Food For The Poor, Inc.” (http://www.foodforthepoor.org) yang mengutip firman Tuhan dari Matius 25:31-46 ini untuk mendukung kegiatan sosialnya.
02/ Myron S. Augsburger, Matthew – The Preacher’s Commentary (Nashville : Thomas Nelson Publishers, 1982), h.265
03/ Ibid. h.264-265. “The judgment identifies Christ with the needy, so that a deed of love to ‘one of the least of these, my brethren’ is a deed of love for Christ (v.40).”
04/ Grant R. Osborne, The Hermeneutical Spiral (Downers Grove : InterVarsity Press, 1991), h.21.
05/ R.T. France, Matthew – Tyndale New Testament Commentaries (Grand Rapids : Eerdmans, 1990), h.354. Ia menyatakan bahwa “The theme of judgment which has run through chs. 23-25 here reaches its superb climax.”
06/ Lihat juga Yohanes 3:18; 5:24,39-40; 6:29; 8:51; 11:25-26; 14:6. Kisah Para Rasul 4:12, Roma 10:9-10.
07/ Desmond Tutu, seorang Bishop Anglikan dari Afrika Selatan berpendapat bahwa dalam perikop ini Yesus menyatakan, “[it] would be whether we fed or did not feed the hungry, whether we clothed or did not clothe the naked, whether we visited the imprisoned or did not, which would say what our final destination was going to be.” Dikutip dari Eksposisi Injil Matius oleh Knox Chamblin (Lihat situs,
http://thirdmill.org/newfiles/kno_chamblin/NT.Chamblin.Matt.25.31-46.pdf).
08/ R.T. France, Matthew – Tyndale New Testament Commentaries, h.351
09/ Memang ada beberapa tafsiran tentang identitas “saudara-Ku yang paling hina” ini, setidaknya ada 4 opini. Hagner telah meringkaskan dengan baik untuk kita, “There is much disagreement about the meaning of the phrase “the least of these my brothers.” From Gray’s survey of the options, we may list the following, in descending order of popularity: (1) everyone, i.e., particularly the needy among humankind; (2) all Christians; (3) Christian missionaries; and (4) Jewish Christians. The fourth option takes the word “brothers” too literally and therefore restricts it too narrowly to those Christians who are physically Jews. The distinction between options 2 and 3 is a small one, unless one insists in option 3 upon “missionary” in the technical sense of the term (thus Court, Gundry) as opposed to Christians generally—all of whom in some sense represent the Gospel (cf. 10:32). Nothing specific in the passage or context supports the speculation of Maddox that Christian leaders are intended. The real choice is between the first two options. The use of tw`n ajdelfw`n mou, “my brothers,” makes it almost certain that the statement refers not to human beings in general but rather to brothers and sisters of the Christian community. Elsewhere in the Gospel it is consistently the disciples whom Jesus calls “my brothers” (12:48–49; 28:10; see too 23:8; outside Matthew, see John 20:17; Rom 8:29; Heb 2:11–12).” Donald A. Hagner, Matthew 14-28 – Word Biblical Commentary (Dallas, Texas : Word Books Publisher, 1995), h.744-745.
10/ Ibid, h.744. Lihat juga, Craig S. Keener, The IVP Bible Background Commentary New Testament (Downers Grove : InterVarsity Press, 1993), h.118. Ia menulis demikian, “…this passage probably refers to receiving messengers of Christ. Such missionaries needed shelter, food and help in imprisonment and other complications caused by persecution.” Opini yang sama juga dapat dibaca di situs (http://www.biblegateway.com/resources/commentaries/index.php?action=getCommentaryText&cid=1&source=1&seq=i.47.25.3). Disini dikatakan bahwa “Nor is the popular view that this text refers to treatment of the poor or those in need (as in Gross 1964; Hare 1967:124; Catchpole 1979; Feuillet 1980a) exegetically compelling,…. In the context of Jesus’ teachings, especially in the context of Matthew (as opposed to Luke), this parable addresses not serving all the poor but receiving the gospel’s messengers.”11/ Lihat situs,
http://thirdmill.org/newfiles/kno_chamblin/NT.Chamblin.Matt.25.31-46.pdf
12/ Matius 25:31-46 ini dapat dilihat sebagai penjabaran lebih luas dari Matius 10:40-42, demikian komentar R.T. France, Matthew – Tyndale New Testament Commentaries, h.355. “The passage (Matt. 25:31-46) is sometimes described as an expansion of the theme of 10:40-42”13/ Konsep Paulus dalam 1 Korintus 12:12-27 tentang gereja sebagai tubuh Kristus dan Kristus selaku kepala gereja, sangat besar kemungkinannya, lahir dari pengalaman “personal encounter” Saulus dengan Tuhan Yesus di tengah perjalanannya ke Damsyik. Bruce mencatat, “His concept of the church as the body of Christ, for example, and of individual christians as members of that body, may go back to the implication of the risen Lord’s complaint: “Why do you persecute Me?”. F.F.Bruce, Paul : Apostle of the Heart Set Free (Grand Rapids : Eerdmans, 1995), h.87
14/ Maksudnya, yang setia pada konteks dari suatu teks Alkitab yang dipelajari, yang melakukan penafsiran dengan berpegang pada dalil-dalil eksegesis, yang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi Alkitab untuk berbicara dan menjelaskan dirinya sendiri.


Sumber :
http://www.gkagloria.or.id/artikel/a07.php

LANGKAH-LANGKAH MENCARI KEHENDAK ALLAH (oleh : Pdt. DR. STEPHEN TONG)

LANGKAH-LANGKAH MENCARI KEHENDAK ALLAH

oleh : Pdt. DR. STEPHEN TONG



Alkitab berkata kepada kita bahwa ada orang yang akan binasa beserta dengan dunia yang penuh dengan nafsu. Tetapi, ada orang-orang yang akan tetap hidup kekal di hadapan Tuhan karena menjalankan kehendak Allah. Yesus Kristus berkata bahwa suatu hari akan datang orang-orang yang berkata, "Tuhan bukankah kami sudah melakukan mujizat demi nama-Mu, menyembuhkan orang lain demi nama-Mu, mengusir setan demi nama-Mu?" Yesus akan menjawab, "Pergilah engkau, karena Aku belum pernah mengenal kamu." (Matius 7:22,23). Maka, jangan menganggap bahwa mereka yang menyebut Tuhan pasti masuk ke dalam kerajaan Allah. Hanya mereka yang menjalankan kehendak Allah yang akan masuk ke dalam kerajaan Allah.
Ayat-ayat ini sangat membuat kita gentar. Siapakah orang Kristen yang sejati itu? Banyak orang yang menggunakan nama Yesus untuk melakukan mujizat menyembuhkan orang lain, sepertinya Roh Kudus bekerja, tetapi hidup mereka tidak mengenal Allah, sehingga Allah harus mengatakan, "Aku belum pernah mengenal engkau."
Kalau perkataan itu keluar dari mulut seorang hamba Tuhan, ia akan dianggap terlalu keras. Tetapi, jikalau perkataan itu keluar dari mulut Yesus Kristus, maka tidak ada tempat untuk naik banding lagi. Tuhan Yesus begitu jelas mengajarkan kepada kita untuk menjalankan kehendak Allah lebih baik daripada memiliki karunia dan talenta dan memakai nama-Nya di dalam melakukan pelayanan.
I. Tidak Ada Jalan Pintas untuk Mengenal Kehendak Allah.
Siapa yang bisa mengenal kehendak Allah? Mungkinkah manusia mengenal kehendak Allah? Dengan cara bagaimana manusia mengenal kehendak Allah? Kita akan masuk ke dalam uraian yang lebih praktis dan pragmatis. Tetapi, pada zaman yang serba pragmatis ini, justru membuat manusia lebih sulit untuk mengenal kehendak Allah.

Kita tidak ingin belajar tata bahasa, tetapi ingin dapat berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik. Kita tidak mau belajar teori musik dan vokal, tetapi ingin masuk televisi. Kita tidak mau belajar hal-hal yang penting dari Tuhan, tetapi ingin langsung menjadi hamba Tuhan yang menonjol. Itu adalah jalan pintas, dan jalan pintas ini adalah hal yang melawan kehendak Allah.

Tidak ada jalan yang pendek. Yang ada adalah menurut jalan yang sudah ditetapkan dalam prinsip-prinsip Alkitab! Jika Allah mau memakai jalan pendek, mudah sekali Ia menyelamatkan kita. Kuasa-Nya terlalu besar. Tetapi tidak ada jalan pintas dalam rencana Allah. Ia harus mengutus Tuhan Yesus masuk ke dalam dunia melalui proses dilahirkan oleh anak dara, menjadi bayi, dibesarkan lewat makanan, menjadi dewasa, dan menyerahkan tubuh-Nya untuk disalib.

Saya tidak mau langsung masuk ke dalam hal praktis, oleh karena saya mau mempersiapkan zaman ini menjadi generasi yang bertanggung jawab, yang belajar baik-baik di hadapan Tuhan. Itu panggilan yang tidak boleh saya tolak. Gereja didirikan bukan untuk hura-hura, tetapi mempersiapkan generasi yang memiliki prinsip yang ketat dan konsisten terhadap Firman Tuhan.

Mungkinkah kita mengenal kehendak Allah? Manusia mungkin mengenal kehendak Allah! Jika manusia menganggap tidak mungkin mengenal kehendak Allah, itu berarti kita sudah menerima pandangan yang salah dari filsafat Skeptisisme dan Agnostisisme yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengenal realitas yang terakhir. Itu bukan ajaran Kristen!

Jikalau manusia tidak mungkin mengenal kehendak Allah, maka Allah tidak perlu mewahyukan Alkitab kepada kita. Allah tidak perlu susah payah melewati 1600 tahun dengan 40 orang nabi dan rasul mencatatkan kehendak-Nya bagi kita masing-masing. Tetapi sekarang, banyak orang Kristen yang menginginkan jalan pintas, tidak mau membaca Kitab Suci, tetapi langsung mencuplik ayat sana-sini. Orang yang demikian, tidak mungkin mengenal kehendak Allah dengan tepat dan total.



II. Mengenal Kehendak Allah Secara Total.
Apa yang Allah inginkan agar manusia mengerti kehendak dan rencana-Nya secara total?
a. Menjadi murid yang mau mendengar dan taat.
Telinga kita bukan cuma untuk mendengar musik rock, gosip, teori manusia, dan berita tiap hari yang tidak ada habisnya. Itu adalah hal yang lebih remeh dan tidak terlalu penting. Yang terpenting adalah mendengar Firman Tuhan dan prinsip-prinsip Alkitab untuk mengenal rencana Allah secara total. Utamakanlah segala potensi Saudara berfungsi untuk mengerti rencana Allah yang benar.

Nabi Yesaya mengatakan, "Berikanlah padaku lidah yang mau diajar." (Bdk. Yesaya 50:4). Mengapa tidak dikatakan "lidah yang pandai mengajar?" Bukankah itu dibutuhkan oleh seorang nabi? Maksudnya di sini, seorang yang mau mengajar harus diajar lebih dulu, seorang yang mau memberitakan Firman harus lebih dulu peka mendengar suara Tuhan.

Saya dilahirkan dalam suasana yang tidak baik. Saya lahir dalam suasana perang, tidak lama kemudian ayah saya meninggal, sehingga saya tumbuh sebagai anak yang minder. Tetapi, setelah dewasa, sebagai seorang pemberita Injil, saya menjadi berani. Selama menjadi pendeta saya gentar, karena harus baik-baik mendengar Firman Tuhan yang akan saya sampaikan untuk memenuhi kebutuhan rohani Saudara. Saya harus taat lebih dulu kepada Tuhan, itulah lidah yang mau menerima pengajaran.

Jangan terlalu cepat melibatkan diri dalam pelayanan yang muluk-muluk tanpa memiliki iman yang sehat dan benar. Itu akan merusak iman orang lain. Alkitab mengingatkan, jangan banyak orang menjadi guru karena mereka akan menerima hukuman yang lebih berat (Yakobus 3:1). Bukannya saya mau menahan Saudara dari keberanian mengajar dan semangat pelayanan. Tetapi, tunggu dulu! Seperti Amanat Agung diberikan, tetapi harus menunggu sampai Roh Kudus turun (Kisah Para Rasul 1:4). Ini adalah paradoks, di satu pihak harus mengabar Injil, di pihak lain harus menunggu dulu; harus mengajar, tapi harus belajar dulu. Ini semua dilakukan untuk kepentingan kita masing-masing untuk menjadi hamba Tuhan yang stabil.

Langkah pertama adalah menetapkan dulu untuk taat. Yesus Kristus berkata, "Barangsiapa mau melakukan kehendak Allah, ia akan tahu bahwa ajaran-Ku berasal dari Bapa." (Yohanes 7:17)
Pernyataan ini bertentangan dengan dua filsafat Tiongkok. Pertama, filsafat yang mengatakan: "Lebih mudah untuk tahu, tetapi menjalankan susah." Misalnya, orang yang berdagang, secara teori mungkin dia banyak tahu, tetapi begitu terjun dalam perdagangan, belum tentu bisa sukses.
Yang kedua mengatakan: "Lebih mudah menjalankan, tetapi untuk mengetahui sesuatu itu tidak mudah." Misalnya, bayi menyusu dari ibunya. Ia tahu bagaimana menyusu, tapi ia tidak tahu bagaimana susu bisa menyehatkan dia. Jadi menurut Saudara, pendapat mana yang benar? Pendapat pertama atau yang kedua?

Sadar atau tidak, kita sudah terjerumus di dalam salah satu pandangan ini. Namun, kedua pandangan ini ditolak oleh ayat di atas. Bukan karena tahu baru bisa menjalankan atau karena menjalankan akhirnya menjadi tahu. Tetapi, jika seseorang mau mengenal kehendak Allah, dengan niat mau menjalankannya, maka barulah ia akan tahu! Di sini, Kristus menetapkan kemauan yang taat mendahului hal mengetahui dan menjalankan. The will to know, the will to do, and the will to submit yourself to do the will of God is prior to the knowledge and to the practical action. Ini merupakan suatu ajaran yang besar sekali dan menjadi filsafat yang lebih tinggi dari filsafat manusia serta menjadi jaminan bahwa kita pasti mengetahui kehendak Allah.

Allah tidak akan menyatakan pimpinan kehendak-Nya kepada mereka yang tidak berniat taat kepada Tuhan. Jikalau Saudara tidak berniat untuk taat kepada Tuhan dan hanya ingin bermain-main saja, Allah tidak akan memberitahukan kepada Saudara apa yang harus Saudara jalankan. Di dalam Allah, ada anugerah yang diberikan secara cuma-cuma, tetapi tidak dijual murah. "The grace of God is free but not cheap." Kalimat ini diucapkan oleh Dietrich Boenhoefer yang dibunuh oleh Hitler.

Begitu banyak orang menganggap Allah terlalu murah hati, sehingga bermain-main dan mengira Tuhan gampang mengampuninya. Allah kita seperti api yang menghanguskan. Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati di hadapan-Nya. Jika kita mau sungguh-sungguh menjalankan kehendak Allah, maka Allah akan menyatakan kehendak-Nya. Kalau tidak, Allah akan membiarkan Saudara sembarangan menerima ajaran yang tidak beres dan seumur hidup engkau akan dibuang ke dalam tangan setan.


b. Berada di dalam jalur Alkitab.
Tidak mungkin ada sesuatu yang dikatakan kehendak Tuhan, tetapi bertentangan dan di luar jalur Kitab Suci. Apa yang dicantumkan dalam Kitab Suci merupakan patokan dan lingkar batasan di mana di dalamnya kita menemukan cara Tuhan memimpin kita. Tetapkan hati Saudara hanya mengerti Firman Tuhan di dalam Alkitab saja.

Saya paling takut kalau melihat orang yang mengaku rohani, tetapi sebenarnya melawan prinsip-prinsip rohani; mereka yang sering mengatakan "ini kehendak Tuhan" justru kebanyakan tidak mengerti kehendak Tuhan. Mereka memakai Kitab Suci dan mengutip ayat-ayat, padahal di antara mereka ada yang sama sekali tidak mengerti Alkitab dengan baik. Itulah gejala-gejala yang berlainan dengan esensi kekristenan yang sejati.

Jika Saudara mengaku mendapat mimpi dan ternyata mimpi itu tidak sesuai dengan Kitab Suci, buang mimpi itu! Pengalaman dan perasaan itu tidak boleh disamaratakan dengan Firman Tuhan. Firman Tuhan lebih besar dari pengalaman manusia. Kebenaran yang memimpin pengalaman, bukan pengalaman memimpin kebenaran. Firman ini adalah kebenaran yang mengadili pengalaman manusia.
Ada seseorang yang mendapat mimpi-mimpi luar biasa, kemudian mimpi-mimpi itu dilukiskan dan dipigurakan. Baginya, lukisan mimpi itu penting dan terus diingat, bahkan sampai ia lebih mementingkan lukisan itu daripada Alkitab. Ia berdoa kepada Tuhan di hadapan lukisan-lukisan ini karena merasa di situlah ia bisa betul-betul berkonsentrasi dalam berdoa. Ia berniat untuk mewariskan lukisan itu kepada keturunannya.

Baginya, wahyu kepada nabi sejajar dengan wahyu lewat mimpinya. Bahkan yang didapatnya itu lebih sempurna, karena diberi belakangan. Saya katakan kepadanya, "Buang dan bakar lukisan itu supaya keturunanmu tidak menjadi bidat. Bawa mereka kembali kepada Alkitab."


c. Jangan mengabaikan prinsip-prinsip Alkitab.
Kalau Saudara bertanya, "Bagaimana kalau Alkitab tidak memberitahu hal yang saya ingin tahu, misalnya tentang berjudi, merokok dan sebagainya?" Banyak hal yang tidak ditulis oleh Alkitab, namun bukan berarti kita boleh melakukan sesuatu dengan sembarangan. Alkitab memang tidak menyatakan berbagai hal secara jelas, tetapi tetap ada prinsip-prinsip yang diberikan. Paulus memberikan tiga prinsip Alkitab terhadap hal-hal yang demikian, yaitu :
· AKU BOLEH BERBUAT SEGALA SESUATU, TETAPI HARUS MEMULIAKAN ALLAH.
Janganlah melakukan apa yang tidak memuliakan Allah, meskipun tidak dilarang oleh Alkitab! Pada prinsip pertama ini memang terlihat bahwa orang Kristen mempunyai kebebasan, tetapi kebebasan Kristen bukan kebebasan yang liar. Kebebasan Kristen harus berada di dalam jalur kebenaran, kesucian, keadilan, dan cinta kasih. Hal-hal ini melingkari kita, menjadi batasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

· APAKAH YANG SAYA LAKUKAN INI BERFAEDAH DAN MEMBANGUN ORANG LAIN?
Satu kalimat saja bisa membangun atau menjatuhkan seseorang! Mulut kita harus hati-hati di dalam berkata-kata. Bukan karena kebebasan kita, maka kita boleh sembarangan saja. Tetapi, kebebasan yang sudah kita letakkan di bawah kedaulatan Tuhan Allahlah yang mengakibatkan saya harus memilih cara berbicara, berlaku dan berbuat sesuatu sehingga membangun orang lain. Jikalau apa yang hendak Saudara lakukan itu mempermalukan Allah dan merusak iman orang lain, bagaimanapun juga jangan lakukan itu, karena itu pasti bukan kehendak Allah.

· TIDAK ADA IKATAN YANG AKAN MEMBATASI ATAU MEMBELENGGU.
Jika kita pergi ke suatu tempat, akhirnya tempat itu mengikat kita, jangan pergi ke situ lagi. Jika ada satu buku yang mengikat Saudara, berhentilah membaca buku itu. Kalau apa yang Saudara kerjakan telah merebut tempat yang seharusnya Tuhan bertakhta, jangan lakukan itu. Alkitab tidak mengatakan tidak boleh merokok, mengisap ganja atau mabuk-mabukan. Tetapi Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa kita tidak boleh terbelenggu oleh segala apapun yang kita kerjakan.

Pertama kali Saudara merokok, mungkin karena diajak teman, atau tergiur iklan. Tetapi akhirnya Saudara terikat, kecanduan, dan tidak bisa berhenti. Tahukah Saudara bahwa sebatang rokok bisa membunuh tujuh ekor burung gelatik? Ingatlah: yang bermain-main dengan dosa justru akan dipermainkan oleh dosa!

Di dalam cerita Tiongkok kuno, ada seseorang, setelah perang melewati perkebunan yang tidak bertuan lagi. Ia sangat haus, sementara di kebun itu banyak buah semangka. Temannya menyarankan untuk mengambil saja, karena tanah itu tidak ada pemiliknya. Tetapi ia tidak mau mengambil, karena sekalipun tanah itu tidak ada pemiliknya, di hatinya ada pemiliknya. Janganlah kita mau dikuasai oleh yang jahat, tetapi kita mau dikuasai oleh yang baik. Tidak ada tempat yang lebih aman daripada cara Tuhan memelihara kita masing-masing.

Saya tidak mau Saudara bertindak ekstrim dalam menjalankan kehendak Allah. Maksudnya, kita tidak perlu sampai menjadi orang schizophrenik, tiap hari bertanya kepada Tuhan untuk hal-hal yang remeh, seperti harus pakai baju apa dan sebagainya. Yang penting prinsip-prinsip Alkitab tidak dilanggar.
Orang Kristen hidup diberi kebebasan. Kita bukan hidup hanya berdasarkan larangan, tidak boleh ini dan itu, tetapi berdasarkan kesadaran untuk tidak mau melakukan hal-hal yang tidak Tuhan kehendaki.


d. Sejahtera Kristus memerintah di dalam hati.
Bagaimana kalau tiga prinsip ini tidak terlanggar, tetapi Saudara masih belum yakin kehendak Tuhan atau bukan? Kita masuk ke dalam prinsip ke-4, yaitu damai sejahtera Kristus memerintah hati Saudara atau tidak. Memang, prinsip-prinsip di atas tidak terlanggar, tetapi sewaktu ingin melakukannya kenapa hati merasa tidak tenang, ada ketegangan? Itu karena Roh Kudus adalah Roh yang hidup, Roh Kudus adalah Allah. Dan Allah yang sudah memberi hidup baru kepada Saudara adalah Allah yang bertanggung jawab memelihara hidup itu dalam diri orang yang sudah lahir baru. Roh Kudus akan memimpin orang itu seperti seorang ibu yang tidak akan membiarkan bayinya begitu saja. Ia akan terus menjaga bayi itu. Hati nurani kita yang sudah dibaharui dan dibersihkan oleh darah Yesus Kristus akan menjadi hati yang peka terhadap suara Roh Kudus. Kita harus memiliki kepekaan untuk taat kepada Tuhan. Paulus mengatakan, "Biarlah sejahtera Kristus memerintah hatimu." Maksudnya, waktu Saudara mengerjakan sesuatu, biarlah hatimu sejahtera. Kalau tidak sejahtera, jangan lakukan!

Kalau ada orang yang mengatakan, "Saya selalu sejahtera melakukan segala sesuatu. Membunuh orang, rasanya sejahtera; menipu orang juga rasanya sejahtera saja." Hal ini terbentur pada dua hal:
PRINSIP PERTAMA: bertekad bulat untuk taat.
Orang yang melakukan segala sesuatu dengan sejahtera tanpa ketaatan, berarti orang itu berada di luar jalur kehendak Allah.
PRINSIP KEDUA: 1Yohanes 3:20. Lakukan segala sesuatu, tetapi ingat bahwa Tuhan lebih besar dari hati kita.
Yohanes memberikan prinsip yang penting sekali. Ketika Saudara melakukan suatu perbuatan salah pertama kali, mungkin merasa tidak sejahtera, tetapi semakin diulang, perasaan tidak sejahtera itu semakin berkurang, pada akhirnya Saudara melakukannya tanpa ada tuduhan dari hati nurani. Tetapi ingat bahwa Allah lebih besar dari hati kita. Maka, berlutut dan berdoalah kembali. Waktu berdoa lagi, sesuatu penyegaran ulang terjadi dan suara Tuhan akan bekerja dalam hatimu.

Sejahtera Kristus adalah istilah khusus yang bersangkut paut dengan penganiayaan dalam menjalankan kehendak Allah. Pada waktu kita mau menjalankan kehendak Allah, kita mungkin akan mengalami penganiayaan atau kesulitan. Di sinilah sejahtera Allah memelihara Saudara. Dalam Yohanes 14:27; 16:33, dua kali Tuhan Yesus mengatakan bahwa di dalam Dia ada sejahtera yang berbeda dengan sejahtera dunia yang mau diberikan kepada para murid. Itu sebabnya, Yesus begitu tenang di kayu salib, bahkan Ia mendoakan para musuh-Nya. Setelah Kristus bangkit, Ia terus mengulang istilah ini kepada para murid.

Damai sejahtera Kristus adalah suatu istilah khusus untuk mereka yang menjalankan kehendak Tuhan. Mereka akan mempunyai ketenangan dan damai yang tidak mungkin direbut siapapun. Sejahtera Kristus penting bagi mereka yang mau melayani dalam penderitaan. Kerjakan sesuatu dengan perintah dari sejahtera Kristus dalam hatimu.


e. Proses pengujian.
Waktu seseorang memutuskan untuk menikah, ia tetap perlu mencari kehendak Tuhan. Ia perlu berdoa dengan setia tanpa terpengaruh dengan unsur dari luar. Saya gambarkan: bila seseorang jatuh cinta, maka waktu ia berdoa, makin berdoa, makin yakin bahwa pilihannya itu adalah kehendak Allah. Karena ketika tutup mata yang terbayang adalah wajah orang yang dicintainya, sehingga ia makin merasa yakin ini adalah kehendak Tuhan. Tetapi, ketika ia mengatakan kepada pilihannya bahwa Tuhan berkehendak agar mereka berdua menikah, maka pilihannya itu perlu pula untuk merasa tahu bahwa Tuhan memang menghendaki demikian. Dalam hal ini jika benar itu adalah kehendak Allah, maka kedua belah pihak akan mengerti. Karena itu, jangan pakai istilah ini untuk menakut-nakuti orang yang kurang rohani. Kehendak Tuhan harus berkaitan dengan orang yang bersangkutan.

Contoh: Eliezer mencari menantu untuk Abraham (Kejadian 24). Eliezer berdoa kepada Tuhan meminta pimpinan Tuhan dengan jelas, sehingga ia tidak salah mengambil keputusan. Eliezer berdoa, "Tuhan, di sini aku berdiri di dekat mata air, dan gadis-gadis kota ini datang keluar untuk menimba air. Tuhan tunjukkan siapa gadis yang rela memberikan air bagiku dan unta-untaku, sehingga aku tahu dialah yang Kau tentukan bagi Ishak."

Apa yang didoakannya kemudian terjadi, di mana seorang gadis cantik bernama Ribka melakukan semua yang diminta Eliezer. Dengan demikian, Eliezer baru berani meminang gadis itu dan membawanya bagi Ishak. Eliezer tidak memaksa Ribka. Ia hanya meminta, kalau boleh Tuhan menggerakkan hati gadis ini. Kemudian hal yang luar biasa terjadi, Ribka dan keluarganya mau menerima pinangan Eliezer. Sekarang tinggal satu hal lagi, yaitu apakah Ishak sendiri mau menerima Ribka atau tidak. Alkitab mencatat reaksi Ishak dengan jelas, setelah melihat Ribka ia jatuh cinta dan mau mengambil Ribka menjadi istrinya. Di sini kita melihat semua pihak tidak ada yang berkontradiksi dengan pimpinan Tuhan satu sama lain.

Dua puluh tahun yang lalu, di kota Semarang ada seorang wanita berkata kepada saya bahwa hidupnya begitu susah karena ia tidak mencintai suaminya. Tiap hari mereka bertengkar dan hidup seperti di dalam neraka, sehingga ia mau bunuh diri. Saya tanyakan mengapa ia dulu memutuskan mau menikah dengan pria itu. Ia katakan karena ada seorang pendeta yang mengaku dipenuhi Roh Kudus dan mendapat pimpinan Tuhan untuk menikahkan mereka berdua. Karena takut melawan kehendak Tuhan, akhirnya mereka mau dinikahkan, tapi tak pernah satu haripun mereka lalui dengan damai. Celakalah pendeta seperti ini, yang tidak mau membimbing dengan baik-baik, sehingga mengorbankan dua orang seumur hidup berada di dalam kesulitan.
Jangan sembarangan menerima nasihat seperti itu. Alkitab mengatakan, ujilah apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Roma 12:2). Hati-hati kepada mereka yang memakai nama Tuhan tetapi telah merusak kekristenan dan iman banyak orang.
Cari kehendak Allah dalam suatu pengujian. Tanpa proses pengujian ini kita tidak akan mengenal kehendak Allah dengan jelas. Kita akan menjadi orang yang sembrono dan menipu diri serta menipu orang lain.


f. Berdiskusi dan rendah hati mencari pengertian dari mereka yang dewasa rohaninya.
Carilah nasihat dari orang yang dewasa rohani. Meskipun ini tidak mutlak, namun baik untuk dilakukan. Coba dengarkan apa yang orangtua atau pembimbing rohani Saudara katakan, karena mereka setia berdoa bagi Saudara dan mengerti Firman Tuhan dengan baik. Mereka mempunyai pengalaman dan pertimbangan yang lebih banyak daripada Saudara. Biarlah mereka memberikan pandangan dan prinsip-prinsip yang penting, sehingga Saudara taat.

Bukan berarti mereka 100% benar, karena orang rohani pun bisa salah. Tetapi, tidak ada ruginya kalau Saudara mau mendengarkan pandangan mereka. Dengan demikian, Saudara bisa menghindarkan diri dari jalan-jalan yang tidak berguna, dan tidak perlu menghamburkan waktu dan energi.


g. Tunggu dan sabar terhadap waktu Tuhan.
Waktu merupakan faktor yang terpenting. Mengapakah kita tidak betul-betul mengerti kehendak Tuhan? Karena sebelum waktu Tuhan sampai, Saudara sudah tidak sabar dan melangkahi Tuhan. Padahal, jika genap waktunya di dalam rencana Allah, maka pekerjaan Tuhan tidak akan salah. Mungkin kita harus menunggu bertahun-tahun sampai genap waktu Tuhan.

Musa pada umur 80 tahun baru dipanggil oleh Tuhan. Ini tidak berarti ia menghambur waktu selama 80 tahun, tetapi 40 tahun berikutnya yang dijalani dalam hidupnya dapat ia pakai untuk melayani Tuhan dengan matang tanpa melakukan kesalahan yang besar. Meskipun ada cacat, tetapi tidak fatal.

Yesus Kristus harus menunggu sampai berumur 30 tahun dan hanya melayani tiga setengah tahun lamanya. Sepertinya hal ini amat disayangkan. Bukankah kalau Kristus memulai pelayanan pada umur 16 tahun, Ia bisa dipakai lebih banyak? Tidak bisa! Itu adalah waktu Tuhan sendiri. Kadang-kadang, semua prinsip sudah kita jalankan dan tidak ada yang terlanggar, tetapi kita mesti menunggu sampai suatu hari kita akan jelas mengerti waktu Tuhan untuk bertindak.

Alangkah indahnya jika hidup Saudara mulai digarap Tuhan. Meskipun belum jelas tahu kehendak Tuhan, tetapi jika Saudara mau sungguh-sungguh taat kepada Tuhan dan mengetahui prinsip Alkitab dengan jelas, maka beranilah melangkah!



Kutipan Ayat-ayat Alkitab:
1. 1Yohanes 3:19,20
Demikianlah kita ketahui, bahwa kita berasal dari kebenaran. Demikian pula kita boleh menenangkan hati kita di hadapan Allah, sebab jika kita dituduh olehnya, Allah adalah lebih besar dari pada hati kita serta mengetahui segala sesuatu.

2. Kolose 3:15
Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah di dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh dan bersyukurlah.

3. 1 Korintus 6:12
Segala sesuatu halal bagiku tetapi bukan semuanya berguna, segala sesuatu halal bagiku tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun. Terjemahan lain : Saya boleh berbuat segala sesuatu, karena tidak ada larangan bagiku untuk berbuat segala sesuatu, tetapi bukan berarti segala sesuatu yang saya perbuat ada faedahnya bagiku. Waktu saya mengerjakan sesuatu saya tidak boleh diikat oleh apa yang saya perbuat.

4. 1Korintus 10:23,24,31
"Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain. Aku menjawab. Jika engkau makan atau minum, atau jika engkau melakukan segala sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.

5. Yohanes 7:17
Barangsiapa mau melakukan kehendak-Nya, ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah entah Aku berkata kata dari diri-Ku sendiri. Terjemahan lain : Barangsiapa yang berkehendak untuk menjalankan kehendak Allah, pasti ia mengakui ajaran-Ku ini berasal dari Bapa, bukan dari diri-Ku sendiri.



Bahan di atas dikutip dari sumber:
Judul Buku : Mengetahui Kehendak Allah
Judul : Langkah-langkah Mencari Kehendak Allah
Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong.
Penerbit : Pusat Literatur Kristen Momentum (1999)
Halaman : 169 - 182

Disarikan dari :
e-Reformed edisi 52/VII/2004 (http://www.sabda.org/e-reformed)


Profil Pdt. DR. STEPHEN TONG
Pdt. DR. STEPHEN TONG melayani Tuhan sejak tahun 1957, baik di dalam bidang penginjilan, teologi, maupun penggembalaan. Pelayanan beliau yang telah terbukti menjadi berkat bagi zaman ini telah menarik perhatian banyak pemimpin gereja, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Perhatian tersebut khususnya ditujukan kepada Reformed Theology yang senantiasa beliau tegaskan. Sejak tahun 1974, beliau mengadakan seminar-seminar di Surabaya. Pada tahun 1984, beliau mulai mengadakan Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK) di Jakarta, untuk menegakkan doktrin Reformed dan semangat Injili. SPIK dipimpin Tuhan untuk menjadi pendahuluan bagi berdirinya Lembaga Reformed Injili Indonesia (LRII) pada tahun 1986, di mana Pdt. Dr. Stephen Tong mengajak Pdt. Dr. Yakub Susabda dan Pdt. Dr. Caleb Tong untuk menjadi pendiri bersama.

Selain memimpin SPIK, Pdt. Dr. Stephen Tong juga mendirikan Sekolah Teologi Reformed Injili (STRI) Surabaya (1986), STRI Jakarta (1987), dan STRI Malang (1990). Beliau juga memperluas seminar-seminar pembinaan iman tersebut ke kota-kota besar lainnya di Indonesia dan kota-kota di luar negeri, yang pelaksanaannya diserahkan kepada Stephen Tong Evangelical Ministries International (STEMI). Sejak tahun 1991 hingga saat ini, Pdt. Dr. Stephen Tong menjabat sebagai Rektor Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia (STTRII) sampai tahun 2006 (akhir tahun 2006, Rektor STTRII : Pdt. Yakub Susabda, Ph.D.) dan sejak tahun 1998 sebagai Rektor Institut Reformed.

Selain menegakkan doktrin Reformed di Indonesia, beliau juga pernah menjadi dosen tamu pada seminari-seminari di luar negeri, termasuk di China Graduate School of Theology di Hong Kong (1975 dan 1979), China Evangelical Seminary di Taiwan (1976), Trinity College di Singapura (1980, dan memberikan ceramah-ceramah termasuk di Westminster Theological Seminary, Regent College dan lain-lain di Amerika Serikat.

Di samping itu, Pdt. Dr. Stephen Tong pernah menjabat sebagai dosen teologi dan filsafat di Seminari Alkitab Asia Tenggara (1964-1988), pendiri STEMI (1979), pendiri Jakarta Oratorio Society (1986), pendiri Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) pada tahun 1989, Gembala Sidang GRII Pusat, ketua Sinode GRII, pendiri Institute Reformed for Christianity and the 21st Century (1996) di Indonesia dan Amerika, Christian Drama Society (1999).

KITAB SUCI: PERKATAAN MANUSIA, MITOS ATAU FIRMAN TUHAN ? (Pdt. DR. STEPHEN TONG)

Kitab Suci: Perkataan Manusia, Mitos atau Firman Tuhan ?

oleh : Pdt. DR. STEPHEN TONG



Jika Kitab Suci bukan Firman Tuhan, lalu perkataan siapakah yang terdapat didalamnya? Kita hanya dapat membuat dua perkiraan, yang satu Kitab Suci adalah perkataan manusia dan yang lain Kitab Suci adalah perkataan setan.
Apakah Kitab Suci merupakan firman Tuhan? Kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor di bawah ini untuk menjawab pertanyaan tersebut.
1. Kitab Suci ditulis oleh para pengarang dari berbagai masa. Namun demikian tema dan isi utamanya mengandung pemikiran yang sama.
Kitab Suci ditulis oleh kurang lebih 40 pengarang yang berbeda, masing-masing memiliki latar belakang yang sangat berbeda. Diantaranya terdapat raja-raja seperti Daud dan Salomo; orang biasa seperti Petrus seorang nelayan, atau Amos seorang penggembala. Ada juga ahli militer seperti Joshua dan seorang dokter seperti Lukas. Mereka semua berasal dari waktu dan generasi yang berbeda, sehingga tidak ada kemungkinan bagi mereka untuk bekerja sama dalam menulis Kitab Suci. Meskipun demikian, semua hal yang telah mereka tulis menunjukkan arah dan tema yang sama, yaitu rencana keselamatan dari Tuhan bagi manusia yang berdosa melalui kasih Kristus. Tema yang telah melampaui sejarah ini menggambarkan kehendak Allah yang abadi dan merupakan faktor pemersatu yang ditemukan dalam Kitab Suci.
Bila anda membuat perbandingan antara Kitab Suci dan sistem teoritis lain yang dibuat manusia, maka anda akan menemukan bahwa tak satu pun sistem teoritis buatan manusia dapat mempertahankan tema aslinya setelah berpindah tangan melalui 40 pengarang dengan rentang waktu 1600 tahun.
Dari kesatuan Kitab Suci, maka kita dapat diyakinkan bahwa Kitab Suci ditulis oleh Tuhan yang menciptakan dunia, Tuhan yang melampui sejarah, yang telah menggerakkan orang-orang sepanjang sejarah untuk menulis Firman-Nya bagi umat manusia.

2. Kitab Suci atau kitab tabu?
Apakah Kitab Suci benar-benar suci? Jika demikian, mengapa dalam Kitab suci terdapat cerita inses tentang Yahuda yang tidur dengan menantu perempuannya? Inikah Kitab Suci ataukah ini kitab tabu? Bayangkan saja ada dua cermin dihadapan Anda, yang satu kotor dan yang satu bersih. Semakin kotor cermin dihadapan Anda, semakin kurang jelas bayangan yang dipantulkan. Sebaliknya, semakin jernih cerminnya, semakin jelas pula bayangan yang dipantulkan. Demikian pula Kitab Suci seperti cermin. Melalui Kitab Suci Allah ingin kita melihat betapa merosotnya umat manusia setelah jatuh dalam dosa dan itulah sifat dosa yang sebenarnya.
Tuhan memerintahkan Musa menuliskan 10 Perintah Allah, salah satunya berbunyi "Jangan membunuh!" Musa pernah membunuh satu orang sebelumnya. Sehingga merupakan hal yang manusiawi jika Musa mungkin ingin menutupi perbuatannya agar reputasinya tidak tercemar. Namun inilah Firman Tuhan, Tuhan ingin Musa menulisnya. Sehingga tidak ada kesempatan bagi Musa untuk bernegosiasi. Daud adalah orang yang dekat dengan Tuhan, namun ia juga membunuh seseorang sehingga Daud dapat mengambil istri orang tersebut menjadi selirnya. Kejadian ini ditulis dengan jelas dan tepat. Hal ini terjadi sebab Allah yang Kudus ingin menyatakan kemerosotan manusia melalui Firman-Nya.

3. Apakah ramalan dalam Kitab Suci terpenuhi?
Sebelum kelahiran Yesus Kristus, Kitab Suci telah memenubuatkan bahwa Dia akan lahir di Bethlehem. Tidak hanya itu, Kitab Suci juga menubuatkan bahwa dalam kematian-Nya, Ia akan dikuburkan dalam sebuah gua milik orang kaya, bahwa Ia akan disalibkan pada kayu salip, bahwa tangan dan kaki-Nya akan dipaku. Yang lebih menakjubkan, Kitab Suci juga menubuatkan bahwa tak satu pun tulang-Nya yang patah. Dua penjahat yang ikut disalibkan bersama-Nya, kakinya dipatahkan, namun Yesus tidak mengalaminya.
Tidak hanya itu, Kitab Suci juga menubuatkan kejadian-kejadian yang berubah di dunia ini. Misalnya pelabuhan Mediteranian kuno seperti Tirus dan Sidon telah dinubuatkan akan menjadi dua desa kecil yang lemah dimana para nelayan akan menebarkan jalanya. Meskipun Babilonia memiliki benteng kota yang kuat, namun demikian kota ini dinubuatkan akan tertutup pasir dan burung-burung akan bersarang di kota yang telah ditinggalkan tersebut. Semua nubuatan ini tampaknya tidak mungkin, namun semuanya ini benar-benar terjadi. Masih banyak lagi contoh-contoh nubuatan tentang dunia yang dapat ditemukan dalam Kitab Suci.
Yesus pun menubuatkan dalam Kitab Suci bahwa sebelum kedatangan-Nya yang kedua kali, akan ada kelaparan dan gempa bumi. Sejak abad 14, banyak gempa bumi yang terjadi. Abad 19, gempa bumi yang terjadi lebih banyak apabila dibandingkan dengan gabungan gempa bumi yang terjadi pada abad 17 dan 18. Pada 60 tahun pertama dalam abad 20 jumlah total gempa bumi yang terjadi melampaui jumlah gempa yang terjadi pada abad 19,18, dan 17. Hal ini membuat kita percaya bahwa Yesus akan segera datang.

4. Apakah Kitab Suci buku paling sempurna di dunia?
Kitab Suci bukanlah buku yang dibuat dari potongan-potongan kejadian dalam sejarah, atau satu koleksi artikel-artikel yang dipilih secara acak. Dilihat dari perspektif struktur sejarahnya dan kelengkapan isinya, Kitab Suci memang buku yang paling sempurna di dunia. Kitab Suci memiliki struktur yang paling baik diantara buku-buku yang ada, selain itu isinya telah memberikan sumbangan besar terhadap hidup dan iman manusia.
Banyak orang yang percaya bahwa Yesus hanyalah seorang petani biasa yang tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Namun jika kita menganalisa dengan lebih teliti seperti kotbah di gunung, Doa Bapa kami, kita akan menemukan bahwa dari awal sampai akhir, struktur keseluruhan Kitab Suci sangat sempurna sehingga anda tidak dapat menemukan kesalahan didalamnya.
Sepanjang sejarah manusia, ada banyak orang yang memiliki talenta kepekaan yang kuat dalam struktur, seperti Johan Sebastian Bach. Jika anda mencoba melihat karyanya yang berjudul 'Johannes Passion', 'Matthaus Passion', 'B Minor Mass' atau 'Bradenburg Concertos', dan menganalisanya dengan komputer, anda akan dapat melihat betapa harmonisnya karya-karya tersebut dan tak satu pun not di dalamnya yang salah tempat. Hal ini disebabkan Allah memberikan otak yang sangat khusus kepada Bach. Saat Bach mebuat komposisi karya-karyanya, pikirannnya sangat cermat sehingga tak satu pun not yang dapat dipindah dengan mudah. Bach memiliki satu proses berpikir yang hampir sempurna, dan dia benar-benar seorang musikus kreatif yang jenius. Jika pada abad 20 ini kita menikmati musiknya, maka kita hanya dapat berpikir bahwa orang sehebat dia pernah ada dalam sejarah kita.
Namun demikian, Bach hanyalah seorang individu, satu kesatuan yang lengkap. Bandingkanlah dengan Kitab Suci yang ditulis oleh 40 pengarang. Bagaimana bisa 40 pengarang ini tidak memiliki perbedaan pendapat tentang apa yang mereka tulis dari awal hingga akhir? Musa menulis 10 Firman Tuhan di padang gurun, Lukas menulis 'Kitab Lukas' di jaman kerajaan Roma, dan Raja Daud menulis Mazmur di jaman Israel kuno. Dengan latar belakang sejarah dan proses berpikir yang berbeda, mereka menulis buku yang paling sempurna di dunia tentang iman, penyembahan, dan moral. Tak ada buku yang dapat diperbandingkan dengan Kitab Suci.

5. Apakah Kitab Suci ketinggalan jaman bagi orang-orang modern?
Meskipun Kitab Suci memiliki keterbatasan sejarah, namun aspek yang luarbiasa dari Kitab Suci adalah kualitasnya telah teruji melalui waktu. Inilah sebabnya Allah dapat membawa anda dalam sukacita yang kekal saat anda membaca Kitab Suci. Dalam filsafat China dikatakan status tertinggi dari manusia adalah kesatuan antara manusia dan surga. Status inilah yang ingin dicapai Confusius, tetapi ia tidak dapat mencapainya. Dengan bimbingan Roh Kudus, anda dapat bersekutu dengan Bapa di surga melalui Kitab Suci.
Kualitas Kitab Suci yang abadi meyakinkan kita bahwa tidak masalah bagaimana kita memperoleh kemajuan, Kitab Suci tak akan pernah lekang dimakan waktu. Kata-kata Mao Tze Tong dulu dipuja-puja, tetapi sekarang sudah menjadi masa lalu. Bahkan jika kita sendiri telah tertinggal jauh oleh kemajuan teknologi, Kitab Suci tidak pernah menjadi barang antik. Kitab Suci adalah buku yang selalu baru.

6. Best-seller dunia.
Kitab Suci merupakan firman Tuhan karena Kitab Suci memiliki kualitas yang tak dapat dipenuhi oleh buku-buku lain. Itulah sebabnya mengapa Kitab Suci dikatakan universal. Kitab Suci adalah Kitab pertama yang bersifat universal. Hal ini disebabkan karena Kitab Suci berisi pesan bagi seluruh umat manusia. Tuhan mengasihi umat manusia di seluruh dunia. Setelah Yesus bangkit dari mati, Ia memerintahkan murid-murid-Nya "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk" (Markus 16:15). Ketika Yesus lahir, Malaikat berkata, "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa" (Lukas 2:10). Apakah ada buku lain di dunia ini yang terjual sebanyak Kitab Suci, atau memiliki pembaca sebanyak Kitab Suci? Reader's Digest, majalah yang paling laris di dunia, telah diterjemahkan ke dalam 17 bahasa dan memiliki lebih dari 28 juta pembaca yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Namun demikian, bila dibandingkan dengan Reader's Digest, Kitab Suci diterjemahkan ke dalam lebih dari seribu bahasa dan merupakan buku yang paling laris dengan jumlah pembaca yang paling besar.

7. Apakah Kitab Suci merupakan buku terbaik bagi sumber inspirasi etika dan budaya?
Kitab Suci merupakan buku yang dapat memberikan inspirasi terbesar bagi pemikiran etika dan budaya. Tak ada buku lain yang dapat menstimulasi kebudayaan manusia sedemikian rupa sebaik Kitab Suci. Kitab Suci tidak hanya memberi inspirasi bagi para penulis, tetapi juga menjadi sumber utama bagi etika dan dasar hukum di berbagai negara. Dalam ruang konferensi dari gedung Konggres, di Washington D.C., tersimpan patung-patung untuk memperingati para ahli di masa lalu. Sebelah kanan atas mimbar tempat Presiden dan Juru Bicara kepresidenan berpidato, anda akan menemukan tanda mengenai kesukaan terhadap Musa. Mengapa Musa begitu penting? Ini karena hukum Musa menjadi dasar hukum utama di dunia. Hukum Musa adalah dasar bagi etika. Tak ada buku yang dapat mempengaruhi kebudayaan dan kebijaksanaan manusia seperti Kitab Suci. Jika anda mencoba meneliti bagaimana Kitab Suci mempengaruhi para musikus-musikus dunia, mungkin anda tak akan pernah mampu menyelesaikan penelitian anda walau pun anda telah menghabiskan seluruh hidup anda untuk melakukan hal ini. Seniman-seniman besar jaman Renaisans seperti Michelangello, Correggio, Leonardo da Vinci, Raphael dan Andrea Palladio, semuanya mendapat inspirasi dari Kitab Suci. Banyak orang dalam bidang-bidang lain termasuk dalam bidang sastra, arsitektur, lukis, musik dan filsafat mendapat onspirasi dari Kitab suci. Benarlah bila Kitab Suci merupakan sumber inspirasi yang tak pernah habis.
Jika Anda membuka Kitab Suci dan membacanya, Anda akan merasakan bahwa apa yang tertulis dalam Kitab Suci tersebut tidak masuk akal; ini bukan mitos. Isi Kitab Suci di luar pemahaman manusia dan melampaui budaya-budaya yang ada di dunia ini. Kitab Suci ditulis oleh tangan manusia, seperti halnya pidato presiden yang ditulis oleh sekretarisnya. Jika anda membacanya dengan penuh kerendahan hati, anda akan tahu bahwa Kitab Suci bukanlah buku biasa. Kitab Suci adalah Firman Allah, yang menyatakan pada seluruh manusia tentang Kasih Kristus dan harapan bagi semua umat manusia.

(Artikel ini merupakan satu kutipan kompilasi yang diambil dari beberapa pidato Rev. Dr. Stephen Tong di Taipei.)


Profil Pdt. DR. STEPHEN TONG :
Pdt. DR. STEPHEN TONG melayani Tuhan sejak tahun 1957, baik di dalam bidang penginjilan, teologi, maupun penggembalaan. Pelayanan beliau yang telah terbukti menjadi berkat bagi zaman ini telah menarik perhatian banyak pemimpin gereja, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Perhatian tersebut khususnya ditujukan kepada Reformed Theology yang senantiasa beliau tegaskan. Sejak tahun 1974, beliau mengadakan seminar-seminar di Surabaya. Pada tahun 1984, beliau mulai mengadakan Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK) di Jakarta, untuk menegakkan doktrin Reformed dan semangat Injili. SPIK dipimpin Tuhan untuk menjadi pendahuluan bagi berdirinya Lembaga Reformed Injili Indonesia (LRII) pada tahun 1986, di mana Pdt. DR. STEPHEN TONG mengajak Pdt. DR. YAKUB SUSABDA dan Pdt. DR. CALEB TONG untuk menjadi pendiri bersama. Pada tahun 1985, beliau meraih gelar Honorary Doctor of Leadership in Christian Evangelism (D.L.C.E.) dari La Madrid International Academy of Leadership, Filipina setelah menamatkan studi Bachelor of Theology (B.Th.) dari Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) Malang.

Selain memimpin SPIK, Pdt. DR. STEPHEN TONG juga mendirikan Sekolah Teologi Reformed Injili (STRI) Surabaya (1986), STRI Jakarta (1987), dan STRI Malang (1990). Beliau juga memperluas seminar-seminar pembinaan iman tersebut ke kota-kota besar lainnya di Indonesia dan kota-kota di luar negeri, yang pelaksanaannya diserahkan kepada Stephen Tong Evangelical Ministries International (STEMI). Sejak tahun 1991 hingga saat ini, Pdt. DR. STEPHEN TONG menjabat sebagai Rektor Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia (STTRII) (sejak ahir 2006, Rektor STTRII : Pdt. Yakub Susabda, Ph.D.) dan sejak tahun 1998 sebagai Rektor Institut Reformed.

Selain menegakkan doktrin Reformed di Indonesia, beliau juga pernah menjadi dosen tamu pada seminari-seminari di luar negeri, termasuk di China Graduate School of Theology di Hong Kong (1975 dan 1979), China Evangelical Seminary di Taiwan (1976), Trinity College di Singapura (1980, dan memberikan ceramah-ceramah termasuk di Westminster Theological Seminary, Regent College dan lain-lain di Amerika Serikat.

Di samping itu, Pdt. DR. STEPHEN TONG pernah menjabat sebagai dosen teologi dan filsafat di Seminari Alkitab Asia Tenggara (1964-1988), pendiri STEMI (1979), pendiri Jakarta Oratorio Society (1986), pendiri Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) pada tahun 1989, Gembala Sidang GRII Pusat, ketua Sinode GRII, pendiri Institute Reformed for Christianity and the 21st Century (1996) di Indonesia dan Amerika, Christian Drama Society (1999). Pada tanggal 15 April 2006, beliau bersama Pdt. Ir. Benyamin Fleming Intan, M.A., Ph.D. mendirikan Reformed Center for Religion and Society (Pusat Pengkajian Reformed bagi Agama dan Masyarakat).

Ingin buku-buku rohani/theologia bermutu ? Jawabannya : MOMENTUM Christian Literature (Fine Book Selection)

MOMENTUM Christian Literature
Fine Book Selection


Pendiri : Pdt. DR. STEPHEN TONG
Direktur : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.

Kantor Pusat :
Andhika Plaza C/5-7
Jl. Simpang Dukuh 38-40
Surabaya – Indonesia
Phone: +62-31-547.2422-3
Fax: +62-31-545.9275
E-mail:
momentum-cl@indo.net.id
Website : http://www.momentum.or.id

Kantor Cabang :
1. Jakarta :
* Jalan Tanah Abang III No. 1, Jakarta Pusat
Telepon : (021) 3810912 ; Fax. : (021) 3811021
* Jalan Matraman Raya No. 24
Telepon : (021) 8582020 ; Fax. : (021) 8580668

2. Malang :
Jalan Semeru No. 40, Malang
Telepon : (0341) 364699



Pengantar
Membaca adalah kewajiban bagi manusia yang berbijaksana. Tak terkecuali orang Kristen. Semakin seseorang mau menjadi Kristen yang sejati, semakin ia rindu untuk mengerti imannya dengan tepat dan baik.



Mengapa Memilih MOMENTUM ?
Affordable :
Sejak berdirinya hingga saat ini, oleh anugerah dan pimpinan Allah, Penerbit Momentum tetap eksis di dunia literatur Kristen untuk menjadi berkat bagi gereja-gereja di Indonesia.
Penerbit Momentum telah meluncurkan sejumlah program untuk memungkinkan terbitan Momentum dapat dijangkau oleh berbagai kalangan.
Reliable :
Setiap buku yang diterbitkan oleh Penerbit Momentum telah melalui pemilihan dan seleksi yang ketat berdasarkan kebenaran Firman Tuhan. Penerbit Momentum berkomitmen untuk menerbitkan hanya buku-buku Kristen pilihan terbaik yang memenuhi kriteria: doktrin Kristen yang benar, pengajaran yang berbobot, dan memupuk kerohanian Kristen secara sehat.
Holistic :
Penerbit Momentum menyediakan buku-buku yang mencakup segala aspek pertumbuhan rohani Anda secara lengkap.
Penerbit Momentum menyediakan buku untuk semua kalangan: dari buku untuk anak-anak hingga dewasa, jemaat umum dan rohaniwan, dari doktrin hingga kehidupan praktis.

Profil :
Sejarah Singkat (A Brief History)
MOMENTUM sebagai penerbit dimulai di Jakarta dengan menerbitkan majalah Momentum pada tahun 1988 oleh Pdt. Dr. Stephen Tong. Saat itu dipikirkan untuk menjadi sebuah penerbitan, karena melihat kebutuhan akan adanya buku-buku Kristen yang berteologi Reformed dalam bahasa Indonesia. Dimulai dengan transkrip Seminar Pembinaan Iman Kristen dan penerjemahan beberapa buku berbahasa Inggris, Penerbit MOMENTUM mulai berkiprah dan menjadi berkat bagi banyak orang. Sejak saat itu, Penerbit MOMENTUM semakin dikembangkan menerbitkan transkrip khotbah dan seminar Pdt. DR. STEPHEN TONG dan beberapa hamba Tuhan GRII lainnya, serta menerjemahkan cukup banyak buku dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
Jaringan Outlet dan Toko Buku MOMENTUM didirikan pertama kali di Surabaya oleh Bp. Leo Sutanto dan Bp. James Hartono Setio pada tahun 1989, yang terbeban melihat kebutuhan akan adanya literatur Kristen yang baik dan bisa menunjang pertumbuhan iman orang percaya. Di Jakarta, Outlet MOMENTUM dimulai oleh Pdt. Sutjipto Subeno pada tahun 1993 di Tanah Abang III. Pada tahun 1996, seluruh management Penerbit MOMENTUM dan Jaringan Toko Buku MOMENTUM disatukan di Andhika Plaza blok C/6-7, Surabaya. Sejak saat itu, MOMENTUM menjadi Pusat Literatur Kristen MOMENTUM. Saat ini Outlet MOMENTUM berkembang selain Jakarta dan Surabaya, tetapi juga di Malang, Yogyakarta, Batam dan akan berkembang ke berbagai negara seperti di Australia dan USA.

Visi
Kami melihat kurangnya literatur Kristen yang dibutuhkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas, dari segi Teologis maupun Praktis bagi pertumbuhan iman orang percaya di Indonesia. Berbagai penerbit Kristen hanya mengejar buku-buku yang laris dijual, tetapi seringkali tidak membangun teologi yang benar. Sebaliknya, buku-buku yang bermutu tinggi dan baik, tidak diterbitkan karena mungkin kurang sekali peminatnya.
Kami melihat bahwa orang-orang Kristen di Indonesia sangat kurang membaca dan bertumbuh melalui literatur. Orang Kristen di Indonesia masih puas dengan khotbah singkat setiap minggu di gereja. Semangat studi kritis dan kerinduan untuk mengerti lebih dalam masih belum tumbuh dengan baik dan belum menjadi budaya yang meluas. Dari sini Pusat Literatur Kristen MOMENTUM terpanggil untuk menggarap tugas yang berat namun agung ini.

Misi
Misi kami adalah memikirkan dan menggarap literatur Kristen yang baik. Mencoba menjalin kerjasama dan menggalang orang-orang yang terbeban untuk bersama-sama memikirkan dan mengerjakan panggilan ini. Dengan kekuatan manusia yang sangat terbatas, kami mencoba mulai memikirkan pola produksi dan penyebaran buku-buku Kristen yang baik. Baik dalam bentuk transkrip khotbah, maupun penerjemahan dari bahasa asing. Beberapa tahun sebelum Pusat Literatur Kristen MOMENTUM didirikan, beban ini sudah semakin kuat dan muncul di dalam hati Pdt. Dr. Stephen Tong, yang saat itu begitu banyak melakukan Kebaktian Kebangunan Rohani dan mengajar iman Kristen di berbagai gereja.

Aksi
Dan apa yang kami lakukan…? Pusat Literatur Kristen MOMENTUM mulai dengan menerbitkan beberapa buku, membangun jaringan toko buku yang seluruhnya dikerjakan dengan semangat non-profit. Pusat Literatur Kristen MOMENTUM sampai saat ini ditunjang penuh oleh GRII (Gereja Reformed Injili Indonesia) di dalam berbagai fasilitas maupun finansial. Tanpa dukungan ini, kami sulit untuk bertahan, karena buku-buku yang kami terbitkan bukanlah buku-buku yang populer, yang mudah dibaca, tetapi yang sungguh-sungguh dibutuhkan zaman, dibutuhkan oleh setiap orang percaya di Indonesia untuk mereka bisa bertumbuh secara kokoh di dalam imannya. Pusat Literatur Kristen MOMENTUM berusaha untuk memberikan fasilitas yang sebaik mungkin pada setiap anggotanya.
Kami berjuang supaya orang Kristen, khususnya para hamba Tuhan, yang menjadi anggota MOMENTUM bisa mendapatkan buku-buku yang baik, dengan seleksi yang ketat sekali dan dengan harga yang semurah mungkin. Dengan demikian, lebih banyak orang yang mampu membeli dan membaca buku-buku yang baik. Kami berharap, mereka yang mampu, bisa mendukung pelayanan ini untuk keberadaan MOMENTUM bisa semakin berkembang dan semakin mampu menjadi berkat bagi lebih banyak orang percaya lagi. Ada beberapa anak Tuhan yang begitu mencintai pelayanan Literatur yang menyisihkan dana mereka menjadi dana sponsor untuk penerbitan buku-buku MOMENTUM. Ada yang membantu di dalam menyebarkan di berbagai persekutuan, gereja, lembaga dan berbagai pelayanan Kristen. Dengan demikian keberadaan buku-buku yang baik ini bisa semakin menjadi berkat meluas. Semua kemuliaan kembali kepada Allah semesta alam.


Toko Buku MOMENTUM di Surabaya di bawah pengawasan Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Andhika, Surabaya (http://www.grii-andhika.org)



Tambahan dari saya (Denny Teguh Sutandio) :
Toko Buku MOMENTUM di antaranya menerjemahkan dan mencetak buku-buku/buklet rohani bermutu (di bawah Penerbit Momentum) dalam bahasa Indonesia dari para penulis, pendeta, profesor, theolog, penginjil a.l. :
Pdt. DR. STEPHEN TONG (Pendiri/Ketua Sinode GRII ; buku-bukunya : Peta dan Teladan Allah, Allah Tritunggal, Arsitek Jiwa 1, Arsitek Jiwa 2, Siapakah Kristus, Iman dan Agama, dll) ; Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. (GRII Andhika) ; Pdt. Billy Kristanto, M.C.S. (MRII Jerman ; bukunya : Ajarlah Kami Bertumbuh) ; Prof. James I. Packer, M.A., Ph.D. ; Prof. DR. LOUIS BERKHOF (bukunya : Dasar-dasar Pendidikan Kristen dan Seri Teologi Sistematika 1-6) ; Rev. Prof. Cornelius Van Til, Ph.D. (bukunya : The Defense of the Faith dan Dasar-dasar Pendidikan Kristen) ; Prof. David F. Wells, Ph.D. (buku seri : No Place for Truth, God in the Wasteland dan Losing Our Virtue) ; Arthur W. Pink (bukunya : Kedaulatan Allah) ; Rev. Jonathan Edwards, A.M. (tokoh kebangunan rohani/Great Awakening di Amerika ; bukunya : Orang Berdosa di Tangan Allah yang Murka, dll) ; Matthew Henry (bukunya : Tafsiran Injil Markus) ; Prof. William Hendricksen, Th.D. (bukunya : More than Conquerors/Lebih dari Pemenang) ; Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. (bukunya : The Bible and the Future/Alkitab dan Akhir Zaman, dll) ; Prof. J. Knox Chamblin, Th.D. ; Prof. Richard L. Pratt, Jr., Th.D. (bukunya : HE Gave Us Stories/Ia Berikan Kita Kisah-Nya) ; Prof. DR. Ds. ABRAHAM KUYPER (mantan Perdana Menteri Belanda ; bukunya : Lectures on Calvinism/Ceramah-ceramah Mengenai Calvinisme) ; Rev. DR. JOHN S. PIPER ; Rev. G. I. Williamson, B.D. (buku seri : Katekismus Singkat Westminster jilid 1 dan 2, Pengakuan Iman Westminster) ; Rev. Prof. Edwin H. Palmer, Th.D., D.D. (bukunya : Five Points of Calvinism/Lima Pokok Calvinisme) ; Prof. James C. Petty, D.Min. ; Prof. Paul David Tripp, D.Min. ; Prof. Edward T. Welsch, Ph.D. (bukunya : Blame it on the Brain ?/Apakah Otak yang Dipersalahkan?, dll) ; Prof. Paul C. Vitz, Ph.D. (bukunya : Psychology as Religion/Psikologi Sebagai Agama) ; Pdt. Drs. Thomy Job Matakupan, S.Th., M.Div. (GRII Andhika ; buklet : Doktrin Allah dan Doktrin Manusia dan Dosa); Ev. Dra. Trivina Ambarsari S., S.Th. (buklet : Doktrin Alkitab dan Doktrin Kristus) ; dll


Selain itu, Toko Buku MOMENTUM juga menjual buku-buku rohani/theologia di luar Penerbit Momentum (baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris) yang ditulis oleh para penulis, pendeta, penginjil, profesor dan theolog a.l. :
Prof. Simon J. Kistemaker, Th.D. ; Rev. DR. JOHN R. W. STOTT ; Pdt. Yakub Susabda, Ph.D. (Rektor Sekolah Tinggi Theologia Reformed Injili Indonesia—STTRII Jakarta) ; Rev. DR. BILLY GRAHAM ; DR. LOUIS PALAU ; Pdt. Stevri Indra Lumintang, D.Min., Th.D. (Cand.) ; Pdt. DR. ANDAR ISMAIL (bukunya : Seri Selamat) ; DR. RAVI ZACHARIAS (buku seri : Jesus Among Other gods {Yesus Di Antara allah-allah Lain}, The Lamb and the Fuhrer {Percakapan Yesus Dengan Hitler}, dan The Lotus and the Cross {Percakapan Yesus Dengan Buddha}); DR. JAMES DOBSON ; Prof. C. S. Lewis (bukunya : Mere Christianity/KeKristenan Asali); Pdt. Daniel Lucas Lukito, Th.D. (Rektor Seminari Alkitab Asia Tenggara—SAAT Malang) ; Pdt. Yohan Candawasa, S.Th. (bukunya : Merupa Hidup dalam Rupa-Nya, dll) ; Ir. Herlianto, M.Th. (bukunya : Teologi Sukses : Antara Allah dan Mamon, dll) ; Prof. W. Stanley Heath, Ph.D., Th.D., D.D. (Rektor dan Pendiri Institut Alkitab Tiranus—IAT Bandung) ; dll