19 October 2007

Roma 3:19-20 : HUKUM TAURAT DAN DOSA

Seri Eksposisi Surat Roma :
Kasih dan Keadilan Allah-6


Hukum Taurat dan Dosa

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 3:19-20.

Setelah Paulus memaparkan tentang dosa pikiran, perkataan dan tindakan di ayat 10 s/d 18, maka ia menyimpulkan satu prinsip tentang hubungan hukum Taurat dan dosa.

Pada ayat 19, Paulus berkata, “Tetapi kita tahu, bahwa segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah.” Dengan kata lain, Taurat itu penting karena Taurat diwahyukan Allah. Tetapi ekstrim yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi adalah mereka menyangka bahwa dengan melakukan seluruh kewajiban Taurat, maka mereka pasti diselamatkan, sedangkan yang tidak mengenal dan menjalankan Taurat, mereka berpikir bahwa orang-orang itu pasti binasa. Mereka hidup bukan di bawah anugerah, tetapi di bawah kendali hukum Taurat. Padahal tidaklah demikian. Taurat hanya membukakan realita manusia yaitu diciptakan oleh Allah dan terbatas. Selain itu, Taurat juga memberitakan tentang kasih dan keadilan Allah bagi semua umat manusia tanpa kecuali. Jadi, sangatlah salah bila kaum Yahudi menganggap bahwa hanya orang-orang Yahudi yang diselamatkan dan dipelihara Allah. Di dunia yang kita hidupi saat ini, tidak lah jauh berbeda antara orang-orang dunia ini dengan orang-orang Yahudi pada waktu ini. Banyak orang dunia mengira bahwa dengan melakukan syariat-syariat agama tertentu dengan ketat bahkan sampai menyiksa diri, tidak makan, dll, mereka akan diselamatkan dan masuk “surga”. Di dalam keKristenan pun, ada sejumlah aliran denominasi yang sangat ekstrim mengajarkan bahwa syariat ibadah tertentu memungkin seseorang masuk “surga”, misalnya golongan Katolik Roma yang mengatakan bahwa kalau seseorang tidak dibaptis, maka orang itu tidak masuk “surga”. Di pihak lain, mayoritas gereja Karismatik/Pentakosta yang sangat ekstrim mengajarkan bahwa kalau orang “Kristen” tidak dibaptis selam tidak akan masuk “surga”. Semua ajaran ini sangat melawan Alkitab dan harus diserang serta dilumpuhkan. Mengapa ? Karena Alkitab mengajarkan bahwa manusia diselamatkan bukan dengan melakukan perbuatan baik atau memenuhi syariat ibadah tertentu, tetapi murni melalui anugerah Allah yang memberikan iman (Roma 3:24,25 ; Efesus 2:8-9). Keselamatan melalui anugerah Allah yang memberikan iman berarti tidak ada satu persen pun jasa baik manusia yang layak diperhitungkan oleh Allah agar manusia diselamatkan. Ini juga berarti semua doktrin Arminian yang melawan Reformed/Calvinisme menyalahi ajaran Alkitab dengan mengajarkan bahwa perbuatan baik dan mempertahankan keselamatan mengakibatkan manusia yang percaya tidak dapat kehilangan keselamatan di dalam Kristus. Dengan kata lain, semua proses keselamatan dari awal sampai akhir ditetapkan dan dijalankan 100% oleh Allah, dan itu merupakan jaminan dan perjanjian dari Allah bagi manusia pilihan-Nya yang sangat berharga, jujur, setia dan bertanggungjawab. Jika doktrin Arminian benar, maka manusia lah yang semakin diandalkan di dalam keselamatannya, dan hal ini tidak jauh berbeda dengan semua agama dunia yang mengajarkan perbuatan baik manusia layak diperhitungkan agar manusia diselamatkan. Padahal, Allah tidak mengajarkan hal itu. Hal ini dijelaskan Paulus di ayat berikutnya.

Di ayat 20a, Paulus mengajarkan, “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat,” Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkan, “Sebab tidak seorang pun dimungkinkan berbaik dengan Allah oleh karena orang itu melakukan hal-hal yang terdapat dalam hukum agama.” King James Version (KJV) menerjemahkan, “Therefore by the deeds of the law there shall no flesh be justified in his sight:” Kata “dibenarkan” dalam terjemahan KJV adalah justified yang berasal dari bahasa Yunani dikaioō (akar kata : dikaios) berarti dianggap benar dan adil. “Dibenarkan di hadapan Allah” juga dapat diterjemahkan menurut BIS, “berbaik dengan Allah”, tetapi frase “berbaik dengan Allah” belum cukup membuktikan arti sebenarnya dari “dibenarkan di hadapan Allah”. “Dibenarkan di hadapan Allah” berarti Allah menjadikan umat-Nya benar, adil dan kudus meskipun mereka masih dalam kondisi berdosa. Dari seluruh Alkitab, kita mendapatkan gambaran bahwa semua manusia telah berdosa (Roma 3:10,23). Dosa manusia mengakibatkan terputusnya hubungan antara : manusia dengan Allah, manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam dan ciptaan lain. Anehnya, manusia yang berdosa tidak pernah menyadari realita negatifnya, malahan berusaha menutupinya dengan melakukan semua perbuatan baik yang dikira mampu menyelesaikan semua dosanya. Tetapi alhasil, Paulus menyatakan di dalam ayat ini bahwa manusia tidak mungkin dapat dianggap benar dan adil oleh Allah karena melakukan syariat Taurat ataupun hukum agama lainnya. Di dalam Galatia 2:16a, Paulus juga menyatakan, “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat,” Mengapa ? Apakah Allah tidak mempedulikan jasa baik manusia ? Allah sangat menghina jasa baik manusia, karena Ia jijik melihat kemunafikan manusia berdosa yang tidak sadar dirinya berdosa sambil menutup dosanya dengan berbuat baik sehingga seolah-olah mereka dianggap “baik”. Di dalam Perjanjian Lama, Allah berfirman, “"Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir."” (Amos 5:21-24) Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) menerjemahkan Amos 5:21, “Aku benci dan muak melihat perayaan-perayaan agamamu!” Allah sangat menghinakan mereka yang kelihatan di luar menampilkan semua perayaan dan ibadah agama dengan baik, tetapi hati mereka busuk dan tidak mengenal Allah. Tetapi pertanyaan selanjutnya adakah manusia yang memiliki hati yang murni dan mengenal Allah ? Bukankah Alkitab menyatakan bahwa semua manusia tidak ada yang berbuat baik (Roma 3:10) dan rasa takut akan Allah tidak ada pada diri mereka (Roma 3:18) ? Tidak ada jalan lain, manusia hanya dapat dibenarkan oleh Allah setelah Allah mengaruniakan hati yang baru yang murni. Nabi Yehezkiel mengajarkan, “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.” (Yehezkiel 36:26) Hati yang baru inilah yang sangat diperlukan oleh umat-Nya yang mengakibatkan mereka dapat dibenarkan di hadapan Allah. Hati yang baru ini bukan berasal dari manusia, tetapi 100% berasal dari Allah (perhatikan kata “Kuberikan hati yang baru,” pada ayat 26 ini. Hati yang baru ini juga berupa hati yang taat dan mematikan (bahasa asli/Ibraninya śûr yang bisa berarti mematikan/turn off) hati yang keras (yang merupakan simbol dosa). Bagaimana dengan kita ? Kita yang telah ditebus dan diselamatkan oleh-Nya di dalam Kristus seharusnya memiliki hati yang taat mutlak akan perintah-Nya. Tetapi seringkali kita membangkang terhadap perintah-Nya, karena kita menyangka bahwa kita hebat, mampu melakukan apapun yang “baik” dan tidak memerlukan Tuhan. Itulah hati yang keras yang nabi Yehezkiel ungkapkan. Sebaliknya, sebagai umat pilihan-Nya, hendaklah kita memiliki hati yang taat dan membuang/mematikan hati yang keras sebagai suatu tindakan kepatuhan dan ketaatan terhadap perintah-Nya. Dan setelah kita memiliki hati yang taat, bersyukurlah karena Allah lah yang menganugerahkan hati yang taat itu kepada kita, sehingga kita terus-menerus harus memuliakan Allah karena semua anugerah-Nya bagi kita. Lalu, setelah kita memiliki hati yang taat, apakah berarti hukum Taurat tidak berarti apapun ? Hal ini diuraikan Paulus pada frase berikutnya di ayat 20.

Selanjutnya, pada ayat 20b, Paulus mengemukakan, “karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.” King James Version menerjemahkan, “for by the law is the knowledge of sin.” BIS mengartikannya, “Sebaliknya hukum itu cuma menunjukkan kepada manusia bahwa manusia berdosa.” Kata “mengenal” diterjemahkan KJV knowledge yang dalam bahasa Yunani bisa berarti recognition (pengakuan). Dengan kata lain, Tuhan mewahyukan Taurat bukan menjadi/sebagai syarat manusia dibenarkan dan diselamatkan, tetapi sebagai pemimpin dan penuntun langkah hidup manusia sambil membukakan realita keberdosaan manusia (bandingkan Roma 7:12,14) atau Taurat berfungsi agar manusia semakin lama semakin mengenal dan mengaku dosa serta bertobat. Itulah fungsi Taurat, tetapi sudah diselewengkan oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi melalui serangkaian ibadah dan upacara Yudaisme yang katanya dapat menyelamatkan orang-orang Yahudi dan memperkenan Allah. Bagaimana dengan kita sebagai orang Kristen ? Beberapa denominasi gereja “Kristen” menyusun serangkaian peraturan untuk “mengajar” bahwa dengan peraturan-peraturan tertentu mereka dapat diselamatkan. Misalnya, seperti yang telah saya ungkapkan di atas, banyak gereja Karismatik/Pentakosta yang sangat liar dan ekstrim mengajarkan bahwa kalau tidak dibaptis selam, tidak akan selamat. Begitu pula, sebuah “gereja” Karismatik terbesar di daerah Nginden, Surabaya mewajibkan semua “pelayan Tuhan” untuk memiliki “karunia” bahasa roh. Sungguh aneh memang, karunia bahasa roh adalah karunia dari Roh Kudus, tetapi di dalam “gereja” ini, bahasa roh sudah dijadikan standar kemutlakan. Mereka bahkan mengajarkan bahwa kalau tidak berbahasa roh berarti tidak ada Roh Kudus. Di seluruh Alkitab, semua rasul dan nabi tidak ada yang mengajarkan prinsip ini. Kalau ajaran mereka benar, bagaimana dengan Tuhan Yesus sendiri yang tidak pernah dicatat berbahasa roh ? Apakah karena tidak berbahasa roh, Tuhan Yesus tidak memiliki Roh Kudus ?! TIDAK. Jelaslah, mereka membangun doktrin di atas pemahaman Alkitab yang tidak menyeluruh sama seperti para ahli Taurat dan orang Farisi dulu yang juga tidak mengerti dan membangun doktrin di atas pemahaman Taurat secara utuh dan menyeluruh, sehingga mereka berani mengajar dan menetapkan sederetan peraturan keberagamaan tanpa mengerti esensinya yaitu kasih, keadilan dan kebenaran Allah. Jadi, marilah kita mengenal Firman-Nya bukan secara parsial/sebagian lalu berani membangun ajaran secara tidak bertanggungjawab, tetapi secara holistik/menyeluruh sehingga kita dan orang lain tidak disesatkan dan semakin lama kita dan mereka pun semakin mengenal Allah, kehendak dan perintah-Nya, lalu memuliakan Allah karenanya (Roma 11:36).

Setelah merenungkan kedua ayat ini, maukah kita bertobat dan kembali kepada-Nya dengan beriman, menyangkal diri, menaati semua kehendak-Nya dan memuliakan nama-Nya sepanjang waktu kita ? Itulah hati yang baru yang Tuhan anugerahkan kepada semua umat pilihan-Nya meskipun mereka masih berada di dalam kondisi berdosa. Amin. Soli Deo Gloria.

Matius 4:18-22: THE KINGDOM AND THE WORKERS-2

Ringkasan Khotbah : 19 September 2004

The Kingdom & the Workers 2
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 4:18-22



Kerajaan Allah yang ditegakkan oleh Kristus di tengah dunia adalah bersifat rohani. Itulah sebabnya berita pertama yang diserukan oleh Kristus ketika Ia memulai pelayanan-Nya, yaitu: “Bertobatlah sebab Kerajaan Surga sudah dekat“. Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, ... biji itu paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya (Mat. 13:31-32). Dan Kristus datang ke dunia untuk menggenapkan Kerajaan Allah dimana Kristus yang menjadi Raja. Inilah figurasi pertumbuhan Kerajaan Allah yang terjadi di dalam proses sejarah. Cara Kristus membangun kerajaan-Nya berbeda dengan dunia. Orang akan meletakkan pusat bisnisnya di ibu kota sebaliknya Kristus memulainya dari sebuah desa kecil di Kapernaum.
Kita harus merubah konsep dan cara berpikir kita yang salah tentang hal Kerajaan Allah. Prinsip kepemimpinan dunia berbeda dengan yang Kristus ajarkan. Orang berpendapat bahwa setiap gerakan di dunia tidak akan berumur panjang yakni tidak lebih dari seratus tahun atau sebatas tiga generasi saja, sebagai contoh gerakan komunis. Generasi pertama sebagai pelopor gerakan, generasi kedua yang mempertahankan gerakan maka sampai pada generasi ketiga gerakan menjadi hancur. From movement to monument. Apakah semua gerakan di dunia akan berakhir demikian? Orang lupa, tidak semua gerakan akan berakhir dengan kehancuran. Gerakan yang didirikan oleh Tuhan Yesus telah berumur ribuan tahun dan tidak menjadi hancur bahkan telah berkembang dan menjadi besar. Suatu kesalahan kalau kita memakai konsep dan prinsip dunia serta menggunakan parameter dunia lalu dengan berani menyimpulkan semua gerakan pasti berakhir dengan kehancuran. Memang benar semua gerakan yang menurut prinsip dunia pasti hancur namun tidak kalau gerakan tersebut menurut prinsip Kerajaan Allah. Suatu gerakan yang dimulai dari prinsip Kerajaan Allah maka gerakan tersebut tidak akan berakhir dengan kehancuran karena kita sedang menjalankan misi Tuhan.
Dunia modern selalu memandang remeh prinsip dan cara yang dicetuskan oleh orang-orang pada jaman dulu. Dunia modern menganggap bahwa prinsip mereka sudah terlalu kuno sehingga tidak dapat diterapkan pada jaman sekarang. Salah! Teori pengembangan manajemen ekonomi, politik dan lain-lain yang muncul hari ini sebenarnya telah dicetuskan oleh para filsafat Romawi – Yunani kuno. Bahkan pada jaman modern ini tidak ada orang-orang sehebat seperti Socrates, Aristotle, dan para filsuf lain yang muncul pada abad pertengahan. Untuk menggenapkan Kerajaan Sorga di dunia, Kristus tidak mengerjakannya seorang diri meskipun untuk itu Dia mampu bahkan kalau Dia yang mengerjakannya hasilnya pasti lebih baik dibandingkan kalau kita yang turut juga mengerjakannya karena Dia adalah Tuhan. Merupakan suatu anugerah kalau Kristus memilih dan memakai kita menjadi rekan sekerja-Nya untuk turut menggenapkan Kerajaan Sorga di bumi. Jadi, jangan seorang pun menyombongkan diri sebab itu bukan kepandaian atau kehebatan kita karena itu.
Lalu kriteria murid seperti apakah yang Kristus pilih untuk menjadi rekan sekerja-Nya? Sekali lagi saya tegaskan cara Kristus berbeda dengan dunia. Orang pasti memilih orang-orang yang secara teknis berkualitas untuk menjadi rekan sekerja, seperti lulusan dari sekolah apa, jurusan apa, dan lain-lain. Sebaliknya, Tuhan Yesus justru memilih murid-murid yang secara teknis tidak berkualifikasi bahkan pekerjaan mereka dipandang hina dan rendah oleh dunia. Ketika kita mengajak seseorang untuk turut ambil bagian dalam Kerajaan Allah apakah kita menggunakan cara dunia, yakni hanya memilih orang yang bertalenta saja? Mati hidupnya suatu gerakan tergantung dari orangnya sebab orang-orang inilah yang nantinya akan menjalankan dan mengembangkan gerakan. Dan untuk mencari orang yang tepat tidaklah mudah. Kita harus mencontoh teladan Tuhan Yesus, Dia tidak memanggil ahli-ahli Taurat seperti Gamaliel atau Nikodemus menjadi murid-Nya. Tuhan Yesus menyusur danau Galilea dan Ia melihat Simon yang disebut Petrus, dan Andreas. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Orang terbiasa menggunakan cara dan konsep dunia tak terkecuali ketika memilih orang untuk turut ambil bagian dalam pelayanan pun kita menggunakan parameter dunia. Andai, Tuhan Yesus menggunakan parameter dunia maka di antara kedua belas murid, tidak ada seorang pun yang layak menjadi murid-Nya sebab mereka hanyalaha seorang penjala ikan dan pemungut cukai. Orang-orang yang dipandang hina oelh dunia inilah yang justru dipakai Tuhan Yesus untuk turut ambil bagian dalam Kerajaan Allah. Standar yang ditetapkan manusia berbeda dengan Tuhan Yesus. Yang menjadi dasar kualifikasi seseorang untuk turut ambil bagian dalam Kerajaan Allah adalah:
1. Pekerja Sejati
Tuhan Yesus tidak memanggil orang yang tidak ada pekerjaan alias pengangguran atau orang yang sedang mencari pekerjaan. Tidak! Perhatikan, Tuhan Yesus justru memanggil orang yang sedang sibuk bekerja, orang yang bekerja keras membanting tulang. Petrus, Andreas, Yakobus dan Yohanes adalah orang-orang yang sangat ahli dalam pekerjaanya dan ketika Tuhan menuntut mereka untuk meninggalkan pekerjaannya dan mengikut Dia, mereka taat. Celakalah orang yang melayani hanya sekedar untuk mengisi waktu luang atau karena ia sedang tidak mempunyai pekerjaan. Orang-orang demikian tidak akan pernah tahu tanggung jawab akibatnya ia akan memanipulasi pekerjaan demi untuk kepentingan dirinya. Akibatnya setiap pekerjaan dianggap sebagai beban yang menyusahkan dirinya sehingga ketika ia telah berbuat sedikit jasa maka ia merasa diri paling berjasa dan menuntut imbalan. Hanya orang-orang yang mau dilatih dan dibentuk oleh Tuhan sajalah yang akan berhasil dalam pelayanan. Alkitab mencatat semua orang yang dipanggil adalah orang-orang yang sibuk, orang-orang yang mengerti apa artinya bekerja dan melayani. Inilah prinsip pekerjaan Tuhan. Biarlah kita mengubah paradigma kita yang salah dengan demikian kita tahu bagaimana seharusnya mengerjakan pekerjaan yang Tuhan percayakan pada kita untuk kita kerjakan dengan tepat. Tuhan memakai orang-orang yang tahu apa arti bekerja karena itu kerjakanlah pekerjaanmu sebaik-baiknya karena semua pekerjaan itu sudah dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya (Ef. 2:8).
2. Warga Kerajaan yang Sejati
Para murid rela meninggalkan semua pekerjaan yang menjadi keahlian mereka ketika Tuhan memanggil mereka dan akan dijadikan penjala manusia; mereka taat dan mengikut Yesus. Inilah jiwa pekerja sejati karena bukan hal mudah seseorang tunduk dan taat pada atasan. Tuhan Yesus tidak pernah menjanjikan hidup senang dan nyaman kalau mengikut Dia; Tuhan Yesus belum banyak dikenal orang saat Ia memilih dan merekrut murid-murid-Nya dan Dia belum banyak melakukan mujizat. Tuhan Yesus justru menegaskan syarat mengikut Dia harus memikul salibnya dan menyangkal diri sebab serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Mat. 8:20). Andai orang disuruh memilih maka kita pasti lebih memilih ikut dengan orang yang jelas akan masa depannya dengan demikian masa depan kita pun pasti terjamin pula. Hidup kita bukan hidup untuk diri kita sendiri begitu pula dengan pekerjaan yang kita punya bukan sekedar untuk mengenyangkan perut kita. Sadarlah pekerjaan sedang kita kerjakan sekarang ini asalnya dari Tuhan dan semuanya itu sudah dipersiapkan Tuhan sebelumnya.
Seseorang akan dipakai Tuhan dengan indah kalau di dalam dirinya mempunyai semangat melayani dan mempunyai jiwa yang taat akan pimpinan Tuhan. Janganlah kita sombong dengan kesuksesan yang kita peroleh dalam pelayanan. Itu bukan karena kepandaian kita melainkan Tuhan yang memampukan kita dalam pelayanan kita. Kesombongan akan menghancurkan semua pekerjaan Tuhan. Bayangkan, kalau kita mempunyai pekerja pandai tapi mempunyai jiwa pemberontak maka lama kelamaan perusahaan akan hancur. Tuhan Yesus tidak menjanjikan apapun ketika Ia memanggil Petrus – Andreas dan Yakobus – Yohanes, Dia hanya mengatakan bahwa mereka akan dijadikan penjala manusia. Sebaliknya mereka pun tidak menanyakan keuntungan apa yang akan mereka dapatkan. Tidak! Jiwa yang mau taat yang seperti inilah akan dipakai Tuhan dengan luar biasa. Sebagai anak Tuhan, kita seharusnya mempunyai etos kerja bahwa pekerjaan itu asalnya dari Tuhan dan kita mengerjakan itu untuk Tuhan sehingga kita tidak sembarangan dalam bekerja. Imbalan/gaji bukanlah yang utama. Percayalah Tuhan akan memakai orang-orang untuk menjadi saluran berkat bagi kita. Alkitab menegaskan prinsip pekerjaan Tuhan adalah ketaatan mutlak, janganlah anda tawar menawar dengan Tuhan. Dia tahu apa dan mana yang terbaik buat kita. Hendaklah keberadaan kita dimanapun kita berada menjadi kesaksian yang indah. Hati-hati jangan terjebak dengan konsep dunia yang mengajarkan terbalik dengan Alkitab. Dunia tidak akan mau kalau ia dirugikan itulah sebabnya dunia selalu tawar menawar dan orang akan bekerja jika ada kata sepakat. Prinsip pekerjaan Tuhan tidak mengenal kata sepakat sebaliknya pekerjaan Tuhan menuntut tanggung jawab bukan hak. Semua kepandaian yang ada pada diri kita kalau tidak disertai dengan ketaatan hanyalah sia-sia. Syarat utama untuk menjadi seorang pekerja sejati di dalam Kerajaan Tuhan adalah ketaatan. Jiwa yang taat pada pimpinan Tuhan akan mendatangkan kebahagiaan dan sukacita dalam hidup kita.
3. Hikmat yang Sejati
Bijaksana bukan dari diri kita melainkan dari Tuhan karena itu mintalah pada Tuhan hati yang berbijaksana. Dalam ketaatan kita sebagai seorang pekerja yang dipakai Tuhan diperlukan juga hati yang bijaksana sehingga kita dapat berespon tepat dalam setiap perkara yang kita hadapi di dunia. Kepandaian bukanlah jaminan seseorang dapat berespon dengan tepat dalam setiap masalah yang ia hadapi justru biasanya mereka berespon salah karena ia berespon menurut logika bukan ketaatan. Respon yang dibangun dari logika diri pasti hanya untuk kepentingan diri sendiri. Untuk dapat berespon dengan tepat bukanlah hal yang mudah dibutuhkan waktu yang lama. Kedua belas murid Tuhan Yesus adalah orang-orang yang bekerja dan ketaatan mereka tidaklah diragukan. Tuhan Yesus sendiri yang menguji ketaatan mereka, yaitu ketika Tuhan Yesus selesai membuat mujizat lima roti dua ikan, banyak orang mengikuti Dia karena mereka kenyang namun dalam khotbah-Nya Tuhan Yesus menegur dengan keras tentang roti hidup akibatnya banyak orang meninggalkan Dia. Di saat banyak orang pergi meninggalkan Dia, Tuhan Yesus tidak menjadi sedih, Dia justru menanyakan pada kedua belas murid apakah mereka tidak mengikut orang banyak yang sudah pergi meninggalkan-Nya? (Yoh. 6:25-71).
Di satu pihak mereka taat namun ketika mereka berada dalam keadaan yang terjepit, mereka menjadi goncang sehingga mereka menyangkali Tuhan. Petrus menyangkal bukan karena ia tidak taat Tuhan. Tidak! Buktinya Petrus mengikuti proses peradilan Yesus, Petrus mengikuti kemanapun Yesus dibawa untuk diadili. Petrus menunjukkan respon yang tidak tepat, yaitu ia mencegah dengan menarik tangan Tuhan Yesus ketika Dia mengatakan bahwa Anak Manusia akan ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari imam-imam kepala dan para ahli Taurat. Alkitab menuntut anak-anak Tuhan untuk berespon dengan tepat sehingga kita mengambil sikap dengan tepat. Hanya hikmat sejati dari Tuhan yang dapat membimbing kita sehingga kita tidak salah dalam mengambil keputusan. Tuhan tidak suka dengan orang-orang yang tidak mau mengembangkan talenta dengan alasan talenta yang diberikan sedikit. Tuhan mengambil semua yang ada pada dirinya dan memberikannya pada orang yang mempunyai lima talenta. Jangan pernah berpikir Tuhan akan memakai orang-orang pengangguran untuk turut ambil bagian dalam Kerajaan Sorga.
Tuhan justru memakai orang-orang yang paling sibuk dan mempunyai jiwa ketaatan; Tuhan membentuk karakter setiap kita untuk makin serupa Dia. Tuhan Yesus mau dan rela membentuk kita seperti Ia membentuk murid-Nya selama tiga tahun asal kita juga rela dan mau dibentuk oleh-Nya. Tuhan dapat memakai setiap orang baik itu orang yang dianggap bodoh oleh dunia atau orang pandai seperti Paulus. Namun untuk memproses dan membentuk orang yang mempunyai kapasitas lebih tidaklah mudah diperlukan pengorbanan. Setelah bertobat, Tuhan tidak membiarkan dia langsung melayani; Tuhan memberikan waktu untuk Paulus merenung selama kurang lebih tiga belas tahun. Tuhan membentuk Paulus sehingga ia benar-benar layak dipakai melayani Tuhan. Cara Tuhan melatih setiap orang berbeda dan Dia tahu kapan waktu yang tepat bagi seseorang untuk melayani. Hendaklah kita mencontoh teladan Tuhan Yesus yang taat pada Bapa; Ia taat sampai mati di kayu salib. Bapa berkenan pada-Nya dan meninggikan Dia. Mintalah pada Tuhan bijaksana supaya kita menjadi peka dan dapat merespon dengan tepat dalam setiap masalah dan tantangan yang kita hadapi. Maukah kita dibentuk oleh-Nya dan dipakai menjadi alat untuk menggenapkan Kerajaan Sorga di bumi? Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :

Resensi Buku-26: KEBAJIKAN DAN KEJAHATAN DI DLM KISAH KLASIK C. S. LEWIS: THE LION, THE WITCH AND THE BIBLE (Robert Velarde)

...Dapatkan segera...
Buku
KEBAJIKAN DAN KEJAHATAN DI DALAM KISAH KLASIK C. S. LEWIS :
THE LION, THE WITCH AND THE BIBLE (SANG SINGA, PENYIHIR, DAN ALKITAB)


oleh : Robert Velarde

Penerbit : NavPress Indonesia, Bandung bekerja sama dengan Pionir Jaya (Bringing Truth to Generation), Maret 2007

Penerjemah : Natania Tiendas.





The Chronicles of Narnia dari C. S. Lewis telah menawan imajinasi jutaan orang selama lebih dari setengah abad. Tetapi kisah-kisah ini bukanlah sekedar cerita dan fantasi yang hanya untuk dinikmati ; kisah-kisah ini menyampaikan kebenaran-kebenaran yang berharga tentang bagaimana hidup di dunia kita. Kehidupan sehari-hari menawarkan kita dengan begitu banyaknya pilihan moral. Lewis percaya bahwa setiap keputusan bernilai etika yang kita ambil mempunyai dampak kepada pembentukan karakter kita menuju kepada yang lebih baik atau yang lebih buruk. Di dalam buku ini, Robert Velarde—sarjana yang mendalami pemikiran C. S. Lewis— mengeksplorasi tema-tema moral dari ketujuh seri Narnia dari Lewis, memfokuskan kepada beberapa sifat buruk dan kebajikan, seperti :
· Kebajikan dan Kejahatan
· Keberanian dan Sifat Pengecut
· Keadilan dan Ketidakadilan
· Kejujuran dan Ketidakjujuran
· Belas Kasihan dan Kekejaman
· Perdamaian dan Perang
· Kerendahan Hati dan Kesombongan
· Pertobatan dan Ketidakbertobatan

Dengan pengertian Alkitabiah serta pengetahuan praktis, Velarde menolong para pembaca untuk memperkuat moral kebajikan di tengah dunia saat ini yang dilanda ketidakpastian nilai-nilai moral.

Buku ini mendapat rekomendasi dari :
DR. VERNON C. GROUNDS (konselor di Denver Seminary), DR. PETER J. SCHAKEL (Profesor Sastra Inggris di Hope College ; penulis The Way into Narnia an Imagination and the Arts in C. S. Lewis), Gordon R. Lewis, Ph.D. (Profesor senior bidang filosofi dan theologia di Denver Seminary ; pengarang Testing Christianity’s Truth Claims), Jim Ware (pengarang God of the Fairy Tale), dan Victor Reppert, Ph.D. (pengarang C. S. Lewis’s Dangerous Idea).





Profil Robert Velarde :
Robert Velarde adalah seorang editor pada Focus on the Family. Dia juga sedang melanjutkan studi kesarjanaannya dalam bidang filosofi agama di Denver Seminary, tempat ia mempelajari filosofi C. S. Lewis. Dia telah meraih gelar sarjana muda dalam bidang musik dari California State University, Long Beach, serta menggubah sejumlah karya musik untuk flute dan piano karena terinspirasi adegan-adegan dalam the Chronicles of Narnia (Hikayat Narnia).
Beliau juga adalah anggota Evangelical Theological Society, the Evangelical Philosophical Society, dan the Society of Christian Philosophers. Beliau tinggal menetap di Colorado Spring, Colorado, bersama dengan istri dan ketiga orang anaknya.