29 November 2007

Roma 4:6-8 : DIBENARKAN MELALUI IMAN-2

Seri Eksposisi Surat Roma :
Fokus Iman-2


Dibenarkan Melalui Iman-2

oleh : Denny Teguh Sutandio


Nats : Roma 4:6-8.


Setelah Paulus memaparkan tentang Abraham yang dibenarkan melalui iman, ia menjelaskan bahwa theologia ini berasal dari Perjanjian Lama.

Pada ayat 6, Paulus mengatakan, “Seperti juga Daud menyebut berbahagia orang yang dibenarkan Allah bukan berdasarkan perbuatannya:” Terjemahan King James Version lebih tepat mengartikan, “Even as David also describeth the blessedness of the man, unto whom God imputeth righteousness without works,” (=“Seperti juga Daud yang disebut orang yang diberkati, yang kepadanya Allah mengimputasikan kebenaran tanpa perbuatan,”) Kata “berbahagia” sebenarnya berarti diberkati (terjemahan ESV, ISV dan KJV memakai kata blessed). Lalu, kata “orang yang dibenarkan Allah” seharusnya lebih tepat berarti orang yang kepadanya Allah mengimputasikan kebenaran. Sungguh suatu sukacita yang besar jika kita sebagai manusia berdosa dapat dibenarkan atau diimputasikan kebenaran oleh Allah tanpa memandang jasa baik kita. Inilah yang disebut Paulus sebagai suatu keadaan yang diberkati (blessed). Kita mendapatkan berkat ini sebagai suatu anugerah/karunia yang tidak bisa dibandingkan keagungannya. Apakah yang Daud paparkan tentang pembenaran oleh Allah ini ?

Di ayat 7-8, Paulus mengutip Mazmur 32:1-2, “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya, dan yang ditutupi dosa-dosanya; berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya.” Terjemahan KJV mengartikannya, “Saying, Blessed are they whose iniquities are forgiven, and whose sins are covered. Blessed is the man to whom the Lord will not impute sin.” Kata “pelanggaran” di dalam ayat 7 ini bahasa Yunaninya anomia yang berarti violation of law (pelanggaran hukum) atau tindakan asusila/kejahatan (iniquity/wickedness). Sedangkan kata “dosa” di dalam ayat 7 ini bahasa Yunaninya hamartia yang identik dengan dosa/pelanggaran (offense). Untuk lebih jelasnya, mari kita melihat Mazmur 32:1-2, di mana Raja Daud mengajarkan, “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu!” Terjemahan KJV mengartikannya, “Blessed is he whose transgression is forgiven, whose sin is covered. Blessed is the man unto whom the LORD imputeth not iniquity, and in whose spirit there is no guile.” Mazmur 32 ditulis oleh Daud ketika Daud ditegur oleh Nabi Natan berkenaan dengan dosanya yang mengambil istri Uria dan membunuh Uria (2 Samuel 12:1-25). Mazmur ini ditulis sebagai ungkapan syukur sekaligus pengajaran Daud tentang besarnya kasih setia Allah bagi manusia yang berdosa. Ada dua hal yang mau diajarkan oleh Daud,
Pertama, adanya pengampunan dosa. Kata “pelanggaran” di dalam Mazmur 32:1 ini dalam bahasa Ibraninya pesha‛ berarti revolt (pemberontakan). Lalu, kata “dosa” dalam bahasa Ibraninya chăṭâ'âh bisa berarti offence atau sacrifice for it (pengorbanan baginya). Sesuai konteksnya, Daud yang sedang berdosa dapat disebut “memberontak” terhadap Allah, karena ia lebih menuruti hawa nafsu ketimbang perintah Allah. Pemberontakan itu begitu serius sehingga Tuhan menegurnya melalui nabi Natan. Teguran itu sangat membuahkan hasil dan Daud akhirnya bertobat. Lalu, apakah Tuhan tidak jadi menghukum Daud ? Atas kesalahannya, Daud pasti dihukum, tetapi bukan Daud yang mati, tetapi anak hasil hubungannya dengan Batsyeba. Akhirnya, Daud bersedih hati dengan tetap rela menerima hukuman Tuhan. Meskipun harus bersedih hati atas meninggalnya anak dari Batsyeba itu, Daud tetap melihat dan mengagumi besarnya kasih setia Allah yang rela mengampuni dosanya yang begitu besar (Mazmur 32:5). Meskipun dosa Daud begitu besar yaitu sampai membunuh Uria (padahal dalam Kejadian 9:6, Tuhan akan menghukum mereka yang membunuh dengan mengambil nyawa orang yang membunuh itu sendiri), Allah tetap mengasihinya dengan mengampuni pemberontakannya dan memaafkan atau menutupi dosanya. Allah menutupi dosa jangan dimengerti seperti orang-orang dunia yang sengaja menutupi dosa untuk menonjolkan diri ! Allah adalah Allah yang Mahakudus yang membenci dosa, tetapi Ia tetap mengasihi mereka yang berdosa. Sehingga kata “ditutupi” lebih tepat diartikan dilindungi. Dilindungi atau ditutupi oleh apa ? Sebuah tafsiran yang bagus dari Matthew Henry dalam Matthew Henry’s Concise Commentary (MHCC) mengatakan, “Sin is the cause of our misery; but the true believer's transgressions of the Divine law are all forgiven, being covered with the atonement.” (=Dosa adalah penyebab kesengsaraan ; tetapi semua pelanggaran orang-orang yang percaya terhadap hukum Allah diampuni, dan ditutupi/dilindugi dengan penebusan.) Berarti, dosa umat pilihan-Nya bukan hanya diampuni tetapi ditebus oleh darah Anak Domba Allah di dalam Kristus, sehingga kita mendapatkan pemulihan dari dosa-dosa kita. Bagaimana dengan kita ? Mungkin kita sudah melakukan suatu pemberontakan terhadap perintah Allah, bahkan kita mungkin sempat menghina Allah atau menjual Kristus dengan meninggalkan keKristenan. Mungkin kita melakukannya secara sadar atau tidak tanpa perasaan apapun. Kita mungkin merasa dosa yang kita lakukan begitu besar dan layak untuk dihukum. Tetapi ketahuilah, ada satu berita sukacita bagi kaum pilihan yang percaya, yaitu “...Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.” (Yesaya 1:18) Pertobatan adalah kunci menuju ke arah pemulihan dosa. Pertobatan ini pun adalah inisiatif anugerah Allah yang menggerakkan umat pilihan-Nya untuk menyesali dosa, meninggalkan dosa dan kembali kepada Kristus dengan percaya di dalam-Nya. Tanpa pertobatan, tak mungkin ada kesadaran pentingnya penebusan dosa. Ketika kita mengaku dosa dan bertobat, di situ kita mulai mengerti bahwa dosa kita yang begitu bejat dan jahat ini masih diampuni oleh Allah yang sudah seharusnya menghukum kita. Oleh karenanya, ketika Tuhan masih mengingatkan kita untuk bertobat, taatilah teguran-Nya dan segera kembali kepada-Nya, karena teguran-Nya itu bukti kasih-Nya yang mau mengampuni kita.
Kedua, dosa kita tidak diperhitungkan oleh Tuhan. Pada ayat 2 dalam Mazmur ini, kata “kesalahan” dalam bahasa Ibraninya ‛âvôn berarti dosa (sin) atau perbuatan asusila (iniquity). Dalam terjemahan KJV, kata “kesalahan” memakai kata iniquity, sedangkan dalam kutipan Paulus di Roma 4:8, katanya diganti menjadi sin. Lebih tepatnya, Pdt. Dr. Stephen Tong dalam bukunya Dosa, Keadilan dan Penghakiman (1993) memaparkan kata ‛âvôn berarti suatu hal yang mengakibatkan kita merasa bersalah/berhutang dan ingin menghukum diri. (p. 46) Hal ini mungkin kita alami. Ketika kita sudah merasa bersalah, kita ingin rasanya menghukum diri sebagai wujud “kekesalan” kita. Mungkin sekali, sesuai konteksnya, Daud juga merasa hal serupa, di mana dia menyesal karena dia telah membunuh Uria dan mengambil istri Uria.Kita memperhitungkan kesalahan kita sendiri, tetapi tidak demikian dengan Allah ketika kita mau bertobat. Pertobatan merupakan kunci mengenal kasih Allah. Menurut terjemahan KJV, ayat ini dapat diartikan bahwa adalah sangat diberkati ketika Tuhan tidak mengimputasikan dosa/perasaan bersalah kepada seseorang dan yang tidak berjiwa pengkhianat/penipu. Bukan hanya mengampuni, Allah juga sanggup tidak memperhitungkan lagi kesalahan/dosa yang telah kita perbuat. Di tengah kesusahan, pemazmur berseru, “Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan?” (Mazmur 130:3) Dan selanjutnya, “Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang. Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya.” Di sini, pemazmur menggambarkan Tuhan bukan hanya mengampuni mereka yang berdosa, tetapi juga memimpin mereka untuk merindukan firman-Nya. Inilah yang saya sebut sebagai tindakan Allah yang tidak memperhitungkan kesalahan kita. Hal serupa diungkapkan oleh Yohanes di dalam 1 Yohanes 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Menyucikan kita yang berdosa dari segala kejahatan adalah wujud lain dari tindakan Allah yang tidak memperhitungkan kesalahan kita. Dengan apa Allah menyucikan kita ? Yaitu dengan Firman dan Roh, di mana Roh Kudus memimpin hati dan pikiran kita serta menundukkannya di bawah Firman Allah, yaitu Alkitab. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang Kristen yang sudah menerima penebusan Kristus yaitu berusaha terus-menerus oleh pekerjaan Roh Kudus hidup kudus dan menaati Firman Allah untuk memuliakan-Nya. Ketika kita sudah menunaikan apa yang telah kita kerjakan sesuai kehendak Allah, maka arti dari dibenarkan melalui iman dapat kita mengerti seutuhnya kelak di dalam kekekalan sehingga kita semakin bersyukur atas anugerah-Nya.

Hari ini, tidak ada kabar yang membuat manusia berdosa bersukacita kecuali kabar bahwa dosa mereka diampuni dan mereka dibenarkan oleh Allah dengan cara disucikan dari dosa dengan Firman dan Roh. Adakah kabar itu juga tiba pada diri Anda sekarang dan Anda meresponinya ? Biarlah Roh Kudus bekerja di dalam hati kita. Amin. Soli Deo Gloria.


Resensi Buku-32 : HUMANISME DAN GERAKAN ZAMAN BARU (Ir. Herlianto, M.Th.)

...Dapatkan segera...
Buku
HUMANISME DAN GERAKAN ZAMAN BARU

oleh : Ir. Herlianto, M.Th.

Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, 1990.





Penjelasan singkat dari Denny Teguh Sutandio :
Zaman modern adalah zaman yang dikuasai rasionalisme atau rasio sebagai sumber kebenaran, tetapi setelah meletusnya Perang Dunia 1 dan 2, rasionalisme mulai dipertanyakan keabsahannya. Setelah rasionalisme mulai dipertanyakan, manusia bukan kembali kepada Tuhan, tetapi malahan berkiblat ke arah mistisisme dan sesuatu yang berhubungan dengan feeling, sehingga tidak heran di zaman postmodern, muncullah Gerakan Zaman Baru sebagai media untuk memuaskan hawa nafsu manusia di dalam mencari “kebenaran”. Gerakan Zaman Baru di dalam buku ini dilatarbelakangi oleh humanisme dan muncul di dalam berbagai bentuk, misalnya di dalam olahraga (yoga, waitankung, dll), di dalam kepercayaan (kebatinan, Zen-Buddhism, dll), dll. Dan yang lebih parah lagi, gerakan ini merasuki keKristenan dengan ajaran-ajaran, seperti Berpikir Positif dan Visualisasi dari Norman Vincent Peale, Robert H. Schuller, David Yonggi Cho (Visualisasi), dll. Bagaimana sikap kita sebagai orang Kristen terhadap fenomena ini ? Di dalam buku ini, Ir. Herlianto, M.Th. mengajak kita untuk peka terhadap kondisi zaman yang dipengaruhi oleh Gerakan Zaman Baru dan selanjutnya, kita sebagai orang Kristen harus kembali kepada Alkitab sebagai satu-satunya kebenaran, dan BUKAN kepada Gerakan Zaman Baru atau sejenisnya.





Profil Ir. Herlianto, M.Th. :
Ir. Herlianto, M.Th. adalah Pemimpin Umum Yayasan Bina Awam (YABINA), Bandung (situs : http://www.yabina.org) dan dosen dalam bidang Sosiologi dan Aliran Kontemporer di Sekolah Tinggi Theologia Bandung. Beliau adalah seorang insinyur lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1968 lalu memperdalam ilmu dalam bidang Pembangunan Perkotaan dan memperoleh diploma International Course on Housing, Planning and Building di Boueweentrum International Education, Rotterdam pada tahun 1979 serta mengikuti Urban Studies Course pada Princeton University di USA pada tahun 1982. Beliau belajar theologia di Institut Injil Indonesia, Batu pada tahun 1972, lalu dilanjutkan ke Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) Malang dan pada tahun 1976 memperoleh gelar Bachelor of Theology (Th.B.) Pada tahun 1982, beliau menyelesaikan studi Master of Theology (M.Th.) di Princeton Theological Seminary, USA dengan spesialisasi masalah kemasyarakatan dan perbandingan agama. Beliau dapat dihubungi melalui e-mail : herlianto@yabina.org.

Matius 7:28-29 : THE QUALITY OF A TEACHER

Ringkasan Khotbah : 14 November 2004

The Quality of a Teacher
oleh : Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.
Nats: Mat. 7: 28-29

Minggu lalu kita sudah memahami signifikansi dari frasa yang berbunyi: “Dan, setelah Yesus mengakhiri perkataan ini...“ (Mat. 7:28), dimana frasa ini menunjukkan totalitas pengajaran Kristus dengan demikian orang tidak dapat menambahkan atau mengurangi isi dari pengajaran Kristus. Matius ternyata tidak hanya menggunakan frasa ini untuk kumpulan khotbah Tuhan Yesus di atas bukit (Mat. 5-7) yang dikenal sebagai hukum Kerajaan Sorga, the Law of the Kingdom saja melainkan juga untuk menandai kumpulan khotbah Tuhan Yesus yang lain. Sebagai warga Kerajaan Sorga, kita wajib tunduk pada undang-undang Kerajaan Sorga karena melawan undang-undang berarti kita telah melakukan tindakan subversif yang melawan hukum. Alkitab mencatat setelah orang banyak itu termasuk orang Yahudi mendengar khotbah Tuhan Yesus di atas bukit maka takjublah mereka sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa berbeda dengan ahli-ahli Taurat.
Pengakuan ini bukan hanya terjadi pada saat itu atau pada jaman itu saja. Tidak! Di sepanjang sejarah jaman orang mengakui bahwa memang pengajaran Kristus sangatlah indah dan berbeda dengan semua ajaran yang ada di dunia. Namun, ironisnya orang Yahudi yang termasuk golongan orang pandai di dunia justru menolak pengajaran Tuhan Yesus. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana orang banyak itu dapat menyimpulkan bahwa Yesus mengajar sebagai orang yang berkuasa? Ada tiga aspek yang membuat pengajaran Yesus berkuasa, yaitu:
1. Isi Pengajaran Kristus Berkualitas
Setiap kalimat yang diucapkan Kristus mengandung makna yang sangat mendalam sehingga orang harus berpikir apa arti dari perkataan Kristus tersebut. Itulah sebabnya orang merasa takjub sebab Ia mengajar sebagai orang yang berkuasa. Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah... (Mat. 5:3) seharusnya membuat orang bertanya akan apa arti bahagia? Bukankah bahagia merupakan cita-cita setiap orang namun sampai detik ini orang masih mengejar dan mencari kebahagiaan. Kebahagiaan sejati akan kita dapatkan kalau kita taat mutlak pada kebenaran sejati yang Kristus beritakan. Sayang, banyak orang yang menolak pengajaran Tuhan Yesus karena berbeda dengan konsep dunia. Berbahagialah, hai kamu yang miskin... tetapi celakalah, hai kamu yang kaya... (Luk 6:20-26). Yang menjadi pertanyaan adalah ajaran siapa yang benar, ajaran Yesus ataukah ajaran dunia? Memang siapakah Yesus sehingga Dia dapat menjamin hidup kita akan bahagia kalau kita menjadi warga Kerajaan Sorga? Lalu apa hubungannya antara miskin dengan menjadi pemilik warga Kerajaan Sorga? Kalau kita betul-betul memikirkan setiap pengajaran Kristus maka pengajaran itu akan membawa kita masuk dalam kebenaran yang paling asasi dalam hidup dan kita harus mau diubahkan dari semua konsep kita yang salah namun kita menganggapnya sebagai kebenaran.
2. Cara Kristus Mengajar Sederhana
Pengajaran Kristus sangatlah berbobot sebab Ia adalah Sang Kebenaran Sejati dan Ia datang untuk mengajarkan kebenaran-Nya pada dunia. Kristus mengajar dengan sangat sederhana, kalimat-kalimat yang Ia lontarkan singkat tapi mengandung makna yang sangat mendalam berbeda dengan ahli Taurat maupun para imam yang membutuhkan berbagai macam atribut luar seperti kekuasaan supaya orang takjub. Pengajaran Kristus yang sederhana ini hanya dapat dipahami oleh mereka yang diberikan karunia saja karena seringkali pengajaran Kristus bersifat paradoks, paradoxical teaching. Setiap berita yang Kristus sampaikan bukan hanya sekedar informasi belaka. Ajaran Kristus menghadapkan kita pada suatu kebenaran sejati dan menuntut komitmen dari setiap orang yang mendengarnya; apakah orang mau mengikut atau menolak, mau taat atau melawan. Hal inilah yang membuat orang merasa takjub dan mengakui sungguh bahwa Yesus itulah kebenaran sejati dan di kolong langit ini tidak ada orang yang berbicara dengan penuh kuasa seperti halnya Tuhan Yesus.
3. Kritus Mengajar dengan Penuh Kuasa
Setiap kalimat seperti godam yang memukul diri kita sehingga orang dapat melihat bahwa kalimat tersebut keluar dari inner condition, dari diri yang terdalam karena Dia adalah anak Allah. Maka sampailah orang pada kesimpulan bahwa Ia mengajar dengan penuh kuasa membuat hati setiap orang yang mendengarnya menjadi bergetar karena setiap kalimat yang Yesus ucapkan mempunyai kekuatan kuasa dan menuntut komitmen dari kita mau ikut atau melawan Dia. Sebagai warga Kerajaan Sorga, apakah kita telah mempunyai kekuatan kuasa kerygma sehingga berita yang kita sampaikan dapat membawa orang hidup pada kebenaran? Disinilah keunikan setiap orang yang Kristus panggil di dalam Kerajaan-Nya. Kristus ingin supaya kita juga menjadi pembawa berita yang mempunyai kuasa. Seperti halnya orang-orang yang dipanggil di sepanjang jaman untuk menjadi pembawa berita kebenaran di tengah dunia maka sebagai Kristen sejati dan sebagai warga Kerajaan Sorga kita pun harus memberitakan kebenaran pada dunia. Jangan takut dan kuatir karena Tuhan akan memproses kita sehingga kita mempunyai kekuatan dan bijaksana ketika mewartkan berita kebenaran pada dunia. Seperti halnya para murid, ketika Tuhan memanggil merekapun tidak mempunyai kuasa berita namun setelah melalui proses mereka menjadi pemberita Injil yang dipakai Tuhan dengan luar biasa. Inilah fungsi dari pengajaran.
Kita harus kembali pada pengajaran Kristus sebab Tuhan membentuk kita melalui pengajaran dengan demikian kita boleh mengerti bagaimana seharusnya kita hidup seperti yang Tuhan inginkan. Proses pengajaran akan memilah siapa murid sejati dan siapa yang bukan sebab tidak semua orang mengerti pengajaran Kristus. Hanya kepada mereka yang diberikan karunia sajalah yang dapat mengerti rahasia Kerajaan Allah sebab itu kepada orang luar Yesus mengajar dengan perumpamaan supaya sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti (Mat. 10: 10-13). Jadi, bukan karena kepandaian kita kalau kita dapat mengerti pengajaran Firman tapi karena karunia Tuhan.
Ada empat aspek yang dapat menjadikan seseorang mempunyai kuasa dalam perkataannya dan empat aspek ini dibagi lagi menjadi dua golongan dimana golongan pertama terdiri dari aspek pertama dan kedua dan hal ini dapat dilakukan oleh setiap orang yang mendapat anugerah umum namun bagian ini baru menyelesaikan setengah dari kuasa sejati seperti yang Kristus teladankan. Golongan kedua terdiri dari aspek ketiga dan keempat hanya dapat dilakukan oleh orang yang mendapat anugerah khusus dimana hidup dipimpin oleh Firman dan Roh Kudus. Kedua golongan ini ada dalam diri Kristus dan hal inilah yang membuat pengajaran-Nya mempunyai kuasa dan berbeda dengan ahli Taurat.
I. Ketulusan Hati
Tuhan Yesus mengajar dengan ketulusan dan kemurnian hati. Barang siapa mau hidup di dalam Tuhan maka ia harus hidup bersih. Orang yang hidupnya bersih dan tulus maka itu akan memberikan kuasa dalam setiap perkataannya. Mempercayai perkataan seseorang tidaklah mudah, kita harus tahu siapa yang menjadi lawan bicara kita apakah ia memang layak untuk dipercaya? Secara prinsip, setiap orang pasti tahu betul bahwa orang yang suka berbohong tidak layak untuk dipercayai. Alangkah bodohnya, kalau kita mau percaya pada seorang pembohong. Orang-orang demikian tidak mempunyai kuasa dalam perkataannya. Itulah sebabnya ahli-ahli Taurat memanipulasi dan menggunakan cara yang licik supaya orang percaya padanya. Namun Tuhan Yesus berbeda, Ia tidak menggunakan cara-cara licik supaya orang mau mengikut Dia. Tuhan Yesus tahu akan sifat orang Yahudi yang materialis itulah sebabnya kalimat pertama yang keluar adalah: “Berbahagialah orang yang miskin... Kebenaran sejati harus dinyatakan di tengah dunia meski hal ini sangat menyakitkan dan tidak disukai oleh dunia khususnya bagi orang Yahudi. Di dunia ini memang sedikit sekali kita menjumpai ada seorang guru yang mau mengajar dengan motivasi murni dan ketulusan hati. Biarlah kita sebagai orang Kristen kita meneladani Guru Agung itu yang hidup dengan bersih dan tulus dengan demikian setiap perkataan kita mempunyai kuasa sehingga kita menjadi berkat.
II. Altruistik
Sudah menjadi sifat manusia yang humanis dimana segala sesuatu hanya untuk dirinya sendiri. Alkitab justru mengajarkan sebaliknya bahwa segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya (Rm. 11:36). Altruis adalah segala sesuatu selalu memikirkan orang lain sebaliknya egois berarti segala sesuatu adalah untuk diri sendiri. Seorang pengajar yang baik pasti ingin muridnya bertumbuh, si murid memahami kebenaran dan hidup dalam kebenaran dengan demikian si murid bertumbuh dalam iman. Yang dilakukan pertama kali oleh seorang guru sejati adalah mengevaluasi dirinya sendiri kalau muridnya tidak bertumbuh. Seorang guru sejati mau berkorban untuk orang lain. Inilah sifat guru sejati yang altruistik. Seorang guru bukan hanya sekedar mengajar yang sifatnya memberikan informasi belaka. Tidak! Jika memang demikian lalu apa bedanya dengan ahli taurat? Yesus mengajar bukan demi untuk diri-Nya sendiri, Dia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani, Dia memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Namun sayang, di dunia modern sifat altruis ini tidak dimiliki oleh seorang guru, mereka telah menjadi budak uang. Maka tidaklah heran kalau ada murid atau mahasiswa yang kemudian menghina guru. Kristus mempunyai kuasa yang besar ketika mengajar karena Ia mengajar demi untuk kepentingan murid-murid karena itu hari ini kita mengenal Petrus bukan sekedar nelayan atau Matius bukan lagi si pemungut cukai dan lain-lain kini, mereka menjadi seorang murid yang berhasil. Ketulusan hati dan sifat altruis ini dapat dilakukan oleh orang yang bukan Kristen sekalipun. Dengan kualitas dunia saja kita bisa mempunyai kuasa dalam pengajaran kita. Sangatlah disayangkan kalau kita sebagai anak Tuhan, tidak bisa mempunyai kedua sifat di atas karena sebenarnya Roh Kudus sudah memberikan kepada kita kekuatan dan kuasa untuk kita dapat melakukannya.
III. Hidup yang Sesuai Ajaran
Bukan karena kualitas pengajarannya saja yang menjadikan Kristus mempunyai kuasa tetapi lebih dari itu, yaitu Kristus mengimplikasikan dalam hidup-Nya. Bukanlah hal yang mudah bagi seseorang untuk menjalankan semua teori yang ia ajarkan karena lebih mudah berteori daripada menjalankannya. Hanya orang yang berada dalam Firman dan mau taat dibentuk oleh Tuhan sajalah yang dapat melakukan semua ajaran kebenaran. Inilah bedanya ahli Taurat dengan Tuhan Yesus. Ahli Taurat tahu seluruh isi kitab Taurat tapi ia tidak tunduk pada Taurat sebaliknya ia mengacak-acak Taurat, diri yang lebih berkuasa dari Taurat. Sebaliknya Kristus tidak menyebut diri-Nya ahli Taurat namun ia sudah menjadi ahli Taurat karena Kristus taat mutlak di bawah Taurat. Begitu juga dengan diri kita ketika belajar Firman kalau kita tidak mau tunduk pada Firman maka itu akan menjadikan kita sebagai ahli Alkitab tanpa kita diubahkan dan dibentuk oleh Firman. Tuhan Yesus menegur dengan keras ahli Taurat seperti kuburan di depannya bagus tapi dalamnya busuk. Ingat, kuasa bukan karena atribut luar yang ada pada kita tetapi karena hati kita dihidupkan oleh Roh Kudus, hati kita dididik oleh Firman. Sebagai anak Tuhan sejati, seharusnya kita mempunyai kerinduan untuk melakukan dan taat pada Firman. Kalau kita tidak mempunyai jiwa dan semangat mau melakukan Firman maka bertobat segera minta ampun pada Tuhan. Biarkan Yesus masuk dan bertahta sebagai Tuan dalam hidupmu maka Ia pasti menjadi Juruselamat kita. Hari ini orang sangat egois, mereka hanya mau Kristus sebagai Juruselamat saja tetapi tidak mau menjadikan Ia sebagai Tuan dalam hidupnya.
IV. Hidup Penuh dengan Roh
Kita harus mencontoh teladan Kristus, yaitu seluruh hidupnya dipenuhi oleh Roh Kudus, spiritfully, Ia bersandar mutlak pada pimpinan Roh Kudus. Jangan pernah berpikir bahwa orang pandai pastilah bijak. Pandai tidak sama dengan bijak. Orang pandai biasanya paling mudah dibohongi karena segala sesuatu yang ia lakukan adalah demi supaya orang lain memuji dia. Jadi, logika dan perkataannya sendirilah yang mengontrol seluruh hidupnya. Berbeda kalau kita berada dalam Firman dan mau taat mutlak maka Roh Kudus akan memimpin seluruh hidup kita. Kita akan merasakan dan melihat cara Roh Kudus bekerja yang ajaib dan heran. Tuhan janji Ia akan memberikan pada setiap anak-anak-Nya hidup kuat dan dipimpin oleh-Nya sehingga kita tidak akan mudah digoyahkan selama-lamanya. Sebagai anak Tuhan, kita yang harus mempengaruhi dunia supaya mereka hidup dalam kebenaran bukan sebaliknya. Celakanya, kita lebih mudah terpengaruh oleh segala sesuatu yang sifatnya negatif daripada yang bersifat positif. Hati-hati, jangan mudah tergoda oleh bujuk rayu iblis. Hendaklah kita menjadi garam dan terang dunia sehingga orang yang berada di sekeliling kita akan merasa risih ketika hendak melakukan perbuatan dosa dan lebih baik lagi kalau akhirnya mencegah mereka berbuat dosa.
Biarlah keempat aspek di atas yang menjadi sifat Kristus juga kita miliki dengan demikian kita menjadi berkat bagi dunia yang kacau ini. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)
Sumber :