08 October 2010

MENGENAL DAN MENGALAMI ALLAH (Denny Teguh Sutandio)

MENGENAL DAN MENGALAMI ALLAH

oleh: Denny Teguh Sutandio



“Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya… TUHAN bergaul karib dengan orang yang takut akan Dia, dan perjanjian-Nya diberitahukan-Nya kepada mereka.”
(Mzm. 25:12, 14)




Siapakah manusia? Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah segambar dan serupa dengan-Nya. Mempercayai bahwa manusia (dan dunia) dicipta oleh Allah adalah lebih logis daripada mempercayai bahwa manusia (dan dunia) ada dengan sendirinya atau terjadi melalui big bang yang merupakan suatu kekonyolan cara berpikir (Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. menggunakan istilah: illogical logic—“logika” yang tidak logis). Karena dicipta oleh Allah, maka manusia dicipta untuk berkomunikasi dengan Allah. Namun sayangnya, dosa mengakibatkan komunikasi tersebut terhalang. Manusia tidak lagi menaati Allah, namun justru setan dan diri sendiri. Akhirnya Allah menyediakan solusi terhadap masalah dosa ini yaitu dengan mengutus Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus untuk memulihkan kembali komunikasi antara Allah yang Mahakudus dengan manusia berdosa. Penebusan Kristus inilah yang mengakibatkan kita dapat berkomunikasi dalam arti bergaul erat/karib dengan Allah atau mengalami Allah secara pribadi. Namun pertanyaannya, sampai sejauh mana kita dapat mengalami Allah?

Ketika orang Kristen mendengar kata “mengalami Allah”, apa yang ada di benak mereka? Beberapa orang Kristen menjadi seorang yang paranoid dengan kata “mengalami Allah” karena mereka selalu melihatnya sebagai hal yang subyektif yang bisa menyesatkan. Akibatnya, beberapa orang Kristen ini mulai mementingkan pengetahuan doktrinal dengan membaca buku dan mengikuti berbagai pembinaan iman. Kepalanya bertambah besar, namun hatinya makin kecil. Namun di sisi lain, kita menjumpai golongan Kristen yang menggebu-gebu mengklaim mengalami Allah, bahkan mengalami Allah berkata-kata secara langsung kepadanya. Namun akibatnya, Alkitab dilecehkan dan pengalaman bersama Allah diutamakan, sehingga kebenaran tidak lagi obyektif, namun menjadi subyektif. Karena terlalu mengandalkan hal-hal subyektif, sebentar lagi, beberapa dari mereka akan dengan mudah masuk ke dalam jebakan spiritualitas ala Gerakan Zaman Baru yang juga menggunakan istilah “allah” untuk menggantikan Pribadi Allah sejati. Tidak heran, jika seorang “pendeta” yang berada di gereja yang menganut paham ini pernah mendatangi seorang paranormal untuk meminta kuasa. Tidak heran juga, tren motivator sedang laris diundang ke sebuah gereja yang juga mengajarkan pentingnya pengalaman.

Di antara dua ekstrem yang terjadi di dalam Kekristenan ini, bagaimana sikap Kristen yang benar? Harus kita akui bahwa orang Kristen sejati HARUS mengalami Allah, mengapa? Karena iman Kristen, menurut Dr. Martin Luther, adalah iman yang personal (pribadi), bukan iman kepada hal-hal rasional/historis saja. Namun, mengalami Allah tentu bukan sebuah pengalaman yang membabibuta dan tanpa dasar. Jika mengalami Allah ada dasarnya, lalu apa yang menjadi dasar mengalami Allah? Seperti apa mengalami Allah itu? Kita akan membahasnya.

Pengalaman akan sesuatu/seseorang pasti didahului oleh pengenalan akan sesuatu/seseorang tersebut. Misalnya, kita bisa mengalami hidup bersama orangtua atau pasangan kita tatkala kita telah (sedang dan akan) mengenal orangtua atau pasangan kita. Pengenalan yang benar mengakibatkan kita bisa mengalami indahnya berkomunikasi dan berhubungan dengan orang yang telah kita kenal. Oleh karena itu, ketika kita hendak mengalami Allah yang berpribadi secara nyata dalam hidup kita, maka kita perlu mengenal-Nya secara nyata/pribadi. Mengutip Prof. J. I. Packer, D.Phil. dalam bukunya yang terkenal Knowing God, kita perlu membedakan mengenal Allah dengan mengenal akan Allah. Mengenal akan Allah (knowing about God) adalah sebuah pengenalan kognitif yang menjadikan Allah sebagai obyek, sedangkan mengenal Allah (knowing God) adalah sebuah pengenalan yang menjadikan Allah sebagai obyek sekaligus subyek utama. Di sini, kita perlu mengenal Allah secara nyata melalui apa yang telah difirmankan-Nya, yaitu Alkitab. Melalui Alkitab, kita bisa mengerti apa yang menjadi kehendak, perintah, dan pengajaran-Nya dalam hidup kita. Alkitab adalah satu-satunya fondasi iman dan kehidupan Kristen sehari-hari demi kemuliaan-Nya sekaligus dasar penguji segala sesuatu, termasuk pengalaman kita.

Setelah kita mengenal Allah melalui firman-Nya, maka kita baru dapat mengalami Allah secara nyata dengan bertanggungjawab. Lalu, apa arti mengalami Allah? Mengalami Allah berarti:
Pertama, mengalami indahnya kehadiran Allah. Dalam kuliahnya Surat Ibrani di Sekolah Theologi Reformed Injili Surabaya (STRIS) Andhika, Pdt. Thomy Job Matakupan, M.Div. mengeluarkan pernyataan menarik yang mengusik saya. Beliau berkata bahwa Allah sebagai Pencipta tidak terlalu dipusingkan oleh banyak orang Kristen, namun ketika Allah dinyatakan sebagai Pemelihara, hal itu menjadi momok oleh banyak orang Kristen. Mengapa? Karena sebenarnya banyak orang yang mengaku diri “Kristen” tersebut TIDAK menginginkan Allah ikut campur di dalam kehidupan mereka. Dengan kata lain, mereka risih dengan kehadiran Allah di dalam hidupnya. Hal ini mirip seperti Adam yang malu dan takut ketika Allah memanggil dan “mencari”nya di Taman Eden (Kej. 3:9). Mereka hanya mau mengaku diri “Kristen” di depan umum, namun TIDAK di dalam hatinya. Mengapa? Karena sebenarnya, mengutip perkataan Pdt. Sutjipto Subeno, iman banyak orang “Kristen” bukan lagi pada Allah, tetapi pada dirinya sendiri. Allah hanya menjadi ban serep yang kadang diperlukan kalau mereka lagi kesusahan, namun kalau mereka lagi bahagia, Allah disingkirkan dari hidupnya. Nah, hal ini berbeda dengan orang Kristen yang sungguh-sungguh mengenal Allah, mereka akan dengan sukacita mengalami indahnya kehadiran Allah di dalam hidupnya. Mengapa? Karena mereka kangen dengan Allah. Mereka kangen dengan Allah yang berintervensi di dalam hidupnya. Karena jika Allah yang berintervensi, hidupnya akan sangat bersukacita, karena ada Allah sebagai Sumber Sukacita sejati di dalam hidupnya.

Kedua, mengalami indahnya kebenaran firman Allah. Karena kangen dengan Allah, maka orang yang mengenal Allah tentu kangen juga dengan kebenaran firman-Nya. Jangan pernah ditipu oleh orang Kristen yang katanya mencintai Tuhan, tetapi kalau disuruh membaca dan mempelajari Alkitab malasnya bukan main, bahkan orang tersebut bisa cuek abiz kalau iman dan kehidupannya tidak sesuai dengan (bahkan melawan) Alkitab. Itu bukan mencintai Tuhan, tetapi berpura-pura mencintai Tuhan, padahal sebenarnya mencintai diri sendiri. Apa tanda seorang yang kangen dengan firman-Nya? Orang tersebut akan dengan rasa lapar dan dahaga terus membaca dan menggali kebenaran Alkitab yang begitu limpah. Mengutip perkataan Pdt. Ivan Kristiono, M.Div., orang ini menjadikan Alkitab sebagai surat cinta Allah yang terus-menerus dibaca bahkan dieksegese, hehehe… Orang ini berkata seperti seruan kerinduan pemazmur, “Hancur jiwaku karena rindu kepada hukum-hukum-Mu setiap waktu.” (Mzm. 119:20) Selain sebagai surat cinta dari Allah, orang ini juga menjadikan Alkitab sebagai pedoman iman dan hidup mereka. Dengan kata lain, orang ini akan rela dan rendah hati ditegur oleh firman Allah ketika mereka berbuat dosa. Hal ini mirip seperti seruan pemazmur, “Ya, peringatan-peringatan-Mu menjadi kegemaranku, menjadi penasihat-penasihatku.” (Mzm. 119:24) Selain itu, Alkitab juga menjadi dasar untuk menjalankan kehendak Allah di dalam hidupnya. Ketika hendak menjalankan sesuatu yang merupakan kehendak-Nya, orang yang mengenal Allah akan taat mutlak akan firman-Nya. Hal ini mirip seperti Samuel yang diajar oleh imam Eli untuk merespons kepada Tuhan, “Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar.” (1Sam. 3:9-10)

Ketiga, mengalami indahnya pembentukan Allah dalam hidupnya. Setelah mengalami betapa indahnya kebenaran firman Allah, orang tersebut bukan hanya berhenti di tataran rasio mempelajari Alkitab, orang tersebut berusaha menjalankannya di dalam pergumulan hidup sehari-hari. Ketika seorang yang cinta Tuhan benar-benar berusaha menjalankan firman Tuhan di dalam kehidupannya, di saat itulah, Allah mulai membentuk hidupnya secara perlahan-lahan. Di saat itulah, Ia mulai mendidik anak-anak-Nya untuk makin lama makin dewasa di dalam iman dan segala sesuatu. Saya pribadi berkali-kali dihajar Tuhan melalui pengalaman dan pergumulan hidup. Kegagalan demi kegagalan dipakai-Nya untuk mengajar saya tentang hikmah di balik kegagalan itu sambil memimpin saya untuk terus beriman dan berharap pada janji dan pemeliharaan-Nya yang sangat indah. Saya sungguh sangat bersyukur akan karya Allah sambil mengatakan betapa indahnya percaya pada Allah yang BERPRIBADI yang memelihara umat-Nya, sehingga umat-Nya tak perlu kuatir akan jalan hidupnya. Haleluya!


Harus kita sadari, ketiga definisi mengalami Allah di atas tentu kita alami bersama-Nya baik di dalam kehidupan rohani kita pribadi maupun di dalam kehidupan persekutuan Kristen. Di dalam sebuah persekutuan Kristen pun, kita bisa mengalami Allah di dalamnya, yaitu melalui teguran, penghiburan, dan ajaran dari saudara seiman (yang sesuai dengan Alkitab) yang membuat kita makin bertumbuh dewasa di dalam iman. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mengalami Allah yang berpribadi itu secara nyata dalam hidup kita? Biarlah Allah yang hidup itu juga Allah yang kita alami kehadiran, firman, dan pembentukan-Nya dalam hidup kita, sehingga hidup kita makin bertumbuh dewasa di dalam pengenalan akan firman-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.