28 August 2011

Resensi Buku-132: KETIKA ALKITAB DIPERTANYAKAN (Prof. Norman L. Geisler, Ph.D. dan Ronald M. Brooks, Th.M.)

Iman Kristen yang sehat adalah iman yang berdasarkan Alkitab yang tidak bersalah dalam naskah aslinya. Dari Alkitab inilah dibentuklah formulasi iman Kristen tentang Allah, mukjizat, dosa, kehidupan, keselamatan, Kristus, dan moralitas. Namun dunia kita sedang mencoba menggoyahkan iman Kristen ini dengan berbagai filsafat dan ajaran yang meragukan Alkitab. Bagaimana sikap Kekristenan khususnya ketika kita menghadapi/berapologetika terhadap mereka yang melawan Alkitab?

Temukan jawabannya dalam:
Buku
KETIKA ALKITAB DIPERTANYAKAN

oleh:
Prof. Norman L. Geisler, Ph.D. dan
Ronald M. Brooks, Th.M.

Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta, 2006

Penerjemah: Jhony The



Dalam bukunya Ketika Alkitab Dipertanyakan (judul aslinya: When Skeptics Asks), Prof. Norman L. Geisler, Ph.D. dan Ronald M. Brooks, Th.M. di bab 1 memaparkan pentingnya pra-penginjilan yaitu apologetika yang dilakukan oleh orang Kristen kepada mereka yang meragukan Alkitab. Mengapa pra-penginjilan diperlukan? Karena itu tugas kita sebagai orang Kristen untuk memberi pertanggungjawaban tentang iman kita kepada orang lain. Keyakinan kita di dalam berapologetika didasarkan pada suatu keyakinan bahwa meskipun orang dunia mengajukan pertanyaan yang bagus kepada Kekristenan, Kekristenan berdasarkan Alkitab pun memiliki jawaban yang lebih bagus lagi untuk menjawab sekaligus menantang mereka yang non-Kristen. Kemudian, Dr. Geisler dan Ron Brooks memaparkan 9 tema apologetika singkat yang harus dihadapi oleh orang Kristen, yaitu: Allah, kejahatan, mukjizat, Yesus Kristus, Alkitab, ilmu pengetahuan dan evolusi, kehidupan, kebenaran, dan moralitas. 9 tema ini diangkat oleh para penulis sebagai bahan perbandingan antara Kekristenan vs agama dan filsafat lain yang melawan Alkitab. Dengan bahasa yang cukup sederhana namun tajam, para penulis memaparkan tantangan agama lain dan filsafat yang melawan Kekristenan disertai dengan kekontradiksian di dalam konsep mereka (agama dan filsafat non-Kristen) sendiri sambil menyajikan iman Kristen yang solid sebagai satu-satunya solusi terhadap permasalahan agama dan filsafat tersebut yang mengalami jalan buntu. Meskipun dalam beberapa hal saya kurang menyetujui doktrin para penulis, namun secara mayoritas, buku ini sangat baik dan patut dibaca oleh orang Kristen ketika berhadapan dengan pertanyaan dari orang-orang non-Kristen berkenaan dengan iman Kristen mereka.



Profil Dr. Norman L. Geisler dan Ron Brooks:
Prof. Norman L. Geisler, B.A., M.A., Th.B., Ph.D. (http://www.normangeisler.net) adalah president di Southern Evangelical Seminary, Charlotte, Carolina Utara, U.S.A. Beliau juga ikut menandatangani the 1978 Chicago Statement on Biblical Inerrancy. Beliau menyelesaikan studi Bachelor of Arts (B.A.) dalam bidang Filsafat dan Master of Arts (M.A.) dalam bidang Theologi dari Wheaton College, U.S.A.; Bachelor of Theology (Th.B.) dari William Tyndale College, U.S.A.; dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) dalam bidang Filsafat dari Loyola University, Chicago, U.S.A. Beliau menulis banyak buku, di antaranya: General Introduction to the Bible (Moody), Christian Apologetics (Baker), Inerrancy (Zondervan), The Battle for the Resurrection (Thomas Nelson), When Critics Ask (Victor Books), dll.

Ronald M. Brooks, Th.M. adalah Presiden dan Direktur Research for X-press Ministries di Fort Worth, Texas, U.S.A. Beliau juga adalah penulis freelance yang menamatkan studi Master of Theology (Th.M.) di Dallas Theological Seminary, U.S.A. Beliau menulis beberapa buku, seperti: Christianity Under Attack (Quest) dan secara periodik menulis beberapa jurnal. Beliau telah bekerja sama dengan Dr. Geisler dalam film serial, False Gods of Our Time dan video serial, Christianity Under Attack.


Bagian 9: "TETAPI LEPASKANLAH KAMI DARIPADA YANG JAHAT"

TUHAN, AJARLAH KAMI BERDOA-9

(Seri Pengajaran Doa Bapa Kami):

“tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat”

(Mat. 6:13b)

oleh: Denny Teguh Sutandio

Setelah Kristus mengajar kita untuk berdoa kepada Bapa agar Bapa tidak membawa kita ke dalam pencobaan, maka Kristus mengajar kita untuk berdoa agar Bapa melepaskan kita dari yang jahat. Di sini, Kristus menggabungkan pencobaan dengan si jahat. Kata “jahat” dalam ayat ini dalam teks Yunaninya adalah ponērou yang merupakan kata sifat yang digabungkan bentuk artikel tou yang bisa diterjemahkan si/yang. Kata ini muncul sebanyak 12x di dalam Perjanjian Baru (Mat. 5:37; 6:13; 12:35; 13:38; Luk. 6:45; Yoh. 17:15; Gal. 1:4; Ef. 6:16; 1Tes. 5:22; 2Tes. 3:3; 2Tim. 4:18; 1Yoh. 3:12) dan mayoritas kata ini disertai dengan bentuk artikel tou, kecuali di 1 Tesalonika 5:22 dan 2 Timotius 4:18.

Lalu, apa arti “yang jahat” di dalam ayat ini? Apakah yang jahat identik dengan iblis? Bisa ditafsirkan demikian, tetapi “yang jahat” sebenarnya merupakan perluasan dari iblis. Di Alkitab, kita diajar bahwa iblis adalah bapa penipu yang juga sebagai sumber segala kejahatan. Karena bersifat menipu dan jahat, maka iblis merusak segala sesuatu yang Allah kerjakan dengan salah satu caranya yaitu menipu dan mencobai manusia. Dengan kata lain, “yang jahat” dikaitkan dengan “pencobaan”, sehingga artinya menjadi: hal-hal yang jahat yang mencobai kita.

Dengan berdoa “lepaskanlah kami daripada yang jahat”, Kristus hendak mengajar kita bahwa:

1. Kejahatan Adalah Suatu Fakta

Kejahatan jelas merupakan suatu fakta nyata yang tidak bisa kita elakkan, meskipun beberapa orang mencoba mengindoktrinasi orang lain bahwa kejahatan itu hanya ilusi, sedangkan kebaikan itu nyata. Dengan mengatakan bahwa kejahatan itu ilusi, orang ini sedang melakukan kejahatan tersembunyi dengan mengajar orang akan sesuatu yang tidak realistis. Jika ada orang yang berkata bahwa kejahatan, sakit, dan hal-hal negatif lainnya sebagai ilusi, coba pukul orang itu, bagaimana reaksi orang itu? Jika orang itu marah, katakan kepadanya bahwa itu semua hanya ilusi, jadi tidak perlu marah. Anehnya, orang yang mengatakan bahwa kejahatan itu ilusi, ia tetap bersedih jika ada salah seorang yang dikasihinya dibunuh atau meninggal. Jika kejahatan itu ilusi, mengapa menangis/bersedih? Tidak konsisten!

Dari mana asalnya kejahatan? Jelas dari setan. Apa standarnya kita mengatakan sesuatu itu jahat? Standarnya adalah kebenaran Allah. Sesuatu yang melawan dan merintangi kebenaran Allah pasti jahat dan berasal dari setan.

Apa saja yang termasuk kejahatan? Prof. J. I. Packer, D.Phil. menjabarkan 2 jenis kejahatan: kejahatan di luar diri kita/lingkungan (seperti kesedihan, kelemahan fisik, sakit, bencana alam, dll) dan kejahatan di dalam diri kita (seperti penyelewengan moral).[1]

Meskipun ada 2 jenis kejahatan yang dipaparkan oleh Dr. Packer, lalu apakah 2 jenis kejahatan itu yang dimaksudkan Kristus di ayat ini? TIDAK. Dr. Packer sendiri menafsirkan kejahatan di ayat ini sebagai kejahatan khusus/bukan umum yang berpotensi mencobai kita.[2]

Dengan kata lain, kejahatan di ayat ini berkaitan dengan pencobaan seperti yang telah saya paparkan di atas, yaitu kejahatan di dalam diri yang berpotensi menjatuhkan kita. Kejahatan seperti apakah itu? Kejahatan di dalam diri yang berkeinginan untuk memuaskan nafsu sendiri dan tidak memuliakan Allah, seperti perbuatan kedagingan yang dipaparkan Paulus di Galatia 5:19-21, “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.” Hal-hal ini jelas merupakan kejahatan yang ada di dalam diri dan berpotensi menjatuhkan kita baik langsung maupun tidak langsung.

2. Kita Tidak Dapat Mengalahkan Kejahatan Dengan Kekuatan Sendiri

Karena kejahatan adalah suatu fakta, secara hati nurani, kita tentunya memiliki kecenderungan untuk mengalahkan kejahatan. Namun, bisakah kita mampu mengalahkan kejahatan dengan sendirinya? TIDAK! Melalui perkataan “lepaskanlah kami daripada yang jahat”, Kristus mengajar kita bahwa mustahil manusia dapat mengalahkan kejahatan dengan kekuatannya sendiri, karena manusia sendiri adalah makhluk ciptaan-Nya yang berdosa yang secara otomatis pasti menginginkan hal yang jahat. Dengan kata lain, makin kita berusaha mengalahkan kejahatan, kita makin terpuruk ke dalam kejahatan yang berusaha kita kalahkan.

Mau contoh? Tidak usah jauh-jauh, kita melihat kasus nyata di Indonesia, beberapa teroris meledakkan bom di salah satu tempat di Bali, apa motivasinya? Karena mereka melihat tindakan maksiat di tempat yang diledakkannya di Bali itu. Dengan kata lain, mereka ingin mengalahkan (baca: melenyapkan) kejahatan dengan menciptakan kejahatan baru yang lebih dahsyat dan mengerikan.

3. Allah Berdaulat Atas Kejahatan.

Jika manusia tidak mampu melepaskan diri dari kejahatan atau melenyapkan kejahatan, lalu bagaimana solusinya? Kristus mengajar kita agar kita berdoa memohon Allah Bapa melepaskan kita dari yang jahat. Caranya?

a) Melihat Allah yang berdaulat atas kejahatan

Kedaulatan Allah atas kejahatan tidak berarti Allah sebagai pencipta kejahatan, tetapi maksudnya adalah di dalam kejahatan yang terjadi, Allah tetap ada di situ. Pertanyaan selanjutnya, mengapa Allah yang telah mengetahui adanya kejahatan tidak memberhentikan kejahatan itu terjadi? Apakah Allah tidak Mahakuasa atau tidak Mahakasih? TIDAK! Allah yang berdaulat tentu juga adalah Allah yang Mahakuasa, Mahatahu, Mahakasih, dan Mahaadil, namun ketika Ia tidak memberhentikan kejahatan itu, pasti ada maksud tertentu yang Ia inginkan di balik kejahatan. Misalnya, Firaun yang jahat dipakai oleh Allah untuk membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir (Kel. 13:17-22).

b) Melihat Allah yang menangani kejahatan.

Setelah melihat Allah yang berdaulat atas kejahatan, cara kita lepas dari yang jahat adalah dengan melihat Allah yang menangani kejahatan yang ada di dalam kedaulatan-Nya itu. Di sini, kita diajar Kristus untuk melihat cara kerja Bapa di balik kejahatan dengan mengarahkannya kepada kebenaran. Kita tahu bahwa amarah (yang berpusat pada diri) termasuk kejahatan, namun dengan berdoa “lepaskanlah kami daripada yang jahat”, Kristus hendak mengajar kita bahwa fokus hidup kita adalah Allah, sehingga kita boleh marah, asalkan amarah kita tidak berlarut-larut (Ef. 4:26) dan dimotivasi oleh kebenaran, misalnya: marah karena orang lain tidak mendengar dan menaati firman Tuhan, dll.[3]

Allah adalah Allah yang berdaulat atas segala sesuatu termasuk kejahatan, sehingga firman Tuhan menghibur kita agar kita berhati-hati terhadap kejahatan yang mencobai kita, namun kita pun harus terus-menerus melihat Allah di balik semuanya, karena pasti ada rencana-Nya yang indah di balik kejahatan tersebut. Amin.



[1] J. I. Packer, Kristen Sejati III: Doa Bapa Kami, terj. Sutjipto Subeno dan Susiana J. Subeno. (Edisi keempat). (Surabaya: Momentum Christian Literature, 2005), hlm. 66-67.

[2] Ibid., hlm. 67.

[3] Bdk. Stephen Tong, Pengudusan Emosi (Surabaya: Momentum Christian Literature, 2007).