TUHAN, AJARLAH KAMI BERDOA-9
(Seri Pengajaran Doa Bapa Kami):
“tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat”
(Mat. 6:13b)
oleh: Denny Teguh Sutandio
Setelah Kristus mengajar kita untuk berdoa kepada Bapa agar Bapa tidak membawa kita ke dalam pencobaan, maka Kristus mengajar kita untuk berdoa agar Bapa melepaskan kita dari yang jahat. Di sini, Kristus menggabungkan pencobaan dengan si jahat. Kata “jahat” dalam ayat ini dalam teks Yunaninya adalah ponērou yang merupakan kata sifat yang digabungkan bentuk artikel tou yang bisa diterjemahkan si/yang. Kata ini muncul sebanyak 12x di dalam Perjanjian Baru (Mat. 5:37; 6:13; 12:35; 13:38; Luk. 6:45; Yoh. 17:15; Gal. 1:4; Ef. 6:16; 1Tes. 5:22; 2Tes. 3:3; 2Tim. 4:18; 1Yoh. 3:12) dan mayoritas kata ini disertai dengan bentuk artikel tou, kecuali di 1 Tesalonika 5:22 dan 2 Timotius 4:18.
Lalu, apa arti “yang jahat” di dalam ayat ini? Apakah yang jahat identik dengan iblis? Bisa ditafsirkan demikian, tetapi “yang jahat” sebenarnya merupakan perluasan dari iblis. Di Alkitab, kita diajar bahwa iblis adalah bapa penipu yang juga sebagai sumber segala kejahatan. Karena bersifat menipu dan jahat, maka iblis merusak segala sesuatu yang Allah kerjakan dengan salah satu caranya yaitu menipu dan mencobai manusia. Dengan kata lain, “yang jahat” dikaitkan dengan “pencobaan”, sehingga artinya menjadi: hal-hal yang jahat yang mencobai kita.
Dengan berdoa “lepaskanlah kami daripada yang jahat”, Kristus hendak mengajar kita bahwa:
1. Kejahatan Adalah Suatu Fakta
Kejahatan jelas merupakan suatu fakta nyata yang tidak bisa kita elakkan, meskipun beberapa orang mencoba mengindoktrinasi orang lain bahwa kejahatan itu hanya ilusi, sedangkan kebaikan itu nyata. Dengan mengatakan bahwa kejahatan itu ilusi, orang ini sedang melakukan kejahatan tersembunyi dengan mengajar orang akan sesuatu yang tidak realistis. Jika ada orang yang berkata bahwa kejahatan, sakit, dan hal-hal negatif lainnya sebagai ilusi, coba pukul orang itu, bagaimana reaksi orang itu? Jika orang itu marah, katakan kepadanya bahwa itu semua hanya ilusi, jadi tidak perlu marah. Anehnya, orang yang mengatakan bahwa kejahatan itu ilusi, ia tetap bersedih jika ada salah seorang yang dikasihinya dibunuh atau meninggal. Jika kejahatan itu ilusi, mengapa menangis/bersedih? Tidak konsisten!
Dari mana asalnya kejahatan? Jelas dari setan. Apa standarnya kita mengatakan sesuatu itu jahat? Standarnya adalah kebenaran Allah. Sesuatu yang melawan dan merintangi kebenaran Allah pasti jahat dan berasal dari setan.
Apa saja yang termasuk kejahatan? Prof. J. I. Packer, D.Phil. menjabarkan 2 jenis kejahatan: kejahatan di luar diri kita/lingkungan (seperti kesedihan, kelemahan fisik, sakit, bencana alam, dll) dan kejahatan di dalam diri kita (seperti penyelewengan moral).[1]
Meskipun ada 2 jenis kejahatan yang dipaparkan oleh Dr. Packer, lalu apakah 2 jenis kejahatan itu yang dimaksudkan Kristus di ayat ini? TIDAK. Dr. Packer sendiri menafsirkan kejahatan di ayat ini sebagai kejahatan khusus/bukan umum yang berpotensi mencobai kita.[2]
Dengan kata lain, kejahatan di ayat ini berkaitan dengan pencobaan seperti yang telah saya paparkan di atas, yaitu kejahatan di dalam diri yang berpotensi menjatuhkan kita. Kejahatan seperti apakah itu? Kejahatan di dalam diri yang berkeinginan untuk memuaskan nafsu sendiri dan tidak memuliakan Allah, seperti perbuatan kedagingan yang dipaparkan Paulus di Galatia 5:19-21, “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya.” Hal-hal ini jelas merupakan kejahatan yang ada di dalam diri dan berpotensi menjatuhkan kita baik langsung maupun tidak langsung.
2. Kita Tidak Dapat Mengalahkan Kejahatan Dengan Kekuatan Sendiri
Karena kejahatan adalah suatu fakta, secara hati nurani, kita tentunya memiliki kecenderungan untuk mengalahkan kejahatan. Namun, bisakah kita mampu mengalahkan kejahatan dengan sendirinya? TIDAK! Melalui perkataan “lepaskanlah kami daripada yang jahat”, Kristus mengajar kita bahwa mustahil manusia dapat mengalahkan kejahatan dengan kekuatannya sendiri, karena manusia sendiri adalah makhluk ciptaan-Nya yang berdosa yang secara otomatis pasti menginginkan hal yang jahat. Dengan kata lain, makin kita berusaha mengalahkan kejahatan, kita makin terpuruk ke dalam kejahatan yang berusaha kita kalahkan.
Mau contoh? Tidak usah jauh-jauh, kita melihat kasus nyata di Indonesia, beberapa teroris meledakkan bom di salah satu tempat di Bali, apa motivasinya? Karena mereka melihat tindakan maksiat di tempat yang diledakkannya di Bali itu. Dengan kata lain, mereka ingin mengalahkan (baca: melenyapkan) kejahatan dengan menciptakan kejahatan baru yang lebih dahsyat dan mengerikan.
3. Allah Berdaulat Atas Kejahatan.
Jika manusia tidak mampu melepaskan diri dari kejahatan atau melenyapkan kejahatan, lalu bagaimana solusinya? Kristus mengajar kita agar kita berdoa memohon Allah Bapa melepaskan kita dari yang jahat. Caranya?
a) Melihat Allah yang berdaulat atas kejahatan
Kedaulatan Allah atas kejahatan tidak berarti Allah sebagai pencipta kejahatan, tetapi maksudnya adalah di dalam kejahatan yang terjadi, Allah tetap ada di situ. Pertanyaan selanjutnya, mengapa Allah yang telah mengetahui adanya kejahatan tidak memberhentikan kejahatan itu terjadi? Apakah Allah tidak Mahakuasa atau tidak Mahakasih? TIDAK! Allah yang berdaulat tentu juga adalah Allah yang Mahakuasa, Mahatahu, Mahakasih, dan Mahaadil, namun ketika Ia tidak memberhentikan kejahatan itu, pasti ada maksud tertentu yang Ia inginkan di balik kejahatan. Misalnya, Firaun yang jahat dipakai oleh Allah untuk membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir (Kel. 13:17-22).
b) Melihat Allah yang menangani kejahatan.
Setelah melihat Allah yang berdaulat atas kejahatan, cara kita lepas dari yang jahat adalah dengan melihat Allah yang menangani kejahatan yang ada di dalam kedaulatan-Nya itu. Di sini, kita diajar Kristus untuk melihat cara kerja Bapa di balik kejahatan dengan mengarahkannya kepada kebenaran. Kita tahu bahwa amarah (yang berpusat pada diri) termasuk kejahatan, namun dengan berdoa “lepaskanlah kami daripada yang jahat”, Kristus hendak mengajar kita bahwa fokus hidup kita adalah Allah, sehingga kita boleh marah, asalkan amarah kita tidak berlarut-larut (Ef. 4:26) dan dimotivasi oleh kebenaran, misalnya: marah karena orang lain tidak mendengar dan menaati firman Tuhan, dll.[3]
Allah adalah Allah yang berdaulat atas segala sesuatu termasuk kejahatan, sehingga firman Tuhan menghibur kita agar kita berhati-hati terhadap kejahatan yang mencobai kita, namun kita pun harus terus-menerus melihat Allah di balik semuanya, karena pasti ada rencana-Nya yang indah di balik kejahatan tersebut. Amin.
No comments:
Post a Comment