07 February 2009

PENGINJILAN ANAK-1 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

PENGINJILAN ANAK-1

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.




Edward L. Hayes (“Evangelism of Children” dalam Childhood Education in the Church, hlm. 153) menganggap isu tentang penginjilan anak sebagai “the core of our faith and is the root of true Christian Education.” Tidak seperti penginjilan dewasa, baru beberapa dekade silam saja penginjilan anak dianggap sebagai pelayanan gereja yang penting.

Beberapa faktor yang mempengaruhi:
1. Konsep tentang baptisan anak.
Mereka yang menerima dan menekankan baptisan anak menganggap pemberitaan Injil dan pengajaran iman Kristen kepada anak-anak merupakan suatu keharusan. Anak adalah bagian dari umat Tuhan, karena itu gereja dan orang tua harus mengabarkan Injil kepada anak-anak.

2. Konsep tentang anugerah dan kerusakan total.
Mereka yang menerima doktrin total depravity menganggap anak-anak perlu mendapatkan keselamatan sedini mungkin. Mereka yang terlalu menekankan anugerah (tapi secara salah) menganggap anugerah Allah bekerja dalam diri anak-anak sampai mereka mencapai usia tertentu di mana mereka bisa bertanggung jawab terhadap tindakan mereka. Pandangan terakhir ini melemahkan penginjilan anak.

3. Integrasi Psikologi dan kebenaran Alkitab
Integrasi ini memimpin pada sikap skeptis terhadap kemampuan anak kecil untuk bertobat secara sungguh-sungguh. Sampai umur berapakah seorang anak mampu mengambil keputusan tentang iman? (biasa disebut dengan istilah the age of accountability).

Penginjilan Anak dalam Alkitab
1. Apa yang tidak dijelaskan Alkitab
a) Alkitab tidak mengajarkan metodologi tertentu dalam penginjilan anak.
b) Alkitab tidak mengajarkan pada usia berapa seorang anak mampu meresponi Injil.

2. Apa yang dijelaskan Alkitab
a) Anak-anak termasuk dalam anggota kerajaan Allah (Mrk. 9:33-37; 10:15).
b) Anak-anak bisa binasa atau, sebaliknya, menerima hidup yang kekal (Mat. 18:14).
c) Anak-anak sangat dihargai Tuhan (Mat. 18:5 / Mrk. 9:36 / Luk. 9:48; Mat. 18:10).
d) Anak-anak bisa disesatkan (Mat. 18:6-14 / Mrk. 9:42 / Luk. 7:2). Ini mengindikasikan bahwa anak-anak juga sudah bisa dibawa pada kebenaran.
e) Seandainya istilah “seisi keluarganya” dalam Perjanjian Baru termasuk anak-anak, berarti ada referensi tentang pertobatan anak kecil (Kis. 16:33-34).



The Age of Accountability
A. H. Strong memberikan beberapa pedoman umum tentang the Age of Accountability:
1. Masa pertobatan yang mungkin bagi anak-anak dimulai saat kesadaran moral pertama muncul. Ketika seorang anak mulai menyadari bahwa apa yang ia lakukan adalah dosa (bukan hanya salah), saat itulah ia memiliki kemampuan untuk percaya.
2. Kemungkinan alami untuk berbuat baik paling besar terjadi pada saat kelahiran, setelah itu semakin lama akan semakin berkurang.
3. Perubahan karakter sedini mungkin lebih menjanjikan pertumbuhan daripada pertobatan di kemudian hari, setelah lama hidup dalam dosa.

Meskipun the age of accountability sangat relatif dan sulit ditentukan, tetapi penginjilan kepada anak sedini mungkin tetap pilihan yang lebih Alkitabiah, logis, dan bijaksana.
1. Pada penginjilan orang dewasa seorang pemberita Injil tetap menyatakan Injil, meskipun ia tidak bisa memastikan apakah orang tersebut akan menerima Injil. Masalah apakah seorang anak akan menerima atau menolak Injil adalah murni pekerjaan Allah. Tugas orang Kristen adalah memberitakan Injil.
2. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan berdosa (Mzm. 51:7; Rm. 5:12-19, kontra teori tabularasa John Locke), sehingga mereka membutuhkan anugerah Allah melalui Injil. Manifestasi status dan natur ini, yang sudah muncul sejak usia dini, pada akhirnya harus menuntut pertanggungjawaban anak.
3. Gereja yang mempraktikkan penyerahan anak maupun baptisan anak memiliki tanggung jawab untuk memberitakan Injil, karena keanggotaan kerajaan Allah tidak diwariskan dari atau ditentukan oleh orang tua.
4. Injil yang diberitakan terus menerus jauh lebih baik daripada Injil yang “disimpan” untuk jangka waktu tertentu baru diberitakan. Melalui pemberitaan sejak dini dan terus menerus, seorang anak mempunyai kesempatan lebih banyak dan lebih dini untuk meresponi Injil. Selain itu, anak-anak perlu memasuki tahap memory lebih dahulu sebelum ia mampu memahami sesuatu. Dengan memberitakan Injil lebih dini, seorang anak memiliki dasar atau kerangka awal untuk memahami hal tersebut pada saat ia mampu memahaminya. Hal ini biasanya disebut pra-penginjilan.
5. Tidak ada seorang pun yang bisa memastikan the age of accountability. Orang yang menolak penginjilan anak pun tidak tahu sampai kapan ia harus menunggu memberitakan Injil. Ironisnya, ia tetap tidak akan tahu sampai kapan seorang anak tertentu mampu meresponi Injil sebelum ia mengabarkan Injil.
6. Kemampuan anak memahami dan menerima sesuatu sangat beragam, karena itu penginjilan sejak dini tetap merupakan pilihan terbaik. The age of accountability dipengaruhi oleh banyak faktor: situasi keluarga, latar belakang spiritual, perkembangan mental, dsb. Beberapa anak yang usianya sama belum tentu mencapai tahap the age of accountability pada waktu yang bersamaan.
7. Laporan menunjukkan bahwa mayoritas orang Kristen bertobat pada waktu kecil. Beberapa akhirnya menjadi tokoh penting dalam sejarah gereja. Statistik menunjukkan bahwa 90% hamba Tuhan terkenal bertobat pada usia anak-anak.
a) Salah satu survei terhadap 3000 pemuda Kristen di US menunjukkan bahwa satu dari delapan orang bertobat sebelum usia 6 tahun. Hampir 1500 orang bertobat pada usia di bawah 12 tahun (Miriam J. Hall, New Directions for Children Ministry, hlm. 1980, 180).
b) Polikarpus, bapa gereja terkenal, bertobat pada usia 9 tahun.
c) Adam Clark, seorang ahli Alkitab terkenal, bertobat pada usia 4 tahun (Hall).
d) Isaac Watts, seorang penulis himne terkenal, bertobat pada usia 9 tahun (Hall).
e) Matthew Henry, seorang ahli Alkitab terkenal, bertobat pada usia 11 tahun.
f) Jonathan Edwards, tokoh revivalis terkenal, bertobat pada usia 8 tahun.
8. Riset tahun 2000 menunjukkan bahwa sepertiga populasi dunia adalah anak-anak. 85% dari jumlah ini berada di negara-negara dunia ketiga. 40.000 anak di bawah 5 tahun meninggal setiap hari. 100 juta anak merupakan anak-anak jalanan (A. Scott Moreau, Evangelical Dictionary of World Missions, 177). Di Indonesia sendiri, 35% populasinya adalah anak-anak.
9. Usia kanak-kanak merupakan usia krusial:
a) Anak-anak mudah mempercayai segala sesuatu yang ia dengar atau lihat. Pdt. Dr. Stephen Tong menulis, “Masa kanak-kanak, khususnya di bawah usia 12 tahun, adalah masa keemasan pembentukan kehidupan yang mungkin menjadi wadah di mana Roh Kudus mengalirkan berkat melalui orang ini kepada banyak jiwa. Atau mungkin juga menjadi wadah di mana setan memperalat orang ini untuk merusak satu masyarakat atau bangsa” (Arsitek Jiwa, hlm. 2-3).
b) Masa kanak-kanak sangat menentukan perkembangan seseorang di kemudian hari. St. Francis Xavier mengatakan, “Berikan kepadaku seorang anak sampai ia berusia 7 tahun, setelah itu engkau boleh mengambilnya kembali.” Konsep ini juga dipegang dan dimanfatkan oleh kaum Sosialis German (bdk. Ams. 22:6; 2Tim. 1:5; 3:15-16.
c) Orang yang bertobat pada usia anak-anak akan memiliki peranan yang signifikan dalam pelayanan. Suatu kali D. L. Moody ditanyai oleh temannya tentang jumlah orang yang bertobat dalam kebaktian yang ia pimpin. Ia menjawab, “dua setengah.” Temannya lalu bertanya lagi, “maksudmu dua orang dewasa dan satu anak-anak?” Moody menjawab, “Bukan. Dua anak-anak dan satu dewasa. Jika seorang anak bertobat, ia memberikan seluruh hidupnya kepada Allah, sedangkan seorang dewasa yang bertobat hanya memiliki setengah sisa hidupnya untuk dipersembahkan pada Allah.” (Lois E. Le Bar, Children in the Bible School: The HOW of Christian Education, 26-27)
10. Alkitab menuntut orang untuk percaya supaya diselamatkan, bukan menuntut untuk memahami seluruh doktrin dulu baru diselamatkan. Anak-anak hanya perlu mengerti beberapa topik dasar tentang keselamatan (lihat bagian selanjutnya).
11. Kesederhanaan anak kecil merupakan pola yang harus diikuti oleh orang dewasa, bukan sebaliknya (Mat. 18:1-5 / Mrk. 9:33-37 / Luk. 9:46-48). Bukan anak-anak yang harus memiliki iman seperti orang dewasa, tetapi orang dewasalah yang harus memiliki kesederhanaan dan kepolosan iman seorang anak kecil.



Sumber:
http://www.gkri-exodus.org/page.php?ART-MS-PI_Anak1



Profil Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.:
Ev. Yakub Tri Handoko, M.A., Th.M., yang lahir di Semarang, 23 November 1974, adalah gembala sidang Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI) Exodus, Surabaya (www.gkri-exodus.org) dan dosen di Institut Theologi Abdiel Indonesia (ITHASIA) Pacet serta dosen tetap di Sekolah Theologi Awam Reformed (STAR) dari GKRI Exodus, Surabaya. Beliau menyelesaikan studi Sarjana Theologi (S.Th.) di Sekolah Tinggi Alkitab Surabaya (STAS); Master of Arts (M.A.) in Theological Studies di International Center for Theological Studies (ICTS), Pacet–Mojokerto; dan Master of Theology (Th.M.) di International Theological Seminary, U.S.A. Mulai tahun 2007, beliau sedang mengambil program gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.) part time di Evangelische Theologische Faculteit (ETF), Leuven–Belgia.






Editor dan Pengoreksi: Denny Teguh Sutandio.