03 June 2010

Eksposisi 1 Korintus 6:15-20 (Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.)

EKSPOSISI 1 KORINTUS 6:15-20

oleh: Ev. Yakub Tri Handoko, Th.M.



Nats: 1 Korintus 6:15-20



Dalam bagian sebelumnya (6:12-14) kita sudah membahas bahwa Paulus mengoreksi kesalahpahaman jemaat Korintus tentang kebebasan Kristiani (ay. 12) dan tubuh (ay. 13-14). Sekarang kita akan melihat argumen Paulus bagi pendapatnya di bagian tersebut. Argumen ini mencakup tiga hal yang masing-masing dimulai dengan pertanyaan retoris, “tidak tahukah kamu...” (ay. 15, 16, 19). Argumen Paulus adalah sebagai berikut: (1) tubuh orang percaya adalah anggota Kristus (ay. 15); (2) orang percaya sudah disatukan secara rohani dengan Kristus (ay. 16-18); (3) tubuh orang percaya adalah bait Roh Kudus (ay. 19-20).

Dari pertanyaan retoris yang diberikan terlihat bahwa jemaat Korintus sebenarnya sudah pernah mengetahui kebenaran yang disampaikan Paulus. Mereka mungkin melupakan hal itu atau mereka bahkan sengaja tidak mau tahu dengan hal itu serta mendirikan kebenaran mereka sendiri. Manapun yang benar, Paulus merasa tetap perlu untuk memberitakan kebenaran tersebut.


Tubuh Orang Percaya Adalah Anggota Kristus (ay. 15)
Argumen pertama yang diberikan Paulus adalah tubuh orang percaya sebagai anggota Kristus. Apakah arti dari ungkapan “tubuh kita adalah anggota Kristus” di sini? Sebagian penafsir beranggapan bahwa ungkapan ini memiliki makna yang sama dengan konsep tubuh Kristus di 1 Korintus 12:12-26. Walaupun pendapat ini cukup populer, namun kita sebaiknya menolak ini. Penelitian yang teliti menunjukkan bahwa konsep “tubuh kita adalah anggota Kristus” di 6:15 berbeda dengan konsep “kita adalah tubuh Kristus” di 12:12-26: (1) pasal 6:15 berbicara tentang relasi antara kita dan Kristus (vertikal), sedangkan 12:12-26 lebih menyoroti relasi kita dengan sesama orang percaya (horizontal); (2) yang menjadi anggota Kristus di 6:15 adalah tubuh kita, sedangkan 12:12-26 mengajarkan bahwa seluruh hidup kita bersama dengan orang percaya lain adalah tubuh Kristus; (3) pasal 6:15 membicarakan tentang tubuh kita sebagai anggota Kristus (individual), sedangkan 12:12-26 tentang seluruh anggota jemaat sebagai tubuh Kristus (komunal).

Ungkapan “tubuh kita sebagai anggota Kristus” harus dipahami sesuai konteks pasal 6:12-20. Konsep ini sangat berkaitan dengan ajaran tentang kebangkitan. Dalam kebangkitan, tubuh kita dipersatukan dengan tubuh Kristus, sehingga kebangkitan-Nya juga menjadi dasar dari kebangkitan kita (6:14; Rm. 6:3-6). Karena tubuh kita sudah disatukan dengan tubuh-Nya, maka tubuh kita adalah bagian dari tubuh-Nya. Tubuh kita adalah untuk Dia dan Dia untuk tubuh (6:13).
Jika tubuh kita adalah anggota Kristus, akan kita mengambilnya dan menyerahkannya kepada pelacur (ay. 15b)? Kata “mengambil” (airō) memiliki arti yang lebih dari sekadar mengambil biasa (kontra KJV/NIV/RSV). Kata ini bermakna mengambil secara total (ASV/NASB “take away”). Jika Paulus memikirkan tindakan mengambil yang biasa, maka dia pasti akan memakai kata lambanō. Penggunaan kata airō di sini berfungsi untuk menunjukkan bahwa jemaat Korintus bukan sekadar jatuh ke dalam perzinahan, tetapi terus-menerus hidup dalam dosa itu. Mereka tidak memandang tindakan perzinahan ini sebagai dosa yang serius (bdk. 6:12-13).

Kata “menyerahkan kepada pelacur” (LAI:TB) merupakan terjemahan yang kurang pas. Sesuai dengan kalimat Yunani yang dipakai (poieō pornēs melē), frase ini secara hurufiah berarti “menjadikan anggota pelacur” (KJV/ASV/RSV/NASB). Apa arti dari ungkapan ini? Penerjemah NIV memberikan penafsiran yang tepat untuk memahami ugkapan di atas, yaitu “menyatukannya dengan pelacur” (unite them with a prostitute). Sebagaimana tubuh kita sebagai anggota Kristus berarti bahwa tubuh kita disatukan dengan tubuh Kristus, maka menjadikan tubuh kita sebagai anggota pelacur juga berarti bahwa tubuh kita disatukan dengan tubuhnya. Dua hal ini jelas tidak mungkin bisa berjalan bersamaan.

Jawaban “sekali-kali tidak” (mh genoito) merupakan fenomena umum dalam gaya bahasa diatribe (dialog imajiner pada masa kuno). Seruan ini berguna untuk memberi penekanan. Versi Inggris kuno memakai “God forbid!” (KJV/ASV), sedangkan yang lebih modern memakai “never” RSV/NASB/NIV). Dalam hal ini penerjemah LAI:TB dengan tepat memilih “sekali-kali tidak!”. Bukan sekadar “tidak”, tetapi “sama sekali tidak”.


Orang Percaya Sudah Disatukan Secara Rohani Dengan Kristus (ay. 16-18)
Kalau ayat 15 hanya menyoroti tentang kesatuan tubuh, maka ayat 16-18 membahas tentang kesatuan yang lebih luas. Kesatuan kita dengan Kristus adalah kesatuan rohani yang mencakup seluruh hidup kita. Demikian pula kesatuan fisik dengan pelacur mencakup kesatuan yang lebih serius daripada sekadar kontak fisik.

Di ayat 16a Paulus mengingatkan (pertanyaan retoris “tidak tahukah kamu?” menyirakan bahwa mereka sebenarnya sudah tahu) bahwa siapa yang mengikatkan diri (kollōmenos) dengan pelacur menjadi satu tubuh dengan dia. Kata kollaomai di bagian ini harus dipahami lebih dari sekadar bersetubuh atau kontak seksual secara fisik: (1) ayat 16b menyejajarkan kesatuan yang terbentuk dari perzinahan dengan kesatuan dalam pernikahan (bdk. Kej 2:24); (2) jika “satu tubuh” hanya sekadar berarti “bersetubuh”, maka pertanyaan di ayat 16a (“tidak tahukah...mengikat diri...menjadi satu tubuh?”) menjadi tidak berguna sama sekali; bukankah perzinahan identik dengan bersetubuh?; (3) di ayat 17 kesatuan tubuh di sini disejajarkan dengan kesatuan roh dengan Tuhan; (4) dalam bagian PB lain kata kollaomai juga dipakai untuk kesatuan antara suami-istri (Mat. 19:5); (5) di luar konteks pernikahan, kata kollaomai juga dipakai untuk merujuk pada suatu ikatan, misalnya ikatan kerja (Luk. 15:15). Sesuai penjelasan ini kita dapat menyimpulkan bahwa terjemahan LAI:TB “mengikat dirinya” merupakan pilihan yang tepat, lebih tepat dari sekadar “menggabungkan” (ASV/KJV/RSV/NASB “join”).

Di bagian ini Paulus tidak lagi menyebut “seorang pelacur” (bdk. ayat 15), tetapi ia memakai artikel di depan kata pelacur (The Darby Bible “the prostitute”, kontra mayoritas versi Inggris). Penambahan artikel ini menyiratkan bahwa prinsip yang diajarkan bukan hanya berlaku untuk pelacur tertentu, tetapi semua pelacur. Penambahan artikel ini merujuk pada suatu kelas masyarakat, bukan suatu individu tertentu. Jadi, pelacuran jenis apa pun – entah pelacur bakti dalam agama misteri atau pelacur komersial – tetap menciptakan “satu tubuh”.

Mengapa persetubuhan dengan pelacur membuat orang percaya menjadi satu tubuh dengan dia? Di ayat 16b Paulus mengutip Kejadian 2:24, suatu teks dalam konteks pernikahan (Adam dan Hawa). Yesus pun pernah mengutip teks ini untuk menekankan bahwa kesatuan yang terbentuk tidak dapat dipisahkan oleh manusia (Mat. 19:5-6). Kesatuan ini jelas sangat mengikat, lebih dari sekadar kontak fisik. Di 1 Korintus 7 Paulus juga membahas tentang kesatuan yang mendalam dari hubungan suami-istri: (1) menjadi satu tubuh berarti saling menguasai tubuh masing-masing (7:4); (2) dalam pernikahan salah satu pasangan memberikan pengaruh pada yang lain (7:12-16). Bagian Alkitab yang lain juga menceritakan bagaimana istri-istri Salomo telah membuat hatinya berpaut kepada mereka (1Kor. 11:2b). Semua penjelasan ini menunjukkan bahwa dalam hubungan seksual tercipta kesatuan yang jauh lebih mendalam daripada sekadar kontak fisik, entah hubungan seksual ini dilakukan dengan pasangan yang sah atau orang lain.

Di ayat 17 Paulus menjelaskan mengapa orang percaya tidak boleh mengikatkan diri dengan pelacur, yaitu karena mereka sudah diikatkan (kollaomai) dengan Tuhan. Mereka menjadi satu roh dengan Dia. Dalam bagian sebelumnya kita sudah membahas bahwa kollaomai menyirakan unsur keterikatan atau kesatuan. Sekarang kita akan melihat bahwa kata ini juga sering dipakai untuk ikatan dengan hal-hal yang rohani. Dalam Ulangan 10:20 (LXX) kata ini dipakai untuk berpaut (kollaomai) kepada Tuhan. Hizkia juga disebut sebagai orang yang berpaut (kollaomai) kepada TUHAN (2Raj. 18:6).

Kesatuan rohani di atas tercipta karena Yesus dan Roh Kudus berdiam di dalam kita (Rm. 8:10-11). Yesus hidup di dalam kita (Gal. 2:20). Kita menjadi satu dengan kematian dan kebangkitan-Nya (6:14; bdk. Rm. 6:3-6; Flp. 3:10). Kesatuan yang telah diperoleh dengan harga yang mahal ini tidak mungkin kita batalkan untuk mencari kesatuan yang lain dengan pelacur. Apakah kita mau membuang sesuatu yang begitu mulia untuk mendapatkan sesuatu yang begitu rendah? Apakah kita bisa memiliki dua kesatuan – dengan pelacur dan Tuhan – pada waktu yang bersamaan? Bukankah hal ini mustahil?

Mengingat dosa percabulan berpotensi menciptakan kesatuan yang serius dengan pelacur (ay. 16) dan merusak kesatuan yang indah bersama Kristus (ay. 17), maka kita harus menjauhi hal itu (ay. 18a). Kata “menjauhi” (pheugō) muncul 29 kali dalam PB dan sering kali berarti “melarikan diri” (Mat. 2:13; 10:23; 23:33; 24:16; Kis. 7:29; 27:30). Dari tense present yang dipakai kita tahu bahwa perintah ini harus dilakukan terus-menerus. Pemakaian kata yang tegas dan tense present dalam bagian ini menyiratkan bahwa dibutuhkan usaha yang ekstra keras untuk terbebas dari dosa perzinahan. Jika usaha kita hanya setengah-setengah atau pada waktu tertentu saja maka kita pasti akan kalah lagi dengan dosa ini.

Di ayat 18b Paulus selanjutnya mengajarkan tentang keunikan (baca: keseriusan) dosa perzinahan. Dosa ini adalah satu-satunya yang dilakukan di dalam diri kita dan terhadap diri kita. Apa maksudnya? Pertama-tama kita perlu mengetahui bahwa terjemahan “diri” (LAI:TB) tidak tepat. Kata swma seharusnya diterjemahkan “tubuh”. Berikutnya, pernyataan Paulus di ayat 18b harus dipahami dalam kaitan dengan pembahasan sebelumnya. Tubuh kita sudah disatukan dengan tubuh Kristus di kayu salib (ay. 15), sehingga dosa perzinahan yang berpotensi menciptakan kesatuan lain (ay. 16-17) merupakan dosa terhadap tubuh kita yang sudah disatukan tersebut (ay. 18b). Dosa lain tidak langsung berkaitan dengan kesatuan tubuh ini, sekalipun dosa-dosa itu mungkin dilakukan dengan menggunakan tubuh atau berpnegaruh buruk terhadap tubuh. Sebagai contoh, dosa kemabukan memang dilakukan untuk kepentingan tubuh dan dapat merusak tubuh, namun dosa ini tidak berkaitan secara langsung dengan kesatuan tubuh di dalam Kristus. Kemabukan tidak menciptakan kesatuan tubuh dengan alkohol (sekalipun menimbulkan kecanduan, tetapi tetap bukan kesatuan tubuh seperti yang tercipta dengan pelacur).


Tubuh Orang Percaya Adalah Bait Roh Kudus (ay. 19-20)
Konsep tentang “bait Roh Kudus” di ayat 19 berbeda dengan konsep di 3:16. Di sini yang menjadi bait Roh Kudus adalah tubuh orang percaya, sedangkan di 3:16 bait Roh Kudus merujuk pada seluruh orang percaya sebagai suatu komunitas. Yang satu secara indidvidual, yang satunya lain secara komunal.

Tubuh kita disebut sebagai bait Roh Kudus karena Dia tinggal di dalam kita (ay. 19). Bagi orang Yahudi yang ibadahnya terfokus pada bait Allah atau orang-orang Korintus yang terbiasa dengan berbagai macam kuil, pernyataan Paulus di sini merupakan sesuatu yang cukup mengagetkan. Orang Yahudi membutuhkan berpuluh-puluh tahun untuk mendirikan bait Allah agar Allah mau berdiam di tengah mereka (Yoh. 2:20). Orang Korintus berlomba membangun kuil dan mengadakan berbagai ritual supaya dewa mereka hadir di tempattempat itu. Semua ini berbeda dengan konsep Kekristenan. Kita menyembah Allah di dalam roh, yang berarti penyembahan kita tidak dibatasi oleh tempat (Yoh. 4:21-24). Allah tidak mungkin dibatasi oleh suatu bait atau kuil tertentu (bdk. Kis. 17:24). Di mana Allah diam, di situlah rumah-Nya. Yang luar biasa, Allah memilih untuk berdiam di dalam tubuh (diri) kita. Kalau Dia begitu menghargai tubuh kita dan menjadikannya sebagai rumah-Nya, apakah pantas kalau kita justru tidak menghargai tubuh kita dan menajiskannya?

Bagian selanjutnya dari ayat 19 menekankan bahwa Roh Kudus ini kita terima (lit. “miliki”) dari Allah. Kita tidak mengupayakan hal ini. Allah yang memberikan bagi kita. Tanpa Roh Kudus kita tidak mungkin memahami berita injil (2:10-11) dan kita juga tidak akan dibangkitkan bersama dengan Kristus (6:12; Rm. 8:11). Ini semua menunjukkan bahwa kehadiran Roh Kudus di dalam diri kita adalah semata-mata anugerah Allah bagi kita. Apakah kita akan menganggap remeh anugerah ini?

Di bagian akhir ayat 19 Paulus menjelaskan konsekuensi dari kehadiran Roh Kudus dalam diri kita. Kehadiran ini menyiratkan perubahan status kepemilikan. Kalau Allah di dalam kita, maka kita bukan milik kita lagi. Sama seperti bait Allah di Yerusalem adalah milik Allah (sekalipun orang-orang Yahudi yang membangunnya), demikian pula dengan tubuh kita. Tubuh kita sudah dipersatukan dengan tubuh Kristus melalui karya Roh Kudus, sehingga tubuh itu bukan lagi menjadi milik kita. Tubuh kita sudah kita persembahkan kepada Dia (Rm. 12:1).

Untuk memperjelas poin di atas Paulus selanjutnya menjelaskan konsep penebusan di ayat 20a. Ide tentang “membeli” (agorazō) dan “harga” (timē) secara eksplisit merujuk pada budaya pasar budak kuno. Seorang budak yang dibeli oleh orang lain, dia akan menjadi milik pembeli itu. Dia bebas dari tuan yang lama, tetapi pada saat yang sama dia terikat dengan yang lainnya. 1 Korintus 7:22-23 menyinggung tentang hal ini. Kita memiliki kebebasan dan keterikatan sekaligus. Allah telah membeli tubuh kita dengan harga yang mahal (1Ptr. 1:19), dengan demikian tubuh kita menjadi milik Dia.

Jika tubuh kita adalah miliknya (ay. 19c-20a), maka tidak berlebihan jika kita harus memuliakan Dia dengan tubuh kita (ay. 20b). Ada sedikit permainan kata yang dipakai Paulus di sini. Kata “harga” (timē, ayat 20a) sebenarnya juga bisa memiliki makna kehormatan atau kemuliaan (bdk. Ibr 5:4). Karena kita sudah dibeli dengan kehormatan tertentu (timē), maka kita pun sudah selayaknya memberi kehormatan (doxazō) kepada Dia yang sudah membeli kita. Memuliakan Allah dengan tubuh dalam konteks ini memang lebih berkaitan dengan penggunaan tubuh untuk kekudusan (bdk. 6:12-20; Rm. 6:12-13), namun aplikasi dari perintah ini sangat luas. Kita harus menggunakan hidup dan tenaga kita untuk melayani Dia.

Dari sisi budaya Yunani waktu itu, penebusan tubuh (ay. 20a) dan penggunaannya untuk memuliakan Allah (ay. 20b) merupakan sesuatu yang unik. Dualisme Yunani cenderung melihat tubuh (materi) secara negatif. Tubuh adalah penjara dari jiwa dan harus selalu kita jauhi. Bahkan keselamatan sejati menurut mereka adalah keterlepasan dari tubuh. Dalam Kekristenan, tubuh dan roh/jiwa sama pentingnya. Keduanya saling berkaitan. Kita disatukan dengan Kristus secara tubuh (ay. 15) maupun roh (ay. 17). Keduanya sama-sama berharga di mata Allah. Mari kita menghargai tubuh kita sebagaimana Allah sudah menghargainya. Soli Deo Gloria. #





Sumber:
Mimbar GKRI Exodus, 25 Januari 2009
http://www.gkri-exodus.org/image-upload/1Korintus%2006%20ayat%2015-20.pdf