05 January 2012

Bagian 4: Karunia Perkataan Pengetahuan (1Kor. 12:8)

MENGENAL KARUNIA-KARUNIA ROH KUDUS

Bagian 4: Karunia Perkataan Pengetahuan (1Kor. 12:8)

oleh: Denny Teguh Sutandio

Setelah perkataan hikmat, Paulus mencatat karunia kedua, yaitu berkata-kata dengan pengetahuan. Seperti yang telah dijelaskan di poin 1, terjemahan LAI kurang tepat, karena kata yang dipakai adalah logos berbentuk kata benda tunggal, sehingga lebih tepat diterjemahkan kata/perkataan pengetahuan. Kata “pengetahuan” dalam ayat ini dalam teks Yunaninya γνσεως (gnōseōs) yang merupakan kata benda genitif (kepemilikan), feminin, tunggal dari kata Yunani γνσις (gnōsis) yang artinya knowledge (pengetahuan). Kata γνσις (gnōsis) sendiri dalam bentuk kata kerja menjadi γινώσκω (ginōskō) artinya mengetahui (Rm. 11:34).

Lalu, apa arti “perkataan pengetahuan”? Rev. J. Wesley Brill menafsirkannya sebagai pengetahuan akan firman Allah.[1] Rev. Prof. D. A. Carson, Ph.D. dalam bukunya Showing the Spirit menafsirkannya sebagai mengetahui Allah dan kehendak-Nya.[2] Saya pribadi lebih cenderung memilih tafsiran D. A. Carson yang merujuk pada pengenalan akan Allah dan kehendak-Nya (di dalam Kristus). Mengapa? Karena kalau kita memperhatikan kembali konteks 1Kor. 12, tujuan diberikannya karunia-karunia Roh adalah untuk pembangunan tubuh Kristus dan itu didahului oleh pengakuan akan partisipasi Roh Kudus di dalamnya (1Kor. 12:3). Dan karena Roh Kudus diutus untuk memuliakan Kristus (Yoh. 15:26; 16:14), maka otomatis karunia perkataan pengetahuan berarti ada jemaat yang diberi karunia perkataan pengetahuan akan Allah dan kehendak-Nya di dalam Kristus.

Baik Prof. David E. Garland, Ph.D. maupun Prof. Gordon D. Fee, Ph.D., D.D., mereka mengutip Prof. James D. G. Dunn, Ph.D., D.D. yang mengatakan bahwa yang disebut karunia (charismata) bukan hikmat dan pengetahuan, tetapi perkataan hikmat dan pengetahuan.[3] Mengapa? Rev. J. Wesley Brill menafsirkannya: karena pengetahuan bisa disalahgunakan dan dicampuradukkan dengan ajaran sesat yang mengakibatkan ajaran Gnostisisme.[4]



[1] J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Pertama (Bandung: Kalam Hidup, 2003), hlm. 246.

[2] D. A. Carson, Showing the Spirit, hlm. 29.

[3] David E. Garland, Baker Exegetical Commentary on the New Testament: 1 Corinthians (Grand Rapids, Michigan: Baker Academic, 2007), hlm. 581; bdk. Gordon Fee, God’s Empowering Presence, hlm. 168.

[4] J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Pertama, hlm. 246.