07 October 2008

MASA LALU, MASA KINI, DAN MASA DEPAN

MASA LALU, MASA KINI, DAN MASA DEPAN
(Perspektif Kristen Mengenai Waktu dan Aplikasinya-2)


oleh: Denny Teguh Sutandio



TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?
(Mazmur 27:1)

Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.
(Ibrani 13:8)




PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG
Kita hidup di dunia di dalam ruang dan waktu. Di dalam waktu, kita mengenal adanya tiga jenis masa, yaitu masa lalu, masa kini, dan masa depan/akan datang. Di dalam bahasa Inggris, ada bentuk: past (masa lalu), present (masa kini), dan future (masa depan/akan datang). Masa lalu adalah masa yang SUDAH terjadi di waktu lalu (dan tidak akan terulang), masa kini adalah masa yang SEDANG terjadi di masa sekarang, dan masa depan adalah masa yang AKAN terjadi setelah masa kini. Permasalahan selanjutnya yang timbul adalah manusia yang sudah mengenal 3 masa itu ternyata kurang atau bahkan tidak memahami seutuhnya makna ketiga masa itu. Problematika apa saja yang dipegang manusia dunia dan bagaimana pengajaran Alkitab tentang ketiga masa itu dalam kaitannya dengan kedaulatan Allah?


KONSEP TIGA MASA DALAM PANDANGAN MANUSIA DUNIA
Dunia berdosa pasti menawarkan konsep dunia yang memengaruhi manusia (tidak terkecuali orang Kristen di dalamnya). Konsep itu meliputi ketidakseimbangan mengerti totalitas 3 masa dalam kaitannya dengan kedaulatan Allah. Karena dosa, maka manusia tidak akan pernah bisa mengerti kesinambungan 3 masa itu. Ketidakseimbangan itu ditandai dengan tiga tanda, yaitu:
1. Terlalu Mementingkan Masa Lalu, Mengabaikan Masa Kini dan Masa Depan
Konsep pertama dari ketidakseimbangan 3 masa adalah terlalu mementingkan masa lalu dan mengabaikan masa kini dan masa depan. Hal ini nampak pada pengajaran orangtua pada anak-anaknya. Orangtua selalu mengajarkan kepada anak-anaknya atau berkata kepada orang lain bahwa zaman kuno itu adalah zaman yang paling benar, baik, dll ketimbang masa kini dan masa depan. Sepintas pandangan ini ada benarnya. Karena di zaman kuno (masa lalu) tidak ada free-sex, VCD porno, homo, lesbian, dll, sedangkan di masa kini, semuanya itu ada dan semakin parah di masa depan. Bukan hanya mengajar dan berkata kepada orang lain, beberapa orangtua ada yang ekstrim sampai-sampai tidak mengerti (atau tidak mau mengerti) teknologi zaman sekarang, karena kecintaan yang berlebihan terhadap zaman kuno.

2. Terlalu Mementingkan Masa Kini, Mengabaikan Masa Lalu dan Masa Depan
Konsep kedua ketidakseimbangan tersebut adalah terlalu mementingkan masa kini, masa bodoh terhadap masa lalu dan masa depan. Konsep ini menjadi tren pemuda/i dan orang dunia yang hidup di zaman postmodern ini. Bagi mereka, yang penting adalah menikmati hidup. Bahkan slogan hedonis mereka yang terkenal, “Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk ‘surga’.” Slogan ini menginsyaratkan akan ketidakmengertian mereka akan makna hidup karena mereka terlalu berfokus pada kesenangan sesaat. Bagaimana menikmati hidup? Menurut mereka adalah dengan melampiaskan semua kesenangan/hasrat mereka. Mereka meneriakkan, “kebebasan.” Bebas dari tradisi, bebas dari liturgi, dll. Tidak heran, di zaman sekarang, free-sex menjadi life-style banyak pemuda/i dunia (tidak terkecuali pemuda/i “Kristen”). Bukan hanya itu saja, musik rock, house music, dll berkembang dengan pesat dengan ide dasarnya adalah pemberontakan. Bukan hanya di dunia, di dalam banyak gereja kontemporer, semua musik dan lagu himne dibuang dan diganti dengan lagu/musik kontemporer yang mengenakkan telinga. Tidak heran, jika belakangan ini, muncul satu jenis musik: Christian House Music dari sebuah gereja Bethel di Surabaya. Mereka mengganti aliran musik dari jenis musik di masa lalu menjadi aliran musik kontemporer dengan memberikan dalih “Alkitabiah” yaitu kita harus menyanyikan nyanyian baru. Nyanyian baru ditafsirkan sebagai nyanyian yang benar-benar baru.
Bukan hanya mengabaikan masa lalu, para hedonis di abad postmodern juga mengabaikan masa depan. Mereka tidak lagi memikirkan apa akibatnya jika mereka melakukan free-sex, minum narkoba, dll. Di dalam pacaran, banyak pemuda/i (termasuk “Kristen”) juga kurang/tidak memerhatikan masa depan. Yang penting, mereka sudah memiliki pasangan hidup tanpa memerhatikan apakah pacarnya seorang Kristen yang sungguh-sungguh atau tidak, berkarakter baik, bertanggung jawab, dll. Jangan heran, di salah satu surat kabar, seorang pemuda “Kristen” yang bergabung dengan grup band “rohani”: GMB (Giving My Best) dan barusan putus dengan pacarnya, Nia Ramadhani mengatakan bahwa kekasih hidupnya kelak jika tidak seiman juga tidak apa-apa. Mereka tidak memikirkan akibat dari pasangan yang tidak seiman. Selain itu, ada juga pemuda/i yang memilih kriteria pasangan hidup yang cantik/tampan, tetapi jahat, matre, dll. Mungkin ada yang tidak memerhatikan wajah, ada juga pemuda/i yang memilih pasangan hidup yang menurutnya berkarakter “baik,” padahal jika ditelusuri lebih dalam, “baik” dalam konsepnya adalah tidak sesuai dengan kriteria baik sejati. “Baik” menurut seorang cewek (khususnya) dalam memilih pasangan hidupnya adalah yang memerhatikan, yang suka memberi, dll. Saya memiliki contoh nyata dari seorang rekan kerja saya yang cewek dan usianya lebih muda dari saya. Dia memiliki kekasih yang katanya wajahnya tidak seberapa tampan, tetapi katanya, cowoknya ini “baik.” Dia suka bercerita kepada saya tentang cowoknya, tetapi setelah saya mendengarkan semua ceritanya, saya mengambil kesimpulan bahwa cowoknya itu sebenarnya tidak baik. “Baik” menurutnya adalah karena cowoknya suka memberi banyak camilan/makanan kepadanya, bahkan rekan saya ini mengatakan bahwa cowoknya menginginkan rekan saya ini gemuk seperti Pretty Asmara, biar tidak ada cowok yang suka lagi dengan rekan saya ini. Saya sampai geleng-geleng kepala mendengar cerita rekan kerja saya ini. Itu bukannya baik, tetapi sangat tidak baik dari segi: motivasi, cara, dan tujuan. Dan lebih konyol lagi, rekan kerja ini mengatakan bahwa cowoknya ini “dewasa.” Saya pikir-pikir, “dewasa” dari sudut pandang mana? He...he...he... Ya, itulah ciri pemudi “Kristen” dalam memilih pasangan hidupnya.

3. Terlalu Mementingkan Masa Depan, Mengabaikan Masa Lalu dan Masa Kini
Konsep ketiga tentang ketidakseimbangan ini adalah mementingkan masa depan, sengaja mengabaikan masa lalu dan masa kini. Ada beberapa orangtua yang cukup bijaksana mengajari anak-anaknya untuk berpikir panjang, bukan berpikir untuk saat ini saja. Orangtua ini mengajari anak-anaknya untuk memilih pasangan hidup dan pekerjaan yang memiliki masa depan. Tetapi sayangnya karena terlalu mementingkan masa depan, beberapa orangtua mulai mengabaikan masa lalu dan masa kini. Beberapa orangtua ini mengabaikan masa lalu dengan cara tidak mengizinkan anaknya (apalagi anak tunggalnya) untuk menderita seperti orangtuanya yang dulu hidup menderita. Dari kecil, anak-anak mereka sudah menikmati hidup mewah melalui: rumah mewah, mobil mewah, dll. Mereka dari kecil tidak diajar tentang bagaimana menyangkal diri, bertanggung jawab, dll. Akibatnya, waktu mereka beranjak dewasa, mereka tetap adalah manusia yang egois, seenaknya sendiri, tidak bertanggung jawab, dll, tetapi menganggap diri “dewasa.” Dunia mengajar konsep “dewasa” adalah bisa segalanya. Bagi saya, itu hanya salah satu aspek dari sekian banyak aspek kedewasaan. Kedewasaan TIDAK pernah dinilai dari usia atau jenjang pendidikan, tetapi kualitas hidup dan kerohanian yang beres. Orang bisa saja usianya 50 tahun, bisa mengurus segala macam masalah, tetapi sayangnya orang ini tidak mau ditegur (merasa diri “sudah banyak makan asam garam”), tidak bisa menyangkal diri, dll. Apa itu tanda orang dewasa? TIDAK! Orang itu meskipun sudah 50 tahun, tetapi masih kekanak-kanakan (childish). Sedangkan mungkin ada anak yang baru berusia 10-20 tahun, tetapi anak itu bisa menyangkal diri, rela ditegur (dan bertobat), beriman sungguh-sungguh kepada Tuhan, dll, maka anak ini meskipun secara usia belum dewasa, tetapi dia sungguh-sungguh dewasa (meskipun kurang sempurna). Ingatlah, kedewasaan adalah suatu proses, bukan suatu hal instan.
Karena terlalu mementingkan masa depan, beberapa orangtua juga mengabaikan masa kini. Ada orangtua (salah satu orangtua) “Kristen” mengatakan kepada anaknya yang belum punya pacar untuk mencari pasangan hidup kelak yang tidak seumur (alasannya sangat amat pragmatis dan tidak logis: berkenaan dengan hubungan seksual), hidungnya “harus” mancung, tinggi (kalau pendek, katanya sudah melahirkan–alasan yang terlalu digeneralisasikan), langsing, dll. Orangtua ini katanya “memikirkan masa depan” buat anaknya, tetapi sayangnya, motivasi “baik” dari orangtua ini TIDAK melihat masa kini dari anaknya yang mungkin saja sudah berusia 25 tahun ke atas. Akibatnya, jangan heran, karena desakan/paksaan (meskipun ada yang tidak mau mengakuinya secara terus terang), anak mereka baru menikah di usia 40 tahun ke atas, karena kriteria orangtua ini yang terlalu sempurna. Lucu juga model orangtua seperti ini, yang menikah itu anaknya, yang ribut dan bawel adalah orangtuanya. Kalau ada orangtua seperti ini, biar orangtua ini saja yang menikah, jangan anaknya. Biarkan anaknya jadi bujang lapuk sampai tua gara-gara kriteria tidak logis dari orangtua yang katanya “memikirkan masa depan” untuk anaknya. Itulah ciri orangtua (bahkan “Kristen”) berdosa.


KONSEP TIGA MASA DALAM KAITANNYA DENGAN KEDAULATAN ALLAH
Ketika dunia mengajarkan konsep tiga masa yang tidak seimbang dan tidak utuh dengan ide humanisme atheis yang terselubung, maka sudah saatnya orang Kristen yang telah dilahirbarukan keluar dari ide manusia berdosa tersebut dan kembali kepada Alkitab. Apa yang Alkitab ajarkan tentang relasi konsep tiga masa itu dengan kedaulatan Allah? Alkitab mengajarkan satu prinsip penting, yaitu: Allah adalah Sumber dari 3 Masa tersebut. Dari satu konsep ini, kita akan belajar beberapa prinsip:
1. Allah adalah Pencipta 3 Masa
Poin pertama yang perlu kita pelajari adalah Allah adalah Pencipta dari 3 masa. Allah adalah Pencipta waktu, meskipun Ia eksis di luar/melampaui waktu. Allah menciptakan waktu bukan tanpa tujuan, tetapi dengan satu tujuan khusus bagi umat-Nya, yaitu supaya umat-Nya menebus waktu mereka untuk memuliakan Tuhan. Ketika umat-Nya menebus waktu mereka untuk memuliakan Tuhan, di saat yang sama, umat-Nya menghargai dan menyembah Allah sebagai Pencipta 3 masa. Bagaimana menebus 3 masa itu untuk memuliakan Tuhan? Dengan mempergunakan masing-masing masa itu secara utuh untuk memuliakan Tuhan (bdk. bagian pertama dari artikel saya yang membahas: Waktu dan Kedaulatan Allah).

2. Allah adalah Pemelihara 3 Masa
Selain sebagai Pencipta 3 masa, Allah juga sebagai Pemelihara 3 masa yang telah diciptakan-Nya itu. Alkitab berkata bahwa setelah 6 hari lamanya Ia menciptakan langit dan bumi beserta isinya, di hari ketujuh, Ia memberkati ciptaan-Nya dan secara otomatis memelihara ciptaan-Nya. Di sini, kita belajar bahwa Allah yang menciptakan waktu tentu secara otomatis Ia yang memelihara waktu yang telah diciptakan-Nya. Artinya, Ia tidak mungkin membiarkan satu masa tanpa ada kontrol-Nya yang berdaulat. Dari sini, kita belajar satu prinsip: HISTORY (sejarah) adalah His story (kisah-Nya). Setiap sejarah dan masa yang kita pelajari adalah kisah Allah yang berkesinambungan menuju kepada kesempurnaan. Ketika kita belajar bahwa sejarah adalah kisah-Nya, di sini, kita perlu mengerti bahwa apa yang terjadi di zaman sekarang adalah sebuah pengulangan dari zaman dahulu (bdk. Pkh. 1:9b). Jadi, jangan pernah terkaget-kaget dengan beragam pengajaran duniawi yang menyesatkan, karena itu bukan hal yang baru. Belajarlah memiliki mata iman yang awas.
Selain itu, kita juga belajar bahwa Allah yang adalah Pemelihara 3 masa adalah Allah yang memelihara umat-Nya yang hidup di dalam masa-masa tersebut. Hal ini ditunjukkan pemazmur di dalam Mazmur 27:1 yang mengatakan bahwa hanya di dalam Tuhan saja, Daud tidak perlu takut dan gemetar, walaupun harus menghadapi penderitaan (baca ay. 2-3, 10, 12). Bukan hanya tidak takut dan gemetar, Daud pun berani menghadapi musuhnya karena Tuhan (ay. 5b). Di dalam 2 Timotius 1:12, Paulus mengatakan hal yang serupa, “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” Meskipun harus menderita, Paulus memiliki kekuatan iman akan pemeliharaan Allah. Hal ini ditunjukkan dengan dua pernyataan di dalam ayat ini, yaitu, “aku tahu kepada siapa aku percaya” dan “aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” Pernyataan “aku tahu kepada siapa aku percaya” di dalam terjemahan King James Version (KJV), English Standard Version (ESV), New King James Version (NKJV), “I know whom I have believed.” (=aku tahu kepada siapa aku TELAH percaya) Di dalam terjemahan Inggris, kita melihat perbedaan waktu yang jelas, yaitu I know (present tense) dan I have believed (present perfect). Jadi, Paulus mengetahui apa yang TELAH dia imani dahulu. Di sini, iman mengakibatkan pengertian/pengetahuan. Iman inilah yang mengakibatkan Paulus mengerti bahwa Allah memeliharakan tugas pelayanan yang diberikan-Nya kepada dirinya sampai akhir. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memiliki iman yang berpusat pada pemeliharaan Allah? Sudahkah kita tidak lagi kuatir akan hidup kita karena kita percaya kepada Allah yang memelihara? Hidup Kristen bukan hidup yang terus kuatir, tetapi hidup yang terus beriman dan berharap kepada Allah yang memelihara hidup umat-Nya (bdk. Mat. 6:25-34). Biarlah ini bukan menjadi studi yang mengisi rasio kita, tetapi benar-benar kita alami di dalam hidup kita sehari-hari.

3. Allah adalah Penyempurna 3 Masa
Bukan hanya sebagai Pencipta dan Pemelihara 3 Masa, Ia juga adalah Penyempurna 3 Masa. Ketika berbicara mengenai Penyempurna, di sini, kita belajar bahwa Allah adalah yang menyempurnakan dan menyelesaikan semua masa di dalam kedaulatan-Nya yang kekal. Kalau kita membaca Ibrani 13:8 tentang kekekalan Tuhan Yesus, kita belajar juga bahwa Tuhan Yesus sebagai Pribadi Kedua Trinitas adalah Allah Penyempurna 3 masa. Tuhan Yesus eksis pada masa Penciptaan, Ia eksis juga di dalam karya penebusan, dan terakhir Ia akan menjadi Hakim semua manusia di masa depan/akan datang. Kalau kita membaca Kitab Wahyu, kita lebih tajam lagi mempelajari tentang Allah sebagai Penyempurna 3 masa di mana Kristus pasti mengalahkan semua musuh-Nya ketika Ia datang kedua kalinya. Ketika semua musuh-Nya dikalahkan, secara otomatis, tidak mungkin ada iblis lagi yang berkuasa. Di sini letak kegagalan penganut Dispensasionalisme yang masih memercayai adanya kekuatan iblis yang masih bisa mengganggu manusia setelah Kristus datang kedua kalinya. Jika iblis masih bisa mengganggu setelah kedatangan Kristus kedua kalinya, bukankah berarti Kristus TIDAK membasmi semua musuh-Nya (iblis)? Bukankah itu juga berarti Kristus masih kurang berkuasa mengalahkan iblis?
Ketika kita belajar tentang kemenangan Kristus melawan semua musuh-Nya sebagai bukti Allah adalah Penyempurna 3 Masa, kita belajar tentang kepastian kemenangan umat Tuhan di dalam penderitaan. Alkitab TIDAK pernah mengajar bahwa menjadi anak Tuhan pasti terlepas dari penderitaan. Ajaran “theologi” kemakmuran adalah ajaran yang tidak bertanggung jawab dan tidak sesuai dengan Alkitab! Alkitab mengajarkan bahwa semua orang yang mau mengikut Kristus, ia harus menyangkal diri dan memikul salib (bdk. Mat. 10:38; 16:24). Dengan kata lain, anak Tuhan PASTI menderita, tetapi yang menjadi berita sukacitanya adalah anak-anak Tuhan yang mengalami menderita pasti mengalami kemenangan atas penderitaan, karena Kristus telah mengalahkan setan bagi umat-Nya. Itulah kemuliaan anak-anak Tuhan (bdk. Rm. 8:18-24). Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mengalami kemenangan Kristus di dalam hidup kita bahkan di dalam penderitaan yang kita alami? Fokuslah pada kemenangan Kristus atas setan ketika kita berada di dalam penderitaan dan percayalah akan janji-janji Tuhan yang pasti memberi kita kemenangan atas penderitaan karena kemenangan Kristus.


APLIKASI KONSEP TIGA MASA DALAM KAITANNYA DENGAN KEDAULATAN ALLAH
Setelah kita mempelajari 3 konsep relasi konsep tiga masa dengan kedaulatan Allah, saat ini kita akan mempelajari aplikasinya di dalam pembagian 3 masa itu secara masing-masing.
1. Masa Lalu dan Kedaulatan Allah
Ketika kita berbicara mengenai masa lalu, kita selalu berpikir negatif, misalnya: masa/zaman yang tidak modern, kaku, kolot, dll. Banyak pemuda/i (termasuk “Kristen”) yang berpikir seperti demikian, lalu membuang semua hal dari masa lalu, kemudian mereka menggantikannya dengan masa kini/sekarang yang canggih, modern, dll. Benarkah pandangan demikian? Tidak juga. Memang, masa lalu adalah masa yang kuno, tetapi sejarah membuktikan masa yang kuno banyak menghasilkan filsuf, theolog, dan banyak karya yang agung yang tidak pernah dihasilkan masa-masa sesudahnya. Filsuf Yunani, seperti Socrates, Plato, Aristoteles menghasilkan banyak karya yang agung yang memengaruhi zaman sesudahnya bahkan zaman sekarang. Theolog Kristen seperti Bapa Gereja Augustinus mampu memengaruhi theolog Kristen di zaman ini melalui buku-bukunya: Confession, City of God, dll. Begitu juga dengan Dr. John Calvin yang hidup di abad 16 M telah memengaruhi para tokoh dan theolog Kristen di abad ini melalui bukunya yang tersohor: Institutes of the Christian Religion. Lagu-lagu klasik dari G. F. Handel (seperti oratorio Messiah), J. S. Bach, Wolfgang A. Mozart, Ludwig van Beethoven (Symphony No. 9), dll telah memengaruhi zaman sesudahnya bahkan zaman sekarang. Bandingkan lagu-lagu rohani himne dari abad lalu dan banyak lagu/musik klasik dengan banyak lagu rohani (maupun sekuler) di abad postmodern yang kacau. Para penggubah himne di abad lalu ketika menuliskan himne, mereka menggumulkannya terlebih dahulu sambil belajar Alkitab, sehingga di dalam banyak himne yang mereka tulis berdasarkan Alkitab, sedangkan banyak para penggubah lagu “rohani” kontemporer sekarang asal-asalan menggubah lagu tanpa mengerti konsep Alkitab yang utuh dan beres. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa lagu Suci, Suci, Suci ditulis dengan pengertian Alkitab bahwa Allah Tritunggal adalah Tiga Pribadi Allah yang masing-masing Pribadi suci (Allah Bapa itu suci, Allah Anak itu suci, Allah Roh Kudus itu suci), sehingga suci harus dinyanyikan tiga kali, tetapi lagu “rohani” kontemporer saat ini menyanyikan suci ada yang empat kali, dua kali, dll dengan nada yang tidak karuan. Begitu juga dengan lukisan-lukisan di Abad Pertengahan lebih agung ketimbang lukisan-lukisan di abad postmodern yang kacau (Jawa: amburadul).

2. Masa Kini dan Kedaulatan Allah
Bukan hanya masa lalu, Allah yang berdaulat adalah Allah yang juga memakai masa kini untuk memuliakan-Nya. Oleh karena itu, kita tetap perlu menghargai karya Allah di masa kini. Meskipun tidak seperti masa kuno/lalu, masa kini tetap bisa menghasilkan karya yang cukup bermutu khususnya sumbangsih dari Kekristenan. Misalnya, beberapa lagu rohani kontemporer ada yang cukup bagus dan agung, seperti: Majesty, Hari Ini Kurasa Bahagia, Dengar Dia Panggil Nama Saya, dll. Hal ini tetap menunjukkan bahwa Allah masih tetap memakai zaman ini dengan lagu-lagu yang cukup bermutu. Hal ini mengakibatkan kita semakin bersemangat mengembangkan talenta yang Tuhan percayakan kepada kita untuk memperkembangkan hasil-hasil yang bermutu untuk memuliakan Tuhan. Kembangkanlah talenta yang Tuhan sudah anugerahkan kepada kita dengan mempelajari firman-Nya secara bertanggung jawab, sehingga kita semakin memuliakan Tuhan. Di sini, saya mengaitkan mengembangkan talenta kita dengan menundukkan talenta kita yang dikembangkan itu di bawah otoritas Alkitab yang mengoreksinya. Kreativitas umat Tuhan perlu dikembangkan, tetapi tidak boleh melebihi batas firman-Nya. Kreativitas itu kita implikasikan di dalam aspek kehidupan kita melalui panggilan Tuhan. Ketika Tuhan memanggil kita di dalam bidang politik, kembangkan kreativitas kita di dalam politik, tebuslah politik untuk kemuliaan Tuhan dengan menundukkan semua prinsip politik di bawah otoritas Alkitab. Begitu juga dengan seni (musik, tari, gerak, dll), ekonomi, hukum, kebudayaan, sosial, dll harus ditebus untuk memuliakan Tuhan dengan kembali kepada prinsip-prinsip Alkitab. Kekristenan bukan hanya berfokus kepada masa depan, tetapi juga pada masa kini melalui panggilan Tuhan. Biarlah kita disadarkan akan pentingnya mandat budaya (menebus budaya dengan menundukkan dan mengembalikan budaya di bawah kaki dan kepada Kristus) selain mandat untuk memberitakan Injil.

3. Masa Depan dan Kedaulatan Allah
Kita mungkin bisa melihat masa lalu dan masa kini, tetapi bagaimana dengan masa depan? Kita bukan dukun atau cenayang dan Alkitab juga melarang kita untuk meminta petunjuk masa depan kepada dukun/peramal/cenayang (Im. 19:31). Mengapa? Karena masa depan ada di dalam kedaulatan Allah. Lalu, bagaimana kita bisa mengaitkan masa depan yang tidak kita ketahui dengan kedaulatan Allah? Jawabannya yaitu: IMAN. Iman bukan berpikir positif, iman bukan percaya diri, iman bukan nekat, tetapi iman adalah percaya pada Tuhan. Amsal 3:5 mengajar kita untuk percaya kepada Tuhan (Trust in the Lord) dengan segenap hati kita, disambung pengajaran agar kita tidak mengandalkan kemampuan kita sendiri. Berarti di dalam beriman, ada dua sisi, yaitu mempercayakan diri di dalam dan kepada Tuhan, lalu tidak sekali-kali mengandalkan kemampuan diri. Di sini, Tuhan mau kita beriman secara total kepada-Nya, bukan setengah-tengah. Di dalam iman, kita percaya bahwa Allah kita melakukan segala sesuatu yang baik menurut-Nya bagi kita. Kepercayaan kita bukan kepercayaan yang nekat atau membabi buta, tetapi kepercayaan yang pasti, karena kita percaya di dalam dan kepada Allah yang patut dan layak dipercayai sebagai satu-satunya standar kebenaran. Dari hal ini, kita belajar bahwa tidak ada hal yang perlu kita kuatirkan dalam hidup. Berkat adalah anugerah Tuhan yang disediakan bagi umat-Nya, sehingga Ia tahu porsi yang tepat bagi anak-anak-Nya, tetapi hal ini tidak boleh dijadikan alasan agar kita malas bekerja. Kita dituntut untuk bekerja keras seperti untuk Tuhan (Kol. 3:23), tetapi di sisi lain, kita dituntut untuk beriman dan tidak perlu kuatir (Mat. 6:25-34). Artinya, segala sesuatu yang telah kita kerjakan dengan maksimal hendaklah kita serahkan kepada Tuhan dan biarkan Tuhan memelihara hidup kita sebagai umat-Nya.
Kemudian, setelah kita beriman, bagaimana kita bisa mempergunakan masa depan yang tidak kita tahui untuk memuliakan Allah? Jawabannya sederhana namun kompleks, yaitu: VISI. Dengan visi, kita bisa melihat masa depan dan mempergunakannya untuk memuliakan Allah. Apa itu visi? Pdt. Dr. Stephen Tong mendefinisikan visi sebagai sharing dari kehendak Allah yang kekal kepada umat-Nya. Pdt. Billy Kristanto mengajarkan bahwa visi selalu berkaitan dengan orang. Dari dua konsep ini, kita belajar bahwa melalui visi, kita menatap ke masa depan dengan penuh iman tentu sambil menggarap pekerjaan Tuhan. Ketika Tuhan memberikan visi, percayalah, Ia pasti memelihara dan menyempurnakan visi tersebut sampai kesudahannya. Tugas kita adalah mengerjakannya dan menyerahkan selanjutnya kepada Allah yang akan menyempurnakannya (bdk. 2Tim. 1:12b di atas).


Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita mempergunakan 3 masa yang Tuhan berikan itu untuk memuliakan Tuhan? Semua masa adalah anugerah Tuhan dan kita yang hidup di zaman postmodern ini pun mendapat mandat dari Tuhan untuk menggarap zaman kita yang semakin rusak ini dengan menebus budaya kita. Menebus budaya itu kita lakukan dengan mengembalikan budaya dunia kita kepada Sumbernya, yaitu Allah. Mari kita menggarap dan menebus budaya demi kemuliaan Allah Trinitas. Soli Deo Gloria.