14 June 2009

Roma 15:22-24: PELAYANAN YANG DIPIMPIN ALLAH

Seri Eksposisi Surat Roma:
Penutup-4


Pelayanan yang Dipimpin Allah

oleh: Denny Teguh Sutandio



Nats: Roma 15:22-24



Setelah menjelaskan tentang pelayanannya, ia menyampaikan salam perpisahannya mulai ayat 22 ini. Salam perpisahan pada bagian pertama yang akan kita soroti adalah mengenai keinginannya bertemu dengan jemaat di Roma. Apa signifikansi ayat 22 s/d 24 ini? Mari kita analisa.


Di ayat 20-21, Paulus sudah mengatakan bahwa ia diutus untuk memberitakan Injil kepada orang-orang non-Yahudi. Karena panggilan inilah, ia rela tidak mengunjungi jemaat Roma. Hal ini diungkapkannya di ayat 22, “Itulah sebabnya aku selalu terhalang untuk mengunjungi kamu.” Kata “terhalang” di dalam struktur bahasa Yunani menggunakan bentuk pasif. Dengan kata lain, Paulus terhalang (dihalangi) untuk mengunjungi jemaat Roma karena pelayanannya untuk orang-orang non-Yahudi di Ilirikum (ay. 19-21). Kalau kita melihat kembali di pasal-pasal awal surat Roma (Rm. 1:8-10), di situ, Paulus berkeinginan mengunjungi jemaat di Roma karena ia telah mendengar berita tentang iman jemaat Roma. Maka di pasal menjelang terakhir, Paulus kembali mengingat itu dan mengatakan kepada jemaat Roma bahwa ia masing ingin datang ke Roma untuk melihat jemaat di sana. Di sini, Paulus lebih mementingkan pekerjaan Tuhan (memberitakan Injil) ketimbang keinginan pribadinya (mengunjungi jemaat Roma). Meskipun dua-dua itu baik, tetapi ia lebih mementingkan tugas pemberitaan Injil di Ilirikum ketimbang mengunjungi jemaat Roma. Inilah hamba Tuhan yang sejati. Hamba Tuhan sejati bukan lebih mementingkan apa yang mengenakkan di dalam pelayanannya, tetapi hamba Tuhan sejati adalah mereka yang lebih mementingkan panggilan dan tugas dari Allah dan mengesampingkan hal-hal sekunder yang kurang penting. Ketika kita diperhadapkan dengan dua kegiatan yang kelihatan sama-sama baik seperti kasus Paulus ini, apa reaksi kita? Misalnya, kita harus memberitakan Injil kepada seseorang atau kita menolong orang yang kekurangan, mana yang harus kita pilih? Beberapa kaum penganut “theologi” religionum bisa dipastikan akan memilih opsi kedua, yaitu menolong mereka yang kekurangan, karena bagi mereka jasmani lebih penting daripada rohani. Memang aneh kedengarannya, tetapi itu realitasnya. Lalu, bagaimana sikap orang Kristen dan hamba Tuhan sejati? Pekalah terhadap kehendak Tuhan. Jika Ia memimpin kita dengan jelas untuk memberitakan Injil, lakukanlah, tetapi jika Tuhan memimpin kita memilih opsi kedua, lakukannya, prinsipnya: TAAT, bukan mana yang mengenakkan kita. Biarlah ini mengoreksi diri dan pelayanan yang kita lakukan. Sudahkah kita menomersatukan Allah dan kehendak-Nya di dalam kehidupan dan pelayanan kita?


Setelah itu, Paulus kembali peka terhadap pimpinan Tuhan. Jika dahulu, ia dipimpin Tuhan memberitakan Injil kepada orang-orang di Ilirikum, saat ini, ia dipimpin Tuhan untuk meninggalkan Ilirikum dan kembali ke Roma. Perhatikan apa yang dikatakannya di ayat 23, “Tetapi sekarang, karena aku tidak lagi mempunyai tempat kerja di daerah ini dan karena aku telah beberapa tahun lamanya ingin mengunjungi kamu,” “Tempat kerja” yang dimaksud Paulus adalah di Ilirikum (ay. 19). Ketika Tuhan memimpin Paulus untuk berhenti memberitakan Injil di Ilirikum dan pergi ke Roma, ia taat dan berusaha keras mengunjungi jemaat di Roma (ay. 24). Kita akan melihatnya nanti di ayat 24. Kembali, jika kita melihat rangkaian penginjilan yang Paulus lakukan, tidak sedikitpun waktu yang ia sia-siakan di luar pimpinan Tuhan. Ia sangat peka melihat kehendak Tuhan. Kalau kita melihat kembali kisahnya di Kisah Para Rasul 16:9, kita dapat mengerti bahwa Paulus adalah rasul Kristus yang peka terhadap pimpinan Tuhan. Pada waktu itu, ia mendapat penglihatan seorang Makedonia yang memanggilnya. Dari situ, ia langsung tanggap bahwa itu pimpinan-Nya memberitakan Injil di Makedonia. Lalu, bagaimana tanggapan orang-orang Makedonia? Di ayat 13-15, Paulus memang diterima pertama kalinya oleh Lidia, penjual kain ungu dari kota Tiatira di Filipi tersebut, tetapi setelah itu, Paulus mengalami penderitaan karena memberitakan Injil Kristus (baca mulai ayat 16-40). Ya, pimpinan Tuhan bagi pelayanan kita tidak selalu mengenakkan. Ia memimpin kita terus melayani-Nya sesuai dengan kehendak dan waktu-Nya. Ia memimpin kita jauh di luar pemikiran kita. Ketika Ia memimpin kita meninggalkan suatu tempat pelayanan, sanggupkah kita taat? Ataukah kita beradu argumentasi dengan-Nya bahwa tempat pelayanan kita dahulu adalah tempat pelayanan di mana kita bisa melayani Tuhan dengan lebih dahsyat? Tuhan tidak menunggu seberapa hebat kita beradu argumentasi dengan-Nya, tetapi Ia menuntut kita TAAT mutlak di dalam setiap pelayanan yang Ia telah percayakan kepada kita. Ia yang memungkinkan kita dapat dan layak melayani-Nya, sudah seharusnya kita sebagai budak-Nya TAAT mutlak kepada Tuhan yang memberikan kelayakan kepada kita untuk melayani-Nya. Relakah kita TAAT?


Pimpinan Tuhan bagi Paulus untuk mengunjungi Roma membuat Paulus bersikeras memakai segala cara untuk bertemu dengan mereka. Ia berjanji untuk mengunjungi Roma. Hal ini dikatakannya di ayat 24, “aku harap dalam perjalananku ke Spanyol aku dapat singgah di tempatmu dan bertemu dengan kamu, sehingga kamu dapat mengantarkan aku ke sana, setelah aku seketika menikmati pertemuan dengan kamu.” Jika kita bandingkan terjemahan yang kurang enak dibaca ini dengan terjemahan Inggris, kita mendapatkan pengertian yang lebih jelas. Di ayat ini, maksud Paulus adalah ia hendak pergi ke Spanyol, tetapi sebelum ke Spanyol, ia menyempatkan dirinya untuk mengunjungi jemaat Roma dan bertemu dengan mereka sehingga mereka dapat menemaninya ke Spanyol. Albert Barnes di dalam tafsirannya Albert Barnes’ Notes on the Bible memberikan keterangan mengenai ayat ini. Barnes mengatakan bahwa daerah Spanyol zaman Paulus meliputi gabungan Kerajaan-kerajaan modern dari Spanyol dan Portugal yang kemudian tunduk di bawah kekuasaan Roma. Oleh karena itu, ketika ia hendak ke Spanyol, ia mampir bertemu dengan jemaat di Roma sekaligus untuk menemani Paulus ke Spanyol yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Roma. Paulus tidak bermaksud menjadikan jemaat Roma sebagai teman mengobrol dan mengantarkannya ke Spanyol. Inti ayat ini sebenarnya adalah ia sangat rindu mengunjungi jemaat di Roma dan ingin berbagi berkat dengan mereka, sehingga ia mau jemaat Roma menemaninya ke Spanyol. Itulah yang bisa membuat Paulus senang. Lebih lanjut, Barnes mengatakan bahwa ia ragu apakah Paulus akan menyelesaikan perjalanannya ke Spanyol. Mengapa? Karena setelah penangkapannya pada waktu Paulus dibawa menghadap Nero, ia tinggal di Spanyol hanya 2 tahun. Keinginannya untuk mengunjungi jemaat Roma begitu besar, sehingga ia rela singgah di Roma sebelum melanjutkan perjalanannya lagi. Pimpinan Tuhan mengakibatkan kita berapi-api mengerjakannya, seperti yang Paulus lakukan ini. Tuhan menggerakkan dan memimpin Paulus mengunjungi jemaat Roma, oleh karena itu, ia sangat bersemangat. Bagaimana dengan kita? Ketika Ia memimpin kita, Ia memberikan api kuasa Roh Kudus kepada kita di dalam melayani-Nya. Ketika api itu kita rasakan, kita harus bersemangat melayani-Nya di tempat yang Ia pimpin. Para nabi dan rasul Tuhan di Alkitab sudah mengalami, sekarang giliran kita, alami api kuasa Roh Kudus yang membakar hati dan semangat kita di dalam melayani-Nya.


Setelah kita belajar tentang pelayanan yang berpusatkan pada kehendak Allah, bagaimana reaksi kita? Taat ataukah membandel? Tuhan ingin kita melayani-Nya dengan kesungguhan dan kemurnian hati sebagai respons terhadap anugerah yang telah Ia berikan. Biarlah Roh Kudus terus membakar hati kita di dalam melayani-Nya. Amin. Soli Deo Gloria.

Matius 15:29-39: LORDSHIP AND COMPASSION (Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.)

Ringkasan Khotbah: 07 Oktober 2007


Lordship & Compassion

oleh: Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div.


Nats: Matius 15:29-39


Tema utama Injil Matius adalah the Lordship of Christ, Kristus adalah Tuan atas segala tuan dan kita hanyalah budak. Seorang budak harus taat mutlak, tidak punya hak apapun atas diri, yang ada hanyalah kewajiban. Manusia berdosa tidak suka menjadikan Kristus sebagai Tuan atas seluruh aspek hidupnya, karena mereka ingin menjadi “tuhan.“ Matius telah membukakan pada kita dua macam orang yang sangat kontras, yakni: 1) orang Farisi yang dianggap saleh dan religius ketika bertemu dengan Tuhan malah mau mengatur bahkan melawan Tuhan. Inilah kerusakan religiusitas. Keagamaan semu hanya memanipulasi Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai alat untuk memenuhi keinginannya, 2) seorang perempuan Kanaan kafir, kaum marginal yang disisihkan oleh dunia namun Tuhan Yesus justru memuji dia karena ia memiliki iman yang besar (Mat. 15:28).
Hari ini banyak orang yang mengaku Kristus sebagai Tuhan namun sekedar di mulut saja sebab realitanya, orang memanipulasi Kristus demi keuntungan diri. Seorang anak Tuhan sejati harusnya menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Aku. Inilah iman sejati – rela menanggalkan keinginan diri bahkan menderita bagi Sang Tuan dan taat mutlak padaNya. Namun tidak banyak orang yang mau melakukannya, orang hanya ingin memanipulasi Tuhan, ingin berkat saja. Iman sejati tidak tergantung status sosial, kedudukan atau status religiusitas dari manusia. Muncul pandangan yang salah tentang siapakah manusia, yakni: 1) dunia yang hedonis berpandangan manusia tergantung dari apa yang ia makan, 2) manusia tergantung dari apa yang ia kerjakan atau lakukan, 3) pandangan yang paling tinggi adalah manusia tergantung dari apa yang ia pikirkan. Ketiga pandangan itu tidaklah sebanding dengan pengajaran Kekristenan, ykani manusia dikatakan sebagai manusia ketika ia tahu bagaimana bereaksi dan bertindak dengan tepat di hadapan Tuhan. Inilah inti dari iman sejati. Pertanyaan sekaligus menjadi evaluasi bagi setiap kita yang mengaku Kristen adalah sudahkah kita men-Tuhankan Kristus dalam seluruh hidup kita?
Hari ini kita akan merenungkan bagian akhir yang menjadi kesimpulan dari injil Matius 15:29-39. Sepintas kedua perikop ini tidak saling berkaitan, LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) memecahnya menjadi dua bagian yang berbeda. Kedua perikop ini saling berkaitan erat. Kedua peristiwa itu, yakni peristiwa dimana Tuhan Yesus menyembuhkan orang lumpuh, timpang dan berbagai penyakit lain dengan Tuhan Yesus membuat mujizat memberi makan ribuan orang itu terjadi pada satu tempat yang sama. Setelah perdebatan sengit yang terjadi antara orang Farisi dan Tuhan Yesus maka untuk sementara waktu, Tuhan Yesus menyingkir ke daerah utara, Tyrus dan Sidon, dari sana Tuhan Yesus menyusur kembali lagi Galilea dan Ia berada di ujung sebelah utara danau Galilea. Ia pun mulai mengajar dan ribuan orang datang untuk minta disembuhkan. Dan dari sana, ia ke Magadan, satu wilayah dengan pantai Galilea. Jadi semua tempat itu jelaslah masih berada dalam satu wilayah yang sama. Adalah tafsiran yang salah kalau orang mengatakan bahwa Yesus pergi ke utara untuk bersembunyi dari orang-orang Farisi. Kalau Tuhan Yesus sembunyi, lalu kenapa 4000 orang bisa menemukan Tuhan Yesus untuk minta disembuhkan.
Perjumpaannya dengan Tuhan Yesus menyadarkannya akan hal yang esensi, yakni iman sejati. Dan setelah anak perempuan itu sembuh yang terjadi adalah orang banyak datang kepada Yesus dan membawa orang sakit untuk disembuhkan oleh-Nya. Mereka datang kepada Tuhan Yesus bukan karena iman perempuan Kanaan itu tetapi karena kesembuhan yang diterima oleh anak perempuan itu. Inilah jiwa manusia berdosa. Alkitab mencatat ada empat macam penyakit yang dikategorikan sebagai recreated atau tindakan penciptaan kembali. Mujizat orang buta melihat dan orang bisu disembuhkan tidak pernah ada dalam PL sebelumnya dan hal itu membuktikan Yesus adalah Mesias. Timpang dan lumpuh merupakan dua penyakit yang tidak bisa diselesaikan dengan mujizat biasa. Orang yang lumpuh kakinya pasti mengecil karena lama tidak pernah dipergunakan sebagaimana mestinya maka untuk mendapat kesembuhan berarti kakinya harus dipulihkan, kembali seperti asal. Hari ini kita menjumpai orang lumpuh berjalan namun semua itu hanyalah impulse sesaat sebab beberapa hari kemudian, ia kembali menjadi lumpuh. Recreation activity membuktikan satu hal yakni Kristus adalah Allah atas alam semesta. Demikian juga halnya dengan orang timpang, timpang berarti kakinya tidak sama panjang maka orang timpang yang disembuhkan berarti kedua kakinya harus sama panjang dan itu berarti, ia harus mengalami recreation. Dan hal ini tidak mungkin dikerjakan oleh manusia itulah sebabnya orang menjadi takjub dan memuliakan Allah Israel. Hanya Tuhan Yesus yang mampu melakukannya karena Ia adalah dasar dari segala ciptaan (Yoh. 1:3). Firman adalah pencipta dan Firman menghasilkan ciptaan dan ciptaan itu adalah kehidupan. Iblis bisa melakukan apa saja yang sepertinya mirip Tuhan namun satu hal yang membedakan adalah iblis tidak dapat menjadikan sesuatu yang mati menjadi hidup atau menciptakan benda yang tidak ada menjadi ada. Iblis hanya bisa membuat benda yang hidup menjadi mati. Kalau kita mau mencoba memilah bagian demi bagian dari sel tubuh kita dan kemudian kita gabungkannya kembali bisakah kita membuatnya hidup? Tidak! Manusia hanya bisa mematikan yang hidup bukan sebaliknya. Hak menghidupkan hanya ada dalam Kristus. Kristus adalah Tuhan berkuasa atas alam semesta. Sangatlah disayangkan, hari ini orang hanya menangkap sebagian ayat tanpa melihat secara keseluruhan. Maka tidaklah heran kalau orang hanya ingin kesembuhan dan cukup hanya dengan berkata “Puji Tuhan.“ Mereka hanya mendapatkan kegirangan sesaat, euforia tetapi di sisi lain, mereka kehilangan inti iman sejati. Melihat orang banyak itu kegirangan, Tuhan Yesus tidak ikut merasa senang tetapi Tuhan Yesus melakukan semua itu karena Ia tergerak oleh belas kasihan. Matius sangat unik mengkontraskan kedua hal ini, bagaimana men-Tuhankan Kristus? Men-Tuhankan Kristus berarti kita mengenal dan memahami siapakah Kristus dan bagaimana kita bereaksi terhadap Kristus:
1. Kristus adalah Tuhan Alam Semesta
Kristus adalah pencipta seluruh alam semesta harusnya menjadikan kita mengerti siapakah Kristus tetapi celakanya, orang tidak pernah berpikir untuk kepentingan Kristus tetapi hanya berpikir untuk kepentingan diri sendiri. Sadarlah, kita bukanlah siapa-siapa di hadapan Tuhan karena itu kita harus taat mutlak pada Dia yang adalah Allah sejati. Kita harus memutar arah dan berbalik pada Kristus karena Dia adalah Allah sejati. Orang banyak berkonsep tentang Tuhan namun semua itu hanya sekedar konsep yang sifatnya teori. Kristus telah membuktikan diri-Nya adalah Allah sejati. Kristus melihat orang begitu egois hanya ingin menarik keuntungan dari-Nya namun apa yang Ia lakukan tidak pernah bergantung pada reaksi manusia. Allah sejati adalah Allah yang beraksi. Kalau Tuhan bergantung pada reaksi manusia maka Dia bukan Allah sejati, Dia tidak lebih pembantu kita. Allah sejati tidak pernah merasa terganggu oleh ulah reaksi manusia. Tindakan Allah tidak tergantung dari manusianya. Bayangkan, kalau Tuhan bertindak tergantung dari reaksi manusia, setiap saat “allah“ pasti berulang kali dikejutkan oleh perbuatan kita. Kristus adalah Allah sejati maka kita harus taat mutlak pada-Nya. Kalau kita tidak mengerti konsep ini maka janganlah pernah terpikir bahwa kita adalah orang beragama dan kita sedang beriman. Tidak! Kita sedang mempermainkan iman. He is the true Lord. Tuhan Yesus tahu kalau tidak lama lagi mereka akan berteriak untuk menyalibkan Dia. Kalau Tuhan Yesus mau menyembuhkan mereka dan memberi mereka makan itu bukan demi mereka sendiri tetapi demi kemuliaan-Nya.
2. Memiliki hati Kristus
Orang tidak mau kembali pada Allah sejati karena orang telah kehilangan rasa percaya, trust bahkan celakanya, manusia telah kehilangan rasa belas kasihan, compassion. Tuhan Yesus telah memberikan teladan indah pada kita, Ia melakukan semua mujizat itu karena tergerak oleh belas kasihan. Hari ini sangat jarang orang yang punya rasa belas kasihan, semua yang mereka kerjakan demi keuntungan diri. Pernahkah kita tergerak oleh rasa belas kasihan ketika melihat jiwa-jiwa yang terhilang? Kalau kita tidak punya hati yang berbelas kasih jangan pernah berpikir kita dapat menginjili orang lain. Ketika manusia begitu egois justru saat itu Tuhan mendemostrasikan bagaimana hati yang berbelas kasih (Mat. 15:32). Yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang seharusnya patut dikasihani, Tuhan Yesus ataukah orang banyak itu? Mereka hanya duduk dan mendengar pengajaran Yesus, mereka mendapat kesembuhan sebaliknya Tuhan Yesus mengajar dan berbicara selama 3 hari, Ia juga menyembuhkan ribuan orang. Manakah yang seharusnya lebih layak dikasihani? Mereka tidak pernah peduli apakah Tuhan Yesus lapar atau letih. Tidak! Mereka hanya mementingkan diri sendiri.
Alkitab mencatat ada beberapa roti dan ikan namun mereka tidak pernah mempedulikan keadaan Tuhan Yesus yang letih setelah mengajar selama 3 hari berturut-turut, mereka hanya ingin dikenyangkan. Inilah jiwa manusia berdosa bahkan sampai hari ini kita manusia tidak berubah , orang tidak pernah bertanya apa yang menjadi kehendak Tuhan dan apa yang menjadi keinginan hati Tuhan. Tidak! Orang hanya peduli dirinya sendiri dan ironisnya, ketika Tuhan tidak menuruti keinginan mereka, orang langsung mengatakan Tuhan jahat. Tuhan adalah Tuhan yang penuh berbelas kasih, Dia tahu apa yang terbaik untuk kita tetapi apa balasan kita? Tuhan tahu setiap pergumulan kita dibandingkan kita mengerti pergumulan diri kita sendiri. Kita tidak pernah percaya pada-Nya, manusia yang sok tahu ingin mengatur diri sendiri dan merasa lebih baik dari Tuhan. Manusia telah kehilangan rasa kepercayaan. Manusia berdosa yang jahat selalu bertindak dengan semena-mena maka konsep yang sama dikenakan pada Tuhan. Manusia berdosa begitu kejam sebagai tuan di dunia maka orang beranggapan Tuhan pun sama seperti dirinya yang kejam. Kita mempolakan Tuhan seperti halnya diri kita. Inilah jiwa manusia berdosa yang manipulatif yang begitu jahat, tidak pernah punya rasa belas kasihan. Kita hanya ingin Tuhan melakukan apa yang kita suka. Inilah cara manusia mengukur kebaikan dan belas kasihan Tuhan. Hendaklah kita mengevaluasi diri apakah kita mempunyai hati yang berbelas kasihan seperti halnya Tuhan yang berbelas kasih? Sangatlah mengenaskan, di tengah-tengah Kekristenan kita menjumpai seorang yang mengaku “Kristen” tetapi perbuatannya yang berbisnis multi level marketing tidak lebih memancarkan seperti iblis yang tidak punya hati belas kasihan bahkan mencelakakan orang lain demi mendapatkan keuntungan. Celakanya, orang berani mengklaim hal itu sebagai konsep yang diajarkan Tuhan Yesus. Tidak! Tuhan Yesus yang berada di posisi atas justru yang paling menderita, Ia berkorban demi kita. Kristus yang paling atas justru melayani mereka yang berada di bawah. Sebaliknya, cara dunia berbeda justru yang paling atas itulah yang diuntungkan paling banyak dan mereka yang berada di posisi paling bawah justru paling menderita. Celakanya, ketika ditegur dan disadarkan akan kesalahannya, ia tidak berterima kasih dan kembali pada Allah sejati tetapi malah berbalik melawan. Jangan pernah berpikir bahwa Tuhan membutuhkan kita karena kita merasa diri pandai, kaya, cakap. Tidak! Tuhan hanya butuh orang-orang yang remuk hatinya, orang yang mau menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia. Inilah iman sejati.
Iman sejati itulah yang menghidupkan kita dan merombak seluruh kehidupan kita; iman sejati itulah yang menjadikan kita memandang pada Kristus, peka isi hati Tuhan; apa yang Tuhan inginkan itulah yang kita kerjakan, apa yang membuat Tuhan sedih, kita turut bersedih dan apa yang Tuhan suka itulah yang membuat kita bergirang. Pertanyaan sekaligus menjadi evaluasi bagi kita sudahkah kita mempunyai hati yang berbelas kasih seperti Kristus? Ataukah sebaliknya, apa yang menjadikan Tuhan sedih justru kita merasa senang dan hal-hal yang Tuhan suka, kita justru marah, kita menjadi pemberontak. Lordship of Christ berarti melihat Kristus sebagai Tuhan. Janganlah kita seperti orang Israel yang bergirang karena euforia sesaat tetapi kehilangan esensi iman sejati.
3. Hidup penuh dengan ucapan syukur
Setelah mereka mendapatkan mujizat yang demikian dahsyat, mereka memuji Tuhan namun perhatikan tidak ada rasa ucapan syukur. Alkitab mencatat banyak orang sudah mendapatkan banyak berkat tetapi mereka tidak kembali untuk mengucap syukur pada Tuhan. Orang semakin egois maka orang merasakan kalau semua berkat yang mereka dapat itu sebagai hak dan sebaliknya, kalau mereka mendapat tantangan dan hambatan maka orang mengatai Tuhan itu jahat. Betapa kasihan, orang yang demikian ini hidupnya akan diliputi dengan kekecewaan terus menerus, ia tidak pernah melihat anugerah Tuhan yang penuh melimpah atas hidupnya, ia tidak pernah mengucap syukur. Sadarkah kita betapa besar anugerah Tuhan kalau hari ini kita masih bisa bernafas sampai suatu hari kalau kita tidak dapat bernafas barulah kita menyadari betapa limpah anugerah Tuhan atas hidup kita.
Semasa hidupnya, Pdt. Amin Tjung telah memberikan teladan indah bagi kita bahkan di detik-detik akhir hidupnya, ia masih mempunyai hati yang berbelas kasih pada jiwa-jiwa yang tersesat. Bagaimana dengan hidup kita? Sudahkah kita memiliki hati yang berbelas kasih melihat jiwa-jiwa yang tersesat? Sudahkah kita mensyukuri anugerah Tuhan yang berlimpah atas hidup kita? Celaka, manusia berdosa selalu menyalahkan Tuhan ketika hidupnya menderita dan tantangan itu datang atas kita. Sadarkah manusia, kalau Tuhan tidak ada justru hidup kita akan celaka. Bayangkan, kalau tidak ada Tuhan, seluruh dunia penuh dengan anak-anak iblis yang seluruh pola pikirnya jahat, masihkan kita bisa hidup damai di dunia? Hendaklah kita selalu bersyukur di sepanjang hidup kita, betapa besar dan limpahnya berkat Tuhan atas hidup kita. Banyak hal yang patut kita syukuri atas segala pemberian Tuhan atas hidup kita dan lihatlah bagaimana Tuhan bekerja atas hidup kita. Sungguh ajaib dan dahsyat Tuhan bekerja atas hidup kita. Dia tahu yang terbaik untuk kita, Dia tahu setiap detail untuk anak-anak-Nya. Biarkan Dia yang menata hidup kita, makin kita bersyukur dan bersandar pada-Nya maka hidup itu akan terasa indah.
Ketuhanan Kristus bukanlah bersifat diktator yang jahat. Dia bukanlah Tuan yang jahat. Alkitab berulang kali menegaskan bahwa Tuhan tidak pernah menentang perbudakan bahkan Tuhan sangat mendukung konsep perbudakan. Sebaliknya, Tuhan benci tuan yang jahat karena hal itu sama dengan mencoreng nama Tuhan sebab Tuhan adalah Tuan yang baik. Perbudakan menyadarkan keberadaan kita yang hanyalah seorang budak dan seorang budak yang baik melakukan segala sesuatu untuk Tuannya meskipun sang tuan tidak ada di depannya (Kol. 3:23). Hendaklah kita bertobat dan kembali pada Tuhan yang sejati, Tuhan yang berbelas kasih dan hidup penuh dengan ucapan syukur. Amin.

(Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah)

Sumber:

http://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/2007/20071007.htm