14 February 2008

Renungan Valentine 2008: ASPECTS OF LOVE (Denny Teguh Sutandio)

Renungan Valentine 2008



ASPECTS OF LOVE

oleh : Denny Teguh Sutandio

Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.
(1 Korintus 13:1-8)


Setiap tanggal 14 Februari, kita memperingati hari kasih sayang atau yang disebut Valentine Day. Setiap orang mengekspresikan hari spesial ini dengan memberikan bunga atau coklat atau yang lain kepada pasangan atau teman atau istri/suami mereka. Mereka beranggapan hari Kasih Sayang adalah suatu hari khusus untuk lebih memperhatikan pasangan atau teman lain. Sebenarnya, inti dari hari kasih sayang (dan juga setiap hari di dalam hidup kita) adalah kasih. Pada renungan Valentine ini, kita akan merenungkan apa sih makna kasih dari sudut pandang Alkitab, dengan demikian kita tidak lagi ditipu oleh beragam filsafat dan ajaran dunia tentang kasih.

Bagian yang akan kita pelajari tentang arti kasih adalah dari 1 Korintus 13:1-8. Tetapi sebelumnya, mari kita menyelidiki latar belakangnya. Surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus ditulis kira-kira pada tahun 54-55 M pada akhir perjalanan Paulus ketiga. Kemungkinan besar, surat ini ditulis Paulus dari kota Efesus. Perlu diketahui, kota ini bukan kota sempit, tetapi kota metropolitan, pusat perdagangan dan tempat bertemunya orang-orang dari seluruh negara, Mesir, Yunani, Latin, Siria, dll. Selain itu, kota ini juga sangat parah, karena kota ini dipenuhi dengan kuil Afrodite (dewi cinta) yang didirikan pada puncak-puncak akropolis (bagian kota di atas bukit) dan ribuan kuil pelacuran. Nama kota ini sangat buruk, bahkan sumber Handbook to the Bible memberikan keterangan bahwa nama kota ini dipakai sebagai kata sindiran untuk kehidupan yang tak bermoral ini, “dikorintuskan”. Sebagaimana penduduk Korintus terdiri dari berbagai bangsa, maka jemaat di Korintus pun tidak jauh berbeda, terdiri dari banyak orang non-Yahudi dan sedikit orang Yahudi. Karena latar belakang mereka yang kafir membuat banyak dari mereka yang hidup sembrono. Handbook to the Bible memberikan keterangan bahwa alasan Paulus menuliskan surat kepada jemaat ini, di antaranya karena ada perpecahan jemaat, penyalahgunaan “kemerdekaan” orang Kristen, kekacauan di dalam ibadah, dll (hlm. 663). Karena latar belakang kota ini begitu mengerikan, oleh karena itu Paulus menuliskan surat yang cukup keras kepada jemaat di Korintus. Bahkan saya pernah mendengar seorang hamba Tuhan pernah mengatakan bahwa sebenarya Paulus menuliskan suratnya lebih dari dua kepada jemaat di Korintus, tetapi Tuhan mengizinkan hanya dua surat yang dikanonisasikan, mungkin karena surat-surat Paulus lainnya terlalu keras atau alasan lain. Beragam masalah yang dihadapi Paulus di kota ini tidak membuat Paulus patah semangat, tetapi justru Paulus semakin giat berapi-api mengajar jemaat Korintus agar bertumbuh di dalam pengenalan akan Kristus. Salah satu pertumbuhan pengenalan akan Kristus adalah di dalam mengerti karunia Allah. Bagian ini dibahas Paulus di dalam tiga pasal (12 s/d 14). Di dalam pasal 12, Paulus mengajar bahwa beragam karunia Allah berasal dari satu Roh (ayat 4), lalu karunia Allah ini diberikan kepada masing-masing orang secara berbeda untuk membangun tubuh Kristus (ayat 7) dan semua karunia Allah diberikan oleh Roh Kudus hanya kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya (ayat 11). Lebih lanjut, Paulus menjelaskan tentang prinsip unity in diversity di dalam jemaat Tuhan di dalam ayat 12 s/d 31, lalu ditutup dengan suatu dorongan Paulus kepada jemaat Korintus yaitu berusaha (terjemahan dari Yunani: merindukan) untuk memperoleh karunia yang lebih utama lagi (ayat 31). Apakah karunia yang paling utama itu ? Jawabannya : KASIH. Hal inilah yang akan kita bahas di dalam renungan ini.

Di pasal 12 ayat 31, Paulus sudah berkata bahwa karunia yang paling utama (atau bisa diterjemahkan: paling besar) itu adalah KASIH. Hal ini ditekankan ulang oleh Paulus di pasal 13 ayat 1 s/d 3 tetapi dengan penekanan yang lebih jelas. Kata kasih yang digunakan di seluruh pasal ini dalam bahasa Yunaninya adalah Agape (kasih yang tidak bersyarat; bersumber dari Allah) Di dalam 3 ayat pembuka di pasal 13, Paulus menegaskan pentingnya kasih di atas segalanya, yaitu :
Pertama, kasih lebih penting dari semua perkataan manusia (ayat 1). Paulus jelas mengatakan bahwa sia-sia sajalah manusia pandai berbicara dengan semua bahasa manusia ataupun bahasa dari malaikat, jika itu tidak dilakukan atas dasar kasih. Kesia-siaan itu ditunjukkan Paulus dengan ibarat: seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Gong yang berkumandang tetapi tidak dikumandangkan pada saat yang tepat dan jelas akan menjadi suara yang sia-sia. Demikian juga, semua karunia Allah yang berkaitan dengan perkataan akan menjadi sia-sia jika tidak dilakukan atas dasar kasih. Mari kita mengintrospeksi, berapa banyak kata-kata kita diucapkan dengan dasar kasih ?
Kedua, kasih lebih penting dari semua karunia supranatural Allah (ayat 2a). Paulus mengajar bahwa kasih lebih penting dari semua karunia Allah yang supranatural seperti bernubuat dan mengetahui segala rahasia serta memiliki pengetahuan. Mengapa ia mengatakan hal ini? Karena ia memahami bahwa jemaat Korintus adalah jemaat yang masih dipengaruhi oleh filsafat dan budaya Yunani yang menjunjung tinggi rasio. Ia telah mengajar bahwa kasih Kristus yang berkorban di kayu salib itu lebih tinggi daripada rasio manusia di pasal 1 ayat 18 s/d 25. Dan di bagian ini, Paulus kembali mengajar jemaat Korintus bahwa semua karunia Allah itu meskipun berguna tetapi sia-sia jika tanpa kasih. Bagaimana dengan kita? Kita seringkali menganggap gelar akademis, pendidikan tinggi, dll adalah segalanya, padahal jika itu semua tanpa kasih yang benar kepada Allah, hal tersebut menjadi sia-sia. Tidak ada salahnya dengan pengetahuan dan doktrin tentang Firman Tuhan, karena itu penting, tetapi jangan sampai kasih ditiadakan hanya demi debat theologi yang sia-sia. Mari kita menjadikan kasih yang benar kepada Allah dan Firman-Nya sebagai sumber dari studi kita akan doktrin.
Ketiga, kasih lebih penting dari iman yang sempurna (ayat 2b). Di sini, Paulus menjelaskan bahwa iman itu sah dan penting, karena itu adalah anugerah Allah, tetapi jika iman itu tanpa didasarkan pada kasih, itu menjadi sia-sia. Apa artinya? Apakah berarti kasih lebih penting daripada iman, lalu yang penting mengasihi, tidak perlu beriman? Tidak. Yang Paulus maksudkan adalah iman kita harus didasarkan pada kasih Allah kepada manusia dan kasih manusia kepada Allah dan sesama. Iman sejati dibentuk setelah kelahiran baru dari Roh Kudus dan kelahiran itu dimungkinkan karena kasih Allah telah memilih beberapa dari manusia untuk menjadi umat-Nya di dalam Kristus. Kasih Allah itulah yang harus kita implikasikan kembali kepada Allah dan sesama. Mengutip perkataan Rev. Dr. John S. Piper dalam bukunya Desiring God, kita menjadi sarana pemantul kasih Allah. Dan itu menunjukkan bahwa iman kita beres di hadapan Tuhan. Sedangkan, iman yang tidak beres akan terwujud melalui kasihnya yang tidak murni (mengharapkan imbalan) atau bahkan tidak pernah mengasihi (khususnya jiwa-jiwa). Sampai sejauh mana iman kita didasari oleh kasih Allah ?
Keempat, kasih jauh lebih penting dari semua tindakan sosial (ayat 3a). Di zaman sekarang, beberapa pemimpin gereja arus utama mengajar akan pentingnya aksi sosial, membantu korban bencana alam, dll dan itu sebagai sarana penginjilan (social “gospel”). Hal itu tidak salah, tetapi bukan hal yang esensial. Ayat 3 di pasal 13 ini membukakan kepada kita bahwa kasih bukan sekadar tindakan. Percuma saja orang menyumbang korban bencana alam, tetapi tidak keluar dari hati yang sungguh-sungguh mengasihi. Dermawan yang membantu orang lain tetapi tidak dari hati yang mengasihi akan terlihat dari kebanggaan mereka ketika mereka diliput oleh stasiun TV, koran, dll bahwa mereka sudah menyumbang (ingin dikenal orang lain). Itu adalah tindakan yang tidak pernah keluar dari hati yang mengasihi.
Kelima, kasih jauh lebih penting daripada pengorbanan yang sia-sia (ayat 3b). Kita seringkali mendengar ada beberapa orang Kristen yang sangat antusias mau mati bagi Kristus, tetapi sayangnya mereka tidak dipenuhi oleh kasih yang sejati akan Allah, sehingga antusiasme orang ini menjadi antusiasme yang kosong dan palsu. Hal ini dipaparkan Paulus di Roma 10:2 tentang orang Israel, “Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.” Ada banyak orang Kristen yang berapi-api melayani Kristus, tetapi tidak dengan pengertian yang benar akan kebenaran dan kasih Allah yang sejati, sehingga pengorbanan mereka sia-sia. Pengorbanan sejati keluar dari motivasi hati yang murni di hadapan Allah, sehingga kalau kita mau berkorban dan mati bagi Kristus, kita harus memeriksa dan mengintrospeksi hati kita apakah sudah beres atau belum di hadapan Tuhan atau tidak.

Setelah memaparkan tentang 5 prinsip pentingnya kasih, maka Paulus menjelaskan aspek-aspek kasih pada ayat 4 s/d 8. Aspek-aspek kasih tidak sama dengan aspek-aspek kasih yang ditawarkan dunia postmodern yang berdosa, tetapi aspek-aspek kasih yang diajarkan Alkitab adalah aspek-aspek kasih yang tidak pernah ditawarkan dunia bahkan melampaui konsep dunia berdosa. Aspek-aspek kasih ini berkenaan dengan sikap hati dan motivasi yang murni di hadapan Tuhan, bukan sekadar tindakan. Rev. Dr. John S. Piper di dalam bukunya Desiring God memaparkan bahwa kasih bukan sekadar tindakan, tetapi kasih itu adalah luapan sukacita kita di dalam Allah. Luapan sukacita inilah yang dipaparkan Paulus di dalam kelima ayat berikut.
Pertama, kasih itu sabar (ayat 4). Sabar di sini berkaitan dengan tahan menderita (KJV : suffereth long). Dunia kita mengajarkan bahwa kasih itu tidak pernah menderita, bahkan ada yang mengajar bahwa orang yang “dikasihi” Tuhan tidak pernah melihat hari-hari yang buruk, sakit penyakit, dll. Firman Tuhan jelas mengajarkan bahwa justru kasih harus melewati penderitaan dan harus tahan di dalam penderitaan itu. Di dalam Alkitab, Ayub memiliki kasih karena ia tahan menderita. Paulus sendiri juga memiliki kasih, karena ia rela dan tahan menderita. Dan yang paling utama, Tuhan Yesus adalah Sumber Kasih dan Ia telah mempraktekkan apa yang telah diajarkan-Nya dengan tahan menderita bahkan rela mati di kayu salib demi menebus dosa umat-Nya. Bagaimana dengan kita? Apakah ketika penderitaan menghadang, mengancam, kita masih tetap sabar dan tahan serta setia kepada Tuhan ataukah kita sudah undur dari Tuhan?
Kedua, kasih itu murah hati (ayat 4). KJV menerjemahkannya kind (=baik). Kasih itu suka memberi, menunjukkan kebaikan. Tetapi kebaikan seperti apa? Apakah berarti harus memberikan segala sesuatu untuk menolong orang? Di sini bedanya keKristenan dengan filsafat dunia berdosa. Dunia berdosa mengajarkan amal baik, caranya berikan kepada orang miskin. Tidak ada salahnya dengan beramal, karena Alkitab juga mengajar bahwa kasih itu baik hati, tetapi Alkitab juga mengajar bahwa kita tidak boleh membela hak orang miskin. Di sini, prinsipnya jelas, kasih tidak boleh berlawanan dengan keadilan. Tuhan menuntut keseimbangan. Kasih yang melawan keadilan adalah sesuatu yang melawan natur Allah sendiri yang Mahakasih sekaligus Mahaadil.
Ketiga, kasih itu tidak cemburu (ayat 4). Dunia berdosa mengajar bahwa di dalam hubungan suami-istri, jika suami tidak mencemburui istri, maka itu adalah tanda sang suami tidak mencintai istrinya. Tetapi Alkitab justru mengajar bahwa kasih tidak pernah cemburu. Di sini, saya menafsirkan bahwa kasih berhubungan dengan trustworthiness (=keadaan dapat dipercaya). Seorang suami yang tidak cemburu kepada istrinya, itu berarti sang istri adalah sosok pasangan yang dapat dipercaya, tetapi jika tidak, itu tanda awas bagi sang istri untuk lebih setia lagi. Di dalam kasih, tidak ada saling curiga.
Keempat, kasih itu tidak memegahkan diri (Bahasa Indonesia Sehari-hari: membual) dan sombong (ayat 4). Dunia menawarkan konsep kasih yang merasa diri hebat, terkenal, dll. Contohnya, orang yang menyumbang korban dengan bangga tersenyum ketika dia diliput oleh media. Tetapi Alkitab mengajarkan hal yang lain. Di dalam bagian ini, Alkitab hendak mengajarkan bahwa kasih tidak suka menonjolkan diri (KJV: puffed up) dan selalu rendah hati. Pdt. Billy Kristanto pernah berkata bahwa banyak orang Kristen yang melayani Tuhan merasa dirinya significant (berarti), seolah-olah tanpa dia, gereja kacau bahkan hancur. Hal ini jelas menunjukkan tidak adanya kasih di dalam banyak orang Kristen yang mengaku melayani Tuhan. Seorang Kristen yang sungguh-sungguh memiliki kasih tidak akan merasa diri hebat, lalu sombong. Ada baiknya kita memperhatikan nasehat Pdt. Dr. Stephen Tong tentang konsep melayani, “No one comes to help, no one comes to contribute, but everyone comes to serve and to learn.” (terjemahan bebas: tidak seorang pun yang datang untuk membantu pekerjaan Tuhan, berkontribusi di dalam pelayanan Tuhan, tetapi setiap orang datang untuk melayani Tuhan dan belajar akan kebenaran Firman). Kalau kita sungguh-sungguh melayani Tuhan, mari kita menghilangkan kata “membantu Tuhan” dari kamus kita, mari kita belajar rendah hati, karena kitalah yang sebenarnya harus dibantu oleh Tuhan, bukan kita yang membantu Tuhan (seolah-olah tanpa kita, Tuhan kewalahan).
Kelima, kasih tidak melakukan yang tidak sopan (ayat 5a). Di sini, kasih berkaitan erat dengan kekudusan. Allah yang Mahakasih juga adalah Allah yang Mahakudus, sehingga dosa manusia tetap harus dihukum, karena dosa itu suatu kejijikan di hadapan Allah, tetapi karena kasih, Ia rela menjadi manusia demi menebus kita yang berdosa serta menjadikan kita anak-anak-Nya yang terkasih supaya kita hidup kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Setelah kita ditebus oleh darah Kristus, sudah seharusnya kita menjunjung tinggi kekudusan, suatu moralitas yang beres di hadapan Tuhan, melakukan tindakan-tindakan yang sopan. Tetapi dunia kita menawarkan konsep kasih sebagai dasar untuk melegalkan free-sex. Mereka berdalih dengan argumentasi kasih untuk mengatakan bahwa free-sex itu sah (yang penting, sama-sama suka/cinta). Hari ini, kita perlu bertobat dari tipuan iblis ini. Tuhan menghendaki kita hidup kudus seperti Dia adalah kudus (Imamat 20:7; 1 Petrus 1:16).
Keenam, kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri (ayat 5b). Berarti, kasih sejati tidak pernah egois. Kasih selalu memberi dan berkorban dengan prinsip kebenaran (lihat ayat 6). Sedangkan dunia menawarkan konsep “mengasihi” dengan prinsip win-win solution. Seorang penjual produk tertentu berkata bahwa mereka memperhatikan (care) dan mengasihi para pelanggannya yang kesulitan/membutuhkan, tetapi benarkah tindakan mereka? TIDAK. Mereka mengasihi supaya mereka mendapat keuntungan dari si klien/pelanggan. Jika si klien tidak menanggapi perkataan si penjual, maka jangan harap si penjual produk itu bisa memperhatikan dan mengasihi si klien. Sebaliknya, Alkitab justru mengajarkan bahwa kasih itu selalu God-centered, selalu berpusat pada Allah, memperhatikan kepentingan orang lain, bukan kepentingan diri. Di dalam kehidupan kita, apakah kita selalu memperhatikan kepentingan orang lain tanpa menuntut jasa ataukah kita mengikuti prinsip dunia berdosa yang ingin mencari keuntungan diri sendiri?
Ketujuh, kasih tidak pemarah (ayat 5c). Terjemahan Yunani dari kata “pemarah” bisa diartikan tersinggung (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 933). King James Version menerjemahkannya bahwa kasih tidak mudah terprovokasi. Dengan kata lain, ayat ini tidak sedang mengajarkan bahwa kasih tidak boleh marah, tetapi kasih tidak mudah terprovokasi dan tersinggung. Kemarahan itu sah-sah saja, asalkan tidak boleh lahir dari dendam dan berlangsung lama. Itu disebut kemarahan yang kudus (holy anger). Kembali, di dalam kasih seharusnya kita tidak mudah tersinggung atau terprovokasi, sebaliknya di dalam kasih, kita memaafkan dan mengampuni. Mungkin ini sulit, tetapi biarlah kiranya Tuhan memimpin kita untuk melakukannya.
Kedelapan, kasih tidak dendam (ayat 5d). Ini yang penting. Di dalam kasih ada pengampunan, tidak mendendam kepada orang lain. Terjemahan Yunani dari kata ini dapat diartikan tidak mengingat yang jelek (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 933). Jangankan orang dunia, banyak orang Kristen yang katanya mengasihi dan melayani Tuhan, tetapi masih menyimpan dendam, tidak mau berkomunikasi dengan ‘musuh’ kita. Kita masih mengingat hal-hal yang jelek yang sudah dilakukan orang lain kepada kita. Mari kita belajar mengintrospeksi diri, kalau kita pernah disakiti orang lain, maukah kita pertama kali mengampuni dia? Ini sangat sulit, karena ini membutuhkan penyangkalan diri yang ketat, tetapi biarlah kita berdoa agar kiranya Tuhan memampukan kita untuk melakukannya.
Kesembilan, kasih berpusat pada kebenaran (ayat 6). Di sini, Paulus memakai dua kata Yunani yang unik. Dia berkata bahwa kasih tidak bersukacita karena ketidakadilan (Yunani: adikia; dari kata dikaiosune artinya kebenaran keadilan/righteousness), tetapi karena kebenaran (Yunani: aletheia artinya kebenaran mutlak). Di sini, ada dua tahap. Paulus hendak mengajar bahwa di dalam kasih yang sejati, kita seharusnya membenci ketidakadilan (tahap pertama), dan setingkat lebih tinggi, kita justru semakin bersukacita karena adanya kebenaran mutlak. Mengapa saya katakan setingkat lebih tinggi? Karena kata aletheia berarti kebenaran mutlak jauh melampaui konsep kebenaran keadilan (dikaiosune), di mana righteousness menyangkut sebuah proses dalam hidup manusia. Bagaimana dengan dunia berdosa? Dunia kita menawarkan kasih yang tanpa kebenaran. Tidak jarang kita mendengar seseorang mengajar bahwa kita tidak perlu menegur yang salah, tetapi marilah kita saling “mengasihi”. Apakah yang salah tidak boleh ditegur dengan alasan “kasih”? Paulus yang mengajar tentang prinsip kasih di dalam 1 Korintus 13 ini juga adalah Paulus yang pernah menyampaikan kata-kata yang keras bahkan kutukan kepada para pemberita “injil” palsu yang tidak memberitakan Kristus dengan beres di dalam Galatia 1:6-8. Ini membuktikan kasih sejati harus berkaitan erat dengan kebenaran, karena kasih tanpa kebenaran adalah kasih yang hampa dan tak berisi.
Kesepuluh, kasih menanggung segala sesuatu (ayat 7a). Kata “menutupi” dalam ayat 7a kurang tepat dan bisa disalahtafsirkan, seolah-olah mengajarkan bahwa kasih menutupi segala sesuatu termasuk dosa. Terjemahan Yunani dari kata ini yang lebih tepat diartikan menanggung (Hasan Sutanto, 2003, hlm. 933). Kasih yang menanggung segala sesuatu menunjukkan bahwa kasih itu tidak egois, yang cuek dengan masalah orang lain, tetapi kasih selalu memperhatikan kepentingan orang lain, bahkan membantu sebisa mungkin. Kita bisa belajar dari Alkitab bahwa jemaat suatu kota membantu jemaat kota lain yang kekurangan. Itu adalah suatu persekutuan yang indah di antara umat Allah yaitu menanggung segala sesuatu, yang kuat menanggung yang lemah. Biasakan hidup kita tidak memperhatikan kepentingan sendiri, tetapi hidup memperhatikan dan menjadi berkat bagi orang lain.
Kesebelas, kasih percaya segala sesuatu (ayat 7b) Hal ini tidak berarti kita percaya kepada segala sesuatu tanpa pikir panjang. Tidak. Maksud dari ayat ini adalah di dalam kasih sejati, kita percaya segala sesuatu, karena kita tahu bahwa yang kita percayai itu dapat diandalkan. Di dalam kasih antar sesama umat Tuhan, sudah seharusnya tidak perlu ada rasa saling curiga, karena masing-masing umat Tuhan saling percaya dan dapat diandalkan. Bagaimana dengan kita di dalam persekutuan kita di gereja? Apakah kita bisa dipercaya atau jangan-jangan kita adalah jemaat yang paling tidak dipercayai? Mari kita mengintrospeksi diri kita masing-masing.
Keduabelas, kasih mengharapkan segala sesuatu (ayat 7c). Di dalam kasih ada pengharapan. Ketika kita mengasihi Allah, kita tentu berharap hanya kepada Allah sebagai satu-satunya Sumber Pengharapan kita. Ketika kita berharap kepada Allah, di saat itu pula kita tidak perlu kuatir, karena obyek pengharapan kita adalah obyek yang pasti. Di dalam kasih, kita mengharapkan sesuatu yang dapat diandalkan. Sudahkah kita berharap hanya kepada Allah, Sang Kekasih Jiwa kita di dalam kasih sejati ?
Ketigabelas, kasih bertahan menanggung segala sesuatu (ayat 7d). Sekilas, bagian ini mirip dengan poin pertama dan kesebelas, tetapi ada sedikit perbedaan penekanan dan di bagian ini, Paulus memberi penekanan bahwa kasih bukan hanya sabar/tekun menderita, tetapi kasih sabar dan tekun menanggung segala sesuatu. Kita bukan hanya sabar/tekun di dalam penderitaan, tetapi kita juga harus tekun menanggungnya dan tidak mengeluh. Seringkali kita hanya tekun di dalam penderitaan (tidak sampai murtad), tetapi kita selalu bersungut-sungut. Hari ini, Alkitab mengajar bahwa kasih tekun menanggung segala sesuatu. Di dalam Alkitab, Ayub bukan hanya tekun menghadapi penderitaan, ia juga sabar dan dengan sukacita berharap kepada Allah di dalam penderitaan, itulah sukacita kita sejati di dalam penderitaan. Sudahkah kita mengalami sukacita itu ketika penderitaan datang?

Dan aspek terakhir dari kasih yaitu kasih itu tidak berkesudahan (ayat 8) dibandingkan dengan nubuat, bahasa roh dan pengetahuan. Ini adalah aspek everlasting dari kasih, karena kasih yang dalam bahasa Yunani adalah Agape adalah kasih yang tak bersyarat dan bersumber hanya dari Allah saja.

Semoga renungan yang singkat ini menegur kita (termasuk saya) agar kita semakin bertumbuh lebih dalam ke arah kebenaran Allah. Amin. Soli Deo Gloria.

Bab 25 : DICIPTAKAN UNTUK MENJADI SERUPA DENGAN KRISTUS ?? (Analisa Tehradap Bab 22 Buku Rick Warren)

Bab 25
Diciptakan untuk Menjadi Serupa dengan Kristus ??


Pada bab 25 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari keduapuluhdua dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.
Bab 22 ini merupakan permulaan bab dari buku Warren yang mengajarkan bahwa kita diciptakan untuk menjadi serupa dengan Kristus. Warren juga memaparkan bagaimana kita bisa menjadi serupa dengan Kristus (bertumbuh dalam karakter). Mari kita menyelidikinya secara teliti akan apa yang Warren ajarkan dan membandingkannya dengan apa yang Alkitab ajarkan.
Mulai halaman 191, ia memaparkan,
Anda diciptakan untuk menjadi serupa dengan Kristus.
Sejak semula, rencana Allah adalah menjadikan Anda serupa dengan Anak-Nya, Yesus. Inilah takdir Anda, dan tujuan ketiga dari hidup Anda...
Dari semua ciptaan, hanya manusia, yang diciptakan "menurut gambar Allah". Inilah hak istimewa besar dan memberi kita martabat... Seperti Allah, kita adalah makhluk-makhluk roh, yaitu roh kita kekal dan akan hidup lebih lama daripada tubuh jasmani kita ; kita memiliki akal budi, yaitu kita bisa berpikir, bernalar, dan memecahkan masalah ; seperti Allah, kita memiliki sifat suka berhubungan, yaitu kita bisa memberi dan menerima kasih sejati ; dan kita memiliki kesadaran moral, yakni kita bisa membedakan yang benar dan yang salah, yang membuat kita bertanggung jawab kepada Allah.
Alkitab mengatakan bahwa semua orang, bukan hanya orang percaya, memiliki bagian dari gambar Allah ; itu sebabnya pembunuhan dan aborsi adalah salah (Kejadian 6:9 ; Mazmur 139:13-16 ; Yakobus 3:9 ; AITB). Tetapi gambar tersebut tidak lengkap dan telah dirusak serta diubah oleh dosa. Karena itu Allah mengutus Yesus dengan suatu misi untuk memulihkan gambar lengkap itu yang telah hilang dari kita.
Seperti apakah "gambar dan rupa" Allah yang lengkap itu ? Seperti Yesus Kristus !...
... Alkitab mengatakan, "Kamu ... diciptakan untuk menjadi seperti Allah, sungguh-sungguh benar dan kudus." (Efesus 4:24 ; God’s Word Translation).
Marilah saya memperjelasnya : Anda tidak akan pernah menjadi Allah, atau bahkan dewa. Dusta yang sombong itu merupakan cobaan tertua Iblis... Banyak agama dan filsafat Zaman baru masih mempromosikan dusta lama ini bahwa kita adalah allah atau bisa menjadi allah... kita tidak akan pernah menjadi Sang Pencipta. (Warren, 2005, pp. 191-192)

Komentar saya :
Memang benar bahwa kita diciptakan untuk menjadi serupa dengan Kristus. Kristus adalah Kakak Sulung kita yang menjadi patron ciptaan kita. Puji Tuhan. Seperti Allah, menurut Warren, kita adalah makhluk yang bersifat roh dan roh kita kekal dan hidup lebih lama daripada tubuh jasmani kita. Benarkah roh/jiwa kita kekal ? Mari sejenak kita memperhatikan apa yang diajarkan oleh Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. di dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman,
Seringkali dikatakan bahwa konsep tentang kekekalan jiwa (immortality of the soul!) adalah salah satu aspek dari iman Kristen. Hal ini khususnya terjadi pada abad delapan belas, yaitu zaman Pencerahan dan Deisme. Pada masa itu, para pemikir Pencerahan berpendapat bahwa sumber kebenaran adalah akal manusia dan bukan wahyu Allah. Tiga kebenaran utama dari "teologi natural" yang ditegakkan dengan akal manusia adalah keberadaan Allah, nilai-nilai moral, dan kekekalan jiwa...
...
Konsep kekekalan jiwa berawal dan dikembangkan dalam agama-agama misteri Yunani kuno, lalu diberi pengertian filosofis di dalam tulisan-tulisan Plato (427-347 SM). Dalam berbagai tulisannya, khususnya Phaedo, Plato mengembangkan konsep bahwa tubuh dan jiwa adalah dua zat yang berbeda : di satu pihak, jiwa yang rasional bersifat ilahi ; di lain pihak, karena terbentuk dari materi, tubuh lebih rendah daripada jiwa. Jiwa yang rasional atau nous adalah bagian dari diri manusia yang abadi dan berasal dari "sorga," yang sebenarnya berada dalam kondisi yang penuh kenikmatan...
Dalam pandangan Plato, prinsip kekekalan jiwa berakar di dalam metafisika yang bersifat rasionalistis : segala sesuatu yang mengandung sifat rasional adalah nyata, dan yang tidak rasional adalah realitas yang sifatnya lebih rendah. Karena itu, jiwa yang bersifat rasional adalah zat yang lebih tinggi daripada tubuh. Ia pada hakikatnya abadi dan tidak dapat binasa, sedangkan tubuh adalah zat yang lebih rendah, fana, dan akan hancur sama sekali. Tidak heran bila kemudian tubuh dianggap sebagai penjara jiwa ; sebab jiwa sebenarnya lebih baik jika tanpa tubuh. Dalam sistem pemikiran seperti ini, jelas tidak ada ruang bagi doktrin tentang kebangkitan tubuh. (Hoekema, 2004, pp. 115-116)

Jelaslah bagi kita, konsep roh/jiwa yang kekal adalah konsep Plato lalu diimpor ke dalam theologia Kristen, bahkan menurut Hoekema, para theolog Reformed, seperti Dr. Archibald Alexander Hodge, Dr. William G. T. Shedd dan Dr. Louis Berkhof juga mengimpor konsep Plato ini ke dalam theologia. Namun demikian, Hoekema mengatakan bahwa Herman Bavinck lebih berhati-hati di dalam hal ini dan Bavinck menyebut doktrin kekekalan jiwa sebagai articulus mixtus, yaitu sebuah kebenaran yang lebih banyak didemonstrasikan dengan akal ketimbang wahyu (seperti dikutip dalam Hoekema, 2004, p. 119). Hal serupa disampaikan oleh G. C. Berkouwer. Lalu, bagaimana pengajaran Alkitab tentang kekekalan jiwa ini ? Kembali, Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. di dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman memaparkan,
Sebagaimana telah kita lihat, Alkitab tidak menggunakan istilah "kekekalan jiwa." Alkitab memakai kata kekekalan untuk dikenakan pada : Allah, keberadaan manusia secara utuh pada waktu kebangkitan, dan pada kondisi yang digambarkan sebagai yang tidak dapat binasa, tau firman yang tidak fana, tetapi tidak pernah pada jiwa manusia.
Alkitab tidak mengajarkan tentang keabadian jiwa yang didasarkan pada sifat ketidakbinasaan jiwa itu sendiri.... menurut Alkitab, manusia adalah ciptaan Allah yang keberadaannya akan terus bergantung kepada Allah. Kita tidak bisa menunjukkan satu pun aspek dalam diri manusia yang sifatnya tak dapat binasa pada dirinya sendiri.
Alkitab tidak mengajarkan kelangsungan kehidupan sesudah kematian sebagai hal yang paling diinginkan, tetapi menekankan kehidupan di dalam persekutuan dengan Allah sebagai berkat yang terutama....
...Alkitab memperkenalkan sebuah dimensi baru dalam pemikiran kita tentang kehidupan di masa yang akan datang. Apa yang penting di sini bukanlah fakta bahwa jiwa akan tetap ada selamanya, melainkan kualitas keberadaan tersebut... Lebih jauh Alkitab mengingatkan kita terhadap bahaya konsep "kekekalan jiwa" yang hanya akan membuat kita melupakan keseriusan penghakiman Allah terhadap dosa, atau menyebabkan kita menyangkali kebenaran tentang penghukuman kekal bagi orang-orang berdosa yang tidak bertobat.
Berita utama Alkitab tentang masa depan manusia adalah kebangkitan tubuh.
...
Dengan demikian, kita menyimpulkan bahwa konsep kekekalan jiwa bukanlah doktrin Kristen. Apa yang Alkitab ajarkan sebagai tujuan utama eskatologi adalah kebangkitan tubuh. Kalaupun kita ingin tetap memakai istilah kekekalan dalam kaitannya dengan manusia, maka kita harus berkata bahwa manusia, dan bukannya jiwa, yang bersifat kekal. Tetapi, tubuh manusia harus menjalani transformasi terlebih dahulu melalui kebangkitan sebelum ia dapat sepenuhnya menikmati kekekalan. (Hoekema, 2004, pp.119-121)
Kedua, Warren mengajarkan bahwa Alkitab mengajarkan bahwa kita semua adalah gambar Allah, sehingga pembunuhan dan aborsi tidak boleh dilakukan (atau salah). Secara prinsip, tentu hal ini benar, tetapi dalam kasus-kasus tertentu, aborsi atau pengguguran janin bisa dilakukan mengingat kondisi si penderita. Misalnya, aborsi boleh dilakukan kepada para wanita yang menjadi korban pemerkosaan pada peristiwa biadab kerusuhan Mei 1998 di Indonesia. Mengapa dalam kasus ini, aborsi boleh dilakukan ? Bukankah itu melawan Alkitab ? Secara tepat, Pdt. dr. Robby C. Moningka, S.Th., M.B.A. dalam ceramahnya mengenai Iman Kristen dan Etika Medis bahwa di dalam theologia Reformed, etika bukan hanya berkaitan dengan Alkitab (tetapi tentu saja etika sejati bersumber dari Alkitab), tetapi juga memperhatikan orang (person) dan situasi. Misalnya, andaikata para wanita (gadis) akibat korban perkosaan biadab pada kerusuhan Mei 1998 di Jakarta tidak boleh diaborsi, maka anak yang keluar dari para gadis tersebut akan menjadi momok yang terus menghantui si gadis ini dan akhirnya bisa menimbulkan efek psikologis yang berbahaya, sehingga hanya dalam kasus ini, aborsi boleh dilakukan. Aborsi mutlak tidak boleh dilakukan kalau pasangan yang melakukan free-sex sebelum menikah.
Ketiga, Warren mengatakan bahwa gambar Allah pada diri manusia sudah dirusak oleh dosa, maka Tuhan Yesus diutus untuk memulihkan gambar Allah yang lengkap yang sudah hilang dari kita. Pandangan ini dipengaruhi oleh Lutheran yang mengajarkan bahwa gambar dan rupa Allah pada diri manusia telah hilang. Pandangan ini kurang tepat dan tidak diajarkan oleh Alkitab. Roma 3:23 berkata, "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," Jangan menggunakan ayat ini untuk mengajarkan bahwa gambar Allah di dalam diri manusia telah hilang. Ayat ini tidak berarti demikian. Kata "kehilangan" di dalam ayat ini dalam bahasa Yunaninya hustereō yang bisa berarti fall short (=tidak mencukupi). John Calvin mengajarkan sesuatu yang berbeda dari Luther, bahwa gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia bukan hilang, tetapi rusak. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah memberikan sebuah ilustrasi tentang kerusakan citra Allah di dalam diri manusia (bukan hilangnya citra Allah), seperti sebuah baju yang ketumpahan teh, maka baju tersebut ada noda tehnya, sehingga baju yang pada awalnya putih bersih menjadi putih yang tercemar oleh noda teh tersebut, tetapi tidak berarti warna putih pada baju tersebut telah berubah secara keseluruhan menjadi coklat. Itulah Total Depravity (Kerusakan Total) yang ada pada diri manusia menurut ajaran Calvin.

Setelah itu, ia pun mengajarkan,
Allah tidak ingin Anda menjadi allah ; Dia ingin Anda menjadi bersifat seperti Allah, yakni mengambil nilai-nilai, sikap, dan karakter-Nya...
Sasaran utama Allah bagi kehidupan Anda di dunia bukanlah kenyamanan, melainkan pengembangan karakter. Dia ingin agar Anda bertumbuh secara rohani dan menjadi serupa dengan Kristus... Keserupaan dengan Kristus berarti mengubah karakter Anda, bukan kepribadian Anda.
... Setiap kali Anda lupa bahwa karakter merupakan salah satu tujuan Allah bagi hidup Anda, Anda akan menjadi putus asa dengan keadaan Anda. Anda akan ingin tahu, "Mengapa hal ini terjadi padaku ? Mengapa aku mengalami masa sesulit ini ?" Jawabannya adalah bahwa kehidupan memang seharusnya sulit ! Kesulitan itulah yang memungkinkan kita bertumbuh. Ingat, bumi bukanlah surga !
Banyak orang Kristen salah menafsirkan janji Yesus tentang "hidup... dalam segala kelimpahan" (Yohanes 10:10 ; AITB) sebagai berarti kesehatan yang sempurna, gaya hidup yang nyaman, kebahagiaan yang terus-menerus, impian-impian sepenuhnya menjadi kenyataan, dan kelepasan instan dari masalah-masalah melalui iman dan doa...
Pandangan yang mementingkan diri sendiri ini memperlakukan Allah sebagai tukang sihir yang ada begitu saja untuk melayani Anda di dalam pengejaran Anda yang egois akan kepuasan pribadi Anda. Tetapi Allah bukanlah hamba Anda, ... (Warren, 2005, pp. 192-193)

Komentar saya :
Menurut Warren, sasaran utama Allah bagi kehidupan kita di dunia bukan kenyamanan tetapi pengembangan karakter. Hal ini tentu tidak salah, tetapi kurang tepat. Sasaran utama Allah bagi kehidupan kita bukan hanya pengembangan karakter, tetapi perubahan seluruh kehidupan dan kepribadian kita (perubahan yang holistik, meliputi hati, pikiran, kebiasaan, perasaan, perkataan, perilaku sampai perbuatan). Perubahan karakter tanpa perubahan kepribadian kita adalah sebuah perubahan yang tidak bermakna atau sia-sia adanya, karena perubahan tersebut hanya mencakup sedikit aspek di dalam kehidupan manusia. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa kita harus meninggalkan manusia lama kita (bukan sekedar karakter lama kita), dan mengenakan manusia baru (bukan sekedar karakter baru kita). Sehingga kalau seluruh aspek kehidupan kita telah diubah, maka secara otomatis kita tidak akan salah mengerti apa yang dimaksud Alkitab di dalam Yohanes 10:10 mengenai hidup yang berkelimpahan, di mana ayat ini TIDAK berarti hidup bermewah-mewah, kaya, sukses, dll, tetapi bermakna bahwa kita akan memiliki hidup yang berarti karena hidup kita ada di dalam Kristus sebagai Sumber Hidup (Yohanes 14:6).

Kemudian, dia mulai menguraikan tentang peran Roh Kudus yang bekerja di dalam diri kita,
Roh Allah yang Bekerja di Dalam Diri Anda
Pekerjaan Roh Kuduslah yang menghasilkan karakter seperti Kristus di dalam diri Anda... Proses mengubah diri kita menjadi lebih serupa dengan Yesus ini disebut penyucian, dan inilah tujuan ketiga dari kehidupan Anda di dunia.
Anda tidak bisa menghasilkan kembali karakter Yesus dengan kekuatan Anda sendiri... Hanya Roh Kduus yang memiliki kuasa untuk membuat perubahan-perubahan yang Allah ingin buat di dalam kehidupan kita. Alkitab mengatakan, "Allah bekerja di dalam kamu, memberi kamu keinginan untuk menaati Dia serta kekuatan untuk melakukan apa yang menyenangkan Dia." (Filipi 2:13 ; New Living Translation).
...
Keserupaan dengan Kristus tidak dihasilkan melalui tindakan peniruan, tetapi melalui tindakan penempatan sebagai tempat tinggal. Kita membiarkan Kristus untuk hidup melalui kita... Bagaimana hal ini terjadi dalam kehidupan yang sesungguhnya ? Melalui pilihan-pilihan yang kita ambil. Kita memilih untuk melakukan hal yang benar dalam berbagai situasi dan kemudian mempercayai Roh Allah untuk memberi kita kuasa-Nya, kasih, iman, dan hikmat untuk melakukannya. Karena Roh Allah tinggal di dalam kita, hal-hal ini selalu dapat diminta.
Kita harus bekerja sama dengan pekerjaan Roh Kudus. Di seluruh Alkitab, kita melihat sebuah kebenaran penting yang digambarkan berulang kali : Roh Kudus melepaskan kuasa-Nya pada saat Anda mengambil langkah iman. Ketika Yosua diperhadapkan dengan sebuah penghalang yang tidak dapat dilalui, air deras sungai Yordan menurun hanya setelah para pemimpin melangkah ke dalam aliran yang deras itu dengan taat dan dengan iman (Yosua 3:13-17 ; AITB). Ketaatan membuka kuasa Allah.
Allah menanti Anda untuk bertindak terlebih dahulu. Jangan menunggu sampai merasa kuat atau yakin. Bergeraklah di dalam kelemahan Anda, melakukan hal yang benar sekalipun ada ketakutan dan berbagai perasaan Anda. Inilah cara Anda bekerja sama dengan Roh Kudus, dan inilah cara karakter Anda berkembang.
...
Walaupun usaha tidak ada hubungannya dengan keselamatan Anda, usaha sangat berkaitan dengan pertumbuhan rohani Anda...
Paulus menjelaskan di dalam Efesus 4:22-24 tiga tanggung jawab kita untuk menjadi serupa dengan Kristus. Pertama, kita harus memutuskan untuk melepaskan cara-cara lama dalam bertindak...
Kedua, kita harus mengubah pola pikir kita... Alkitab berkata kita "diubahkan" oleh pembaharuan akal budi kita. (Roma 12:2 ; AITB)...
Ketiga, kita harus "mengenakan" karakter Kristus dengan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang baru dan saleh... (Warren, 2005, pp. 194-196)

Komentar saya :
Kita bisa hidup serupa dengan Kristus melalui penyucian terus-menerus oleh Roh Kudus. Hal ini benar. Tetapi ketika Warren mengajarkan bahwa kita memilih terlebih dahulu untuk melakukan hal yang benar baru mempercayai Roh Kudus memberikan kuasa-Nya, kasih, iman dan hikmat untuk melakukannya, itu jelas pengaruh ajaran Arminianisme yang menitikberatkan pada kehendak bebas manusia. Kita bisa memilih untuk melakukan hal yang benar pun karena Roh Kudus memimpin dan mencerahkan kita. Jadi, tidaklah benar ketika Warren mengatakan, "Ketaatan membuka kuasa Allah." Kuasa Allah dinyatakan hanya berdasarkan kedaulatan-Nya, bukan setelah manusia taat. Jika kuasa Allah dinyatakan setelah manusia taat, bukankah berarti Allah diperintah manusia ?! Itu bukan ajaran Alkitab. Meskipun demikian, dalam aspek-aspek tertentu, setelah kita taat (ketaatan kita inipun adalah respon dari pencerahan yang dikerjakan oleh Roh Kudus), Allah menunjukkan jalan-Nya, tetapi hal ini tidak boleh dijadikan patokan mutlak. Tidak benar pula ketika Warren mengatakan, "Allah menanti Anda untuk bertindak terlebih dahulu." Kalau kalimat ini benar, bukankah sekali lagi Alkitab menunggu respon manusia dan otomatis Allah juga diperintah oleh manusia ? Tentu, ajaran ini TIDAK benar menurut Alkitab. Ingatlah satu prinsip Sola Gratia (hanya melalui anugerah Allah). Prinsip ini tidak hanya berlaku pada doktrin keselamatan saja, tetapi di dalam seluruh aspek kehidupan Kristen. Hanya melalui anugerah Allah saja kita bisa bertindak benar, bukan melalui jasa baik kita. Tetapi jangan salah, prinsip Sola Gratia tidak pernah meniadakan tanggung jawab manusia. Theologia Reformed mengajarkan keseimbangan antara anugerah Allah yang berdaulat dan tanggung jawab manusia sebagai respon positif terhadap anugerah Allah.

Terakhir, dia menjelaskan,
Allah menggunakan Firman-Nya, orang-orang, dan keadaan untuk membentuk kita... Firman Allah memberikan kebenaran yang kita butuhkan untuk bertumbuh, umat Allah memberikan dukungan yang kita butuhkan untuk bertumbuh, dan keadaan-keadaan memberikan lingkungan yang kita perlukan untuk melatih keserupaan dengan Kristus...
Dalam banyak agama, orang-orang yang dianggap paling dewasa secara rohani dan suci adalah orang-orang yang memisahkan diri dari orang-orang lain di biara-biara di puncak gunung, tidak tercemari oleh hubungan dengan orang lain. Tetapi ini adalah kesalahpahaman yang menyedihkan. Kedewasaan rohani tidak mungkin dicari sendirian dalam keadaan terisolasi. Anda tidak bisa bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus dalam keadaan terisolasi. Anda harus berada di sekeliling orang lain dan berhubungan dengan mereka. Anda perlu menjadi bagian dari sebuah gereja dan komunitas. ... kedewasaan rohani yang sejati adalah belajar mengasihi seperti Yesus, dan Anda tidak bisa mencoba menjadi seperti Yesus tanpa memiliki hubungan dengan orang lain. Ingat, pokok masalahnya adalah kasih, yaitu mengasihi Allah dan mengasihi sesama.
Menjadi seperti Kristus adalah suatu proses pertumbuhan yang lama dan lambat. Kedewasaan rohani tidaklah instan atau otomatis ; pertumbuhan rohani merupakan perkembangan yang progresif dan bertahap yang akan berlangsung sepanjang sisa hidup Anda...
...
Allah jauh lebih tertarik pada diri Anda daripada apa yang Anda lakukan... Allah jauh lebih peduli pada karakter Anda ketimbang karier Anda, ...
Alkitab memperingatkan, "Jangan menjadi begitu baik menyesuaikan diri dengan kebudayaanmu sehingga kamu mengikutinya saja bahkan tanpa berpikir. Sebaliknya, taruhlah perhatianmu kepada Allah. Kamu akan diubah seluruhnya... Tidak seperti budaya di sekelilingmu, yang selalu menyeretmu turun ke tingkat ketidakdewasaannya, Allah mengeluarkan segi-segi yang terbaik dari dirimu, mengembangkan kedewasaan yang terbentuk dengan baik di dalammu." (Roma 12:2 ; The Message) Anda harus membuat keputusan yang melawan budaya untuk fokus pada soal menjadi lebih serupa dengan Yesus... (Warren, 2005, pp. 196-198)
Komentar saya :
Memang benar, kedewasaan rohani diukur bukan ketika kita mengasingkan diri dari orang lain, lalu bersemedi di gunung. Itu suatu keanehan, karena kalau kita mengasingkan diri dari orang lain dan bersemedi di gunung, itu bukan menunjukkan kedewasaan rohani atau kesucian hidup, tetapi melarikan dari kesenangan duniawi. Kesucian hidup atau kedewasaan rohani dapat dilihat ketika seseorang berada dan hidup bergaul di dalam masyarakat yang berdosa. Lalu, kesucian hidup dan kedewasaan rohani ini dapat diwujudkan hanya melalui peranan Roh Kudus yang memimpin dan mencerahkan hati dan pikiran kita akan Firman Allah, Alkitab. Peran saudara seiman di dalam mengingatkan kita untuk bertumbuh dewasa dalam pengenalan akan Kristus hanya sebagai peran pelengkap kedua selain peran Roh Kudus dan Alkitab itu sendiri.
Kedua, adalah suatu keanehan jika Warren mengajarkan, "Allah jauh lebih tertarik pada diri Anda daripada apa yang Anda lakukan." Pandangan ini jelas salah. Allah tidak pernah tertarik pada manusia, melainkan Allah memerintahkan manusia untuk melakukan apa yang Ia kehendaki. Itu prinsip yang jelas dari Alkitab ! Lalu, Allah bukan hanya sekedar peduli dengan karakter kita, seperti kata Warren, melainkan Alkitab mengajarkan bahwa Allah memerintahkan seluruh aspek kehidupan kita (yang merupakan anak-anak-Nya yang telah ditebus oleh Kristus) berubah. Tidak ada kata "menginginkan" atau "peduli" pada diri Allah, melainkan Allah memerintahkan, karena Allah itu Mahasuci adanya dan Ia memerintahkan kita juga untuk hidup suci/kudus ("...Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus." (Imamat 19:2) dan dikutip kembali di dalam 1 Petrus 1:16)

Bab 24 : MELINDUNGI GEREJA ANDA ?? (Analisa Terhadap Bab 21 Buku Rick Warren)

Bab 24
Melindungi Gereja Anda ??


Pada bab 24 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari keduapuluhsatu dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.
Pada bab 21 ini, Warren sedikit mengembangkan konsep komunitas Kristen khususnya di dalam gereja, yaitu bagaimana melindungi gereja kita. Dari judulnya saja, sangat kelihatan bagaimana Warren secara implisit ingin mengatakan bahwa gereja itu penting atau seperti yang dikatakan oleh Richard M. Bennett,
Warren teaches that God "created the church to meet your five deepest needs" just as the Roman Catholic Church says, "The Church is the mother of all believers." [Catechism of the Catholic Church (1994), #181 (Emphasis ours.)] Warren, like Rome, has switched from obedience to the Word and Person of the Living God to submission to a church to achieve one’s needs. It is the oldest and cleverest temptation known to man.(Warren mengajarkan bahwa Allah "menciptakan gereja untuk memenuhi lima kebutuhan-kebutuhan terdalam" sama seperti Gereja Roma Katolik berkata, "Gereja adalah ibu dari semua orang percaya" (Catechism of the Catholic Church (1994), #181 (Emphasis ours.)). Warren, seperti Gereja Katolik Roma, telah mengubah dari kepatuhan terhadap Firman dan Pribadi dari Allah yang Hidup kepada penundukan terhadap sebuah gereja untuk mencapai suatu kebutuhan. Itu adalah pencobaan yang terdahulu dan terpandai yang manusia ketahui.) (http://www.bereanbeacon.org/articles/rick_warren_purpose_driven.htm)

Mari kita meneliti seberapa parah ajaran yang Warren ajarkan khususnya di bab terakhir dari tujuan kedua dalam bukunya.
Pada awal bab ini, Warren mengungkapkan,
Menjaga kesatuan gereja Anda merupakan tugas Anda.
Kesatuan di dalam gereja begitu penting sehingga Perjanjian Baru memberikan lebih banyak perhatian untuk hal itu ketimbang untuk surga ataupun neraka. Allah sangat menginginkan agar kita mengalami kesatuan dan keharmonisan satu sama lain.
Kesatuan adalah jiwa persekutuan... Contoh tertinggi kita untuk kesatuan adalah Tritunggal. Bapa, Anak, dan Roh Kudus benar-benar menyatu sebagai satu...
Sebagaimana semua orang tua, Bapa surgawi kita senang melihat anak-anak-Nya hidup bersama satu sama lain. Dalam saat-saat terakhir-Nya sebelum ditahan, Yesus berdoa dengan sungguh-sungguh untuk kesatuan kita (Yohanes 17:20-23). Kesatuan kita lah yang paling utama Ia pikirkan selama jam-jam yang sangat menyakitkan itu. Ini menunjukkan betapa pentingnya masalah ini.
Tidak ada apapun di bumi ini yang lebih penting bagi Allah selain Gereja-Nya. Dia membayar harga tertinggi untuk Gereja, dan Dia ingin agar Gereja terlindungi, khususnya dari kerusakan parah yang disebabkan oleh perpecahan, konflik, dan ketidakharmonisan... Anda ditugaskan oleh Yesus Kristus untuk melakukan apapun yang mungkin untuk menjaga kesatuan, melindungi persekutuan, dan mendengungkan keharmonisan dalam keluarga gereja Anda dan di antara semua orang percaya... (Warren, 2005, pp. 179-180)

Komentar saya :
Gereja memang harus bersatu, tetapi yang menjadi inti permasalahannya adalah bersatu di dalam apa ?! Yang ditekankan Warren tentunya adalah persatuan bukan di dalam Kristus tetapi persatuan di dalam persaudaraan. Inilah ide postmodern yang salah satunya mendengungkan komunitas. Meskipun Warren mengajarkan bahwa persekutuan gereja itu ada untuk menghindari keeegoisan atau pementingan diri sendiri dari orang Kristen, sebenarnya ide terselubung dari Warren dalam ajarannya tentang kesatuan gereja, yaitu ingin mengajarkan tentang pentingnya komunitas yang bersatu di dalam persaudaraan yang tanpa konflik (bukan bersatu di dalam Kristus dan Firman Allah, Alkitab). Dari mana saya bisa menyimpulkan ini ? Perhatikanlah kalimat yang ia paparkan, "Kesatuan di dalam gereja begitu penting sehingga Perjanjian Baru memberikan lebih banyak perhatian untuk hal itu ketimbang untuk surga ataupun neraka." Disambungkan dengan pengajaran, "Dalam saat-saat terakhir-Nya sebelum ditahan, Yesus berdoa dengan sungguh-sungguh untuk kesatuan kita (Yohanes 17:20-23). Kesatuan kita lah yang paling utama Ia pikirkan selama jam-jam yang sangat menyakitkan itu." Bagi Warren, kesatuan orang Kristen begitu penting bahkan Tuhan Yesus mendoakan terus-menerus. Ini tentu tidak salah, tetapi yang disalahmengerti oleh Warren adalah esensi kesatuan itu, yaitu bersatu di dalam apa yang Tuhan Yesus doakan sungguh-sungguh di dalam Yohanes 17:20-23. Lagipula, inti doa Tuhan Yesus bukan sekedar berisi agar para murid-Nya bersatu, tetapi juga untuk menguduskan mereka di dalam Kebenaran (Yohanes 17:15-19). Mengapa ayat 15-19 dihilangkan oleh Warren, lalu hanya ayat 20-23 yang ditekankan ? Padahal ayat 20-23 tidak bisa dilepaskan dari ayat 15-19 yang menjadi esensi. Tuhan Yesus mendoakan para murid-Nya bersatu, bukan bersatu tanpa arah atau bersatu di dalam persaudaraan tanpa dasar, tetapi bersatu di dalam kebenaran Allah di dalam Kristus. Perhatikanlah ayat 21, "supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."

Kemudian, ia mengajarkan lebih jauh tentang cara pertama melindungi gereja,
Bagaimana kita harus melakukannya ? Alkitab memberi kita nasihat praktis.
Pusatkan perhatian pada persamaan-persamaan yang kita miliki, bukan perbedaan-perbedaan kita. Paulus memberi tahu kita, "Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun." (Roma 14:19 ; AITB). Sebagai orang percaya, kita memiliki satu Tuhan, satu tubuh, satu tujuan, satu Bapa, satu Roh, satu harapan, satu iman, satu baptisan, dan satu kasih. (Roma 10:12 ; 12:4-5 ; 1 Korintus 1:10 ; 8:6 ; 12:13 ; Efesus 4:4 ; 5:5 ; Filipi 2:2 (AITB)). Kita memiliki keselamatan yang sama, kehidupan yang sama, dan masa depan yang sama, ...
Kita harus ingat bawha Allahlah yang memilih untuk memberi kita kepribadian, latar belakang, bangsa, dan preferensi yang berbeda, jadi kita seharusnya menghargai dan menikmati perbedaan-perbedaan tersebut, bukan hanya menerimanya. Allah menginginkan kesatuan, bukan keseragaman. Namun, demi kesatuan, kita tidak pernah boleh membiarkan perbedaan memecah belah kita. Kita harus tetap mengutamakan apa yang paling penting, belajar untuk saling mengasihi sebagaimana Kristus telah mengasihi kita, dan memenuhi kelima tujuan Allah bagi setiap kita dan Gereja-Nya.
... (Warren, 2005, p. 180)
Komentar saya :
Menurut Warren, gereja perlu dilindungi dari konflik. Bagi saya, ini merupakan suatu hal yang aneh. Mengapa ? Karena gereja itu kumpulan orang-orang pilihan Allah yang telah ditebus oleh darah Kristus keluar dari kegelapan menuju kepada terang-Nya yang ajaib. Kalau gereja perlu dilindungi, itu berarti gereja itu suci atau menurut ajaran Katolik Roma yaitu gereja adalah ibu semua orang percaya, sehingga gereja itu perlu dilindungi karena kesuciannya. Padahal tidak demikian. Yang diperlukan bukan bagaimana cara melindungi gereja tetapi menuntun dan menundukkan gereja di bawah Kristus sebagai Kepala Gereja dan Firman Allah, Alkitab sebagai Sumber Kebenaran yang menuntun gereja.
Cara pertama "melindungi" gereja menurut Warren adalah memusatkan perhatian pada persamaan yang dimiliki. Tidak usah heran, apa yang Warren paparkan melalui istilah "melindungi gereja" diterapkan pada cara pertamanya yaitu memusatkan perhatian pada persamaan, bukan pada perbedaan. Inilah pengaruh filsafat postmodern yang "memutlakkan" kerelatifan di mana segala sesuatu adalah relatif. "Marilah kita mengembangkan persamaan bukan perbedaan" adalah ide dan semboyan yang sangat digandrungi oleh para pemuja relativisme yang gila ! Lalu, disambung dengan pengajaran bahwa kita harus saling mengasihi dan tidak boleh saling memecah-belah. Benarkah ajaran ini ? Alkitab memang mengajarkan bahwa kita tidak boleh saling membenci, memecah-belah, dan melakukan hal-hal jahat yang memalukan nama Tuhan, tetapi tidak berarti dengan demikian kita harus memfokuskan pada persamaan bukan pada perbedaan, lalu menggunakan dalih bagaimana kita harus saling mengasihi. Jelaslah bahwa Warren tidak mengerti benar prinsip bersatu yang benar. Prinsip persatuan yang benar dan sejati di dalam kehidupan orang Kristen secara keseluruhan adalah bersatu di dalam Kristus, mengasihi Kristus dan Alkitab, Firman Allah. Apa artinya ? Bersatu di dalam Kristus berarti kita semua sebagai saudara seiman di dalam Kristus menaklukkan diri bersama-sama di bawah Kristus dan kontrol Alkitab. Dengan kata lain, Kristus yang mengepalai dan menundukkan Gereja di bawah pemerintahan-Nya ditambah Alkitab sebagai Penuntun Iman Sejati yang bertumbuh, Paradigma, Kehendak dan Kelakuan yang sinkron dengan paradigma, kehendak dan tindakan-Nya. Itulah persatuan gereja yang sejati ! Di luar persatuan di dalam Kristus dan Alkitab, persatuan itu pasti PALSU dan tidak ada bedanya dengan persatuan komunitas yang ditegakkan oleh dunia dengan semangat humanismenya !

Setelah itu, ia memaparkan poin kedua dan ketiga cara melindungi gereja,
Bersikaplah realistis dengan harapan-harapan Anda. ...Kita harus bersungguh-sungguh mengasihi gereja sekalipun ada ketidaksempurnaannya. Meninggalkan gereja Anda pada saat pertama kali ada kekecewaan atau ketidakpuasan adalah tanda ketidakdewasaan... Selain itu, tidak ada gereja yang sempurna di mana kita bisa melarikan diri...
Pilihlah untuk membangkitkan semangat dan bukan mengkritik.... Allah memperingatkan kita berulang-ulang untuk tidak mengkritik, membanding-bandingkan, atau menghakimi satu sama lain ! (Roma 14:13 ; Yakobus 4:11 ; Efesus 4:29 ; Matius 5:9 ; Yakobus 5:9). Bila Anda mengkritik apa yang sedang dikerjakan oleh orang percaya lainnya dengan iman dan karena keyakinan yang tulus, berarti Anda mencampuri urusan Allah : ... (Roma 14:4 ; CEV).
Paulus menambahkan bahwa kita tidak boleh menghakimi atau meremehkan orang-orang percaya lain yang keyakinannya berbeda dengan diri kita : "Jadi mengapa mengkritik tindakan-tindakan saudaramu, mengapa mencoba membuatnya kelihatan rendah ? Kita semua akan diadili suatu hari, bukan dengan standar kita satu sama lain atau bahkan standar kita sendiri, tetapi dengan standar Kristus." (Roma 14:10 ; New Testament in Modern English by J. B. Phillips).
Pada saat saya menghakimi orang percaya lainnya, empat hal segera terjadi : Saya kehilangan persekutuan dengan Allah, saya mengungkapkan kesombongan dan rasa tidak aman saya sendiri, saya menjadikan diri saya sendiri dihakimi oleh Allah, dan saya mengganggu persekutuan gereja. Suka mengkritik adalah sifat buruk yang merugikan.
... Pekerjaan Iblis ialah menyalahkan, mengeluh, dan mengkritik anggota-anggota keluarga Allah... (Warren, 2005, pp. 181-183)
Komentar saya :
Cara kedua yang Warren paparkan agak tepat yaitu bagaimana kita tetap harus mengasihi gereja meskipun ada ketidaksempurnaannya. Gereja memang tidak mungkin menjadi sempurna, karena kalau kita mencoba mencari gereja yang sempurna, gereja tersebut, seperti yang Warren juga katakan, pasti tidak akan menerima kita karena kita hanya ingin memuaskan keinginan Anda padahal Anda sendiri juga berdosa ! Tetapi perlu diperhatikan bahwa kita mengasihi gereja tidak berarti kita membela gereja bahkan kesalahan-kesalahan yang gereja perbuat perlu dibela. Itu salah ! "Mengasihi" gereja adalah mengasihi Kristus sebagai Kepala Gereja, sehingga setiap hal di dalam gereja, baik liturgi, sakramen, khotbah, organisasi, dll harus sejalan dengan perintah Sang Kepala Gereja, yaitu Kristus sendiri.
Cara ketiga yang Warren paparkan tidak tepat yaitu bagaimana kita tidak boleh mengkritik dan perlu membangkitkan semangat. Untuk mengkritik pandangan Warren ini, saya perlu memberikan dua istilah yang berbeda esensi, tetapi sering dikaburkan dan dianggap tidak signifikan oleh banyak orang (bahkan orang "Kristen"). Istilah-istilah tersebut adalah "mengkritik/menguji" dengan "menghakimi". Istilah pertama berkaitan dengan motivasi ingin mencari kebenaran dan mengingatkan orang lain untuk bersama-sama menundukkan diri di bawah Kebenaran. Inilah ciri kedua persekutuan (gereja) sejati yang Alkitab ajarkan yaitu bukan hanya menjadikan Kristus sebagai Kepala Gereja, tetapi bersama-sama anggota jemaat Kristen menundukkan diri di bawah Kebenaran (bersedia dipimpin, dikoreksi, diajar dan dihibur oleh Alkitab). Berkali-kali Alkitab mengajarkan bahwa kita harus menguji segala sesuatu (1 Tes. 5:21 ; 1 Yohanes 4:1). Bahkan terhadap jemaat di Tiatira, Allah bersabda, "Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hamba-Ku supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala." (Wahyu 2:20) Tuhan bukan hanya tidak senang terhadap ajaran sesat, bahkan Ia sendiri membenci anak-anak Tuhan yang sengaja membiarkan ajaran sesat muncul dan mengacaukan jemaat Tuhan ! Kalau mengkritik adalah tindakan iblis, apakah Wahyu 2:20 merupakan perkataan iblis ?! TIDAK ! Itu perkataan Tuhan Yesus sendiri yang menghendaki anak-anak Tuhan untuk mengkritik bahkan menghakimi dengan keras setiap ajaran sesat sesuai dengan Firman Tuhan. Ayat ini jarang dikutip karena tidak cocok dengan abad postmodern yang mementingkan komunitas dan persaudaraan ! Mengkritik atau menguji berdasarkan Firman Allah, sedangkan istilah "menghakimi" bisa dikategorikan menjadi dua, yaitu menghakimi secara benar, dan menghakimi secara membabibuta. Menghakimi secara benar merupakan tindakan kedua setelah menguji dengan Alkitab, di mana menghakimi secara benar ini adalah tindakan lanjut menyatakan suatu ajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab adalah ajaran sesat. Itu bukan hanya dapat dibenarkan tetapi harus dilakukan ! Pada zaman bapa gereja Augustinus, Pelagius dan ajarannya dianggap sesat. Demikian pula ajaran yang mengajarkan Kristus itu tidak bernatur Allah dan manusia juga dianggap sesat. Itu tindakan menghakimi yang benar, karena dasarnya jelas yaitu Alkitab. Tetapi menghakimi dengan membabibuta adalah menghakimi tanpa dasar yang jelas, Alkitab, lalu menghakimi karena motivasinya ingin menjatuhkan dan tidak cocok dengan kehendak pribadi manusia. Itu jelas salah. Setelah membaca penguraian di atas, silahkan Anda menyimpulkan sendiri apakah benar yang dikatakan Warren tentang dampak dari tindakan mengkritik yaitu, "Saya kehilangan persekutuan dengan Allah, saya mengungkapkan kesombongan dan rasa tidak aman saya sendiri, saya menjadikan diri saya sendiri dihakimi oleh Allah, dan saya mengganggu persekutuan gereja." ? Bandingkanlah dengan Wahyu 2:20 !

Selanjutnya, ia memaparkan poin keempat sampai dengan keenam bagaimana cara melindungi gereja,
Menolak mendengarkan gosip. Gosip adalah menceritakan informasi ketika Anda bukan bagian dari masalahnya dan juga bukan bagian dari pemecahannya. Anda mengetahui bahwa menyebarkan gosip itu salah, tetapi Anda sebaiknya juga tidak mendengarkannya, jika Anda ingin melindugi gereja Anda...
Melaksanakan metode Allah bagi penyelesaian konflik. ... (Matius 18:15-17a ; AITB).
Dukunglah gembala sidang dan para pemimpin Anda. Tidak ada pemimpin-pemimpin yang sempurna, tetapi Allah memberi mereka tanggung jawab dan otoritas untuk memelihara kesatuan gereja... Mereka juga diberi tugas yang mustahil yaitu berusaha membuat semua orang bahagia, yang Yesus pun tidak bisa melakukannya !
... (Warren, 2005, pp. 183-185)
Komentar saya :
Dalam hal menolak mendengarkan gosip, saya setuju dengan pandangan Warren. Sebaiknya, gosip tidak perlu dilakukan dan didengarkan di dalam gereja, karena itu bisa merusak dan memecah belah jemaat.
Tetapi dalam hal fungsi gembala sidang dan para pemimpin gereja, saya tidak setuju dengan pandangan Warren bahwa mereka bertugas untuk membuat semua orang bahagia apalagi ia mengatakan bahwa "Yesus" tidak bisa melakukannya. Saya mengamati ada dua kesalahan fatal pada argumen Warren ini.
Pertama, para pemimpin gereja yang beres TIDAK pernah membuat semua orang bahagia. Mengapa ? Karena kalau tugasnya membuat semua orang bahagia itu adalah tugas para badut dan para penghibur, BUKAN tugas pendeta atau para pemimpin gereja ! Para pemimpin gereja dipilih dan dipanggil-Nya hanya untuk melayani-Nya. Mari kita belajar dari Paulus melalui suratnya kepada jemaat di Roma, "Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah." (Roma 1:1) Paulus menyebut dirinya adalah seorang hamba Kristus, di mana kata "hamba" dari kata Yunani doulos yang berarti budak/pelayan. Seorang pemimpin gereja adalah hamba Kristus yang dipanggil secara full-time untuk melayani-Nya BUKAN melayani manusia dengan membuat mereka bahagia. Hamba Kristus yang melayani-Nya secara full-time juga adalah mereka yang juga mengajarkan Firman Allah dan menjalankan sakramen-sakramen di dalam gereja sesuai dengan Alkitab. Dari titik awal, Warren sudah salah mendefinisikan tugas seorang pemimpin gereja dan hal ini tentu berdampak kepada pengertiannya yang kedua.
Kedua, Warren mengatakan bahwa "Yesus" tidak bisa membuat semua orang bahagia. Tuhan Yesus diutus BUKAN untuk membuat semua orang bahagia, tetapi untuk menggenapkan rencana keselamatan Allah Bapa. Warren salah lagi dalam mengerti Doktrin Kristus (Kristologi). Kalau Tuhan Yesus diutus hanya untuk membuat semua orang bahagia, Kristus tidak perlu berinkarnasi, karena semua orang pasti bisa (meskipun dengan cara licik). Yang dipentingkan melalui inkarnasi Kristus adalah Kristus datang untuk menggenapkan rencana keselamatan Allah Bapa untuk menyelamatkan yang terhilang dan menebus dosa-dosa mereka.

Terakhir, ia menyimpulkan,
Allah memberkati gereja-gereja yang bersatu. Di Gereja Saddleback, setiap anggota menandatangani sebuah perjanjian yang mencakup sebuah janji untuk melindungi kesatuan persekutuan kami. Hasilnya, gereja tidak pernah mengalami konflik yang memecah persekutuan. Yang tidak kalah pentingnya, karena persekutuan tersebut bersatu dan penuh kasih, banyak orang ingin menjadi bagian darinya ! Dalam kurun waktu tujuh tahun, gereja Saddleback telah membaptis lebih dari 9.100 orang percaya baru... (Warren, 2005, p. 186)
Komentar saya :
Allah memang memberkati gereja-gereja yang bersatu, atau lebih tepatnya gereja yang memiliki persatuan yang sejati di dalam Kristus dan Alkitab. Tetapi gereja yang hanya mengutamakan persatuan tanpa Kristus dan Alkitab sebagai dasar utamanya, maka janganlah percaya bahwa gereja tersebut bersatu dan diberkati Allah. Benarkah gereja Saddleback, gereja yang digembalakan oleh Warren ini tidak ada konflik dan terus bertambah sampai 9.100 orang percaya baru yang dibaptis selama 7 tahun karena mereka menandatangani janji untuk melindungi kesatuan dan diberkati Allah ? TIDAK. Berikut ini adalah penuturan Richard M. Bennett yang mengutip dari www.forbes.com,
Forbes.com in an article called "Christian Capitalism Megachurches, Megabusinesses" acknowledged that,
"Maybe churches aren’t so different from corporations…Pastor Rick Warren, who founded Saddleback Church in Lake Forest, Calif., in 1980, has deftly used technology as well as marketing to spread his message… No doubt, churches have learned some valuable lessons from corporations. Now maybe they can teach businesses a thing or two. Companies would certainly appreciate having the armies of nonpaid, loyal volunteers." [http://www.forbes.com/2003/09/17/cz_lk_0917megachurch.html 10/22/04]
(Forbes.com di dalam sebuah artikel yang dinamakan, "Christian Capitalism Megachurches, Megabusinesses" mengakui,
"Mungkin gereja-gereja tidak begitu berbeda dari perusahaan-perusahaan... Pendeta Rick Warren, yang mendirikan Saddleback Church (Gereja Saddleback) di Lake Forest, California, pada tahun 1980, dengan tangkas telah menggunakan teknologi selain marketing untuk menyebarkan pesannya... Tak perlu diragukan lagi, gereja-gereja telah mempelajari beberapa pelajaran-pelajaran berharga dari perusahaan-perusahaan. Sekarang mungkin mereka dapat mengajar bisnis sesuatu atau dua. Perusahaan-perusahaan tentu saja akan menghargai memiliki sekelompok orang yang tidak dibayar, para sukarelawan yang setia." [http://www.forbes.com/2003/09/17/cz_lk_0917megachurch.html 10/22/04]) (http://www.bereanbeacon.org/articles/rick_warren_purpose_driven.htm)
Benarkah gereja Saddleback diberkati Allah karena mengutamakan persatuan ? Anda bisa membaca uraian di atas untuk menemukan realita aslinya.
Kedua, apakah pertumbuhan jumlah jemaat (secara kuantitas) menandakan bahwa Allah memberkati gereja tersebut ? TIDAK ADA JAMINAN ! Kalau memang kuantitas jemaat menjadi penentu, apakah berarti bahwa gereja setan juga dapat dikatakan sebagai gereja yang "diberkati" Allah karena secara kuantitas, jumlah mereka banyak ? Apakah juga berarti orang-orang Islam juga "diberkati" Allah karena mereka banyak ?! Pikirkanlah dengan akal sehat ! Allah tidak pernah mengukur kuantitas jemaat untuk mengatakan bahwa gereja diberkati Allah atau tidak. Allah lebih melihat mutu atau kualitas ketimbang kuantitas. Itulah sebabnya salah satu alasan Kristus memilih hanya 12 orang untuk menjadi murid-Nya/rasul adalah Ia tidak ingin memiliki banyak murid/rasul/pengikut tanpa mutu yang bertanggungjawab. Kristus tidak pernah gila pengikut. Yohanes 6:66, Rasul Yohanes mulai memaparkan suatu fakta bahwa banyak murid-Nya yang mulai meninggalkan-Nya setelah mendengarkan pengajaran-Nya yang "gila-gilaan" yang terdapat dalam ayat 53-58, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku. Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya." Bahkan Kristus pun menantang khusus keduabelas murid-Nya, "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (Yohanes 6:67) Ia tidak pernah takut kehilangan pengikut, karena bagi Kristus, "...Tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya." (Yohanes 6:65) Siapakah yang berani berkata seperti yang Kristus katakan ? Banyak pendiri agama tidak berani "mengusir" para pengikutnya, hanya Kristus satu-satunya yang mengatakan hal sekeras dan setajam ini membuktikan Ia tidak pernah gila pengikut atau mementingkan kuantitas (jumlah), karena bagi Kristus, ada orang-orang pilihan Allah tertentu yang dipanggil untuk datang kepada-Nya (meskipun orang-orang tersebut tidak banyak).

Bab 23 : MEMULIHKAN PERSEKUTUAN YANG RETAK ?? (Analisa Terhadap Bab 20 Buku Rick Warren)

Bab 23
Memulihkan Persekutuan yang Retak ??



Pada bab 23 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari keduapuluh dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.
Pada bab 20 ini, Warren masih sedikit mengajarkan tentang hal komunitas, khususnya bagaimana memulihkan sebuah persekutuan yang retak dengan cara-cara yang menurut Warren "Alkitabiah".
Pada awal bab ini, ia mengutip 2 Korintus 5:18 versi God’s Word Translation (GWT), "(Allah) telah memulihkan hubungan kita dengan-Nya melalui Kristus, dan telah memberikan kepada kita pelayanan untuk memulihkan hubungan." (Warren, 2005, p. 171)
Komentar saya :
Lagi-lagi, penyakit lama Warren kambuh, ia gemar sekali mengutip ayat Alkitab dari versi terjemahan yang cocok dengan ide yang ingin dia sampaikan. Benarkah 2 Korintus 5:18 mengajarkan tentang pelayanan untuk memulihkan hubungan dengan sesama orang beriman ? TIDAK. Untuk mendapatkan keseluruhan konteks dan perikop yang ada, mari kita perhatikan 2 Korintus 5:18-20 versi Terjemahan Baru (TB), "Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu kepada kami. Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami. Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah." Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS) mengartikannya, "Semuanya itu dikerjakan oleh Allah. Melalui Kristus Allah membuat kita berbaik kembali dengan Dia, lalu menugaskan kita supaya orang-orang lain dimungkinkan berbaik juga dengan Allah. Kami memberitakan bahwa dengan perantaraan Kristus, Allah membuat manusia berbaik kembali dengan diri-Nya. Allah melakukan itu tanpa menuntut kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan manusia terhadap diri-Nya. Dan kami sudah ditugaskan Allah untuk memberitakan kabar itu. Jadi kami adalah utusan-utusan Kristus. Melalui kami Allah sendiri yang menyampaikan pesan-Nya. Atas nama Kristus, kami mohon dengan sangat, terimalah uluran tangan Allah yang memungkinkan kalian berbaik dengan Dia." King James Version menerjemahkannya, "And all things are of God, who hath reconciled us to himself by Jesus Christ, and hath given to us the ministry of reconciliation; To wit, that God was in Christ, reconciling the world unto himself, not imputing their trespasses unto them; and hath committed unto us the word of reconciliation. Now then we are ambassadors for Christ, as though God did beseech you by us: we pray you in Christ's stead, be ye reconciled to God." Dari ketiga ayat ini yang sengaja saya kutip dari tiga versi terjemahan, yaitu TB, BIS dan KJV, kita mendapatkan pengertian bahwa ayat 18 sama sekali TIDAK mengajarkan tentang pelayanan untuk memulihkan hubungan dengan sesama orang beriman. Ketika Paulus berbicara di ayat 18 tentang pelayanan pendamaian, ia sedang mengajarkan tentang bagaimana sebagai orang Kristen, jemaat Korintus harus menjadi alat pendamaian dari Allah bagi sesama manusia agar mereka juga berdamai dengan Allah. Intinya bukan memulihkan hubungan dengan sesama manusia, tetapi memulihkan hubungan manusia dengan Allah melalui penebusan Kristus Yesus ! Itulah inti Injil ! Geneva Bible Translation Notes memberikan catatan mengenai ayat ini,
"He commends the excellency of the ministry of the Gospel, both by the authority of God himself, who is the author of that ministry, and also by the excellency of the doctrine of it. For it announces atonement with God by free forgiveness of our sins, and justification offered to us in Christ, and that so lovingly and freely, that God himself does in a way beseech men by the mouth of his ministers to have consideration of themselves, and not to despise so great a benefit."
Demikian pula halnya dengan Adam Clarke dalam Adam Clarke’s Commentary on the Bible menafsirkan frase, "The ministry of reconciliation/pelayanan pendamaian" dalam ayat ini,
Διακονιαν της καταλλαγης· The Office or function of this reconciliation called, 2Co 5:19, the word; τον λογον της καταλλαγης· the Doctrine of this reconciliation. Καταλλαγη, reconciliation, comes from καταλλασσω, to change thoroughly; and the grand object of the Gospel is to make a complete change in men’s minds and manners; but the first object is the removal of enmity from the heart of man, that he may be disposed to accept of the salvation God has provided for him, on the terms which God has promised.

Selanjutnya, ia mengungkapkan pengajarannya,
Hubungan selalu layak dipulihkan.
...Paulus mengajarkan bahwa kemampuan kita untuk bergaul dengan baik dengan orang lain merupakan tanda kedewasaan rohani (Roma 15:5)...
...
Jika Anda menginginkan berkat Allah atas kehidupan Anda dan Anda ingin dikenal sebagai anak Allah, Anda harus belajar untuk menjadi pembawa damai... "Berbahagialah orang yang membawa damai," yaitu orang-orang yang secara aktif berupaya menyelesaikan konflik. Pembawa damai tidak banyak karena membawa damai adalah kerja keras.
...
Membawa damai bukanlah menghindari konflik. Lari dari masalah, berpura-pura masalah tersebut tidak ada, atau takut membicarakannya sebenarnya adalah sikap pengecut. Yesus, Sang Raja Damai, tidak pernah takut akan konflik. Kadang-kadang Dia memancing konflik demi kebaikan semua orang. Kadang kita perlu menghindari konflik, kadang kita perlu menciptakannya, dan kadang kita perlu menyelesaikannya...
Membawa damai juga bukan memenuhi keinginan musuh...Dalam banyak hal Yesus tidak mau menyerah, tetap bertahan menghadapi musuh yang jahat. (Warren, 2005, pp. 171-172)
Komentar saya :
Ada dua kesalahan yang cukup fatal pada pengajaran ini (perhatikan pernyataan yang sengaja saya garisbawahi).
Pertama, dari pernyataan pertama yang sengaja saya garisbawahi, Warren, secara implisit (maupun eksplisit) ingin mengatakan bahwa kita harus belajar untuk menjadi pembawa damai supaya kita diberkati oleh Allah. Jelas, ini mirip (bahkan identik dengan) ide "theologia" kemakmuran. Apakah benar kalau kita melakukan sesuatu itu dengan motivasi agar kita nanti diberkati Allah ? TIDAK ! Meskipun di dalam khotbah di bukit, Tuhan Yesus mengawali pengajarannya dengan kata Blessed (=diberkatilah), tidak berarti Ia ingin mengajarkan bahwa kita harus melakukan perintah Allah dengan motivasi agar kita diberkati Allah. Berkat Allah memang ada dan terjadi di dalam kehidupan kita, tetapi ingatlah, itu hanya efek atau akibat yang akan mengikuti ketaatan kita kepada perintah-Nya. Berkat-berkat Allah tidak boleh dijadikan dorongan untuk melakukan perintah-perintah-Nya. Itu adalah dosa yang bertopengkan "rohani" ! Kita diperintahkan Tuhan Yesus untuk menjadi pembawa damai, sadarlah, itu sebuah perintah, tanpa ada iming-iming atau dorongan agar perintah itu kita jalankan !
Kedua, dari pernyataan kedua yang sengaja saya garisbawahi, Warren dengan tidak bertanggungjawab mengatakan bahwa Tuhan Yesus kadang-kadang memancing konflik. Ini jelas tidak sesuai dengan Alkitab ! Kristus tidak pernah memancing konflik ! Ketika Ia menegur kemunafikan orang-orang Farisi di dalam Matius 23, itu tidak berarti Ia sedang memancing konflik. Dari sini, Warren jelas tidak mampu secara kognitif membedakan istilah "memancing konflik" dengan "menegur dosa". Mungkin bagi orang-orang Farisi, tindakan Kristus tersebut "memancing konflik" atau "menyulut kemarahan" mereka, tetapi bukan itu yang Alkitab ajarkan. Entah, dengan fondasi ajaran mana yang Warren ikuti untuk menafsirkan Matius 23, ajaran Alkitab atau ajaran orang-orang Farisi yang munafik kah ?! Dengan mengatakan bahwa Tuhan Yesus kadang-kadang "memancing konflik" berarti Warren secara implisit hendak mengajarkan bahwa Kristus juga kadang-kadang "berdosa", karena "memancing konflik" atau "menyulut pertengkaran" bisa dikategorikan berdosa. Ini jelas tidak bertanggungjawab ! Kristus tidak pernah berdosa, Ia murni dan jujur dalam segala yang dilakukan-Nya !

Kemudian, ia memaparkan cara memulihkan suatu hubungan yang retak,
Berbicara kepada Allah sebelum berbicara kepada orang tersebut. Bicarakanlah masalah tersebut dengan Allah... Semua hubungan Adna akan berjalan lebih lancar kalau saja Anda mau lebih banyak berdoa mengenai hubungan-hubungan tersebut.
Sebagaimana dilakukan Daud dengan mazmur-mazmurnya, gunakanlah doa untuk melontarkan perasaan ke atas. Beri tahu Allah keputusasaan Anda. Berserulah kepada-Nya. Dia tidak pernah terkejut atau terganggu oleh kemarahan, luka hati, rasa tidak aman, atau emosi Anda lainnya. Jadi beri tahu Dia secara persis apa yang Anda rasakan.
Sebagian besar konflik bersumber dari kebutuhan yang tak terpenuhi. Beberapa kebutuhan ini hanya bisa dipenuhi oleh Allah...Tidak seorang pun bisa memenuhi semua kebutuhan Anda kecuali Allah...
Selalu mengambil inisiatif. Tidak peduli apakah Anda yang melukai atau yang dilukai : Allah ingin agar Anda mengambil langkah pertama. Jangan menunggu pihak lainnya. Hampirilah mereka terlebih dahulu. Memulihkan persekutuan yang retak begitu penting, sehingga Yesus memerintahkan bahwa hal tersebut perlu mendapatkan prioritas melebihi ibadah bersama...
...
Keberhasilan dari suatu pertemuan damai sering kali bergantung pada pilihan waktu dan tempat yang tepat untuk bertemu...
Bersimpati terhadap perasaan-perasaan mereka. Gunakan telinga Anda lebih banyak dari mulut Anda... Paulus menasihati, "Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga." (Filipi 2:4) Kata "memperhatikan" adalah dari kata Yunani skopos, yang darinya kita membentuk kata teleskop dan mikroskop. Itu berarti memperhatikan dengan teliti. Pusatkan perhatian pada perasaan-perasaan mereka, bukan pada fakta...
Akui peranan Anda dalam konflik. Jika Anda bersungguh-sungguh dalam memulihkan suatu hubungan, Anda sebaiknya mengawali dengan mengakui kesalahan atau dosa-dosa Anda sendiri...
...
Pengakuan merupakan alat yang penuh kuasa untuk rekonsiliasi...
Seranglah masalahnya, bukan orangnya. Anda tidak mungkin membereskan masalah jika Anda sibuk mencari siapa yang bertanggung jawab... Anda tidak akan pernah bisa menjelaskan pikiran Anda dengan marah, karena itu pilihlah kata-kata Anda dengan bijak...
Ketika memecahkan konflik, cara Anda berbicara sama pentingnya dengan apa yang Anda katakan. Jika Anda mengatakannya dengan cara menyerang, apa yang Anda katakan akan diterima dengan cara membela diri...
Bekerja sama sebanyak mungkin. ... Damai selalu memiliki label harga... Demi persekutuan, berusahalah sekuat mungkin untuk berkompromi, menyesuaikan diri dengan orang lain, dan menunjukkan perhatian pada apa yang mereka butuhkan (Roma 12:10 ; Filipi 2:3)....
Utamakan rekonsiliasi, bukan resolusi.... Rekonsiliasi mengutamakan hubungan, sementara resolusi mengutamakan masalah. Bila kita mengutamakan rekonsiliasi, masalah akan kehilangan maknanya dan seringkali menjadi tidak relevan.
Kita dapat membangun kembali hubungan meskipun kita tidak mampu menyelesaikan perbedaan-perbedaan kita...
Ini tidak berarti Anda berhenti mencari pemecahan masalah. Anda mungkin perlu tetap berdiskusi dan bahkan berdebat, tapi Anda melakukannya dalam semangat keharmonisan. Rekonsiliasi berarti Anda melupakan perbedaan pendapat itu, bukan masalahnya... (Warren, 2005, p. 173-177)
Komentar saya :
Ada tiga hal yang perlu dikoreksi dari pandangan Warren di atas.
Pertama, perhatikan pernyataan, "Sebagaimana dilakukan Daud dengan mazmur-mazmurnya, gunakanlah doa untuk melontarkan perasaan ke atas." Tidak ada hal yang mengindikasikan bahwa Daud berdoa untuk melontarkan perasaannya. Daud memang terkadang memiliki perasaan kesesakan, putus asa, tetapi ketika ia berdoa, ia tidak menggunakan media doa untuk melampiaskan seluruh perasaannya, melainkan ia berdoa mohon kekuatan dari Tuhan untuk menguatkannya di kala harus menderita kesesakan. Jadi, doa BUKAN sarana untuk mengeluarkan perasaan kita kepada Tuhan, tetapi DOA merupakan sarana membentuk hidup dan kehendak kita agar berpadanan dengan kehendak Allah.
Kedua, perhatikan pernyataan, "Demi persekutuan, berusahalah sekuat mungkin untuk berkompromi, menyesuaikan diri dengan orang lain, dan menunjukkan perhatian pada apa yang mereka butuhkan (Roma 12:10 ; Filipi 2:3)." Roma 12:10 dan Filipi 2:3 tidak sedang mengajarkan tentang pentingnya berkompromi di dalam persekutuan ! Roma 12:10, "Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat." Filipi 2:3, "dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;" Apakah menurut Anda, kedua ayat ini mengajarkan tentang prinsip berkompromi di dalam persekutuan ?! TIDAK ! Kedua ayat ini sedang mengajarkan tentang pentingnya mengasihi dan rendah hati di dalam hidup seorang Kristen.
Ketiga, perhatikan pernyataan, "Bila kita mengutamakan rekonsiliasi, masalah akan kehilangan maknanya dan seringkali menjadi tidak relevan." Rekonsiliasi memang penting, tetapi tidak berarti meniadakan masalah yang terjadi. Masalah perlu diselesaikan bukan dengan prinsip rekonsiliasi, tetapi dengan prinsip ketaatan mutlak pada Firman Allah (Alkitab) yang bertanggungjawab !

Bab 22 : MENGEMBANGKAN KOMUNITAS ?? (Analisa Terhadap Bab 19 Buku Rick Warren)

Bab 22
Mengembangkan Komunitas ??



Pada bab 22 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari kesembilanbelas dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.
Tema komunitas menjadi ciri khas abad postmodern yang menyenangi kebersamaan. Inilah tema yang sedang dibahas Warren pada bab 18 dan 19 secara jelas. Hal ini tidak salah, karena Allah menciptakan kita sebagai makhluk sosial. Tetapi sampai batas manakah kehidupan bersosial ini harus digumuli, itulah yang menjadi perhatian kita di dalam dua bab pembahasan kita ini. Mari kita menyelidiki satu per satu komunitas yang Warren maksudkan khusus pada bab kesembilanbelas ini.
Pada awal buku ini, untuk mendukung pengajaran tentang mengembangkan komunitas, selain Kisah 2:42, Warren sengaja mengutip Yakobus 3:18 versi The Message, "Kamu dapat mengembangkan komunitas yang sehat dan kuat yang hidup benar dengan Allah serta menikmati hasil-hasilnya hanya jika kamu berusaha keras bergaul dengan baik satu sama lain, dengan saling bersikap luhur dan hormat." (Warren, 2005, p. 163)
Komentar saya :
Lagi-lagi, penyakit Warren kambuh, ia gemar mengutip ayat Alkitab khusus menggunakan versi terjemahan yang cocok dengan idenya. Berikut ini adalah kutipan Yakobus 3:18 dari berbagai terjemahan Alkitab yang dapat dipertanggungjawabkan. Yakobus 3:18 dari Terjemahan Baru (TB LAI), "Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai." Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS), "Memang kebaikan adalah hasil dari benih damai yang ditabur oleh orang yang cinta damai!" King James Version (KJV), "And the fruit of righteousness is sown in peace of them that make peace." Yakobus 3:18 sama sekali tidak mengajarkan tentang mengembangkan komunitas, melainkan kaitan antara kebenaran dan perdamaian di dalam hal mengontrol lidah (perhatikan seluruh Yakobus 3 khusus mulai ayat 1, 5-6). Jelas, ini adalah manipulasi ayat Alkitab.


Pada halaman 163, Warren memaparkan bahwa di dalam komunitas dibutuhkan komitmen dan hanya Roh Kudus saja yang dapat menciptakan persekutuan yang sesungguhnya di antara orang percaya dan mengembangkannya dengan pilihan dan komitmen yang kita buat. Bagi Warren, Paulus menunjukkan tanggung jawab ganda ini ketika dia berkata, "Kamu dipersatukan dengan damai sejahtera melalui Roh, karena itu lakukanlah segala upaya untuk tetap bersama seperti ini." (Efesus 4:3 ; New Century Version).
Komentar saya :
Warren memang tergolong pribadi yang agak aneh, ayat Alkitab yang ia kutip dari Efesus 4:3 berbeda (berkontradiksi) dengan apa yang ia tafsirkan sendiri terhadap ayat ini. Efesus 4:3 ingin mengajarkan bahwa kita harus bersatu dalam damai sejahtera melalui Roh Kudus. Dengan kata lain, Roh Kudus lah yang pertama kali mempersatukan jemaat di dalam Kristus, lalu kita sebagai anak-anak-Nya harus meneruskan apa yang telah Ia tanam tersebut. Tetapi bagaimana tafsiran Warren terhadap Efesus 4:3 ? Warren berkata, "Hanya Roh Kudus yang bisa menciptakan persekutuan yang sesungguhnya di antara orang-orang percaya, namun Dia mengembangkannya dengan pilihan dan komitmen yang kita buat." (Warren, 2005, p. 163) Dengan kata lain, ia hendak mengatakan bahwa meskipun Roh Kudus menciptakan persekutuan, tetapi kita lah yang membuat pilihan dan komitmen untuk nantinya dikembangkan oleh Roh Kudus. Sehingga tidak heran, ia berani mengeluarkan kalimat, "Dibutuhkan baik kuasa Allah maupun usaha kita untuk menghasilkan komunitas Kristen yang penuh kasih." (Warren, 2005, p. 163). Tafsiran ini jelas berbeda bahkan berkontradiksi dengan ayat yang baru ia kutip, yaitu Efesus 4:3. Perbedaan ini bukan sekedar perbedaan biasa, tetapi perbedaan esensi. Kalau Efesus 4:3, esensinya jelas yaitu Roh Kudus yang mempersatukan kita di dalam Kristus, dan kita atas pencerahan dan dorongan Roh Kudus dapat bersatu dalam pengertian yang bertanggungjawab. Sedangkan bagi Warren, esensinya adalah meskipun Roh Kudus yang menciptakan persekutuan, kita lah yang menentukan pilihan dan komitmen, lalu Roh Kudus mengembangkan menurut apa yang telah kita buat. Kalau Alkitab selalu God-centered, maka Rick Warren selalu man-centered. Inilah bedanya theologia Reformed yang selalu God-centered (kedaulatan Allah), dengan Warren yang Arminian yang selalu man-centered (kedaulatan manusia).

Selanjutnya, ia mengusulkan 5 ciri mengembangkan komunitas yang sehat,
Mengembangkan komunitas membutuhkan kejujuran. Anda harus cukup peduli untuk dengan penuh kasih membicarakan kebenaran, ...
...
Persekutuan yang sejati, entah dalam sebuah pernikahan, persahabatan, atau dalam gereja Anda, bergantung pada keterusterangan...
Keterusterangan bukan berarti Ada bebas mengatakan apapun yang Anda inginkan, di mana saja dan kapan saja Anda mau. Keterusterangan bukan kekasaran...
Mengembangkan komunitas membutuhkan kerendahan hati....kerendahan hati membangun jembatan. Kerendahan hati adalah oli yang melancarkan dan melembutkan hubungan... Sikap yang tepat dalam persekutuan ialah sikap rendah hati...
...
Anda bisa mengembangkan kerendahan hati dengan cara yang sangat praktis : dengan mengakui kelemahan-kelemahan Anda, dengan bersabar terhadap kelemahan-kelemahan orang lain, dengan terbuka terhadap koreksi, dan dengan menunjukkan perhatian kepada orang lain...
...Orang-orang yang rendah hati sangat memusatkan perhatian pada melayani orang lain, mereka tidak memikirkan diri mereka sendiri.
Mengembangkan komunitas membutuhkan sikap hormat. Sikap hormat adalah menghargai perbedaan-perbedaan kita, saling memperhatikan perasaan sesama, dan bersabar terhadap orang-orang yang menjengkelkan kita...
...
Dalam sebuah keluarga, penerimaan tidak didasarkan pada seberapa pintar atau cantik atau berbakatnya Anda. Penerimaan didasarkan pada kenyataan bahwa kita saling memiliki. Kita membela dan melindungi keluarga. Seorang anggota keluarga mungkin sedikit bodoh, tetapi dia adalah bagian dari kita...
Mengembangkan komunitas membutuhkan sikap bisa memegang rahasia. Hanya dalam lingkungan yang aman di mana ada penerimaan yang hangat dan sikap memegang rahasia yang dapat dipercaya, orang-orang akan berterus terang serta menyampaikan berbagai luka hati, kebutuhan, dan kesalahan terdalam mereka...
Mengembangkan komunitas membutuhkan frekuensi atau kekerapan. Anda harus memiliki kontak yang sering dan tetap degnan kelompok Anda untuk membangun persekutuan yang murni. Hubungan memerlukan waktu... Anda harus menggunakan wkatu bersama-sama orang, banyak waktu untuk mengembangkan hubungan yang dalam...
Komunitas dibangun bukan atas dasar kesenangan ("kami akan berkumpul bila saya merasa ingin berkumpul") tetapi atas dasar keyakinan bahwa saya membutuhkannya untuk kesehatan rohani. Jika Anda ingin mengembangkan persekutuan yang sejati, itu berarti mengikuti pertemuan ibadah meskipun Anda merasa tidak ingin mengikutinya, karena Anda percaya itu penting... (Warren, 2005, pp. 164-169)

Komentar saya :
Lima prinsip di atas yang Warren kemukakan tidak ada bedanya dengan konsep persekutuan ala duniawi. Semua persekutuan ala dunia, misalnya, PKK juga memerlukan kejujuran, kerendahan hati, sikap hormat, memegang rahasia, dll. Lalu, apa bedanya ? Komunitas Kristen seperti yang Warren kemukakan, bagi saya, tetap merupakan konsep komunitas yang dangkal, karena tidak ada poin penting yang merupakan esensi yang harus diperhatikan dan menjadi pembeda dengan konsep komunitas ala dunia.
Bagaimana seharusnya membangun komunitas Kristen sejati ? Komunitas Kristen sejati harus dibangun berdasarkan esensi Firman Allah (Alkitab), bukan atas humanisme ! Artinya, Firman Allah harus menjadi standart pengukur gerak-gerik di dalam suatu komunitas persekutuan. Ketika sebuah komunitas persekutuan mulai menjauh dari kebenaran Firman Allah, maka beberapa atau bahkan semua orang harus segera menyadarinya, sebelum komunitas tersebut semakin lama semakin jatuh ke dalam ajaran sesat. Komunitas persekutuan Kristen tanpa Firman Allah adalah sia-sia adanya, seperti kapal tanpa kemudi dan arah yang jelas.
Kedua, komunitas persekutuan Kristen bukan sekedar berdasarkan Firman Allah, tetapi juga meneladani konsep Allah Trinitas. Allah Trinitas adalah tiga pribadi Allah di dalam satu esensi Allah. Di dalam Allah Trinitas, masing-masing pribadi Allah berperan sesuai dengan peran-Nya masing-masing, tetapi mengerjakan satu tujuan yaitu keselamatan bagi manusia. Allah Bapa merencanakan keselamatan, Allah Anak (Tuhan Yesus Kristus) menggenapkan rencana keselamatan itu dan Allah Roh Kudus menyempurnakan apa yang telah Kristus kerjakan di dalam hati setiap umat pilihan-Nya. Meskipun berbeda, masing-masing Pribadi Allah Trinitas dapat bersatu menggenapkan satu tujuan tanpa ada konflik. Demikian pula, sebuah komunitas persekutuan Kristen yang sehat meskipun sedikit ada konflik, tetapi bisa menyelesaikan konflik dengan meneladani konsep Allah Trinitas yaitu meskipun berbeda, tetapi mengerjakan satu tujuan yaitu memberitakan Firman Allah dan memuliakan Allah.

Bab 21 : MENJALANI KEHIDUPAN BERSAMA-SAMA? (Analisa Terhadap Bab 18 Buku Rick Warren)

Bab 21
Menjalani Kehidupan Bersama-sama ??


Pada bab 21 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari kedelapanbelas dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.
Tema komunitas menjadi ciri khas abad postmodern yang menyenangi kebersamaan. Inilah tema yang sedang dibahas Warren pada bab 18 dan 19 secara jelas. Hal ini tidak salah, karena Allah menciptakan kita sebagai makhluk sosial. Tetapi sampai batas manakah kehidupan bersosial ini harus digumuli, itulah yang menjadi perhatian kita di dalam dua bab pembahasan kita ini. Mari kita menyelidiki satu per satu komunitas yang Warren maksudkan.


Pada halaman 156, ia memaparkan,
Allah telah membuat janji yang luar biasa berkaitan dengan kelompok-kelompok kecil orang percaya : "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka." (Matius 18:20) Sayangnya, berada di dalam sebuah kelompok kecil sekalipun tidak menjamin bahwa Anda akan mengalami persekutuan yang sesungguhnya... (Warren, 2005, p. 156)
Komentar saya :
Ayat yang Warren kutip yaitu Matius 18:20 memang gemar sekali dikutip untuk mendukung bahwa persekutuan itu penting di mata Allah. Tetapi benarkah ayat tersebut berarti demikian ? TIDAK ! Sebagaimana ayat-ayat Alkitab tidak bisa dilepaskan dari ayat-ayat sebelumnya, maka ayat 20 tentu tidak bisa dilepaskan dari ayat 15-18 yang mengajarkan tentang menasihati saudara yang berdosa. Ketika saudara kita berbuat dosa, perikop ini mengajarkan bahwa kita harus menegurnya empat mata (kita dengan orang tersebut), tetapi jika orang tersebut tidak mengindahkannya, maka kita perlu membawa dua atau tiga orang saksi, jika orang tersebut masih tidak mengindahkannya, maka kita perlu membawa persoalannya ke hadapan jemaat. Dan terakhir, kalau orang ini masih berbuat dosa lagi, maka Alkitab berkata bahwa anggaplah orang ini orang kafir yang tidak mengenal akan Allah. Lalu, disambung dengan pernyataan bahwa dua atau tiga orang berkumpul, maka Allah hadir di sana. Meskipun ayat ini juga bisa dipakai untuk mengajarkan persekutuan, tetapi tidak boleh ditafsirkan secara eksplisit bahwa yang penting jumlahnya maksimal tiga orang, maka Allah hadir. Itu tafsiran yang terlalu dipaksakan. Biasakanlah memperhatikan konteks dan perikop Alkitab sebelum berani menafsirkan Alkitab ! Jangan menjadikan Alkitab sebagai buku primbon yang bisa dimanipulasi seenaknya sendiri !

Lalu, ia melanjutkan,
Apa perbedaan antara persekutuan yang sejati dan yang palsu ?
Dalam persekutuan yang sejati, orang mengalami otentisitas. Persekutuan yang otentik... merupakan tindakan berbagi pengalaman secara sungguh-sungguh dari hati ke hati, kadang-kadang sampai tingkat yang paling dalam. Persekutuan yang otentik terjadi ketika orang-orang bersikap jujur mengenai siapa mereka dan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan mereka. Mereka menceritakan luka-luka hati mereka, menyatakan perasaan-perasaan mereka, mengakui kegagalan-kegagalan mereka, mengungkapkan kebimbangan mereka, mengakui ketakutan mereka, mengakui kelemahan mereka, dan meminta bantuan serta doa...
Dalam persekutuan yang sejati orang-orang mengalami kebersamaan. Kebersamaan adalah seni memberi dan menerima. Ini berarti saling bergantung...
Kita semua lebih konsisten di dalam iman kita bila orang lain berjalan bersama kita dan memberi kita dorongan...
Anda tidak bertanggung jawab atas semua orang di dalam Tubuh Kristus, tetapi Anda bertanggung jawab kepada mereka. Allah ingin Anda melakukan apapun semampu Anda untuk membantu mereka.
Dalam persekutuan yang sejati orang-orang mengalami simpati. ...simpati adalah masuk dan turut merasakan penderitaan orang lain...
Dalam persekutuan yang sejati orang-orang memperoleh belas kasihan. Persekutuan adalah tempat kasih karunia, di mana kesalahan tidak diungkat-ungkit tetapi dihapuskan. Persekutuan terjadi ketika belas kasihan menang atas keadilan... (Warren, 2005, pp. 156-159)

Komentar saya :
Ada tiga poin kesalahan yang saya jumpai dari keempat poin konsep persekutuan "sejati" menurut Warren.
Pertama, persekutuan "sejati" menurut Warren dalam poin pertama tidak ada bedanya dengan kelompok-kelompok arisan para ibu yang suka menceritakan pengalaman pribadinya (Jawa : uneg-uneg). Apakah itu persekutuan sejati ? TIDAK. Persekutuan sejati bukan sekedar membagikan pengalaman (sharing), meskipun itu tidak salah, persekutuan sejati adalah bersekutu menguatkan, menegur, menasihati, memimpin dan menghibur.
Kedua, persekutuan "sejati" menurut Warren poin kedua adalah terjadi kebersamaan. Itu tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika Warren mengatakan, "Kita semua lebih konsisten di dalam iman kita bila orang lain berjalan bersama kita dan memberi kita dorongan...Anda tidak bertanggung jawab atas semua orang di dalam Tubuh Kristus, tetapi Anda bertanggung jawab kepada mereka." Ada dua hal yang perlu dikoreksi dari pernyataan ini. Pertama, sebagai orang Kristen, iman kita dapat konsisten BUKAN karena kita berjalan bersama dengan orang lain. Iman kita dapat konsisten karena ada Roh Kudus yang memimpin iman kita melalui Firman-Nya. Dari sini, Warren menggantikan peran Roh Kudus dengan peran manusia di dalam pembentukan iman ! Kedua, sebagai anggota tubuh Kristus, kita BUKAN bertanggungjawab kepada sesama kita, tetapi kita bersama sesama saudara seiman bertangungjawab kepada Tuhan. Dari dua poin ini, sangat jelas, semua urutan dan prinsip dibolak-balik dan dimanipulasi oleh Warren menurut seleranya !
Ketiga, menurut Warren, persekutuan "sejati" terjadi ketika belas kasihan menang atas keadilan. Ini jelas ajaran yang tidak bertanggungjawab. Di dalam persekutuan, memang harus ada belas kasihan, tetapi tidak berarti meniadakan keadilan. Kedua sifat ini harus saling melengkapi. Ketika belas kasihan dilepaskan dari keadilan, maka belas kasihan ini tidak ada bedanya dengan belas kasihan yang dunia ajarkan. Akibatnya, sesama saudara seiman tidak ada yang saling menegur, mengingatkan, memimpin, dll, sebaliknya yang ada adalah saling menutupi kesalahan orang lain, dll. Belas kasihan Kristen BUKAN belas kasihan yang dunia ajarkan, tetapi BERBEDA TOTAL dengan yang dunia ajarkan. Perbedaannya terletak pada poin utama yaitu belas kasihan Kristen bersumber dari Allah yang adalah Kasih, di mana masing-masing Pribadi di dalam Allah Trinitas saling mengasihi. Sedangkan belas kasihan ala dunia tidak didasarkan pada konsep ini, bahkan konsep "allah" mereka ada yang politheistik, bahkan satu Pribadi (Monotheis) yang tidak mungkin menjadi sumber kasih sejati. Dari konsep Allah Trinitas, kita juga menjumpai makna belas kasihan sejati yaitu belas kasihan yang disertai keadilan. Allah kita Mahakasih, tetapi sekaligus juga Mahaadil. Yohanes 3:16-18 menjadi ayat yang jelas mengajarkan kedua prinsip ini secara jelas. Demikian juga di dalam persekutuan, Matius 18:15-20 menjadi ayat yang juga cukup jelas mengajarkan prinsip menasihati sesama. Selain itu, 2 Timotius 4:2b yang mengajarkan, "nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran." juga merupakan tugas bagi setiap pemimpin gereja terhadap jemaat dan orang-orang sekitarnya yaitu menyatakan kesalahan, menegur dan menasihati jemaat dengan segala kesabaran dan pengajaran sambil mereka mendengarkan berita Injil.