Diciptakan untuk Menjadi Serupa dengan Kristus ??
Pada bab 25 ini, kita akan mencoba menggali masing-masing pengajaran Rick Warren di dalam bab/hari keduapuluhdua dalam renungan 40 harinya. Penggalian ini bisa bersifat positif maupun negatif dari kacamata kebenaran Firman Tuhan, Alkitab. Mari kita akan menelusurinya dengan teliti berdasarkan kebenaran Alkitab.
Bab 22 ini merupakan permulaan bab dari buku Warren yang mengajarkan bahwa kita diciptakan untuk menjadi serupa dengan Kristus. Warren juga memaparkan bagaimana kita bisa menjadi serupa dengan Kristus (bertumbuh dalam karakter). Mari kita menyelidikinya secara teliti akan apa yang Warren ajarkan dan membandingkannya dengan apa yang Alkitab ajarkan.
Mulai halaman 191, ia memaparkan,
Anda diciptakan untuk menjadi serupa dengan Kristus.
Sejak semula, rencana Allah adalah menjadikan Anda serupa dengan Anak-Nya, Yesus. Inilah takdir Anda, dan tujuan ketiga dari hidup Anda...
Dari semua ciptaan, hanya manusia, yang diciptakan "menurut gambar Allah". Inilah hak istimewa besar dan memberi kita martabat... Seperti Allah, kita adalah makhluk-makhluk roh, yaitu roh kita kekal dan akan hidup lebih lama daripada tubuh jasmani kita ; kita memiliki akal budi, yaitu kita bisa berpikir, bernalar, dan memecahkan masalah ; seperti Allah, kita memiliki sifat suka berhubungan, yaitu kita bisa memberi dan menerima kasih sejati ; dan kita memiliki kesadaran moral, yakni kita bisa membedakan yang benar dan yang salah, yang membuat kita bertanggung jawab kepada Allah.
Alkitab mengatakan bahwa semua orang, bukan hanya orang percaya, memiliki bagian dari gambar Allah ; itu sebabnya pembunuhan dan aborsi adalah salah (Kejadian 6:9 ; Mazmur 139:13-16 ; Yakobus 3:9 ; AITB). Tetapi gambar tersebut tidak lengkap dan telah dirusak serta diubah oleh dosa. Karena itu Allah mengutus Yesus dengan suatu misi untuk memulihkan gambar lengkap itu yang telah hilang dari kita.
Seperti apakah "gambar dan rupa" Allah yang lengkap itu ? Seperti Yesus Kristus !...
... Alkitab mengatakan, "Kamu ... diciptakan untuk menjadi seperti Allah, sungguh-sungguh benar dan kudus." (Efesus 4:24 ; God’s Word Translation).
Marilah saya memperjelasnya : Anda tidak akan pernah menjadi Allah, atau bahkan dewa. Dusta yang sombong itu merupakan cobaan tertua Iblis... Banyak agama dan filsafat Zaman baru masih mempromosikan dusta lama ini bahwa kita adalah allah atau bisa menjadi allah... kita tidak akan pernah menjadi Sang Pencipta. (Warren, 2005, pp. 191-192)
Komentar saya :
Memang benar bahwa kita diciptakan untuk menjadi serupa dengan Kristus. Kristus adalah Kakak Sulung kita yang menjadi patron ciptaan kita. Puji Tuhan. Seperti Allah, menurut Warren, kita adalah makhluk yang bersifat roh dan roh kita kekal dan hidup lebih lama daripada tubuh jasmani kita. Benarkah roh/jiwa kita kekal ? Mari sejenak kita memperhatikan apa yang diajarkan oleh Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. di dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman,
Seringkali dikatakan bahwa konsep tentang kekekalan jiwa (immortality of the soul!) adalah salah satu aspek dari iman Kristen. Hal ini khususnya terjadi pada abad delapan belas, yaitu zaman Pencerahan dan Deisme. Pada masa itu, para pemikir Pencerahan berpendapat bahwa sumber kebenaran adalah akal manusia dan bukan wahyu Allah. Tiga kebenaran utama dari "teologi natural" yang ditegakkan dengan akal manusia adalah keberadaan Allah, nilai-nilai moral, dan kekekalan jiwa...
...
Konsep kekekalan jiwa berawal dan dikembangkan dalam agama-agama misteri Yunani kuno, lalu diberi pengertian filosofis di dalam tulisan-tulisan Plato (427-347 SM). Dalam berbagai tulisannya, khususnya Phaedo, Plato mengembangkan konsep bahwa tubuh dan jiwa adalah dua zat yang berbeda : di satu pihak, jiwa yang rasional bersifat ilahi ; di lain pihak, karena terbentuk dari materi, tubuh lebih rendah daripada jiwa. Jiwa yang rasional atau nous adalah bagian dari diri manusia yang abadi dan berasal dari "sorga," yang sebenarnya berada dalam kondisi yang penuh kenikmatan...
Dalam pandangan Plato, prinsip kekekalan jiwa berakar di dalam metafisika yang bersifat rasionalistis : segala sesuatu yang mengandung sifat rasional adalah nyata, dan yang tidak rasional adalah realitas yang sifatnya lebih rendah. Karena itu, jiwa yang bersifat rasional adalah zat yang lebih tinggi daripada tubuh. Ia pada hakikatnya abadi dan tidak dapat binasa, sedangkan tubuh adalah zat yang lebih rendah, fana, dan akan hancur sama sekali. Tidak heran bila kemudian tubuh dianggap sebagai penjara jiwa ; sebab jiwa sebenarnya lebih baik jika tanpa tubuh. Dalam sistem pemikiran seperti ini, jelas tidak ada ruang bagi doktrin tentang kebangkitan tubuh. (Hoekema, 2004, pp. 115-116)
Jelaslah bagi kita, konsep roh/jiwa yang kekal adalah konsep Plato lalu diimpor ke dalam theologia Kristen, bahkan menurut Hoekema, para theolog Reformed, seperti Dr. Archibald Alexander Hodge, Dr. William G. T. Shedd dan Dr. Louis Berkhof juga mengimpor konsep Plato ini ke dalam theologia. Namun demikian, Hoekema mengatakan bahwa Herman Bavinck lebih berhati-hati di dalam hal ini dan Bavinck menyebut doktrin kekekalan jiwa sebagai articulus mixtus, yaitu sebuah kebenaran yang lebih banyak didemonstrasikan dengan akal ketimbang wahyu (seperti dikutip dalam Hoekema, 2004, p. 119). Hal serupa disampaikan oleh G. C. Berkouwer. Lalu, bagaimana pengajaran Alkitab tentang kekekalan jiwa ini ? Kembali, Prof. Anthony A. Hoekema, Th.D. di dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman memaparkan,
Sebagaimana telah kita lihat, Alkitab tidak menggunakan istilah "kekekalan jiwa." Alkitab memakai kata kekekalan untuk dikenakan pada : Allah, keberadaan manusia secara utuh pada waktu kebangkitan, dan pada kondisi yang digambarkan sebagai yang tidak dapat binasa, tau firman yang tidak fana, tetapi tidak pernah pada jiwa manusia.
Alkitab tidak mengajarkan tentang keabadian jiwa yang didasarkan pada sifat ketidakbinasaan jiwa itu sendiri.... menurut Alkitab, manusia adalah ciptaan Allah yang keberadaannya akan terus bergantung kepada Allah. Kita tidak bisa menunjukkan satu pun aspek dalam diri manusia yang sifatnya tak dapat binasa pada dirinya sendiri.
Alkitab tidak mengajarkan kelangsungan kehidupan sesudah kematian sebagai hal yang paling diinginkan, tetapi menekankan kehidupan di dalam persekutuan dengan Allah sebagai berkat yang terutama....
...Alkitab memperkenalkan sebuah dimensi baru dalam pemikiran kita tentang kehidupan di masa yang akan datang. Apa yang penting di sini bukanlah fakta bahwa jiwa akan tetap ada selamanya, melainkan kualitas keberadaan tersebut... Lebih jauh Alkitab mengingatkan kita terhadap bahaya konsep "kekekalan jiwa" yang hanya akan membuat kita melupakan keseriusan penghakiman Allah terhadap dosa, atau menyebabkan kita menyangkali kebenaran tentang penghukuman kekal bagi orang-orang berdosa yang tidak bertobat.
Berita utama Alkitab tentang masa depan manusia adalah kebangkitan tubuh.
...
Dengan demikian, kita menyimpulkan bahwa konsep kekekalan jiwa bukanlah doktrin Kristen. Apa yang Alkitab ajarkan sebagai tujuan utama eskatologi adalah kebangkitan tubuh. Kalaupun kita ingin tetap memakai istilah kekekalan dalam kaitannya dengan manusia, maka kita harus berkata bahwa manusia, dan bukannya jiwa, yang bersifat kekal. Tetapi, tubuh manusia harus menjalani transformasi terlebih dahulu melalui kebangkitan sebelum ia dapat sepenuhnya menikmati kekekalan. (Hoekema, 2004, pp.119-121)
Kedua, Warren mengajarkan bahwa Alkitab mengajarkan bahwa kita semua adalah gambar Allah, sehingga pembunuhan dan aborsi tidak boleh dilakukan (atau salah). Secara prinsip, tentu hal ini benar, tetapi dalam kasus-kasus tertentu, aborsi atau pengguguran janin bisa dilakukan mengingat kondisi si penderita. Misalnya, aborsi boleh dilakukan kepada para wanita yang menjadi korban pemerkosaan pada peristiwa biadab kerusuhan Mei 1998 di Indonesia. Mengapa dalam kasus ini, aborsi boleh dilakukan ? Bukankah itu melawan Alkitab ? Secara tepat, Pdt. dr. Robby C. Moningka, S.Th., M.B.A. dalam ceramahnya mengenai Iman Kristen dan Etika Medis bahwa di dalam theologia Reformed, etika bukan hanya berkaitan dengan Alkitab (tetapi tentu saja etika sejati bersumber dari Alkitab), tetapi juga memperhatikan orang (person) dan situasi. Misalnya, andaikata para wanita (gadis) akibat korban perkosaan biadab pada kerusuhan Mei 1998 di Jakarta tidak boleh diaborsi, maka anak yang keluar dari para gadis tersebut akan menjadi momok yang terus menghantui si gadis ini dan akhirnya bisa menimbulkan efek psikologis yang berbahaya, sehingga hanya dalam kasus ini, aborsi boleh dilakukan. Aborsi mutlak tidak boleh dilakukan kalau pasangan yang melakukan free-sex sebelum menikah.
Ketiga, Warren mengatakan bahwa gambar Allah pada diri manusia sudah dirusak oleh dosa, maka Tuhan Yesus diutus untuk memulihkan gambar Allah yang lengkap yang sudah hilang dari kita. Pandangan ini dipengaruhi oleh Lutheran yang mengajarkan bahwa gambar dan rupa Allah pada diri manusia telah hilang. Pandangan ini kurang tepat dan tidak diajarkan oleh Alkitab. Roma 3:23 berkata, "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah," Jangan menggunakan ayat ini untuk mengajarkan bahwa gambar Allah di dalam diri manusia telah hilang. Ayat ini tidak berarti demikian. Kata "kehilangan" di dalam ayat ini dalam bahasa Yunaninya hustereō yang bisa berarti fall short (=tidak mencukupi). John Calvin mengajarkan sesuatu yang berbeda dari Luther, bahwa gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia bukan hilang, tetapi rusak. Pdt. Dr. Stephen Tong pernah memberikan sebuah ilustrasi tentang kerusakan citra Allah di dalam diri manusia (bukan hilangnya citra Allah), seperti sebuah baju yang ketumpahan teh, maka baju tersebut ada noda tehnya, sehingga baju yang pada awalnya putih bersih menjadi putih yang tercemar oleh noda teh tersebut, tetapi tidak berarti warna putih pada baju tersebut telah berubah secara keseluruhan menjadi coklat. Itulah Total Depravity (Kerusakan Total) yang ada pada diri manusia menurut ajaran Calvin.
Setelah itu, ia pun mengajarkan,
Allah tidak ingin Anda menjadi allah ; Dia ingin Anda menjadi bersifat seperti Allah, yakni mengambil nilai-nilai, sikap, dan karakter-Nya...
Sasaran utama Allah bagi kehidupan Anda di dunia bukanlah kenyamanan, melainkan pengembangan karakter. Dia ingin agar Anda bertumbuh secara rohani dan menjadi serupa dengan Kristus... Keserupaan dengan Kristus berarti mengubah karakter Anda, bukan kepribadian Anda.
... Setiap kali Anda lupa bahwa karakter merupakan salah satu tujuan Allah bagi hidup Anda, Anda akan menjadi putus asa dengan keadaan Anda. Anda akan ingin tahu, "Mengapa hal ini terjadi padaku ? Mengapa aku mengalami masa sesulit ini ?" Jawabannya adalah bahwa kehidupan memang seharusnya sulit ! Kesulitan itulah yang memungkinkan kita bertumbuh. Ingat, bumi bukanlah surga !
Banyak orang Kristen salah menafsirkan janji Yesus tentang "hidup... dalam segala kelimpahan" (Yohanes 10:10 ; AITB) sebagai berarti kesehatan yang sempurna, gaya hidup yang nyaman, kebahagiaan yang terus-menerus, impian-impian sepenuhnya menjadi kenyataan, dan kelepasan instan dari masalah-masalah melalui iman dan doa...
Pandangan yang mementingkan diri sendiri ini memperlakukan Allah sebagai tukang sihir yang ada begitu saja untuk melayani Anda di dalam pengejaran Anda yang egois akan kepuasan pribadi Anda. Tetapi Allah bukanlah hamba Anda, ... (Warren, 2005, pp. 192-193)
Komentar saya :
Menurut Warren, sasaran utama Allah bagi kehidupan kita di dunia bukan kenyamanan tetapi pengembangan karakter. Hal ini tentu tidak salah, tetapi kurang tepat. Sasaran utama Allah bagi kehidupan kita bukan hanya pengembangan karakter, tetapi perubahan seluruh kehidupan dan kepribadian kita (perubahan yang holistik, meliputi hati, pikiran, kebiasaan, perasaan, perkataan, perilaku sampai perbuatan). Perubahan karakter tanpa perubahan kepribadian kita adalah sebuah perubahan yang tidak bermakna atau sia-sia adanya, karena perubahan tersebut hanya mencakup sedikit aspek di dalam kehidupan manusia. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa kita harus meninggalkan manusia lama kita (bukan sekedar karakter lama kita), dan mengenakan manusia baru (bukan sekedar karakter baru kita). Sehingga kalau seluruh aspek kehidupan kita telah diubah, maka secara otomatis kita tidak akan salah mengerti apa yang dimaksud Alkitab di dalam Yohanes 10:10 mengenai hidup yang berkelimpahan, di mana ayat ini TIDAK berarti hidup bermewah-mewah, kaya, sukses, dll, tetapi bermakna bahwa kita akan memiliki hidup yang berarti karena hidup kita ada di dalam Kristus sebagai Sumber Hidup (Yohanes 14:6).
Kemudian, dia mulai menguraikan tentang peran Roh Kudus yang bekerja di dalam diri kita,
Roh Allah yang Bekerja di Dalam Diri Anda
Pekerjaan Roh Kuduslah yang menghasilkan karakter seperti Kristus di dalam diri Anda... Proses mengubah diri kita menjadi lebih serupa dengan Yesus ini disebut penyucian, dan inilah tujuan ketiga dari kehidupan Anda di dunia.
Anda tidak bisa menghasilkan kembali karakter Yesus dengan kekuatan Anda sendiri... Hanya Roh Kduus yang memiliki kuasa untuk membuat perubahan-perubahan yang Allah ingin buat di dalam kehidupan kita. Alkitab mengatakan, "Allah bekerja di dalam kamu, memberi kamu keinginan untuk menaati Dia serta kekuatan untuk melakukan apa yang menyenangkan Dia." (Filipi 2:13 ; New Living Translation).
...
Keserupaan dengan Kristus tidak dihasilkan melalui tindakan peniruan, tetapi melalui tindakan penempatan sebagai tempat tinggal. Kita membiarkan Kristus untuk hidup melalui kita... Bagaimana hal ini terjadi dalam kehidupan yang sesungguhnya ? Melalui pilihan-pilihan yang kita ambil. Kita memilih untuk melakukan hal yang benar dalam berbagai situasi dan kemudian mempercayai Roh Allah untuk memberi kita kuasa-Nya, kasih, iman, dan hikmat untuk melakukannya. Karena Roh Allah tinggal di dalam kita, hal-hal ini selalu dapat diminta.
Kita harus bekerja sama dengan pekerjaan Roh Kudus. Di seluruh Alkitab, kita melihat sebuah kebenaran penting yang digambarkan berulang kali : Roh Kudus melepaskan kuasa-Nya pada saat Anda mengambil langkah iman. Ketika Yosua diperhadapkan dengan sebuah penghalang yang tidak dapat dilalui, air deras sungai Yordan menurun hanya setelah para pemimpin melangkah ke dalam aliran yang deras itu dengan taat dan dengan iman (Yosua 3:13-17 ; AITB). Ketaatan membuka kuasa Allah.
Allah menanti Anda untuk bertindak terlebih dahulu. Jangan menunggu sampai merasa kuat atau yakin. Bergeraklah di dalam kelemahan Anda, melakukan hal yang benar sekalipun ada ketakutan dan berbagai perasaan Anda. Inilah cara Anda bekerja sama dengan Roh Kudus, dan inilah cara karakter Anda berkembang.
...
Walaupun usaha tidak ada hubungannya dengan keselamatan Anda, usaha sangat berkaitan dengan pertumbuhan rohani Anda...
Paulus menjelaskan di dalam Efesus 4:22-24 tiga tanggung jawab kita untuk menjadi serupa dengan Kristus. Pertama, kita harus memutuskan untuk melepaskan cara-cara lama dalam bertindak...
Kedua, kita harus mengubah pola pikir kita... Alkitab berkata kita "diubahkan" oleh pembaharuan akal budi kita. (Roma 12:2 ; AITB)...
Ketiga, kita harus "mengenakan" karakter Kristus dengan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang baru dan saleh... (Warren, 2005, pp. 194-196)
Komentar saya :
Kita bisa hidup serupa dengan Kristus melalui penyucian terus-menerus oleh Roh Kudus. Hal ini benar. Tetapi ketika Warren mengajarkan bahwa kita memilih terlebih dahulu untuk melakukan hal yang benar baru mempercayai Roh Kudus memberikan kuasa-Nya, kasih, iman dan hikmat untuk melakukannya, itu jelas pengaruh ajaran Arminianisme yang menitikberatkan pada kehendak bebas manusia. Kita bisa memilih untuk melakukan hal yang benar pun karena Roh Kudus memimpin dan mencerahkan kita. Jadi, tidaklah benar ketika Warren mengatakan, "Ketaatan membuka kuasa Allah." Kuasa Allah dinyatakan hanya berdasarkan kedaulatan-Nya, bukan setelah manusia taat. Jika kuasa Allah dinyatakan setelah manusia taat, bukankah berarti Allah diperintah manusia ?! Itu bukan ajaran Alkitab. Meskipun demikian, dalam aspek-aspek tertentu, setelah kita taat (ketaatan kita inipun adalah respon dari pencerahan yang dikerjakan oleh Roh Kudus), Allah menunjukkan jalan-Nya, tetapi hal ini tidak boleh dijadikan patokan mutlak. Tidak benar pula ketika Warren mengatakan, "Allah menanti Anda untuk bertindak terlebih dahulu." Kalau kalimat ini benar, bukankah sekali lagi Alkitab menunggu respon manusia dan otomatis Allah juga diperintah oleh manusia ? Tentu, ajaran ini TIDAK benar menurut Alkitab. Ingatlah satu prinsip Sola Gratia (hanya melalui anugerah Allah). Prinsip ini tidak hanya berlaku pada doktrin keselamatan saja, tetapi di dalam seluruh aspek kehidupan Kristen. Hanya melalui anugerah Allah saja kita bisa bertindak benar, bukan melalui jasa baik kita. Tetapi jangan salah, prinsip Sola Gratia tidak pernah meniadakan tanggung jawab manusia. Theologia Reformed mengajarkan keseimbangan antara anugerah Allah yang berdaulat dan tanggung jawab manusia sebagai respon positif terhadap anugerah Allah.
Terakhir, dia menjelaskan,
Allah menggunakan Firman-Nya, orang-orang, dan keadaan untuk membentuk kita... Firman Allah memberikan kebenaran yang kita butuhkan untuk bertumbuh, umat Allah memberikan dukungan yang kita butuhkan untuk bertumbuh, dan keadaan-keadaan memberikan lingkungan yang kita perlukan untuk melatih keserupaan dengan Kristus...
Dalam banyak agama, orang-orang yang dianggap paling dewasa secara rohani dan suci adalah orang-orang yang memisahkan diri dari orang-orang lain di biara-biara di puncak gunung, tidak tercemari oleh hubungan dengan orang lain. Tetapi ini adalah kesalahpahaman yang menyedihkan. Kedewasaan rohani tidak mungkin dicari sendirian dalam keadaan terisolasi. Anda tidak bisa bertumbuh menjadi serupa dengan Kristus dalam keadaan terisolasi. Anda harus berada di sekeliling orang lain dan berhubungan dengan mereka. Anda perlu menjadi bagian dari sebuah gereja dan komunitas. ... kedewasaan rohani yang sejati adalah belajar mengasihi seperti Yesus, dan Anda tidak bisa mencoba menjadi seperti Yesus tanpa memiliki hubungan dengan orang lain. Ingat, pokok masalahnya adalah kasih, yaitu mengasihi Allah dan mengasihi sesama.
Menjadi seperti Kristus adalah suatu proses pertumbuhan yang lama dan lambat. Kedewasaan rohani tidaklah instan atau otomatis ; pertumbuhan rohani merupakan perkembangan yang progresif dan bertahap yang akan berlangsung sepanjang sisa hidup Anda...
...
Allah jauh lebih tertarik pada diri Anda daripada apa yang Anda lakukan... Allah jauh lebih peduli pada karakter Anda ketimbang karier Anda, ...
Alkitab memperingatkan, "Jangan menjadi begitu baik menyesuaikan diri dengan kebudayaanmu sehingga kamu mengikutinya saja bahkan tanpa berpikir. Sebaliknya, taruhlah perhatianmu kepada Allah. Kamu akan diubah seluruhnya... Tidak seperti budaya di sekelilingmu, yang selalu menyeretmu turun ke tingkat ketidakdewasaannya, Allah mengeluarkan segi-segi yang terbaik dari dirimu, mengembangkan kedewasaan yang terbentuk dengan baik di dalammu." (Roma 12:2 ; The Message) Anda harus membuat keputusan yang melawan budaya untuk fokus pada soal menjadi lebih serupa dengan Yesus... (Warren, 2005, pp. 196-198)
Komentar saya :
Memang benar, kedewasaan rohani diukur bukan ketika kita mengasingkan diri dari orang lain, lalu bersemedi di gunung. Itu suatu keanehan, karena kalau kita mengasingkan diri dari orang lain dan bersemedi di gunung, itu bukan menunjukkan kedewasaan rohani atau kesucian hidup, tetapi melarikan dari kesenangan duniawi. Kesucian hidup atau kedewasaan rohani dapat dilihat ketika seseorang berada dan hidup bergaul di dalam masyarakat yang berdosa. Lalu, kesucian hidup dan kedewasaan rohani ini dapat diwujudkan hanya melalui peranan Roh Kudus yang memimpin dan mencerahkan hati dan pikiran kita akan Firman Allah, Alkitab. Peran saudara seiman di dalam mengingatkan kita untuk bertumbuh dewasa dalam pengenalan akan Kristus hanya sebagai peran pelengkap kedua selain peran Roh Kudus dan Alkitab itu sendiri.
Kedua, adalah suatu keanehan jika Warren mengajarkan, "Allah jauh lebih tertarik pada diri Anda daripada apa yang Anda lakukan." Pandangan ini jelas salah. Allah tidak pernah tertarik pada manusia, melainkan Allah memerintahkan manusia untuk melakukan apa yang Ia kehendaki. Itu prinsip yang jelas dari Alkitab ! Lalu, Allah bukan hanya sekedar peduli dengan karakter kita, seperti kata Warren, melainkan Alkitab mengajarkan bahwa Allah memerintahkan seluruh aspek kehidupan kita (yang merupakan anak-anak-Nya yang telah ditebus oleh Kristus) berubah. Tidak ada kata "menginginkan" atau "peduli" pada diri Allah, melainkan Allah memerintahkan, karena Allah itu Mahasuci adanya dan Ia memerintahkan kita juga untuk hidup suci/kudus ("...Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus." (Imamat 19:2) dan dikutip kembali di dalam 1 Petrus 1:16)
No comments:
Post a Comment