14 August 2011

Resensi Buku-130: LIMA BAHASA KASIH UNTUK KAUM LAJANG (Rev. Gary Chapman, Ph.D.)

Kasih adalah inti Kekristenan. Kasih terbesar telah ditunjukkan oleh Tuhan Yesus dengan mati disalib demi menebus dosa manusia. Kasih itulah yang harus kita aplikasikan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana mewujudnyatakan kasih itu?


Temukan jawabannya dalam:
Buku
LIMA BAHASA KASIH UNTUK KAUM LAJANG

oleh: Rev. Gary Chapman, Ph.D.

Penerbit: Interaksara, Batam, 2006

Penerjemah: Amelia Listiani


Rev. Gary Chapman, Ph.D. memaparkan kepada kita bahwa kasih adalah kunci hubungan manusia. Oleh karena itu, Dr. Chapman memaparkan pentingnya kita mengembangkan 5 bahasa kasih, yaitu: kata-kata penegasan, hadiah, pelayanan, waktu berkualitas, dan sentuhan fisik. Karena kelima bahasa kasih ini diperuntukkan untuk kaum lajang, maka kelima bahasa kasih ini diaplikasikan ke dalam kehidupan kita sehari-hari, mulai dari: diri kita sendiri dengan menemukan bahasa kasih kita sendiri, keluarga kita, pasangan kencan kita, teman (teman sekamar, sekelas, dan rekan kerja), dan terakhir, tatkala kita nantinya menjadi orangtua tunggal. Lalu, Dr. Chapman menutup pembahasannya dengan mengatakan bahwa mengasihi adalah kunci untuk sukses. Buku ini bagi saya unik, karena Dr. Chapman bukan hanya menyajikan teori, namun juga aplikasi praktis melalui contoh pengalaman melalui pelayanan konseling yang telah beliau jalani selama bertahun-tahun. Biarlah buku ini menyadarkan kita pentingnya mengembangkan kasih sebagai wujud kita mengikuti teladan Kristus.





Profil Rev. Dr. Gary Chapman:
Rev. Gary Chapman, Ph.D. adalah Senior Associate Pastor di Calvary Baptist Church, Winston-Salem, North Carolina, U.S.A. Buku best-seller yang beliau tulis berjudul The Five Love Languages telah terjual lebih dari 5 juta kopi dan telah diterjemahkan ke lebih dari 36 bahasa. Beliau menempuh studi di University of North Carolina dalam bidang Philosophy of Education dan Comparative Education; kemudian di Duke University dalam bidang History of Education dan Educational Psychology. Beliau menyelesaikan studi Diploma dalam bidang Pastor’s Course di Moody Bible Institute; Bachelor of Arts (B.A.) dalam bidang Antropologi (minor: Alkitab) di Wheaton College; Master of Arts (M.A.) dalam bidang Antropologi di Wake Forest University; Master of Religion Education (M.R.E.) dalam bidang Education Administration dan Doctor of Philosophy (Ph.D.) dalam bidang Adult Education di Southwestern Baptist Theological Seminary, U.S.A.

Bagian 7: "SEPERTI KAMI JUGA MENGAMPUNI ORANG YANG BERSALAH KEPADA KAMI"

TUHAN, AJARLAH KAMI BERDOA-7

(Seri Pengajaran Doa Bapa Kami):

“seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami”

(Mat. 6:12b)

oleh: Denny Teguh Sutandio

Kita memohon agar Allah mengampuni (utang) dosa kita, lalu apa respons kita setelah itu? Kristus mengatakan, “seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;”

Dari sini, kita belajar bahwa permohonan kita kepada Allah agar Allah mengampuni (utang) dosa kita mengakibatkan kita dapat mengampuni orang lain yang ber(utang) dosa kepada kita.[1]

Hal ini mengingatkan saya tentang pengajaran Tuhan Yesus melalui perumpamaan tentang pengampunan di dalam Matius 18:21-35. Di dalam konteks ini, Petrus bertanya tentang berapa kalikah ia harus mengampuni orang yang berdosa kepadanya? Apakah cukup 7 kali? (bdk. Luk. 17:3-4) Di dalam Lukas 17:3-4, Tuhan Yesus memang mengajar bahwa ketika ada orang yang berdosa 7x dalam sehari dan selama 7x, ia datang kepada kita, lalu berkata menyesal (Yun.: metanoō; artinya: bertobat), maka kita harus mengampuninya. Namun, apakah itu berarti kita hanya mengampuninya sebanyak 7x?

Di dalam Matius 18:22, Tuhan Yesus menjawab: TIDAK! Bukan hanya 7x, tetapi “sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Apa artinya 70 kali 7 kali? Dr. John Gill di dalam John Gill’s Exposition of the Entire Bible menafsirkannya sebagai angka yang tidak pasti, lalu beliau merujuk pada Kejadian 4:24, “sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat.” Saya lebih menafsirkannya bukan sebagai angka yang tak pasti, tetapi tak terbatas. Di sini, berarti Kristus hendak mengajar kita untuk mengampuni sesama kita yang berdosa dengan pengampunan yang tak terbatas sebagaimana Allah pun telah mengampuni kita seberapa besar dosa-dosa kita kepada-Nya.

Untuk memperjelas pengajaran-Nya, di ayat 23-34, Ia memberikan perumpamaan tentang seorang hamba yang berutang 10.000 talenta (Yun.: myriōn merupakan bilangan terbesar dalam perhitungan aritmatik Yunani)[2] yang telah diampuni oleh sang raja, namun tidak mengampuni rekannya yang hanya berutang 100 dinar[3] kepadanya, bahkan menangkap, mencekik, dan memenjarakan rekannya ini. Tindakan ini dilaporkan oleh seorang kawannya yang lain kepada sang raja/tuan, lalu sang raja marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo sampai si pengutang besar ini melunasi utang-utangnya.

Dari pengajaran ini, Kristus hendak menjelaskan bahwa kita yang telah diampuni dosa-dosanya oleh Allah melalui Kristus hendaklah menunjukkan pengampunan serupa kepada saudara-saudara yang berbuat salah kepada kita, karena:

1. Kita Harus Menjadi Saluran Penyalur Kasih Allah yang Mengampuni Kepada Saudara-saudara Kita

Karena kita telah diampuni dosa-dosanya oleh Allah, maka sebagai responsnya, kita harus bersyukur atasnya dengan menyalurkan kasih Allah yang mengampuni dosa-dosa itu kepada orang-orang yang bersalah kepada kita. Mengampuni kesalahan orang lain TIDAK berarti bersikap cuek terhadap kesalahan orang lain, tetapi mengampuni berarti tidak lagi mengingat-ingat lagi kesalahan orang lain sebagaimana Allah yang mengampuni dosa-dosa kita pun TIDAK mengingat-ingat lagi dosa-dosa kita (bdk. Mzm. 130:3; Yes. 43:25; Ibr. 8:12; 10:17).

2. Dosa-dosa yang Telah Kita Perbuat Kepada Allah Jauh Lebih Besar dan Berat daripada Kesalahan Orang Lain Kepada Kita.

Selain karena kita harus menjadi penyalur kasih pengampunan Allah, kita pun harus menyadari bahwa kita harus mengampuni orang lain karena sejujurnya dosa-dosa kita kepada Allah jauh lebih besar daripada dosa-dosa orang lain kepada kita (10.000 talenta Vs 100 dinar). Misalnya, kesalahan orang lain kepada kita dalam bentuk menghina kita, namun tahukah kita bahwa ketika kita berdosa kepada-Nya, kita menghina Allah yang telah mencipta kita? Menghina Allah yang telah mencipta kita jauh lebih berat pelanggarannya ketimbang hanya sekadar menghina sesama manusia biasa.

Ketika kita terus merasa bahwa orang lain bersalah kepada kita tanpa menyadari lebih seriusnya dosa kita kepada Allah, kita sebenarnya lebih berdosa yaitu dengan memuliakan diri ketimbang Allah. Berhati-hatilah terhadap hal ini.

Biarlah kita masing-masing mengintrospeksi diri di dalam doa dengan melihat kelemahan diri dibandingkan orang lain dan menyerahkannya kepada Allah agar Ia sudi mengampuni kita. Amin.



[1] Teks Yunaninya: tois opheiletais berarti si pengutang.

[2] The People’s New Testament menafsirkan bahwa jika berat 10.000 talenta ini dalam bentuk perak Yunani, maka itu setara dengan $7,500,000.

[3] Dinar atau denarius adalah mata uang perak Romawi. Satu dinar seharga 15-18 sen, maka 100 dinar bisa diidentikkan sekitar $15-18.