16 December 2009

Renungan Natal 2009: RESPONS TERHADAP KELAHIRAN KRISTUS (Denny Teguh Sutandio)

Renungan Natal 2009




RESPONS TERHADAP KELAHIRAN KRISTUS

oleh: Denny Teguh Sutandio




“Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.” Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.” Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.”
(Luk. 2:8-19)





Sebentar lagi kita akan merayakan hari Natal, yaitu hari kelahiran Tuhan Yesus. Respons terhadap kelahiran Tuhan Yesus beraneka ragam. Yang pasti umat Tuhan pasti bersukacita menyambut kelahiran Kristus, namun bagi orang lain bukan merupakan sukacita sejati. Hal itu semua dilatarbelakangi oleh motivasi yang beres/murni Vs tidak beres/tidak murni. Mereka yang bersukacita atas kelahiran Kristus sebenarnya dilatarbelakangi oleh motivasi yang tulus dari umat-Nya karena mereka menyadari Sang Penyelamat telah lahir yang nantinya mati dan bangkit demi manusia berdosa. Sebaliknya, mereka yang tidak bersukacita atas kelahiran Kristus dilatarbelakangi oleh motivasi yang kurang tulus. Mereka hendak memanfaatkan momen kelahiran Kristus demi keuntungan pribadi mereka sendiri. Realitas ini ternyata dijumpai baik di seputar kelahiran Tuhan Yesus sampai zaman sekarang. Kesemuanya itu menyangkut lahirnya atau kehadiran Tuhan Yesus yang berinkarnasi di bumi ini. Mari kita menelusuri jejaknya beserta implikasi praktisnya.




Respons terhadap Kelahiran Tuhan Yesus
Ketika kita kembali menelusuri seputar kelahiran Tuhan Yesus di Alkitab, kita mendapati respons orang-orang mendengar berita lahirnya Tuhan Yesus. Mari kita membaca Lukas 2:8-20 dan Matius 2. Matthew Henry di dalam tafsirannya menyebutkan bahwa para gembala adalah orang-orang pertama yang menaruh perhatian setelah Kristus lahir.[1] Pada saat itu, mereka menjaga kawanan ternak. Albert Barnes dan Adam Clarke di dalam tafsiran mereka menyebutkan bahwa kejadian ini menjadi alasan bahwa penempatan tanggal 25 Desember sebagai hari lahir Tuhan Yesus itu tidak tepat. Mengapa? Karena di situ, bulan Desember suhu udaranya dingin, sehingga tidak mungkin gembala dan ternak bisa berkeliaran di padang di musim dingin. Kembali, ketika sedang menjaga kawanan ternak, tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan memberitakan sukacita besar bagi semua bangsa, “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.” (Luk. 2:11) Kemudian malaikat tersebut menunjukkan lokasinya. Setelah itu, para malaikat memuji Allah (ay. 14). Sesudah itu, para gembala ke Betlehem sesuai dengan petunjuk malaikat dan ketika bertemu dengan Maria dan Yusuf, para gembala menceritakan semua yang dikatakan malaikat. Akibatnya, semua orang heran mendengar apa yang dikatakan oleh para gembala (ay. 18). Segera setelah itu, Alkitab mencatat dua respons. Respons pertama adalah respons Maria yang “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.” (ay. 19) Dan respons kedua adalah respons para gembala (ay. 20).

Sekarang, kita beralih ke Injil Matius 2. Injil Matius 1 mencatat kelahiran Tuhan Yesus. Setelah itu, di pasal 2 disusul dengan respons orang-orang setelah mendengar berita kelahiran Kristus. Respons ketiga dan keempat yang akan kita soroti adalah respons para orang Majus dan raja Herodes. Kedatangan para orang Majus ini, menurut Matthew Henry, dua tahun setelah kelahiran-Nya. Di dalam pasal ini di ayat 2, orang-orang Majus yang mendengar berita kelahiran Kristus langsung bertanya, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” Kita mungkin bertanya-tanya, siapakah orang Majus itu? Matthew Henry dalam tafsirannya menjelaskan bahwa majus di dalam Injil disebut Magoi (ahli sihir).[2] Ada beragam tafsiran mengenai siapakah orang majus ini. Henry menjelaskan dua tafsiran. Pertama, bagi orang Persia, para Magi merupakan ahli filsafat dan imam. Mereka tidak akan mengakui siapa pun sebagai raja, jika tidak termasuk dalam kelompok Magi ini. Ada juga yang menyebut Magi ini sebagai orang yang berurusan dengan keahlian-keahlian terlarang, seperti tukang sihir (seperti Simon di Kis. 8:9, 11 dan Elimas di Kis. 13:6, 8). Henry sendiri tidak mengatakan mana yang benar, namun beliau memaparkan tiga fakta penting yang pasti tentang siapakah orang majus itu. Pertama, orang Majus ini tentu tidak termasuk bangsa Israel. Kedua, mereka merupakan cendekiawan yang berurusan dengan ilmu yang membutuhkan penyelidikan yang saksama. Ketiga, mereka datang dari Timur yang terkenal dengan tenung (Yes. 2:6). “Tanah Arab disebut Tanah Timur (Kej. 25:6), sedangkan bangsa Arab disebut orang-orang dari sebelah timur (Hak. 6:3).”[3] Geneva Bible Translation Notes menafsirkan orang majus ini sebagai “wise and learned men” (orang-orang yang bijaksana dan terpelajar).

Lalu, bagaimana cara para orang Majus itu mencari kelahiran Kristus tersebut? Dari penjelasan tafsiran Matthew Henry, saya menyimpulkan bahwa mereka bisa mencari kelahiran Kristus tersebut melalui tanda di langit yaitu berupa bintang (Mat. 2:9) yang tampak berhenti agak rendah di langit seperti sebuah komet atau lebih mungkin sebuah meteor dan itu terjadi tepat di atas Yudea. Karena seorang cendekiawan, maka mereka menafsirkan bahwa tanda bintang yang tidak biasa ini menandakan suatu peristiwa yang tidak biasa juga.[4] Yang menjadi pertanyaan kita kemudian, mengapa mereka melaksanakan pencarian itu di Yerusalem? Henry menafsirkan bahwa mereka datang dari Timur ke Yerusalem, karena Yerusalem merupakan ibu kota Yudea di mana bintang itu bersinar dengan terang tersebut.[5]

Kedatangan para orang majus ke Yerusalem mengakibatkan raja Herodes panik (2:3-3:18). Siapa Herodes? Herodes adalah orang Edom yang diangkat menjadi raja atas Yudea oleh Kaisar Augustus dan Antonius, penguasa Romawi waktu itu. Dia sangat jahat dan keji, meskipun demikian, ia digelari Herodes yang Agung.[6] Jika kita menelusuri reaksi raja Herodes, kita seolah-olah terkecoh dengan respeknya akan kelahiran Kristus, namun setelah kita mengerti totalitas ceritanya, maka kita akan benar-benar mengerti siapa raja Herodes itu. Pada waktu itu, raja Herodes memanggil para imam kepala dan ahli Taurat untuk menanyakan tentang lahirnya Mesias itu dan mereka memberitahukan bahwa Mesias lahir di Betlehem (ay. 4-6). Setelah itu, Herodes memanggil para orang majus yang sudah mengetahui tanda bintang itu. Perhatikan apa yang Herodes katakan kepada orang majus, “Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia.” (ay. 8) Perhatikan empat kalimat yang saya garis bawahi. Herodes berkata kepada orang majus agar mereka menyelidiki tempat kelahiran Mesias, supaya dia datang menyembah Mesias. Tetapi, benarkah motivasi Herodes itu tulus? TIDAK. Kebusukan motivasi Herodes sudah Tuhan ketahui, sehingga Ia menyuruh para orang majus untuk tidak kembali kepada Herodes (ay. 12) dan memang benar Herodes memang bermotivasi busuk ingin menyingkirkan Mesias, karena kehadiran Mesias bisa menganggu otoritasnya sebagai raja Yudea. Demi mencapai tujuannya, ia memerintahkan membunuh semua anak di bawah umur 2 tahun di Betlehem (ay. 16-18).

Kembali ke kisah orang majus. Setelah mendengar kata-kata dari Herodes, maka para orang majus melanjutkan perjalanan menyelidiki arah bintang Timur itu dan bintang Timur itu akhirnya berhenti tepat di palungan tempat Kristus lahir. Setelah sampai tujuan, maka Alkitab mencatat bahwa orang majus itu bersukacita (ay. 10). Setelah itu, mereka menyembah Dia dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu: emas, kemenyan, dan mur (ay. 11).




Respons terhadap Kelahiran Tuhan Yesus dan Implikasinya
Setelah menyimak empat respons terhadap kelahiran Tuhan Yesus baik dari Lukas 2 maupun Matius 2, maka sekarang kita akan menarik implikasi praktisnya. Tiga respons pertama (Maria, para gembala, dan para orang majus) adalah respons umat Tuhan terhadap berita kelahiran Kristus dan respons terakhir (raja Herodes) terhadap berita kelahiran Kristus menunjukkan respons manusia duniawi.


Respons umat Tuhan terhadap berita kelahiran Kristus adalah:
Pertama, bersukacita. Alkitab mencatat baik para gembala maupun para orang majus sangat bersukacita ketika mereka mendengar kabar kelahiran Kristus. Jika para gembala bersukacita akan kelahiran Kristus itu wajar, karena mereka diperkirakan adalah orang-orang Yahudi, namun jika para orang majus yang bersukacita, itu merupakan hal unik. Mengapa? Karena para orang majus bukanlah seorang yang mempelajari Taurat Musa. Di sinilah, anugerah Allah tiba pada orang non-Yahudi di momen kelahiran Kristus. Jika kita bandingkan dengan reaksi orang-orang Yahudi, hal ini sungguh aneh. Pada saat kelahiran Kristus di Betlehem, sedikit sekali orang-orang Yahudi yang mengetahui bahkan merayakannya, padahal mereka sangat dekat dengan tempat di mana Kristus lahir. Berkenaan dengan perbandingan dua realitas ini, Matthew Henry menafsirkan, “Orang Yahudi tidak peduli dengan Kristus, tetapi orang-orang dari bangsa bukan-Yahudi ini mencari keterangan mengenai diri-Nya. Perhatikanlah, sering kali mereka yang terdekat dengan sumber justru adalah yang paling jauh dari tujuan (Mat. 8:11-12). Rasa hormat yang ditunjukkan kepada Kristus oleh orang-orang dari bangsa bukan-Yahudi ini merupakan pertanda dan contoh indah tentang apa yang akan terjadi ketika mereka yang jauh akan dibuat menjadi dekat oleh Kristus.”[7]
Bagaimana dengan kita? Karena setiap tahun merayakan Natal, maka Natal bukan lagi momen yang indah, karena Natal sudah menjadi rutinitas. Sering kali Natal menjadi momen di mana kita melupakan inti Natal sesungguhnya. Kita sibuk dengan merias pohon Natal, gereja sibuk mengadakan Christmas Carol, menyelenggarakan kebaktian Natal, dll. Hal-hal tersebut tentu tidak salah, tetapi terlalu memfokuskan pada hal-hal demikian lama-kelamaan akan mengakibatkan kita menjadi kehilangan makna Natal sesungguhnya. Kita bersukacita bukan karena Kristus yang lahir, tetapi karena semaraknya kebaktian Natal, yang lebih parah lagi, karena semaraknya hiasan Natal di gereja dan toko-toko. Sukacita yang kita tunjukkan karena kelahiran Kristus seharusnya ditunjukkan bukan melalui gegap gempita sebuah perayaan Natal atau hiasan Natal di gereja, namun melalui kerelaan kita mewartakan inti berita Natal itu kepada orang-orang yang belum mengenal Kristus. Ingatlah, Tuhan memperingatkan kita melalui para orang majus (non-Yahudi) bisa mengetahui tempat kelahiran Kristus bahkan menyembah-Nya bahwa Ia menginginkan kita merayakan kelahiran-Nya dengan mewartakan Injil kepada mereka yang belum percaya. Natal dan Injil adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Natal tanpa Injil menjadi Natal rutinitas dan yang lebih parah lagi menjadi Natal humanis egois yang jauh dari esensi Natal sesungguhnya.

Kedua, merenungkan. Setelah heran mendengar perkataan para gembala tentang berita yang mereka dengar dari para malaikat, maka Alkitab mencatat respons Maria adalah menyimpan hal tersebut dan merenungkannya. Ya, merenungkan Natal dan artinya adalah sebuah tindakan yang Tuhan inginkan. Kita tidak hanya cukup bersukacita merayakan kelahiran Kristus, namun kita juga harus merenungkan makna kelahiran Kristus itu. Kelahiran Kristus yang disebut inkarnasi (Allah menjadi manusia) adalah sebuah momen agung yang tidak ada bandingannya yang Allah kerjakan bagi umat-Nya. Mengapa? Karena Allah sendiri menjadi manusia. Orang-orang non-Kristen menjebak Kekristenan dengan mengatakan bahwa manusia tidak mungkin menjadi Allah. Hal tersebut memang benar. Namun yang mereka tangkap itu salah. Tuhan Yesus bukan manusia yang dijadikan Allah, namun Allah sendiri yang menjadi manusia. Ketika Sang Pencipta menjadi ciptaan, itulah momen di mana Allah rela membatas diri agar dapat dikenal oleh umat-Nya. Itulah bukti imanensi Allah, Allah yang dekat dengan umat-Nya. Semua agama di luar Kristen hampir tidak ada yang memiliki konsep imanensi Allah di mana Ia dekat dengan umat-Nya. Meskipun ada agama yang mengajarkan bahwa Allah dekat dengan umat-Nya, namun sayangnya, itu hanya konsep dan tidak ada bukti kuat yang menunjukkan hal tersebut. Tetapi puji Tuhan, Alkitab berkata bahwa Ia dekat dengan umat-Nya dan hal tersebut dibuktikannya dengan menjelmanya Allah sebagai manusia di dalam Pribadi Tuhan Yesus Kristus. Bukankah ketika kita merenungkan agungnya Natal ini seharusnya membuat kita makin bersyukur atas anugerah-Nya?

Ketiga, menyembah Dia. Alkitab tidak mencatat respons menyembah Kristus dari para gembala, namun sebaliknya Alkitab mencatat bahwa para orang majus yang datang menyembah setelah menemui bayi Yesus (Mat. 2:11). Dari peristiwa ini, kita belajar prinsip penting bahwa Natal identik dengan penyembahan kepada Kristus (atau berpusat kepada Kristus). Natal yang dipisahkan dari penyembahan kepada Kristus adalah Natal yang sia-sia dan yang lebih fatal lagi menjadi Natal humanis atheis. Dewasa ini, kita menjumpai berita Natal sudah mulai diselewengkan oleh beberapa gereja baik dari gereja arus utama maupun gereja kontemporer yang pop. Gereja arus utama menekankan aspek sosial dari Natal, sehingga Injil Kristus sejati jarang ditekankan. Aspek sosial tidaklah salah, namun terlalu menekankan aspek sosial lebih daripada Injil Kristus itu bisa berbahaya. Sebaliknya, beberapa gereja kontemporer yang pop menekankan aspek materialistis dari Natal. Mereka mengajar bahwa ketika Raja segala raja lahir, maka anak-anak Raja akan diberkati dan menjadi kaya, kemudian jemaat serentak bersuara, “Haleluya.” Sebenarnya dua berita Natal yang didengungkan oleh aliran-aliran kurang bertanggungjawab tersebut seharusnya menyadarkan kita akan pentingnya memberitakan kembali Kristus di hari Natal. Natal yang berpusat kepada Kristus mengakibatkan hidup kita pun berpusat kepada Kristus, sebagaimana penginjilan yang berpusat kepada Allah mengakibatkan gaya hidup orang yang bertobat juga berpusat kepada Allah. Will Metzger mengatakan, “Mereka yang diselamatkan melalui penginjilan yang berpusat kepada Allah dan berorientasi pada anugerah akan memiliki kerangka dasar yang ajaib untuk suatu kehidupan Kristen yang dikuduskan dengan berpusat pada Allah, dan berorientasi pada anugerah.”[8] Bagaimana dengan kita, khususnya para pengkhotbah mimbar? Apakah Anda masih memberitakan Natal dengan berpusat kepada Kristus? Ataukah Anda masih memberitakan hal-hal yang sebenarnya kurang berkaitan dengan Natal? Biarlah Tuhan menguji dan membakar hati Anda kembali untuk memberitakan Kristus di hari Natal, karena itu inti Natal.

Keempat, memberi persembahan kepada-Nya. Dari ketiga respons, Alkitab hanya mencatat bahwa para orang majus lah yang memberi persembahan kepada Kristus, yaitu: emas, kemenyan, dan mur (Mat. 2:11b). Ada yang menafsirkan bahwa ketiga jenis persembahan itu bukti/tanda bahwa Kristus adalah Raja, Imam, dan Nabi. Apa pun arti ketiga jenis persembahan itu, satu hal yang dapat kita pelajari adalah respons orang majus terhadap Kristus yaitu memberi persembahan kepada-Nya. Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa justru orang non-Yahudi yang menghormati dan menyembah-Nya bahkan memberi persembahan yang tentu tidak murah harganya kepada-Nya. Ketika mereka memberi persembahan kepada-Nya, tentu lahir dari hati yang tulus ingin menyembah dan memuliakan-Nya. Dengan kata lain, selain sebagai momen yang memberitakan Kristus, Natal juga sebagai momen kita memberi persembahan kepada-Nya. Tuhan tidak menuntut kita memberi persembahan yang mahal. Tuhan menuntut ketulusan hati kita di dalam memberi persembahan kepada-Nya di saat Natal. Apa yang harus kita persembahkan? Tuhan menuntut hati dan ketaatan kita. Ketika kita mempersembahkan hati kita kepada-Nya, maka seluruh hidup kita akan menjadi berubah di dalam proses pengudusan yang Roh Kudus kerjakan. Sudahkah kita rela dan terus-menerus taat memberi persembahan kepada-Nya berupa hati kita? Ketika dunia menawarkan dan menjalankan konsep bermuka dua dan tidak tulus/murni hatinya, maka sudah seharusnya orang Kristen (anak Tuhan) memiliki hati yang murni di hadapan-Nya. Hati yang murni mengakibatkan seluruh pikiran, perkataan, tingkah laku, gaya hidup, dan tindakan pun murni. Tidak ada dualisme di dalam hati umat Tuhan. Hal ini sangat sulit saya jumpai di zaman postmodern ini. Biarlah kita dipakai Tuhan menjadi berkat bagi sesama kita melalui kemurnian hati kita.


Respons manusia duniawi terhadap kelahiran Kristus:
Pertama, memanfaatkan situasi demi keuntungan sendiri. Raja Herodes ketika mendengar berita kelahiran Kristus langsung memanggil para imam kepala dan ahli Taurat serta para orang majus untuk bertanya tentang tanda kelahiran Kristus. Ia berkata bahwa ia ingin menyembah Kristus sama seperti para orang majus setelah mengetahui tanda bintang itu. Benarkah motivasinya tulus? TIDAK. Alkitab mencatat bahwa Tuhan mengetahui motivasi busuknya itu, maka Ia menyuruh para orang majus tidak kembali kepada Herodes (Mat. 2:12). Reaksi Herodes tidak ada bedanya dengan reaksi beberapa orang dunia (bahkan tidak terkecuali Kristen di dalamnya). Momen Natal bukan saatnya merenungkan, bersukacita, menyembah-Nya, dan memberi persembahan kepada-Nya, malahan momen Natal dipakai untuk mengeduk keuntungan pribadi. Hal ini ditandai dengan maraknya sale di momen Natal. Momen Natal biasanya dipakai oleh banyak toko di seluruh dunia untuk menggelar diskon sebesar-besarnya atau sale. Dari tindakan ini, banyak toko di mal meraup keuntungan besar. Seolah-olah orang non-Kristen melihat Natal identik dengan sale dan untung besar.

Kedua, meminimalkan berita kelahiran Kristus. Karena marah dengan para orang majus yang tidak kembali ke Herodes, maka Herodes memerintahkan untuk membunuh semua anak yang berusia di bawah 2 tahun di seluruh Betlehem dan sekitarnya (Mat. 2:16). Tindakannya ini adalah tindakan yang dilatarbelakangi oleh motivasi agar tidak ada yang bisa menggeser otoritasnya sebagai raja. Ambisi pribadi mengakibatkan seseorang melakukan segala cara. Tindakan ini juga terjadi di dalam zaman kita. Dilatarbelakangi oleh presuposisi bahwa semua agama itu sama dan membawa damai, maka orang-orang non-Kristen (atau orang-orang “Kristen”) yang sebenarnya tidak mengerti makna Natal sesungguhnya (hanya mengerti Natal secara sebagian atau mendengar dari orang Kristen yang tidak mengerti inti Natal sesungguhnya) biasanya meminimalkan pemberitaan inti Natal. Kita bisa melihat minimnya pemberitaan inti Natal ini di stasiun televisi. Bukan sesuatu yang baru, jika di TV, kita melihat beberapa stasiun TV menampilkan ucapan selamat Natal yang berintikan damai bagi sesama. Hal ini tentu tidak salah, namun bukan inti Natal sesungguhnya. Jika Natal berintikan damai bagi sesama, apa bedanya Kekristenan dengan agama lain? Mungkin hal inilah (semua agama itu sama) yang hendak disodorkan oleh pemilik stasiun TV baik yang Kristen maupun non-Kristen. Benarkah ajaran damai bagi sesama itu? Para malaikat berkata memuji Tuhan di dalam Lukas 2:14, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Di ayat ini, ada dua konsep yang hendak ditekankan oleh para malaikat berkenaan dengan kelahiran Kristus. Kelahiran Kristus membawa kemuliaan bagi Allah dan sekaligus damai sejahtera bagi manusia pilihan-Nya (umat-Nya). Dengan kata lain, Natal berkaitan erat dengan kemuliaan Allah dan damai sejahtera bagi umat-Nya. Alkitab tidak mencatat bahwa Natal itu membawa damai bagi sesama, namun Alkitab mencatat bahwa Natal memberi damai sejahtera bagi manusia pilihan (umat)-Nya di samping kemuliaan Allah.


Setelah kita menyimak dua respons terhadap kelahiran Kristus, apa yang menjadi respons kita terhadap kelahiran Kristus? Tuhan menginginkan kita meneladani sosok Maria, para gembala, dan para orang majus ketika meresponi kelahiran Kristus, yaitu: bersukacita, merenungkan, menyembah-Nya, dan memberi persembahan kepada-Nya. Itulah respons yang benar dari umat-Nya kepada Pribadi yang telah mencipta dan menebus mereka. Biarlah Roh Kudus mencerahkan hati dan pikiran kita di dalam menyambut Natal dan inti Natal yaitu Kristus. Amin. Soli Deo Gloria.

[1] Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry Injil Matius 1-14 (Surabaya: Momentum, 2007), hlm. 24.
[2] Ibid., hlm. 25-26.
[3] Ibid., hlm. 26.
[4] Ibid., hlm. 26-27.
[5] Ibid., hlm. 28.
[6] Ibid., hlm. 25.
[7] Ibid., hlm. 25-26.
[8] Will Metzger, Beritakan Kebenaran: Injil yang Seutuhnya bagi Pribadi yang Seutuhnya oleh Pribadi-pribadi yang Seutuhnya (Surabaya: Momentum, 2005), hlm. XIV.