29 September 2007

Iman Kristen dan Musik-1 (Pendahuluan)

Iman Kristen dan Musik (1)
oleh : Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S.

Dear beloved brothers and sisters in Christ,

Saya ingin sharing pengertian yang saya dapatkan melalui perjalanan kehidupan saya mengikut Tuhan, khususnya berkenaan dengan musik, suatu bidang yang dihadirkan Tuhan dalam kehidupan saya sejak kecil (namun saya tidak pernah terjatuh ke dalam piano, apalagi tertimpa piano ketika masih orok, seperti halnya Obelix ke dalam ramuan ajaib).

Saya lahir dalam keluarga Kristen, tumbuh di dalam lingkungan keluarga yang menyukai musik, hanya saja di antara keluarga saya, saya satu-satunya yang diberi kesempatan oleh Tuhan boleh mengembangkan talenta yang Dia berikan melalui suatu pendidikan musik yang formal.

Sejak sekolah minggu saya mulai melayani musik di gereja di mana saya beribadah. Keluarga saya beribadah di Gereja Pentakosta, seperti pada umumnya, kami menggunakan seperangkat alat musik yang membentuk suatu band dalam ibadah. Saya kadang-kadang juga dipercaya untuk ikut bermain di dalamnya, biasanya saya mengisi keyboard atau piano. Ada banyak hal di mana Tuhan membentuk dan menenun kehidupan saya melalui komunitas di tempat ini, di tengah segala kekurangan dan kelemahan yang ada. Saya menyaksikan teladan orang-orang Kristen yang suka berdoa dan hidup bergantung kepada Tuhan dengan iman yang sederhana. Orang-orang percaya yang dengan tulus melayani Tuhan dengan kerelaan berkorban, hidup memikul salib, tidak takut susah. Orang-orang yang sangat bergairah dalam memberitakan Injil keselamatan, menyaksikannya kepada orang-orang yang belum mengerti pengorbanan Tuhan Yesus Kristus. Orang-orang yang saling menerima dan mengasihi satu sama lain, sekalipun kita tahu setiap orang punya kelebihan dan kekurangan serta kelemahannya masing-masing. Namun sekaligus di tempat yang sama saya juga menyaksikan kehidupan yang berkeping-keping, sehabis menerima Perjamuan Kudus yang selalu mengharukan banyak orang, segera melanjutkan konflik dan kepahitan di antara jemaat, keuangan perpuluhan yang tidak jelas digunakan untuk apa, pelayanan yang dimotivasi oleh uang dan kekayaan, termasuk mulai merambatnya ajaran-ajaran kesuksesan (orang Kristen tidak seharusnya sakit, tidak seharusnya miskin) yang menyusup menggantikan ajakan hidup menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus. Ya, Alkitab sendiri mengatakan bahwa realita Kerajaan Allah pun digambarkan oleh Yesus sebagai benih gandum dan ilalang yang tumbuh bersama. Tampaknya konsep steril tentang Kerajaan Allah di mana hanya ada gandum saja merupakan impian yang tidak mungkin akan terwujud selama kita masih berada di dunia ini.

Saya terbentuk dalam suatu kultur yang sangat menggemari pop-culture, suatu kultur yang pada umumnya dapat diterima oleh sebagian besar manusia kesederhanaan kualitas yang tidak harus menuntut penggemarnya untuk banyak berpikir dan mempersoalkannya, surely it’s OK because I feel good, I can enjoy, so I just consume it. Selain musik ini saya sangat akrab dengan musik dangdut yang banyak dikonsumsi oleh karyawan yang bekerja di tempat saya. Keluarga saya tampaknya tidak keberatan untuk menyediakan konsumsi ini sepanjang hari dengan volume suara yang dapat didengar oleh seluruh karyawan, termasuk saya sendiri, sehingga saya sempat hafal paling sedikit puluhan lagu-lagu jenis ini.

Sampai suatu saat saya berkenalan dengan musik jazz yang certainly much more deeper and has a certain depth and quality di dalamnya. Membandingkan jenis musik ini dengan yang selama ini banyak saya konsumsi, saya sadar bahwa yang dulu jauh lebih sederhana daripada yang terakhir, baik di dalam aspek harmony, melody and rhythm. Saya mulai lebih tertarik dengan jenis musik ini bahkan juga belajar untuk bisa memainkannya sendiri, and so God will, pikir saya, saya juga bisa menggunakan kreativitas ini ketika saya melayani di Gereja. Why not? Musical creativity is God’s gift and definitely not from Satan! Dalam kesungguhan saya untuk melayani Tuhan dan dengan motivasi yang saya rasa cukup tulus, saya berusaha untuk mempertanggungjawabkan apa yang saya percaya saya terima sebagai anugerah Tuhan dengan mengembalikannya kepada Sang Pencipta.

Sampai suatu saat saya berkenalan dengan karya piano dari Beethoven, a very simple piece, perhaps not so complicated seperti kebanyakan musik-musik rumit yang sebelumnya saya pernah dengar, tapi juga bukan jenis keserdahanaan seperti musik-musik jenis pertama yang saya pernah konsumsi. Saya mendapati bahwa karya-karya seperti ini berbeda dan memiliki keunikan tersendiri, namun saya belum dapat mengetahuinya dengan jelas mengapa. Saya mulai belajar untuk memainkan jenis musik ini, demikian seterusnya untuk mempersingkat cerita, sampai suatu saat saya akhirnya memutuskan untuk mengambil study jurusan musik setelah lulus dari SMA.

Dalam periode ini saya mulai belajar dan mengaitkan apa yang saya pelajari dan geluti (yaitu bidang musik) dan berusaha untuk mengintegrasikannya dengan apa yang saya pelajari dari firman Tuhan. Saya tidak puas jika hanya sampai pada batas penguasaan bidang saya pelajari (dalam hal ini musik) di satu sisi, dan di sisi lain pengenalan akan Tuhan yang saya peroleh melalui merenungkan dan membaca firman Tuhan dan buku-buku yang membangun iman saya, tanpa bisa mengaitkan kedua hal ini. Saya sadar bahwa Alkitab memang bukanlah buku musik. Kita akan kecewa jika mencari untuk mendapatkan di dalam Alkitab bagian yang menyatakan penggunaan alat musik tertentu yang lebih “kudus” daripada yang lain, atau jenis musik apa yang disetujui oleh Alkitab (pop-culture kah, dangdut kah, Klassik, Romantik, Barock, postmodern, New Age or Gregorian Chant, atau jangan-jangan musik yang pernah dipakai oleh Daud, yang kita semua sekarang tidak tahu lagi bagaimana merekonstruksinya). Kita juga pasti akan sangat kecewa jika kita berusaha dengan segala kesungguhan untuk mendapatkan dalam Alkitab apakah pada bagian tertentu dari suatu lagi saya lebih baik bergerak ke c-minor atau C Mayor atau ke D7, perlu pakai sus4 atau saya lebih baik diam saja (seperti diusulkan oleh John Cage misalnya).

Saya percaya bagian penjelasan yang seperti itu tidak ada dan memang juga tidak perlu, karena itu akan menjadikan iman kita iman instant yang tidak perlu lagi bergumul. Alkitab menjadi buku pedoman how-to, di mana kita dapat menyelesaikan seluruh persoalan dari rumus fisika, matematika, kimia, persoalan ekologi, ekonomi, science, dan akhirnya juga seni dan musik. Kalau Alkitab harus memuat semuanya seperti layaknya sebuah textbook, kita semua pasti tidak sanggup untuk beribadah dengan membawa Kitab Suci, karena itu berarti saya harus membawa buku dengan berat berton-ton.

Namun ini juga tidak berarti bahwa Alkitab tidak membicarakan tentang ekologi, ekonomi, seni, science dsb. Karena kita percaya ilmu-ilmu itu (logi) sebenarnya berasal dari LOGOS atau Firman. Allah yang menyatakan diriNya melalui firman Tuhan (Maz 19:8-12) adalah Allah yang sama yang juga menyatakan diriNya melalui alam (Maz 19:1-7), yaitu alam di mana manusia menggali dan menemukan berbagai macam disiplin ilmu yang menyatakan kemuliaan Allah di dalamnya. Kita tidak mungkin memisahkan penemuan dalam alam (sebagai wahyu umum Allah) dengan pengenalan melalui firman Tuhan dan di dalam Yesus Kristus (wahyu khusus Allah).

Yang menyedihkan adalah pendapat yang banyak diterima saat ini adalah Alkitab hanya membicarakan kehidupan gerejawi, membicarakan teologi, tapi Alkitab tidak mungkin membicarakan tentang musik, jenis musik, komposisi musik, Alkitab tidak membicarakan semua bidang yang lain, entah itu fisika, geologi, ekologi, ekonomi karena memang Alkitab hanya membicarakan urusan keselamatan jiwa manusia. Dengan kata lain: ilmu-ilmu tersebut silahkan independen dari Alkitab, Alkitab tidak usah mencampuri hal itu karena kedua hal tersebut adalah hal yang terpisah satu dengan yang lainnya. Konsekuensi dari pandangan seperti ini adalah: kita boleh menggunakan dan menkonsumsi jenis seni/musik apapun, kita boleh memiliki pandangan ekonomi apapun, teori ekologi juga terserah, karena science adalah wilayah fakta sedangkan Alkitab berbicara dalam wilayah nilai. Maka kita harus memisahkan keduanya. Teori seperti ini sebenarnya bukanlah apa yang kita terima dari Firman Tuhan, melainkan suatu dualisme yang diciptakan oleh para pemikir enlightenment. Pandangan seperti ini langsung akan menyediakan angin untuk sekularisme masuk ke dalam semua bidang, karena di situ kerajaan Kristus (the kingship of Christ) tidak boleh dinyatakan dalam bidang apapun kecuali teologi (itupun kalau masih ada kekuatan!). Bidang-bidang yang lain pada akhirnya akan diisi oleh isme-isme yang lain, sinful culture yang tidak tunduk pada Alkitab segera akan meresap ke dalam bagian-bagian yang dengan sengaja dibuka untuk dibebaskan dari otoritas firman Tuhan. Kita sekarang berada dalam keadaan pengaruh ecological disaster yang makin lama akan makin mengerikan. Di mana pengaruh pandangan Kristen terhadap ekologi? Tidak perlu? Karena Alkitab tidak membicarakan geologi, sama seperti juga tidak membicarakan c-minor or a-minor? Kita tidak boleh membicarakan teori Adam Smith berdasarkan perspektif Alkitab karena Alkitab adalah buku teologi? Biarkanlah Picasso dan Polluck mengembangkan talenta dan kreativitasnya, itu toh juga berasal dari Tuhan? Kalau seandainya John Cage dan Stockhausen mengusulkan musiknya dipakai dan dipergunakan untuk ibadah, kita pasti selalu akan ada tempat untuk memberikan akomodasi berbintang lima baginya, sebab hati kita sangat luas, kita bukanlah orang-orang sempit yang tidak bisa menerima keaneka-ragaman?

Welcome to our contemporary time: a world with an almost unlimited possibilities to embrace and accomodate all theories of ecology, economy, politics, aesthetics, science, sociology … (BTW we don’t even know which one is ecology, economy, sociology, theology, sociology … it looks all the same).

I’m terribly sorry to stop here today, and thank you for listening my confused thoughts. I really hope I may have the same patience as yours …. and the strength .... to continue ….

Tu excitas, ut laudare te delectet, quia fecisti nos ad te et inquietum est cor nostrum, donec requiescat in te (Augustinus).
Sumber : http://groups.yahoo.com/group/METAMORPHE (mailinglist Pdt. Billy Kristanto)














Profil Pdt. Billy Kristanto :
Pdt. Billy Kristanto, Dipl.Mus., M.C.S. lahir pada tahun 1970 di Surabaya. Sejak di sekolah minggu mengambil bagian dalam pelayanan musik gerejawi. Setelah lulus SMA melanjutkan studi musik di Hochschule der Künste di Berlin majoring in harpsichord (Cembalo) di bawah Prof. Mitzi Meyerson (1990-96).
Setelah lulus dari situ melanjutkan post-graduate study di Koninklijk Conservatorium (Royal Conservatory) di Den Haag, a conservatory with the largest early music department in the world (mempelajari historical performance practice). Belajar di bawah Ton Koopman, seorang dirigen, organis, cembalis dan musicolog yang sangat ahli dalam interpretasi karya J.S. Bach. Selain itu juga mempelajari fortepiano di bawah Prof. Stanley Hoogland.
Setelah lulus dari situ pada tahun 1998 pulang ke Indonesia, lalu melayani sebagai Penginjil Musik di Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) di Jakarta pada Februari 1999. Pada tahun yang sama memulai studi Teologi di Institut Reformed di Jakarta. Lulus pada tahun 2002 dengan Master of Christian Studies. Sejak tahun 2002 sampai sekarang menjabat sebagai Dekan School of Music di Institut Reformed Jakarta serta menggembalakan jemaat Mimbar Reformed Injili Indonesia (MRII) Jerman : Berlin, Hamburg dan Munich. Beliau ditahbiskan menjadi pendeta sinode GRII pada Paskah 2005 dan saat ini sedang menyelesaikan studi doktoral di bidang filsafat di Universitas Heidelberg, Jerman. Beliau menikah dengan Suzianti Herawati dan dikaruniai seorang putri, Pristine Gottlob Kristanto.